BAB II Baru
BAB II Baru
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
6
2.1.2 Definisi
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi
bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus
yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum
(cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan
bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak
mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim,
Apendisitis, 2007).
2.1.3 Klasifikasi
Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu
setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis purulenta difusi, yaitu sudah
bertumpuk nanah.
Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah
sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks
miring, biasanya ditemukan pada usia tua.
Anatomi dan Fisiologi Appendiks merupakan organ yang kecil dan vestigial
(organ yang tidak berfungsi) yang melekat sepertiga jari.
1. Letak Apendiks
Apendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo
saekum, bermuara dibagian posterior dan medial dari saekum. Pada
pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior. Secara
klinik apendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah
garis yang menghubungkan sias kanan dengan pusat.
2.1.4 Etiologi
2.1.5 Patofisiologi
Sekresi mucus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus
dinding apendiks. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri di abdomen kanan bawah, keadaan ini
disebut dengan appendicitis supuratif akut. Aliran arteri terganggu akan terjadi
infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene stadium ini disebut dengan
appendicitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh ini pecah akan terjadi
appendictis perforasi.
8
Semua proses ini berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate
apendukularis, peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau
menghilang. Anak- anak karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih
panjang, dinding apendiks lebih tipis, keadaan tersebut ditambah dengan daya
tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada
orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah
(Manjoer, 2003 dalam Putri & Wijaya, 2013).
b. Demam tinggi
d. Malaise
e. Anorexia
h. Konstipasi
2.1.8 Komplikasi
Menurut Putri dan Wijaya (2013), komplikasi yang paling sering muncul
pada appendicitis adalah:
a. Perforasi
9
Insiden perforasi 10- 32%, rata- rata 20%, paling sering terjadi pada
usia muda sekali atau terlalu tua, perforasi timbul 93% pada anak-anak
dibawah 2 tahun antara 45- 75% kasus usia diatas 60 tahun ke atas.
Perforasi jarang timbul dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi
insiden meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi terjadi 70 % pada
kasus dengan penigkatan suhu 39,5 tampak toksik, nyeri tekan seluruh
perut dan leukositosis meningkat akibat perforasi dan pembentukan
abses.
b. Peritonitis
Adalah trombofebitis septic pada sistem vena porta ditandai
Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita
nampak sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri.
infiltrat, lokasi infeksi juga terjadi jika orang dapat menahan sakit, dan
kita akan merasakan seperti ada tumor di titik Mc. Burney.
2. Test rektal
Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita
merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
2.1.10 Penatalaksanaan
Menurut (Jitowiyono dan Kristiyanasari, 2012), Pembedahan diindikasikan bila
diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan
sampai pembedaham dilakukan. Analgesik dapat diberikan setelah diagnosa
ditegakkan. Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks)
dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi
abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode terbaru
yang sangat efektif.
banyak klien merasa cemas atau khawatir bila akan dioperasi dan juga
terhadap penerimaan anastesi.
2.2.1 Pengkajian
a. Pengumpulan data
1) Identitas Pasien
Identitas pasien nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat,
dan nomor register. Identitas penanggung riwayat kesehatan
sekarang.
2) Keluhan Utama
3) Riwayat Kesehatan:
skala nyeri lebih dari lima (0-10). Nyeri akan terlokalisasi di area
operasi dapat pula menyebar di seluruh abdomen dan paha kanan
dan umumnya menetap sepanjang hari. Nyeri mungkin dapat
mengganggu aktivitas sesuai rentang toleransi masing-masing
pasien.
3) Riwayat Psikososial
4) Riwayat Sosial
6) Riwayat Spiritual
8) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik ini meliputi:
a) Keadaan umum pasien post operasi apendiktomi mencapai
kesadaran penuh setelah beberapa jam kembali dari meja operasi,
penampilan menunjukkan keadaan sakit ringan sampai berat
tergantung pada periode akut rasa nyeri. Tanda vital pada
umumnya stabil kecuali akan mengalami perforasi apendiks.
pendengaran.
a. Aktivitas/ Istirahat
Gejala : Malaise
b. Sirkulasi
Gejala : Terdapat Tachikardi
c. Eliminasi
Gejala :
e. Nyeri/ Kenyamanan
Gejala : Timbul nyeri abdomen disekitar epigastrium dengan
umbilicus, yang meningkatkan berat dengan terlokalisasi di titik
Mc Burney meningkat karenan berjalan, bersin batuk, atau nafas
dalam.Nyeri terhenti dengan tiba-tiba diduga adanya peforasi
atau infak pada apendiks.
f. Keamanan
Gejala : biasanya timbul demam g.
Pernafasan
(Asmadi, 2008).
mencerna makanan.
menurun.
2) Batasan Karakteristik:
4) Kriteria Hasil:
5) Intervensi
1) Definisi
3) Tujuan
4) Kriteria Hasil
Kusuma, 2015).
20
5) Intervensi
d) Periksa tegangan balutan. Beri perekat pada pusat insisi menuju tepi
luar dari balutan luka. Hindari menutup pada seluruh ekstermitas
Sulistyowati, 2015).
1) Definisi
2) Batasan karakteristik
3) Tujuan
4) Kriteria hasil
5) Intervensi
1) Definisi:
2) Batasan Karakteristik:
3) Tujuan:
4) Kriteria Hasil:
5) Intervensi
1) Definisi:
2) Batasan Karakteristik:
3) Tujuan:
4) Kriteria Hasil:
5) Intervensi
e) Berikan minum sedikit demi sedikit jika minum oral telah boleh
dilakukan dan dilanjutkan dengan diet sesuiai toleransi. Rasional:
menurunkan iritasi gaster/ muntah untuk meminimalkan kehilangan
cairan (Doenges, 2012).
menjalani perawatan.
4) Kriteria Hasil:
5) Intervensi:
meningkat.
d) Berikan penjelasan yang tepat dan jujur kepada pasien dan keluarga berkaitan
dengan perawatan.
2.2.4 Implementasi
2.2.5 Evaluasi
2008).
30
Menurut Asmadi (2008), ada tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait
dengan pencapaian tujuan keperawatan:
b. Tujuan tercapai sebagian atau pasien masih dalam proses pencapaian tujuan
jika pasien menunjukkan perubahan pada sebagian kriteria yang ditetapkan.
c. Tujuan tidak tecapai juka pasien hanya menunjukkan sedikit perubahan dan
tidak ada kemajuan sama sekali serta dapat timbul masalah baru.
Evaluasi dapat terbagi menjadi dua yakni evaluasi formatif dan evaluasi
sumatif. Evaluasi formatif dapat dilakukan dengan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan
tindakan keperawatan, meliputi: S O A P
Nyeri adalah suatu perasaan yang tidak menyenangkan bagi tubuh, bersifat subjektif,
dan terjadi kapan saja saat seseorang mengatakan nyeri (Prasetyo, 2010).
Sedangkan menurut The Internasional Association for The Study of Pain (IASP),
nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak
menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang actual atau potensial, atau
yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan (Hariyanto &
Sulistyowati, 2015).
Menurut Prasetyo (2010), Nyeri dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tipe nyeri,
antara lain melihat nyeri dari segi:
Nyeri akut berdurasi singkat (kurang dari 6 bulan), memiliki onset yang tiba-tiba
dan terlokalisir. Nyeri ini biasanya diakibatkan oleh trauma, bedah, atau inflamasi.
Hampir setiap individu pernah merasakan nyeri ini, seperti saat sakit kepala, sakit gigi,
tertusuk jarum, terbakar, nyeri otot, nyeri saat melahirkan, nyeri sesudah tindakan
pembedahan, dan yang lainnya.
B. Nyeri Kronik
32
Nyeri kronik berlangsung lebih lama daripada nyeri akut, intensitasnya bervariasi
(ringan sampai berat) dan biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan.
Tanda dan gejala yang tampak pada nyeri kronis sangat berbeda dengan yang
diperlihatkan oleh nyeri akut. Tanda-tanda vital seringkali dalam batas normal dan
tidak disertai dengan dilatasi pupil. Tanda dan gejala lainnya yang tampak pada nyeri
kronis adalah timbulnya keputus asaan klien terhadap penyakitnya, kelesuan,
penurunan libido dan berat badan, perilaku menarik diri, mudah tersinggung, marah,
klien sedikit bertanya tentang nyeri yang ia alami pada petugas kesehatan, dan tidak
tertarik pada aktifitas fisik, dimana tanda dan gejala yang muncul hampir sama dengan
apa yang nampak pada klien yang mengalami depresi.
E. Nyeri Visceral
Istilah nyeri visceral biasanya mengacu pada bagian viscera abdomen, walaupun
sebenarnya kata viscus (jamak dari viscera) berarti setiap organ tubuh bagian dalam
yang lebar dan mempunyai ruang seperti cavitas tengkorak, cavitas thorak, cavitas
abdominal dan cavitas pelvis.
33
Nyeri visceral cenderung bersifat difus (dirasakan menyebar), sulit untuk dilokalisir,
samar-samar, dan bersifat tumpul
F. Reffered Pain
Nyeri dalam dapat diakibatkan dari gangguan organ visceral atau lesi pada
bagian somatis dalam (misal: otot, ligamen, vertebra). Keduanya dapat dirasakan
menyebar sampai ke bagian permukaan kulit, hal ini dikarenakan serabut saraf visceral
bersinapsis didalam medulla spinalis dengan beberapa neuron urutan kedua yang sama
yang menerima serabut nyeri dari kulit. Apabila serabut nyeri visceral tersebut
dirangsang dengan kuat, sensasi nyeri dari visceral menyebar ke dalam beberapa
neuron yang biasanya menghantarkan sensasi nyeri hanya dari kulit, sehingga orang
tersebut mempunyai perasaan bahwa sensasi itu benar-benar berasal dari dalam kulit
itu sendiri.
G. Nyeri Psikogenik
Nyeri psikogenik disebut juga psychalgia atau nyeri sematoform, adalah nyeri yang
tidak diketahui secara fisik, nyeri ini biasanya timbul karena pengaruh psikologis, mental,
emosional atau faktor perilaku. Sakit kepala, back pain, atau nyeri perut adalah contoh
sebagian dari nyeri psikogenik yang paling umum. Nyeri psikogenik terkadang dilihat
dengan stigma yang salah, dimana nyeri ini dianggap sebagai sesuatu yang tidak nyata.
Padahal semua nyeri yang dinyatakan klien adalah nyata.
1. Usia
Usia merupakan variabel yang penting dalam mempengaruhi nyeri pada
individu. Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan dalam memahami nyeri dan
prosedur pengobatan yang dapat menyebabkan nyeri. Anak-anak yang masih kecil
yang belum dapat mengucapkan kata-kata juga mengalami kesulitan dalam
34
mengungkapkan secara verbal dan mengekspresikan nyeri kepada kedua orang tuanya
ataupun pada perawat. Sebagian anak-anak terkadang segan untuk mengungkapkan
keberadaan nyeri yang ia alami, mereka takut akan tindakan perawatan yang harus
mereka terima nantinya.
Pada pasien lansia seorang perawat harus melakukan pengkajian lebih rinci
ketika seorang lansia melaporkan adanya nyer. Seringkali lansia memiliki sumber
nyeri lebih dari satu. Terkadang penyakit yang berbeda-beda yang diderita lansia
menimbulkan gejala yang sama.
2. Jenis Kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam berespon
terhadap nyeri. Hanya beberapa budaya yang menganggap bahwa seorang anak laki-
laki harus lebih berani dan tidak boleh menangis dibandingkan anak perempuan dalam
situasi yang sama ketika merasakan nyeri. Akan tetapi dari penelitian terakhir
memperlihatkan hormon seks pada mamalia berpengaruh terhadap tingkat toleransi
terhadap nyeri. Hormon seks testosteron menaikkan ambang nyeri pada percobaan
binatang, sedangkan estrogen meningkatkan pengenalan/ sensitivitas terhadap nyeri.
Bagaimanapun, pada manusia lebih kompleks, dipengaruhi oleh personal, sosial,
budaya dan lain-lain.
3. Kebudayaan
Perawat seringkali berasumsi bahwa cara berespon pada setiap individu dalam
masalah nyeri adalah sama, sehingga mereka mencoba mengira bagaimana pasien
bersepson terhadap nyeri. Sebagai contoh, apabila seorang perawat yakin bahwa
menangis dan merintih mengindikasikan suatu ketidakmampuan dalam mengontrol
nyeri, akibatnya pemberian therapi bisa jadi tidak cocok untuk klien berkebangsaan
Meksiko-Amerika. Seorang klien berkebangsaan MeksikoAmerika yang menangis
keras tidak selalu mempersepsikan pengalaman nyeri sebagai sesuatu yang berat atau
mengharapkan perawat melalukan intervensi (Calvillo dan Flaskerud, 1991).
4. Makna Nyeri
Makna nyeri pada seseorang mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara
seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Seorang wanita yang merasakan nyeri saat
bersalin akan mempersepsikan nyeri secara berbeda dengan wanita lainnya yang nyeri
karena dipukul oleh suaminya. 5. Lokasi dan Tingkat Keparahan Nyeri
35
Nyeri yang dirasakan bervariasi dalam intensitas dan tingkat keparahan pada
masing-masing individu. Nyeri yang dirasakan mungkin terasa ringan, sedang atau
bisa jadi merupakan nyeri yang berat. Dalam kaitannya dengan kualitas nyeri, masing-
masing individu juga bervariasi, ada yang melaporkan nyeri seperti tertusuk, nyeri
tumpul, berdenyut, terbakar, dan lain-lain, sebagai contoh individu yang tertusuk
jarum akan melaporkan nyeri yang berbeda dengan individu yang terkena luka bakar.
6. Perhatian
Tingkat perhatian seseorang terhadap nyeri akan mempengaruhi persepsi nyeri.
Perhatian yang meningkat terhadap nyeri akan meningkatkan respon nyeri sedangkan
upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan penurunan respon nyeri. Konsep
inilah yang mendasari berbagai terapi untuk menghilangkan nyeri, seperti relaksasi,
teknik imajinasi terbimbing (guide imagery), dan masase.
7. Ansietas (Kecemasan)
Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks, ansietas yang dirasakan
seseorang seringkali meningkatkan persepsi nyeri, akan tetapi nyeri juga dapat
menimbulkan perasaan ansietas.
8. Keletihan
Keletihan/kelelahan yang dirasakan seseorang akan meningkatkan sensasi nyeri dan
menurunkan kemampuan koping individu.
9. Pengalaman Sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri, akan tetapi pengalaman yang
telah dirasakan individu tersebut tidak berarti bahwa individu tersebut akan mudah
dalam menghadapi nyeri pada masa yang mendatang. Seseorang yang terbiasa
merasakan nyeri akan lebih siap dan mudah mengantisipasi nyeri daripada individu
yang mempunyai pengalaman sedikit tentang nyeri.
Setiap individu memiliki pengalaman terhadap nyeri yang sifatnya unik. Oleh
sebab itu, pengkajian nyeri terhadap pasien harus dilakukan secara komprehensif yang
meliputi data subjektif; respon verbal dan emosional, dan data objektif; respon
fisiologi dan perilaku. Untuk mendapatkan data secara komprehensif dapat
menggunakan standar pengkajian nyeri.
Menurut Zakiyah (2015), standar pengkajian nyeri yang dibuat oleh Joint Commission on
Accreditation of Healthcare Organization (JCAHO):
1) Data Subjektif
Tabel 2.1 Komponen Pengkajian Nyeri (Carol R & Taylor, 2011; Tymbi, 2009 dalam
Zakiyah 2015).
Dampak nyeri Perubahan gaya hidup sepeti tidur, nutrisi, dan sebagainya
Tujuan mengontrol Nyeri Harapan tentang tingkat nyeri, toleransi, dan pemulihan
2) Data Objektif
a) Respon fisiologis:
- Pucat
- Peningkatan tekanan darah
- Peningkatan nadi
- Kekakuan otot
- Dilatasi pupil
- Diaphoresis
b) Respon parasimpatis
- Penurunan tekanan darah
- Penurunan nadi
- Mual, muntah
- Kesakitan
- Pucat
- Kehilangan kesadaran
c) Respon perilaku
- Postur tubuh seperti: memegangi perut, menekuk siku, dan sebagainya
1) Skala Numerik
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak Nyeri Nyeri
Nyeri Sedang Hebat
2) Skala Deskritif
4
0 1 2 3 5 6 78 9 10
Tidak Nyeri
Nyeri
Nyeri Nyeri BeratBerat Nyeri
Berat
Nyeri
Ringan Sedang Terkontrol Tidak Terkontrol
1) Karakteristik Nyeri,
a) Intensitas nyeri
Seberapa lama pasien merasakan nyeri pada tubuhnya (mis. menit,jam,hari, dan
bulan dsb).
Letak atau area dimana nyeri itu berasal dibagian tubuh pasien atau organ tubuh
pasien.
d) Kualitas
Suatu keadaan yang dirasakan pasien ketika nyeri tersebut menyerang (mis.
Seperti ditusuk- tusuk, seperti terbakar, sakit, nyeri seperti genjet
e) Personal Meaning
g) Perilaku nyeri
0 1 2 3 4 5
0 123 4 5 6 7 89 10
Tertahankan
1) Nyeri akut
Adalah suatu kedaan dimana klien mengalami dan melaporkan sensori yang
tidak menyenangkan serta pengalaman emosional yang muncul secara aktual
41
a) Kondisi pembedahan
b) Cedera Traumatis
c) Infeksi
2) Nyeri Kronis
Adalah nyeri yang berlangsug lebih lama dibandingkan nyeri akut.
Intensitasnya bervariasi dari ringan sampai berat dan biasanya berlangsung dari
enam bulan (Hariyanto & Sulistyowati, 2015).
Penyebab dari nyeri kronis adalah:
a) Kondisi Muskuloskletal kronis
c) Penekanan saraf
42
d) Infiltrasi tumor
k) Tekanan emosional
Menurut Zakiyah (2015), beberapa hasil yang diharapkan Client Outcomes atau NOC
yaitu:
Pasien yang tidak bisa berkomunikasi atau tidak bisa mengungkapkan perihal
nyerinya:
2008).
Menurut Zakiyah (2015), beberapa hasil yang diharapkan Client Outcomes atau
NOC yaitu:
p) Kaji adanya tanda- tanda depresi pada pasien dengan nyeri kronis
seperti kesulitan tidur, afek datar, pertanyaan depresi, dan
keinginan bunuh diri.
1. Manajemen Nonfarmakologis
Manajemen nonfarmakologis terdiri berbagai tindakan penanganan
nyeri antara lain:
a. Kompres Hangat
1) Tujuan Pemberian Kompres Hangat
1. Memperlancar sirkulasi darah.
2. Mengurangi rasa sakit.
3. Memberi rasa hangat, nyaman, dan tenang pada pasien.
53
Langkah 1
Digunakan untuk nyeri ringan dan sedang seperti obat golongan
non-opiod, diantaranya aspirin, asetaminolen, atau anti inflamasi non-
steroid (AINS), obat ini diberikan tanpa obat tambahan lain, jika nyeri
masih menetap atau meningkat, maka lanjutkan dengan tahap 2.
Langkah 2
Dilakukan jika pasien masih mengeluh nyeri, maka diberikan obat-
obat tahap 1 ditambah dengan opiot secara intermitten.
Langkah 3
Jika pasien masih mengeluh nyeri terus-menerus, maka untuk
meningkatkan dosis potensi opiod atau dosisnya sementara dilanjutkan
non- opiod dan obat tambahan lain. Dosis tambahan yang onsetnya cepat
dan durasinya pendek digunakan untuk nyeri yang menyerang tiba-tiba
(Zakiyah, 2015:86).