Anda di halaman 1dari 14

Senin , 14 August 2017, 03:10 WIB

Mensos Serukan Revitalisasi


dan Aktualisasi Pancasila
Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Bayu Hermawan
ROL/Abdul Kodir

Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa

REPUBLIKA.CO.ID, JOMBANG -- Menteri Sosial (Mensos) Khofifah Indar


Parawansa baru saja mengadakan pertemuan dengan sejumlah putera-puteri
pendiri bangsa di Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang, Ahad (13/8).

Dari pertemuan itu menghasilkan kesepakatan untuk merevitalisasi dan


mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila dalam berbagai aspek kehidupan
berbangsa dan bernegara. Menurut Khofifah, menjadikan Pancasila sebagai
dasar negara dan falsafah kehidupan bangsa Indonesia yang sangat
multikultur dan majemuk sudah tepat.

"Dan tugas kita saat ini adalah mengaktualisasikannya dalam kehidupan


sehari-hari," ungkap Khofifah dalam keterangan pers yang
diterima Republika.co.id, Ahad (13/8).

Khofifah mengatakan, munculnya disharmonisasi internal dan antar ummmat


beragama , intoleransi, radikalisme dan keinginan mengganti Pancasila
memunculkan keprihatinan dan kekhawatiran.

Kondisi ini dianggap berpeluang menjadi ancaman disintegrasi yang amat


serius kepada NKRI. Oleh karena itu, forum strategis ini diharapkan dapat
mengajak generasi bangsa memahami kembali arti semangat berindonesia.

Aktualisasi ini, lanjut Khofifah, juga sebagai respons atas kondisi nasional
dan dunia dalam mewujudkan Indonesia berdaulat di bidang politik, mandiri
secara ekonomi ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan.

"Tanpa Jawa kita bukan Indonesia. Tanpa Batak, Papua, Ambon, Sunda, Aceh,
Manado kita bukan Indonesia. Begitu juga tanpa Islam, Katholik, Hindu,
Budha kita semua bukan Indonesia. Sunnatullahnya Indonesia ya beragam
dan diikat oleh Pancasila," tegasnya.

http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/17/08/14/oun3cq354-mensos-serukan-
revitalisasi-dan-aktualisasi-pancasila
Aktualisasi Nilai Pancasila
Pemersatu Bangsa
POLITIK SABTU, 23 SEPTEMBER 2017 , 21:03:00 WIB | LAPORAN: SAMRUT LELLOLSIMA
RMOL. Pancasila harus tetap menjadi ideologi pemersatu
bangsa di tengah keberagaman dalam bingkai Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).
Begitu dikatakan anggota Komisi II DPR RI, Drs. Sirmadji, MPd dalam surat
elektronik yang dikirimkan ke redaksi, Sabtu (23/9).

Hal yang sama diutarakannya dalam kegiatan Sosialisasi Empat Pilar


Kebangsaan MPR RI kepada kader Partai PDI Perjuangan dan masyarakat
Kecamatan Punungan di Balai desa Punungan, Kabupaten Pacitan-Jawa
Timur.

"Aktualisasi nilai-nilai Pancasila harus tetap dilakukan setiap saat setiap hari
diawali dari pribadi sendiri serta di kehidupan bermasyarakat," kata dia.

Menurut dia, sosialisasi Empat Pilar juga untuk mengingatkan dan menyegarkan
kembali komitmen seluruh komponen bangsa agar pelaksanaan dan
penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara.

"Agar selalu menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa dalam rangka


mewujudkan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan
makmur," jelasnya.

Sirmadji mengatakan, Pancasila bukan hanya sekedar lambang atau simbol.


"Jelas dan tegas bahwa Empat pilar kebangsaan yang harus di jaga yakni
Pancasila, UUD 45, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika, mengatur dan memiliki
kedaulatan di bidang politik, kemandirian di bidang ekonomi serta berkpribadian
dalam kebudayaan sebagai ideologi dan cita-cita bangsa," tandasnya. [sam]

http://politik.rmol.co/read/2017/09/23/308320/Aktualisasi-Nilai-Pancasila-Pemersatu-Bangsa-
Aktualisasi Nilai-nilai
Pancasila pada Masa Kini
Koran Sindo
Sabtu, 3 Juni 2017 - 09:36 WIB

Guru Besar Ilmu Pendidikan dan Direktur Sekolah Pascasarjana UMS Bambang Sumardjoko.
Foto/Istimewa

A+ A-

Bambang Sumardjoko
Guru Besar Ilmu Pendidikan
dan Direktur Sekolah Pascasarjana UMS

BAGI kita, bangsa dan negara Republik Indonesia, Pancasila merupakan dasar negara dan
pandangan hidup bangsa. Kedudukan dan fungsi Pancasila ini bersifat hakiki sehingga
berbagai kedudukan dan fungsi Pancasila yang lain, seperti jiwa dan kepribadian bangsa,
ideologi nasional, perjanjian luhur, tujuan bangsa, kepribadian manusia Indonesia, dapat
dikembalikan pada sifat hakiki.

Pancasila merupakan nilai-nilai luhur yang harus dihayati dan dipedomani seluruh warga
negara Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Penghayatan
yang mendalam atas nilai-nilai dasar Pancasila akan memperkuat identitas, jati diri, dan
karakter masyarakat Indonesia yang berkepribadian Pancasila.

Kedudukan formal Pancasila yang sangat kuat sering tampak tidak selalu sejajar dengan
pengamalan Pancasila dalam kehidupan sosial sehari-hari. Pancasila belum menjadi etos
bangsa. Bahkan hasil penelitian Badan Pengkajian MPR menyimpulkan bahwa lebih dari 50%
produk undang-undang yang dikeluarkan pasca-Reformasi tidak merujuk pada nilai-nilai
Pancasila. Ini berarti nilai-nilai Pancasila diabaikan dan belum ditaati sebagaimana mestinya.
Mereka telah lupa memiliki dasar negara dan pedoman hidup Pancasila.

Fenomena lain juga menunjukkan bahwa cara pandang pada sebagian masyarakat yang
berwawasan Nusantara dan menjunjung tinggi kebinekaan mulai luntur dan hampir berada
pada titik rendah. Kita bisa dengan mudah menyaksikan berbagai komponen bangsa terlibat
dalam konflik dan terpecah-belah (lihat Pilkada 2017). Melemahnya kekuatan Pancasila
sebagai ideologi dan pandangan hidup bangsa juga terjadi kepada sekelompok masyarakat
atau generasi muda. Meskipun tidak seluruhnya benar, sebagian besar menunjukkan bahwa
banyak generasi muda yang melupakan isi harfiah Pancasila, apalagi mengerti Pancasila
secara maknawi.

***
Secara historis, perkataan Pancasila sudah lama masuk dalam khazanah Nusantara. Kemudian
istilah Pancasila muncul kembali, yaitu pada tanggal 1 Juni 1945 ketika Ir Soekarno berpidato
pada sidang hari ketiga Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI). Dalam pidatonya Ir Soekarno mengusulkan lima hal untuk menjadi dasar negara
Indonesia merdeka dan memberi nama Pancasila. Bangsa Indonesia mewarisi nilai-nilai budaya
dari nenek moyangnya. Sampai saat ini nilai-nilai budaya tersebut melandasi tata kehidupan
masyarakat Indonesia.

Oleh para pendiri negara, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), UUD negara
ditetapkan dan disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945. Di dalam Pembukaan UUD negara
termaktub dasar negara Pancasila. Ini berarti kedudukan Pancasila sebagai dasar negara
dalam Pembukaan UUD 1945 bersifat yuridis-konstitusional. Nilai Pancasila sebagai norma
dasar negara bersifat imperatif, mengikat, dan memaksa semua yang ada di dalam wilayah
kekuasaan hukum negara RI untuk setia melaksanakan, mewariskan, mengembangkan, dan
melestarikan.

Sebagai ajaran filsafat, Pancasila mencerminkan nilai dan pandangan mendasar dan hakiki
rakyat Indonesia dalam hubungannya dengan sumber kesemestaan, yakni Tuhan Maha
Pencipta. Asas ketuhanan ini sebagai asas fundamental dalam kesemestaan dan dijadikan
asas fundamental kenegaraan (negara atas Ketuhanan Yang Maha Esa). Asas-asas ini
mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia yang religius dan atau teisme religius. Demikian
pula untuk sila-sila yang lain, yang secara bulat dan utuh mencerminkan asas kekeluargaan,
cinta sesama, dan cinta keadilan.

Suatu sistem filsafat pada tingkat perkembangan tertentu melahirkan ideologi, yakni
seperangkat nilai ide dan cita-cita beserta pedoman dan metode mewujudkannya. Umumnya
ideologi selalu mengutamakan asas-asas kehidupan politik dan kenegaraan sebagai satu
kehidupan nasional yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan. Secara teoretis filosofis,
ideologi bersumber pada sistem filsafat dan merupakan pelaksanaan sistem filsafat.

Dengan kata lain, suatu sistem filsafat dikembangkan dan dilaksanakan oleh suatu ideologi.
Atas dasar konsep teoretis ini, tidak mungkin suatu bangsa menganut dan melaksanakan suatu
sistem ideologi yang tidak bersumber pada filsafat hidup atau filsafat negara mereka sendiri.
Pancasila sebagai filsafat hidup bangsa menjadikan Pancasila juga merupakan ideologi bangsa
Indonesia.

***
Nilai filsafat Pancasila pada dasarnya mengandung asas integralistik atau kekeluargaan. Hal ini
tampak pada asasnya bahwa bangsa Indonesia adalah satu keluarga bangsa Indonesia dalam
satu susunan (rumah tangga) negara kesatuan yang dilandasi asas/paham persatuan. Asas ini
tampak dalam sila ketiga, keempat, dan kelima yang berintikan makna persatuan Indonesia
dengan asas musyawarah mufakat dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Secara universal asas kekeluargaan itu dilandasi sila kedua dan dijiwai nilai sila
pertama.

Dalam konteks pendidikan, problem dalam aktualisasi nilai-nilai Pancasila ditemukan baik
secara struktural maupun kultural. Pada tingkat struktural, negara belum sepenuhnya memiliki
instrumen yang memadai untuk mengenalkan Pancasila pada level implementatif sejak dini.
Memang Pancasila telah didesain sebagai kurikulum yang diajarkan di sekolah-sekolah, tetapi
tidak punya kekuatan implementatif.

Kurikulum Pancasila seharusnya tidak hanya didesain dengan sekadar tatap muka di dalam
kelas dan sedikit dialog, melainkan harus lebih implementatif dalam kehidupan sehari-hari
sehingga penanaman nilai-nilai Pancasila akan lebih mengena dan tepat sasaran, misalnya
tentang bagaimana mengajarkan secara praktis dan memberi contoh untuk menghargai
perbedaan, toleransi, dan tidak korupsi.

Aktualisasi Pancasila bisa dilakukan secara objektif dan subjektif. Aktualisasi Pancasila secara
objektif dimaksudkan sebagai bentuk penjabaran nilai-nilai Pancasila secara nyata dalam
bentuk norma-norma pada setiap aspek penyelenggaraan negara, baik dalam bidang legislatif,
eksekutif, dan yudikatif maupun pada semua bidang kenegaraan lain. Aktualisasi nilai-nilai
Pancasila secara objektif terutama berkaitan dengan peraturan perundang-undangan
Indonesia.
Aktualisasi nilai-nilai Pancasila secara subjektif dimaksudkan sebagai upaya merealisasi
penjabaran nilai-nilai Pancasila dalam bentuk norma-norma ke dalam diri setiap pribadi,
perseorangan, setiap warga negara, setiap individu, setiap penduduk, setiap penguasa, dan
setiap orang Indonesia. Aktualisasi nilai-nilai Pancasila secara subjektif dapat tercapai bila nilai-
nilai Pancasila tetap melekat dalam hati sanubari bangsa Indonesia.

Di dalam mengaktualisasi nilai-nilai Pancasila sangat mungkin ditemukan adanya masalah yang
berkaitan dengan hidup kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan. Untuk itu solusi terbaik
untuk mengatasi persoalan kebangsaan adalah dengan kembali pada nilai-nilai Pancasila.
Beberapa cara yang dapat dijadikan alternatif untuk kembali dan melakukan aktualisasi nilai-
nilai Pancasila saat ini adalah sebagai berikut. Pertama, membumikan Pancasila dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara terus-menerus dan aktual.

Kedua, aktualisasi melalui internalisasi nilai-nilai Pancasila, baik melalui pendidikan formal
maupun nonformal. Pada tataran pendidikan formal perlu revitalisasi mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn) di sekolah.

Sebagai sebuah nilai, Pancasila tidak cukup hanya dipelajari, tetapi harus diresapi, dihayati,
dan dipahami secara mendalam.
Ketiga, aktualisasi melalui keteladanan para pemimpin baik pemimpin formal (pejabat negara)
maupun informal (tokoh masyarakat). Dengan keteladanan yang dijiwai nilai-nilai Pancasila,
diharapkan masyarakat luas akan mengikuti.

Pendidik adalah pemimpin pendidikan, yang dalam konteks pembelajaran di sekolah adalah
para guru, sedangkan dalam konteks pendidikan informal adalah orang tua dan dalam konteks
pendidikan nonformal adalah tokoh masyarakat. Melalui proses sosialisasi, para peserta didik
akan belajar tentang sikap dan perilaku yang relevan dengan lingkungan sosial budaya dari
orang tua, guru, teman sebaya, dan tokoh masyarakat.

Pendidik yang mampu menunjukkan sikap dan keteladanan terpuji akan menjadikan makin
menguatnya nilai-nilai Pancasila di kalangan peserta didik. Tugas pemimpin pendidikan dalam
konteks ini adalah membantu mengondisikan peserta didik pada sikap, perilaku, atau
kepribadian yang benar agar peserta didik mampu menjadi agents of change dalam
mengaktualisasi nilai-nilai Pancasila bagi diri sendiri, lingkungan, masyarakat, dan siapa saja
yang dijumpai tanpa harus membedakan suku, agama, ras, dan golongan.

https://nasional.sindonews.com/read/1210372/18/aktualisasi-nilai-nilai-pancasila-pada-masa-kini-
1496431646/13
Temui Putera-puteri
Pahlawan, Menteri
Khofifah Serukan
Aktualisasi Pancasila
Minggu, 13 Agustus 2017 22:04 WIB

Tribunnews.com / Istimewa

Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa bersilaturahmi dengan putera-puteri pahlawan "Pendiri Bangsa" dan tokoh
lintas agama di Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang, Jawa Timur, Minggu (13/8)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Sosial Khofifah Indar


Parawansa menyerukan revitalisasi dan mengaktualisasikan nilai-
nilai Pancasila dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hal itu ia katakan saat bersilaturahmi dengan putera-puteri pahlawan "Pendiri
Bangsa" dan tokoh lintas agama di Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang,
Jawa Timur, Minggu (13/8/2017).
Putra-putri pahlawan yang hadir dalam acara tersebut antara lain, Meutia Farida
Hatta putri Wakil Presiden pertama Indonesia Mohammad Hatta, Salahuddin
Wahid Putra Pahlawan K.H Wahid Hasyim, Agustanzil Sjahroezah cucu
Pahlawan Agus Salim, Rohadi Subardjo putra pahlawan nasional Achmad
Soebardjo, Handini Maramis puteri dari A.A Maramis.
"Menjadikan Pancasila sebagai dasar negara dan falsafah kehidupan bangsa
Indonesia yang sangat multikultur dan majemuk sudah tepat. Tugas kita saat ini
adalah mengaktualisasikannya dalam kehidupan sehari-hari," ungkap Khofifah
dalam keterangan tertulis, Minggu (13/8/2017).
Khofifah mengatakan, munculnya disharmoni internal dan antar ummat
beragama , intoleransi, radikalisme, dan keinginan
mengganti Pancasila memunculkan keprihatinan dan kekhawatiran. Kondisi ini,
kata dia, berpeluang menjadi ancaman disintegrasi yang amat serius kepada
NKRI.
Oleh karena itu, lewat forum strategis ini, Khofifah mengajak generasi bangsa
memahami kembali arti semangat ber- Indonesia. Aktualisasi ini, lanjut Khofifah
juga sebagai respons atas kondisi nasional dan dunia dalam mewujudkan
Indonesia berdaulat di bidang politik, mandiri secara ekonomi ekonomi dan
berkepribadian dalam kebudayaan.
"Tanpa Jawa kita bukan Indonesia. Tanpa Batak, Papua, Ambon, Sunda, Aceh,
Manado kita bukan Indonesia. Begitu juga tanpa Islam, Katholik, Hindu, Budha
kita semua bukan Indonesia. Sunnatullahnya Indonesia ya beragam dan diikat
oleh Pancasila," papar Khofifah.
Menurut Khofifah, moment peringatan HUT ke-72 RI jangan hanya dimaknai
sebagai seremonial tahunan saja. Lebih dari itu, harus dibuktikan dengan upaya
kerja bersama seluruh elemen bangsa untuk kemajuan bangsa ini.
"Contohnya banyak, hal kecil misalnya tidak ikut menyebar kabar hoax yang
berpotensi mengadu domba bangsa atau sebagai pegawai dengan bekerja jujur,
bersih, dan profesional," imbuhnya.
Khofifah mengatakan, penjajahan saat ini bukan lagi dalam bentuk invasi militer.
Karenanya, jangan sampai perjuangan itu hanya dimaknai dengan mengangkat
senjata melawan penjajah saja.
"Perang saat ini adalah perang melawan kemiskinan, kebodohan, narkoba,
korupsi, dan lain sebagainya," imbuh Khofifah.
Sementara itu, para Putera-Puteri Pahlawan Nasional "Pendiri Bangsa" pun ikut
menyerukan agar bangsa ini harus tetap bersatu memperkokoh kedaulatan
bangsa dan menjadi tuan di negeri sendiri. Tidak hanya itu, mereka juga
menyatakan bahwa Bhinneka Tunggal Ika adalah kekuatan bangsa yang harus
dirawat dan dikembangkan demi kemajuan bangsa.
Kepada Pemerintah, mereka meminta untuk konsisten dalam menjalankan
tugas yang diamanahkan dalam pembukaan UUD 1945 mengenai tujuan
mendirikan negara. Termasuk diantaranya menjadi pelayan masyarakat yang
profesional dan berintegritas.
"Untuk media, harus menjalankan fungsinya sebagai sarana pendidikan bangsa
dan memberi informasi yang benar. Media harus mengisi jiwa rakyat dengan
rasa kemanusiaan yang tinggi," kata Meutia Hatta membacakan yang didaulat
membacakan seruan kepada bangsa tersebut.

http://www.tribunnews.com/nasional/2017/08/13/temui-putera-puteri-pahlawan-menteri-khofifah-
serukan-aktualisasi-pancasila
Jumat 17/11/2017 | 05:51

Pendidikan karakter

Pancasila Mesti Diamalkan dalam


Kehidupan

Foto : KORAN JAKARTA/WACHYU AP


Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI), Jimly Asshiddiqie.

A A A Pengaturan Font

JAKARTA - Pendidikan Pancasila jangan hanya sekadar belajar teoritis saja, tetapi
harus diamalkan dalam kehidupan nyata sehingga sikap dan perilakunya sesuai
dengan nilai-nilai Pancasila.
“Materi pendidikan Pancasila dan UUD 1945 memang dapat dijadikan materi pelajaran,
namun jauh lebih penting bila Pancasila dan UUD 1945 diajarkan dalam proses belajar-
mengajar,” kata Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI), Jimly
Asshiddiqie, dalam makalahnya pada Seminar Nasional bertema Aktualisasi Nilai-nilai
Pancasila dalam Sistem Pendidikan Guna Memperkokoh Persatuan dan Kesatuan
Bangsa dalam Rangka Meningkatkan Ketahanan Nasional, di Gedung Lemhannas,
Jakarta, Kamis (16/11).

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu mengatakan media massa memiliki peran
yang cukup besar dalam pembentukan sikap, pola pikir, dan pola perilaku masyarakat.

Menurut dia, proses pendidikan nilai-nilai, terutama pendidikan karakter yang dinilai
dapat dilakukan dengan efektif di dalam keluarga dan lembaga pendidkan harus
menghadapi tantangan dan ancaman serius dari dunia komunikasi massa, baik
elektronik, internet, dan media konvensional lainnya.

“Oleh sebab itu, nilai-nilai Pancasila harus diaktualisasikan dan tecermin dalam
kegiatan pendidikan dan komunikasi publik. Komunikasi publik media massa miliki
peran penting dalam pendidikan nilai-nilai kebangsaan berdasarkan Pancasila,”
katanya.

Sementara itu, Direktur Wahid Instititut, Yenny Wahid, mengatakan perilaku masyarakat
untuk mem-bully seseorang jauh dari nilai-nilai Pancasila.

“Untuk mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila maka yang paling mudah jangan mem-
bully orang lain. Mem-bully tidak sesuai dengan Pancasila dalam sila kedua
(Kemanusiaan yang Adil dan Beradab),” kata Yenny.

Selain itu, untuk mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila, jangan pernah lelah untuk
memerangi ketidakadilan di sekitarnya, seperti halnya tindak pidana korupsi.

“Kalau ada orang yang teraniaya maka bantulah orang tersebut. Bisa di-share ke media
sosial agar perhatian dari masyarakat lainnya,” tuturnya.

http://www.koran-jakarta.com/pancasila-mesti-diamalkan-dalam-kehidupan/
Lemhannas: Anak-anak
Butuh Contoh
Implementatif dari Nilai-
nilai Pancasila
ESTU SURYOWATI

Kompas.com - 13/09/2017, 23:11 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Sestama Lembaga Ketahanan Nasional


( Lemhannas) RI Komjen Pol. Arif Wachjunadi mengatakan, anak-anak
Indonesia membutuhkan Pancasila yang implementatif sehingga dapat
dirasakan dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Menurut dia, hanya dengan cara demikian, maka nilai-nilai luhur Pancasila
dapat ditanamkan karena anak-anak merupakan tabula rasa yang dapat diisi
dengan apa saja.

"Jika sejak dini ditanamkan Pancasila membangun persahabatan dengan


semua orang tanpa diskriminasi, tanpa membeda-bedakan suku, agama, rasa
atau strata sosial, mereka akan menjadi generasi yang pluralis yang
menghargai kesetaraan, kemajemukan dan juga kebersamaan," kata Arif,
melalui keterangan tertulis kepada Kompas.com, Rabu (13/9/2017).

Ketua Senat Peserta Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) XXI


Lemhannas itu, mengatakan, anak-anak membutuhkan bentuk nyata dari
implementasi pengamalan Pancasila.
Oleh karena itu, seminar "Peran Pancasila Dalam Memperkokoh NKRI”
diharapkan dapat menghasilkan berbagai bentuk implementasi sebagai
sarana penanaman dan pengamalan nilai-nilai Pancasila.

"Seperti lagu Pergi Belajar “O, ibu dan ayah selamat pagi” salah satu contoh
penanaman nilai penghormatan kepada orangtua," lanjut Arif.

Demikian pula dengan diajarkannya kembali lagu-lagu daerah seluruh


Indonesia atau bahkan diciptakan lagu-lagu yang menjunjung tinggi nilai-nilai
persahabatan tanpa diskriminasi, atau pengajaran solidaritas tanpa
perbedaan.

Cara yang lain, kata Arif, antara lain pemilihan ketua kelas dengan cara
musyawarah, jambore nasional anak-anak dari berbagai daerah, atau
gerakan anti-korupsi dengan berdisplin waktu.

"Karya dan pengalaman nyata anak-anak tentang nilai-nilai Pancasila, NKRI,


Bhinneka Tunggal Ika serta UUD NRI 1945, akan membekas dalam
pertumbuhan hidup mereka,” ujar Arif.

Tauladan Pancasilais

Meski demikian, Arif menegaskan, para pendidik juga harus berjiwa


Pancasilais sebelum mendidik anak-anak. Dikhawatirkan, aktualisasi nilai-nilai
Pancasila untuk anak-anak tidak tercapai karena para pendidiknya tidak
memberi contoh jiwa Pancasilais.

Seminar nasional ini merupakan kontribusi dari peserta PPSA XXI


Lemhannas RI yang ikut bertanggung jawab terhadap generasi Indonesia di
masa mendatang terkait dengan arus nilai-nilai ideologi lain akibat globalisasi.

http://nasional.kompas.com/read/2017/09/13/23114321/lemhannas-anak-anak-butuh-
contoh-implementatif-dari-nilai-nilai-pancasila

Anda mungkin juga menyukai