Anda di halaman 1dari 3

ANGINA PEKTORIS STABIL

1. Faktor Resiko
Faktor resiko tersebut secara garis besar dibagi atas dua kelompok, yaitu:1
a. Faktor yang bisa dimodifikasi
 Hipertensi
 Hiperkolesterolemia
 Merokok
 Diabetes
 Overweight atau obesitas
 Kurangnya aktivitas fisik
 Diet yang tidak sehat
 Stres emosional
b. Faktor yang tidak bisa dimodifikasi
 Usia (semakin bertambah usia semakin meningkatkan risiko)
 Jenis kelamin (laki-laki umumnya berisiko lebih besar terhadap penyakit arteri
koroner)
 Riwayat keluarga

2. Etiopatofisiologi

Angina disebabkan oleh adanya iskemia miokard. Penyebab utama dari proses
iskemia ini adalah aterosklerosis. Penyebab lain dari iskemia miokardial antara lain
kardiomiopati hipertrofi, stenosis aorta, vasopasme koroner, vaskulitis koroner, aneurisma
aorta, anomali arteri koroner, dan anemia.2
Beberapa mekanisme dasar yang mendasari terjadinya angina pektoris stabil meliputi:
obstruksi yang berhubungan dengan adanya plak pada arteri epikardial, spasme fokal atau
difus dari arteri normal atau arteri yang telah memiliki plak, disfungsi mikrovaskular dan
disfungsi ventrikel kiri yang disebabkan oleh nekrosis miokardial akut sebelumnya dan/atau
hibernasi (kardiomiopati iskemik). Mekanisme-mekanisme tersebut bisa bekerja tunggal
ataupun kombinasi.2
Gambar 2.1 Pembentukan plak aterosklerosis.3

Proses aterosklerosis diawali dengan adanya stimulasi (hipertensi,


hiperkolesterolemia) yang menyebabkan kerusakan endotel arteri koroner. Saat endotel
mengalami kerusakan, akan terjadi infiltrasi makrofag ke endotel. Molekul low density (LDL)
juga dapat masuk ke lapisan dinding pembuluh darah dan diikat oleh makrofag, membentuk
foam cell. Foam cell ini yang merupakan dasar pembentukan plak aterosklerosis. Plak yang
melekat pada dinding endotel arteri koroner akan terus membesar dan mengalami kalsifikasi.
Jika plak tersebut mengalami ruptur, maka akan timbul reaksi inflamasi lokal, vasokontrisi
koroner, aktivasi trombosit serta pengaktifan sistem koagulasi sebagai respon terhadap ruptur
atau erosi plak.3 Plak aterosklerosis kemudian menyebabkan stenosis atau penyempitan lumen
arteri koroner. Pada aterosklerotik koroner terjadi penurunan kemampuan relaksasi endotel
atau tonus pembuluh darah yang mengakibatkan vasokonstriksi arteri koroner yang sempit.2
Rasa tidak nyaman pada angina pektoris berhubungan dengan oksigenasi miokardium
yang tidak adekuat. Umumnya menunjukkan adanya aterosklerotik koroner yang mengenai
setidaknya 50% diameter lumen sehingga mengurangi aliran darah saat beraktivitas. Ketika
beraktivitas terjadi peningkatan denyut jantung, kontraktilitas, dan stres dinding pembuluh
darah untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh yang berakibat peningkatan oksigenasi otot
jantung.2
Adenosin yang dihasilkan pada saat iskemik di miokardium dianggap sebagai
pencetus utama timbulnya nyeri dada. Stimulasi adenosin pada reseptor A1 pada ujung-ujung
saraf aferen kemudian disampaikan ke kornu dorsal neuron spinalis. Aferen kardiak tersebar
dari neuron spinal T1 sampai T4 bersama neuron spinalis lainnya menuju thalamus dan
kemudian ke korteks untuk dilakukan penafsiran sesuai faktor fisik, emosi, dan lainnya.
Bagian aferen yang terletak pada pembuluh darah koroner dan miokardium ini sensitif
terhadap regangan dan iritasi yang dipicu oleh stimulus kimia lokal. Sesak napas yang
dikeluhkan pada sebagian besar pasien dengan nyeri dada diakibatkan disfungsi sistolik
ataupun diastolik ventrikel kiri ataupun akibat regurgitasi mitral sementara.2

DAFTAR PUSTAKA

1. Hajar R. Risk factors for coronary artery disease: Historical perspectives. Heart
Views. 2017; 18(3): 109-14
2. Montalescot G, Sechtem U, Achenbach S, Andreotti F, Arden C, Budaj A, et al. ESC
guidelines on the management of stable coronary artery disease: The task force on the
management of stable coronary artery disease of the european society of cardiology.
European Heart Journal. 2013; 34: 2949-3003.
3. Rafieian-Kopaei M, Setorki M, Doudi M, Baradaran A, Nasri H. Atherosclerosis:
Process, indicators, risk factors and new hopes.Int J Prev Med. 2014; 5(8): 927-46

Anda mungkin juga menyukai