Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Akhlak yang baik adalah segala tingkah laku yang terpuji (mahmudah) juga bisa
dinamakan fadhilah (kelebihan). Al-Ghazali menggunkan perkataan munjiyat yang berarti
segala sesuatu yang memberikan kemenangan atau kejayaan. Akhlak yang baik dilahirkan
oleh sifat-sifat yang baik. Sebagai contoh, dalam berusaha manusia harus menunjukan
tingkah laku yang baik, tidak bermalas-malasan, tidak menunggu tetapi segera mengambil
keputusan. Dalam mencari rizki juga demikian, harus menunjukan akhlak yang baik. Di
samping akhlak terpuji (mahmudah) ada juga akhlak tercela (mazmumah), yaitu segala
tingkah laku yang tidak terpuji.
Untuk mengetahui lebih dalam tentang pengertian akhlak mahmudah dan akhlak
mazmumah sertah macam-macamnya, akan dibahas dan dijelaskan pada pembahasan
makalah ini.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian akhlak mahmudah dan akhlak mazmumah
2. Macam-macam akhlak mahmudah dan akhlak mazmumah

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Akhlak Mazmumah


2. Pengertian akhlak mazmumah
Akhalak mazmumah ialah perangai atau tingkah laku yang tercermin pada diri
manusia yang cenderung melekat dalam bentuk yang tidak menyenangkan orang lain.
Dalam beberapa kamus dan ensiklopedia dihimpun pengertian “buruk” sebagai
berikut:
a) Rusak atau tudak baik, jahat, tidak menyenangkan, tidak elok, jelek.
b) Perbuuatan yang tidak sopan, kurang ajar, jahat, tidak menyenangkan.
c) Segala yang tercela, lawan baik, lawan pantas, lawan bagus, perbuatan yang bertentangan
dengan norma-norma atau agama, adat istiadat, dan masyarakat yang berlaku.

B. Akhlak Mazmumah
B. Macam-macam akhlak mazmumah
a) Sifat dengki
Dengki menurut bahasa (etmologi) berarti menaruh perasaan marah karena sesuatu yang amat
sangat kepada kekurangan orng lain.
b) Sifat iri hati
Iri berarti merasa kurang senang melihat kelebihan orang lain, kurang senang melihat orang
lain beruntung , cemburu dengan keberuntungan orang lain, tidak rela apabila orang lain
mendapat nikmat dan kebahagiaan.
c) Sifat angkuh
Sombong yaitu menganggap dirinya lebih dari orang lain sehingga ia berusaha menutupi dan
tidak mau mengakui kekurangan dirinya, selalu merasa lebih besar, lebih kaya, lebih pintar,
lebih dihormati, dan lebih beruntung dari yang lainnya.
d) Sifat riya
Riya yaitu berbuat amal karena didasarkan ingin mendapat pujian dari orang lain, agar
dipercayai orang lain, agar ia dicintai orang lain, karena ingin dilihat orang lain.
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
§ Akhalak mazmumah ialah perangai atau tingkah laku yang tercermin pada diri manusia yang
cenderung melekat dalam bentuk yang tidak menyenangkan orang lain. Di antaranya yaitu
sombong, iri hati, su’udhon, dll.

B. Kritik dan Saran


Demikian makalah yang dapat kami sampaikan. Kami berharap semoga makalah ini
bermanfaat bagi kelompok kami dan semua kalangan. Kami menyadari bahwa dalam
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kami mengharapkan kritik, saran dari
pembaca guna pengembangan lebih lanjut makalah ini.

Akhlak Madzmumah

A. Ananiah
1. Pengertian Ananiah
Kata ananiah berasal dari bahasa Arab ana yang berarti saya atau aku,
kemudian mendapat tambahan kata iyah. Ananiah berarti ’keakuan’. Sifat
ananiah biasa disebut egois, yaitu sikap hidup yang terlalu mementingkan
diri sendiri bahkan jika perlu dengan mengorbankan kepentingan orang
lain.egois merupakan sifat tercela yang dibenci oleh Allah swt. dan manusia
karena cenderung berbuat sesuatu yang dapat merusak tatanan pergaulan
kehidupan bermasyarakat. Orang yang egois biasanya membangga-
banggakan diri sendiri, mengganggap orang lain hina dan rendah. Padahal
Allah swt. dengan tegas tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membanggakan diri.
Firman Allah swt :
Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong
lagi membanggakan
diri.” (QS. An Nisa : 36 )
Contoh Ananiah; suka membanggakan diri sendiri, merasa diri paling benar,
menganggap orang lain salah.

2. Menghindari Prilaku Ananiah


Untuk dapat menghindari perilaku ananiah bukanlah suatu hal yang mudah
karena setiap manusia pasti memiliki sikap egoistis. Hal-hal yang harus
dilakukan agar terhindar dari perilaku ananiah sebagai berikut :
a. Menyadari bahwa perbuatan ananiah dapat merugikan diri sendiri
ataupun orang lain.
b. Menyadari bahwa perilaku ananiah apabila dibiarkan akan mengarah
pada sikap takabur yang dibenci Allah swt
c. Menghindari bahwa manusia diciptakan sama dan mempunyai hak yang
sama.
d. Membiasakan diri untuk bersedekah dan beramal saleh
e. Menekan hawa nafsu dan memupuk sikap tenggang rasa.

3. Akibat buruk dari sifat ananiah atau egois antara lain :


a. jauh dari pertolongan dan rahmat Allah, sebab orang yang egois tidak
suka menolong orang lain.
b.Menumbuh suburkan sifat rakus, tamak, dan sombong.
c.Menimbulkan kebencian dan permusuhan , sehingga merugikan diri
sendiri.
B. Gadab
1. Pengertian Gadab
Gadab (marah) secara bahasa artinya keras, kasar, dan padat. Orang yang
marah (pemarah) di sebut gadib. Gadab merupakan antonim(lawan
kata)dari rida dan hilm(murah hati). Secara istilah, gadab berarti sikap
seseorang yang mudah marah karena tidak senang terhadap perlakuan atau
perbuatan orang lain. Amarah selalu mendorong manusia bertingkah laku
buruk atau jahat. Seorang pemarah tergolong lemah imannya karena
berpandangan picik dan tidak dapat mengendalikan hawa nafsunya.
Sebaliknya, jika seorang berpandangan luas dan dapat mengendalikan hawa
nafsunya, maka ia akan bersikap arif atau bijaksana dalam menyelesaikan
setiap masalah.
Orang mukmin yang baik selalu bersedia memaafkan kesalahan saudaranya,
baik yang diminta ataupun tidak,karena hanya mengharapkan keridaan
Allah swt.
"Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan)
orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” ( QS. Ali
Imran : 134 )
Contoh Ghadab; marah tanpa sebab, mudah tersinggung, tidak bisa
mengendalikan diri.

2. Menghindari Perilaku Gadab


Adapun untuk menghindari perilaku gadab diantaranya:
a. Senantiasa membaca istigfar sambil menarik napas panjang.
b. Meninggalkan factor-faktor yang menyebabkan timbulnya marah.
c. Menyadari bahwa perilaku amarah sangat dibenci Allah swt. dan manusia
d. Berusaha belajar memiliki sikap lapang dada dan mudah memaafkan
orang lain.

3. Akibat buruk sifat ghadab atau pemarah antara lain :


a. Dibenci Allah, Rasul-Nya, dan manusia.
b. Dapat merusak iman seseorang.
c. Menimbulkan dendam dan sakit hati.
d..Menimbulkan rasa kebencian dan permusuhan , sehingga merusak
persahabatan dan persaudaraan.

C. Hasad
1. Pengertian Hasad
Hasad (dengki) secara bahasa berarti menaruh perasaan benci, tidak suka
karena iri yang amat sangat kepada keberuntungan orang lain. Secara istilah
ialah usaha seseorang untuk mempengaruhi orang lain supaya tidak senang
terhadap orang yang memperoleh keberuntungan atau karunia dari Allah swt.
Hasad biasanya timbul karena adanya permusuhan dan atau persaingan untuk
saling menjatuhkan. Hasad merupakan penyakit rohani yang sangat berbahaya,
karena harus dijauhi. Apabila dibiarkan ,akan dapat merusak dan
menghilangkan semua amal kebaikan seseorang.
Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “jauhkanlah dirimu dari sifat hasad karena sesungguhnya hasad itu
memakan kebaikan , ibarat api yang membakar kayu.” (HR. Abu Daud )
Contoh Hasad; mencemarkan nama baik orang lain, menjelek-jelekan orang
lain karena iri, dan suka memusuhi orang lain.
2. Menghindari Perilaku Hasad
Cara menghindari perilaku hasad antara lain :
a. Berusaha untuk mensyukuri setiap nikmat yang diberikan Allah swt.
b. Menyadari bahwa perilaku hasad sangat berbahaya dan harus dijauhi
c. Menyadari bahwa perilaku hasad dapat menghapus segala kebaikan yang
dilakukan
d. Berpikir positif atas segala kejadian yang menimpa kita.
e. Tetap percaya diri dan optimis dengan kekurangan yang kita miliki.
D. Gibah
1. Pengertian Gibah
Secara bahasa, gibah(menggunjing) ialah membicarakan keburukan
(keaiban)orang lain. Secara istilah berarti membicarakan kejelekan dan
kekurangan orang lain dengan maksud mencari kesalahan-kesalahannya, baik
jasmani, agama, kekayaan, akhlaq ataupun bentuk lahiriyahnya. Gibah tidak
terbatas melalui lisan saja, namun bias terjadi dengan tulisan atau gerakan
tubuh. Apabila hal ini berhuibungan dengan agama seseorang ia akan
mengatakan bahwa ia pembohong, fasik ,munafik dan lain-lain.
Allah swt melarang keras perilaku gibah tersebut dan menyeru untuk
menjauhinya, karena gibah digambarkan dengan sesuatu yang amat kotor dan
menjijikan .firman Allah swt:
Artinya : “Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah
menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka
memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa
jijik kepadanya..”( QS. Al Hujurat : 12 )
Contoh Gibah; mengumpat dan suka membeberkan kesalahan orang lain
2. Menghindari Perilaku Gibah
Cara menghindari dari perilaku tercela antara lain :
a. Selalu mengingat bahwa perbuatan gibah ialah penyebab kemarahan dan
kemurkaan Allah swt.
b. Selalu mengingat bahwasanya timbangan kebaikan gibah akan pindah
kepada orang yang digunjingkannya.
c. Hendaknya orang yang melakukan gibah mengingat terlebih dahulu aib
dirinya sendiri dan segera berusaha memperbaikinya.
d. Menjauhi factor-faktor yang dapat menimbulkan terjadinya gibah
e. Senantiasa mengingatkan orang-orang yang melakukan gibah
E. Namimah
1. Pengertian Namimah
Secara bahasa, namimah berarti mengadu domba. Secara istilah, namimah
berarti mengadu domba atau menyabar fitnah antara seseorang dengan orang
lain dengan tujuan agar saling bermusuhan. Namimah termasuk perbuatan
tercela yang harus kita hindari dalam kehidupan sehari-hari, sebagaimana
larangan Allah swt. dalam Al Qur’an :
Artinya : ‘ Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi
gina, yang banyak mencela yang kian kemari menghambur fitnah, yang sangat
enggan berbuat baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa, yang aku kasar
selain dari itu yang terkenal kejahatannya.: (QS> Al Qalam 10 – 14 )
Contoh Namimah; bermuka dua, suka mengadu domba orang lain.
2. Menghindari perilaku namimah
Di antara cara menghindari perilaku namimah ialah antara lain:
a. Menyadari bahwa perilaku namimah menyebabkan seseorang tidak masuk
surga meskipun rajin beribdah.
b. Jangan mudah percaya pada seseorang yang memberikan informasi negative
tentang orang lain
c. Menhindari factor-faktor yang menyebabkan terjadinya perilaku namimah,
seperti berkumpul tanpa ada tujuan yang jelas, menggosip dan lain-lain.
Ananiyah berasal dari kata ana artinya ‘aku’, Ananiyah berarti ‘keakuan’.
Sifat ananiyah ini biasa disebut egoistis yaitu sikap hidup yang terlalu
mementingkan diri sendiri bahkan jika perlu dengan mengorbankan
kepentingan orang lain. Sikap ini adalah sikap hidup yang tercela, karena
cenderung berbuat yang dapat merusak tatanan pergaulan kehidupan
bermasyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari penyakit mental ini dapat
diketahui dari sikapnya yang selalu mementingkan dan mengutamakan
kepentingan dirinya diatas segala-galanya, tanpa mengindahkan kepentingan
orang lain.
Sumber : www.blog.its.ac.id
Ananiyah berasal dari kata ana artinya ‘aku’, Ananiyah berarti ‘keakuan’.
Sifat ananiyah ini biasa disebut egoistis yaitu sikap hidup yang terlalu
mementingkan diri sendiri bahkan jika perlu dengan mengorbankan
kepentingan orang lain. Sikap ini adalah sikap hidup yang tercela, karena
cenderung berbuat yang dapat merusak tatanan pergaulan kehidupan
bermasyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari penyakit mental ini dapat
diketahui dari sikapnya yang selalu mementingkan dan mengutamakan
kepentingan dirinya diatas segala-galanya, tanpa mengindahkan kepentingan
orang lain.
Apakah demi kepentingan dirinya akan mengorbankan orang lain. Hal ini
tidak akan menjadi pertimbangannya.
Dampak Negatif Dari Sifat Ananiyah
Sifat Ananiyah akan melahirkan sifat Egosentris, artinya mengutamakan
kepen-tingan dirinya diatas kepentingan segala-galanya. Mereka melihat
hanya dengan sebelah mata bersikap dan mengambil tindakan hanya
didorong oleh kehendak nafsu. Nafsulah yang menjadi kendali dan
mendominasi seluruh tindaknnya. Standar kebenaranpun ditentukan oleh
kepentingan dirinya. Hal semacam ini di larang.
Sumber : www.mentoring98.wordpress.com
Ghadab
GADHAB (baca: ghodhob) secara harfiah memang berarti “marah” atau
“pemarah”. Maka, marah dalam pengertian ghodhob bersifat negatif. Tentu
saja, sifat pemarah seperti itu dapat membakar jiwa dan menghanguskan
akal. Itulah sifat pemarah yang dilarang Allah dan RasulNya.
Tentang hal ini Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya ada seorang laki-laki berkata: Si Fulan marah kepada si
Fulanah berilah saya wasiat. Nabi saw bersabda: Janganlah kamu marah,
(kemudian) orang itu mengulangi perkataannya beberapa kali. Nabi saw
bersabda: Janganlah kamu marah”. (HR. Bukhari, dari Abu Hurairah).
Marah Negatif & Marah Positif
Dalam kaitan hadis di atas, berarti: “si Fulan tidak sayang kepada si
Fulanah”? Tidak. Dalam konteks ini kita harus memahami motif di balik
kemarahan itu. Dengan demikian kita akan tahu pasti sifat marah si Fulan
kepada si Fulanah. Apakah kemarahannya masuk kategori positif atau
negatif.
Sejarah menunjukkan, para utusan Allah pun pernah marah. Mereka marah
saat menyaksikan umatnya tidak mengikuti norma-norma hukum syari’at
yang telah ditetapkan Allah. Begitu pun para guru; mereka akan marah
kepada murid-muridnya yang tidak patuh. Juga para orang tua, mereka
akan marah kepada anak-anaknya yang tidak berbakti dan tidak hormat
kepadanya, dst. Itulah sifat marah positif yang diperbolehkan Allah dan
RasulNya.
Beda dengan amarah negatif yang bersumber dari nafsu lawwamah. Itu
marah negatif. Sifat semacam itu dilarang oleh Allah dan RasulNya. Jadi,
marah positif adalah marah karena Allah (ghodhobullah). Sedang marah
negatif adalah marah karena syaitan (ghodhobus syaitan).
Marah Karena Allah
Marah karena Allah (ghodhobullah) berarti bahwa “tidak seseorang marah
kecuali bila ia melihat kekufuran, kemaksiatan dan berbagai kejahatan lahir
dan bathin. Baik muncul dari diri sendiri maupun orang lain (masyarakat)”.
Sebab, bila orang marah karena melihat perbuatan keji dan munkar, maka
tidak lain yang marah ialah Allah.
Sebagaimana dalam sejarah Nabi Hud as dan kaum ‘Aad. Ia marah kepada
kaumnya yang tidak mau mengikuti hukum syari’at yang telah Allah
tetapkan atas mereka. Juga saat kaumnya diajak menyembah Allah SWT,
mereka memperolok-olokkan ajakan Nabi Hud as.
Bahkan mereka menjawab: “Apakah kamu (Hud) datang kepada kami
(kaum ‘Aad) agar kami hanya menyembah Allah saja dan meninggalkan apa
yang biasa disembah oleh bapak-bapak kami? Maka datangkanlah adzab
kepada kami jikalau kamu temasuk orang-orang yang benar”.
Tak ayal Nabi Hud as menjawab tantangan kaumnya. Seperti terlukis dalam
Al Qur’an:
“Ia (Hud) berkata :” Sungguh sudah pasti kamu akan ditimpa adzab dan
kemarahan dari Tuhanmu….”
(QS. Al A’raaf: 71)
Sumber : www.snba1992.wordpress.com
Hasad
ada hasad yang timbul maka paksa jiwa anda untuk melawannya.
Sembunyikan hasad tersebut, jangan melakukan suatu perbuatan yang
menyelisihi syariat. Jangan anda sakiti orang yang anda hasadi, baik dengan
ucapan ataupun perbuatan. Mohonlah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala,
agar menghilangkan perasaan itu dari hati anda niscaya hal itu tidaklah
memudaratkan anda. Karena jika (dalam hati) seseorang tumbuh hasad
namun ia tidak melakukan apapun sebagai pelampiasan hasadnya itu maka
hasad itu tidaklah memudaratkannya. Selama ia tidak melakukan tindakan,
tidak menyakiti orang yang didengkinya, tidak berupaya menghilangkan
nikmat dari orang yang didengkinya, dan tidak mengucapkan kata-kata
yang menjatuhkan kehormatannya. Hasad/rasa dengki itu hanya disimpan
dalam dadanya. Namun tentu saja orang seperti ini harus berhati-hati,
jangan sampai ia mengucapkan kata-kata atau melakukan
perbuatan/tindakan yang memudaratkan orang yang didengkinya.
Berkaitan dengan hasad ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
bersabda:
ُ َّ‫ت َك َما تَأ ْ ُك ُل الن‬
‫ار ا ْل َح َط َب‬ َ ‫س َد يَأ ْ ُك ُل ا ْل َح‬
ِ ‫سنَا‬ َ ‫ َف ِإنَّ ا ْل َح‬،َ‫سد‬
َ ‫إِيَّا ُك ْم َوا ْل َح‬
“Hati-hati kalian dari sifat hasad, karena hasad itu memakan kebaikan
sebagaimana api melalap kayu bakar.”2
Sifat hasad itu adalah sifat yang jelek dan sebenarnya menyakiti dan
menyiksa pemiliknya sebelum ia menyakiti orang lain. Maka sepantasnya
seorang mukmin dan mukminah berhati-hati dari hasad, dengan memohon
pertolongan dan pemaafan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seorang
mukmin harus tunduk berserah diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala -
demikian pula seorang mukminah- dengan memohon dan berharap kepada-
Nya agar menghilangkan hasad tersebut dari dalam hatinya, sehingga tidak
tersisa dan tidak tertinggal sedikitpun. Karena itu, kapanpun anda merasa
ada hasad menjalar di hati anda, hendaklah anda paksa jiwa anda untuk
menyembunyikannya dalam hati tanpa menyakiti orang yang didengki, baik
dengan ucapan ataupun perbuatan. Wallahul musta’an.”
(Kitab Fatawa Nur ‘Alad Darb, hal. 131-132)
1 Hasad adalah mengangan-angankan hilangnya nikmat yang diperoleh
orang lain, baik berupa nikmat agama ataupun dunia.
Sumber : www.asysyariah.com
Namimah
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala yang telah memberikan kita
nikmat yang banyak, kemudian shalawat beserta salam tercurahkan untuk
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, para sahabatnya dan
orang-orang yang mengikutinya sampai akhir zaman. Pada edisi yang lalu
kita telah jelaskan tentang ghibah, bahayanya dan faktor-faktor pendorong
yang akan menyebabkan munculnya ghibah tersebut. Nah pada edisi kali ini
kita akan membahas tentang An-Namimah, yang ia merupakan salah satu
diantara penyakit lidah yang menyebabkan kerusakan dan kehancuran, baik
rumah tangga, masyarakat dan negara
Pengertian An-Namimah (menebar fitnah) Namimah adalah menukilkan
perkataan dua orang yang bertujuan untuk berbuat kerusakan,
menimbulkan permusuhan dan kebencian kepada sesama mereka,
sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: "Dan janganlah kamu
mentaati setiap penyumpah yang hina, yang banyak mencela dan kian
kemari menebar fitnah". (QS. al-Qalam: 10-11)
Contoh dari Namimah ini: ketika si A berkata kepada si B tentang si C;
bahwa si C itu orangnya tamak, rakus, lalu si B tanpa tabayyun (klarifikasi)
menyampaikan kepada si C perkataan si A dengan tujuan agar si C marah
dan benci kepada si A, sehingga dengan demikian si B dapat dikatakan
sebagai orang yang berbuat Fitnah (Namimah) yaitu sebagai penyebar
fitnah.
Hukum Namimah dan dalil-dalilnya Namimah merupakan salah satu dosa
besar, dan hukumnya haram karena menimbulkan dampak yang sangat
buruk dan sangat merugikan.
Imam Munziri rahimahullah berkata: "Telah sepakat dan Ijma' para ulama
bahwa Namimah hukumnya haram dan ia merupakan sebesar-besarnya
dosa di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Dalil dalil yang menunjukkan haramnya perbuatan ini:
1. Surat Al-Qalam ayat 10-11 yang berbunyi: "Dan janganlah kamu ikuti
setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang
kian kemari menghambur fitnah"
2. Allah Subhanahu wa Ta'ala mensifati mereka (orang-orang yang berbuat
namimah ini) sebagai orang fasiq, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa
Ta'ala: "Hai orang-orang yang beriman jika datang kepada kamu orang-
orang fasiq membawa berita maka hendaklah kamu melakukan tabayyun
(klarifikasi terlebih dahulu) agar kamu tidak menimbulkan suatu musibah
kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya, yang menyebabkan
kamu menyesal atas perbuatan itu". (QS. al-Hujurat: 6)
3. Orang yang berbuat hal ini dapat dikatakan sebagai orang yang bermuka
dua, dalam hal ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"Engkau dapati sejelek-jeleknya manusia di Hari Kiamat adalah orang yang
mempunyai dua wajah, dia datang kepada mereka dengan wajah ini dan
kepada orang lain dengan muka yang lain". (HR. Bukhari-Muslim)
4. Seseorang yang berjalan kesana-kemari menyebarkan fitnah, maka kelak
Allah Subhanahu wa Ta'ala akan mengazabnya di dalam kubur, hal ini
sebagaimana yang dikhabarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
"Sesungguhnya keduanya pasti akan mendapat azab, tidaklah mereka
mendapatkan azab disebabkan karena melakukan perkara-perkara besar,
adapun salah satu dari keduanya adalah dia tidak bersuci dari kencing,
sedangkan yang lainnya adalah dia berjalan kesana-kemari menyebarkan
fitnah kepada manusia". (HR. Bukhari dan Muslim)
Oleh karena itu, begitu besar bahayanya perbuatan ini dan besarnya azab
Allah Subhanahu wa Ta'ala dan celaan pada pelakunya, maka hendaklah
seorang muslim berhati-hati dan waspada dari sifat-sifat ini dan menjauhkan
diri dari sifat tercela ini.
Sebab-sebab yang mengantarkan seorang melakukan Namimah :
1. Karena kejahilan terhadap bahaya yang ditimbulkannya, atau dalam kata
lain tidak mengerti ilmu Syar'i, sehingga dengan seenaknya tanpa merasa
berdosa ia mau melakukan hal tersebut.
2. Disebabkan hasad atau iri dan dengki yang akan menyebabkan seseorang
mencari jalan untuk menyebarkan fitnah.
3. Hati yang kotor jauh dari bimbingan Syariat, sehingga tidak tampak
baginya kebenaran. Ia merasa puas kalau sekiranya orang lain saling
bermusuhan, saling membenci. Oleh karena itu, bagi orang yang kotor dan
sakit hatinya maka namimah merupakan suatu jalan baginya untuk
mengotori hatinya.
4. Karena berteman dengan orang-orang yang suka berbuat namimah,
sehingga menyebabkan dia terdorong dan terpancing untuk melakukan
namimah tersebut.
Obat dari penyakit Namimah
1. Mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena
itu orang yang ikhlas dalam beribadah sulit tergoyahkan dan mempunyai
pendirian, sehingga dia berfikir seribu kali sebelum berbuat.
2. Mengenal hakekat Namimah, dampaknya dan jalan keluarnya. Semua ini
tentu dengan belajar dan menuntut ilmu syar'i, hadir di majlis-majlis ilmu,
karena dengan hadirnya seseorang di majlis-majlis ilmu, maka akan
membuat hatinya bersih dan hilangnya penyakit hatinya.
3. Berteman dengan orang-orang yang Sholeh. Teman akan mempengaruhi
watak seseorang, karena apabila seseorang ingin tahu seseorang lihat siapa
yang menjadi teman akrabnya.
4. Selalu Muraqabah, Muraqabah adalah salah satu sifat mulia, dimana
seseorang yang senantisa muraqabah kepada Allah,maka dia akan
merasakan bahwa dirinya merasa diawasi Oleh Allah,karena dia tahu bahwa
Allah Subhanahu wa Ta'ala yang Maha Melihat, Maha Mengetahui, Maha
Mendengar, tidak satupun yang luput dari pengetahuannya. Dengan sifat ini
maka dia merasa takut untuk berbuat Namimah. Dalam hal ini Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "...dan dia bersama kamu dimana saja
kamu berada". (QS.al-Hadiid: 4)
5. Berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala supaya terhindar dari
perbuatan ini, karena manusia itu lemah, maka perlu baginya untuk
memohon bantuan dan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Sikap seorang muslim kepada orang yang suka berbuat Namimah
1. Tidak membenarkan perkataan orang yang berbuat namimah, karena
dengan membenarkannya maka jelas akan terjadi kerusakan, kebencian,
permusuhan dan berbagai macam fitnah lainnya.
2. Melarangnya berbuat namimah. Dengan cara menasehatinya, janganlah
kita berbuat namimah dan menyebarkannya. Dengan bersikap seperti itu
berarti kita telah mencegahnya dari berbuat kerusakan, dan berarti kita
telah beramal ma'ruf nahi munkar.
3. Membencinya karena Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena maksiyat yang
dilakukannya.
4. Tidak boleh langsung berburuk sangka kepada saudaranya yang tidak ada
di hadapannya, karena buruk sangka akan menjadi pemicu bagi seseorang
berbuat nanimah dan meyebarkan fitnah.
5. Tidak boleh mencari-cari kesalahan atasnya, karena mencari-cari
kesalahan juga menjadi pemicu munculnya berbagai macam fitnah.
6. Ketika seseorang tidak suka kepada penyebar fitnah, tentu dia tidak akan
menghiraukan sehingga fitnah itu tidak terjadi.
Sumber : www.dareliman.or.id
Gibah
Ghibah ialah mempergunjingkan orang lain tentang aib lain atau sesuatu
yang apabila didengar oleh orang dibicarakan dia akan benci. Dalam sebuah
ayat Allah menggambarkan laksana orang memakan daging saudara yang
sudah mati. Allah berfirman. .lihat al-Qur’an online di google
.Artinya :” Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-
sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan
janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan
satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.
Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat
lagi Maha Penyayang.”( QS. Al Hujurat : 12)
Sumber : www.hbis.wordpress.com
Salah satu perbuatan yang bisa menghapuskan pahala puasa Ramadhan
adalah bergunjing (ghibah) di siang hari. Perbuatan ini berakibat dosa
sekaligus menghilangkan pahala (kebaikan) dari puasa orang yang
melakukannya.
Berkumpulnya beberapa orang di waktu yang kosong atau suasana santai
sering kali membuka peluang untuk terjadinya pergunjingan. Biasanya
objek pergunjingan sedang tidak berada di tempat tersebut, sehingga para
penggunjing dengan leluasa menggunjingkannya. Bahkan chat di internet
seperti Wikimuers biasa lakukan juga berpotensi menjadi sarana berghibah.
Dalil yang menyebutkan tentang ghibah
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka,
sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu
mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu
menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu
memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa
jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujuraat:12)
Ayat ini mengandung larangan berbuat ghibah atau menggunjing. Begitu
pula seperti yang telah ditafsirkan pengertiannya oleh Rasulullah s.a.w.,
sebagaimana yang terdapat di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu
Dawud bahwa Abu Hurairah r.a. berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang
dimaksud dengan ghibah itu?” Rasulullah menjawab, “Kamu menceritakan
perihal saudaramu yang tidak disukainya.” Ditanyakan lagi, “Bagaimanakah
bila keadaan saudaraku itu sesuai dengan yang aku katakan?” Rasulullah
menjawab, “Bila keadaan saudaramu itu sesuai dengan yang kamu katakan,
maka itulah ghibah terhadapnya. Bila tidak terdapat apa yang kamu
katakan maka kamu telah berdusta.
Ghibah yang dibolehkan
Beberapa ulama membolehkan ghibah untuk tujuan yang benar dan
disyariatkan, yang tidak mungkin tujuan itu tercapai kecuali dengan ghibah
tersebut. Hal ini ada dalam enam perkara :
1. Mengajukan kedzaliman yang dilakukan oleh orang lain.
Dibolehkan bagi orang yang didzalimi untuk mengajukan yang
mendzaliminya kepada penguasa atau hakim dan selain keduanya dari
orang-orang yang memiliki kekuasaan atau kemampuan untuk mengadili si
dzalim itu. Orang yang didzalimi itu boleh mengatakan si fulan
(menyebutkan namanya) itu telah mendzalimi/menganiaya diriku.
2. Meminta pertolongan untuk merubah kemungkaran dan mengembalikan
orang yang berbuat dosa kepada kebenaran.
Seseorang boleh mengatakan kepada yang memiliki kekuatan yang ia
harapkan bisa merubah kemungkaran: si fulan itu berbuat kejahatan ini dan
itu, maka dengan demikian dia akan menasehatinya dan melarangnya
berbuat jahat. Maksud ghibah disini adalah merubah
kemungkaran/kejahatan, jika tidak bermaksud seperti ini maka ghibah
tersebut haram.

Anda mungkin juga menyukai