Anda di halaman 1dari 6

Dewasa ini dunia sedang berada pada era industri 4.

0 dimana perkembangan teknologi memungkinkan


manusia untuk mengoptimalkan kinerja dan fungsi otak. Hal inilah yang disampaikan oleh Klaus Schwab,
Founder dan Executive Chairman of the World Economic Forum dalam bukunya The Fourth Industrial
Revolution.
Era industri 4.0 ditandai dengan jaminan sebuah perusahaan dapat berdiri kokoh bukan karena besar
kecilnya perusahaan tersebut, namun selincah apa suatu perusahaan dalam melihat peluang bisnis
sehingga kelincahan menjadi kunci keberhasilan dalam meraih prestasi dengan cepat.
Go-jek menjadi salah satu startup asal Indonesia yang bisa dibilang memiliki gerak cepat dalam melihat
peluang bisnis di Indonesia. Terbukti dengan terbantunya masyarakat, karena bisa memsan transportasi
ataupun makanan hanya lewa ponsel dalam genggamannya.
Richard yang merupakan salah satu tokoh teknologi Indonesia menuturkan “Kata kunci untuk perubahan
Revolusi Industri 4.0 adalah the near future. Bukan perubahan dalam waktu 50 tahunan, tapi hitungan
bulanan. Jangan sampai kita tertinggal dari kata kunci itu. Kedua, membangun ekosistemnya saat ini.
Kita lihat, dengan Go-Jek ini saja sudah mengubah kebiasaan kita,”. Sebagai mahasiswa sudah
sewajarnya dapat melihat peluang besar dalam menghadapi era industri 4.0 ini. Tantangan besar ada di
hadapan kita, dunia menanti ide-ide kreatif yang dapat mengubah kebiasaan orang-orang saat ini.
Dapat disadari masyarakat Indonesia telah terbiasa dengan keberadaan teknologi di sekitarnya,
smartphone, gadget, internet, sudah menjadi makanan sehari-hari mereka, hal ini dapat menjadi
peluang bisnis yang menjanjikan di era industri 4.0. Dengan sedikit kejelian melihat hal yang dibutuhkan
masyarakat saat ini dapat membuka peluang yang sangat menjanjikan. Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) semakin membuka peluang kita menjadi pesaing dunia dalam bisnis dan teknologi.
Mahasiswa Pendidikan Teknik Informatika, sudah seharusnya sebagai mahasiswa informatika memiliki
wawasan yang lebih luas dalam hal perkembangan teknologi, memanfaatkan waktu bukan hanya untuk
memenuhi kepuasan diri sekedar mengetahui perkembanganya, namun memilah, mempelajari hal yang
bernilai dan berpeluang bisnislah yang dapat mengasah tombak kita dalam menyongsong era industri
4.0 ini. Direktur Kemahasiswaan Kemenristekdikti Didin Wahidin dalam pembukaan Pekan Pendidikan
Tinggi Jakarta (PPTJ) 2018 menegaskan bahwa sebagai mahasiswa harus menjadi live long learner atau
pembelajar seumur hidup yang artinya selalu peka terhadap hal-hal baru dan selalu mengasah
keterampilan sesuai kebutuhan saat ini.

Era digital telah membawa dampak yang begitu besar bagi masyarakat luas khususnya di Indonesia baik
dalam dunia industri, Pendidikan, budaya, social, dan ekonomi. Salah satunya adalah industri 4.0 yang
sedang kita hadapi Bersama yang di tandai dengan berubahnya iklim bisnis dan industry yang semakin
kompetitif karena perkembangan teknologi informasi
Menghadapi revolusi industry 4.0 mahasiswa sebagai tunas bangsa yang akan menjadi ujung tombak
bangsa ini untuk menghadapi perubahan industry yang kita hadapi sekarang ini dan di masa depan
Berbagai upaya harus di lakukan guna mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan ini, sesuai
dengan pola kerja baru yang tercipta dalam revolusi 4.0. di kutip dari Kompas.com salah satu factor
penting adalah keterampilan dan kompetisi yang harus tetap secara konsisten di tingkatkan,” ujar
Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Dirjen
Binapenta & PKK) Maruli Hasoloan saat mewakili Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri
membuka IKA Unpad Job Expo, Senin, 12 Februari 2018.
Selain itu juga dalam seminar pendidikan di Gedung Kesenian Gede Manik (Jumat,18/5). Seminar
dengan narasumber Dr. Gede Rasben Dantes, S.T., M.Ti., Dosen sekaligus Wakil Dekan I Fakultas Teknik
dan Kejuruan (FTK) itu juga membahas hal ini dalam tema Tingkatkan Sumber Daya Manusia untuk
Menyongsong Era Revolusi Industri 4.0” yang di adakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan
Guru Sekolah Dasar (HMJ PGSD). Rasben menegaskan beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama,
literasi data. Hal ini terkait dengan kemampuan menganalisis data yang benar dan menghasilkan hasil
analisis yang benar. Kedua, literasi teknologi yang terkait dengan kemampuan menerapkan teknologi
untuk media pembelajaran sehingga mampu menciptakan konten-konten pembelajaran yang menarik
dan mudah dipahami. Ketiga, literasi manusianya. Hal ini terkait dengan kemampuan manusia
memahami, mampu berkolaborasi, bekerja secara tim dan lain sebagainya.
“Mahasiswa 4.0, Dosen 4.0 dan Perguruan Tinggi 4.0 adalah tiga kunci utama dalam mengadapi era
revolusi industri 4.0.”, tegasnya. Mahasiswa 4.0 merupakan mahasiswa yang kritis, kreatif, komunikatif,
bisa berkolaborasi. Sebagai contoh antara mahasiswa PGSD dengan mahasiswa TP dapat membuat
penelitian (skripsi) yang sejalan. Mahasiswa PGSD membuat konten belajar sedangkan mahasiswa TP
yang membuat aplikasinya.
Perlu di pertegas lagi mahasiswa adalah pemeran utama bangsa ini dalam menghadapi industry 4.0 ini,
dengan bimbingan dari para dosen pembimbing, dukungan dari pemerintah dan masyarakat sekitar
serta dengan fasilitas yang memadai mahasiswa akan mampu menghadapi industri 4.0 serta
mengharumkan bangsa di mata internasional.

Contoh Essay Tentang Revolusi Industri 4.0


By Mulia Mahendra Alvanof December 04, 2018 Add Comment
Revolusi Industri 4.0 sudah ada didepan mata, maka dari itu kita harus mempersiapkan segala
halnya karena Revolusi Industri kali ini memang memiliki tantangan tersendiri bagi manusia
terutama dalam hal lapangan kerja, hal itulah yang saya tuangkan pada salah satu essay yang
saya tulis saat mengikuti lomba essay dalam rangka memperingati dies natalis teknik informatika
ke - 15. adapub berikut adalah essay saya yang memiliki kaitan dengan Revolusi Industri 4.0
Masa Depan Penuh Pengganguran Ditangan Kecerdasan
Buatan

Pendahuluan

Saat ini dunia sedang menghadapi atau berada pada Revolusi Industri 4.0 yang mana selayaknya
revolusi Industri sebelumnya, revolusi industri 4.0 juga akan memberikan dampak yang besar
pada kehidupan manusia salah satunya dalam hal meningkatkan efesienitas serta produktifitas
manufaktur.

Hal ini tentu merupakan sesuatu yang sangat baik jika dilihat dari sisi produksi namun tidak
cukup baik jika dilihat dari hubungan dan pengaruhnya terhadap sumber daya manusia, mengapa
demikian ?

Sedikit berbeda dengan revolusi industri 3.0 dimana penggunaan automasi mesin hanya
digunakan untuk mengerjakan tugas berulang yang sederhana, automasi pada industri 4.0
diharapkan dapat digunakan untuk melakukan tugas yang lebih kompleks.

Kemampuan automasi melakukan tugas-tugas kompleks diperkirakan dapat mempengaruhi


sumbar daya manusia dalam hal kesediaan sektor tenaga kerja mulai dari level bawah hingga
tenaga ahli.

Berdasarkan data yang ada diperkirakan pada 2030 sebanyak 400 juta sampai 800 juta orang
harus mencari pekerjaan baru karena digantikan oleh mesin termasuk Indonesia yang mana
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Bambang P.S. Brodjonegoro, memercayai riset
McKinsey & Co. Menurut dia, memasuki revolusi industri 4.0 Indonesia akan kehilangan 50 juta
peluang kerja.

Jadi apakah revolusi industri 4.0 merupakan sebuah peluang ataukah merupakan sebuah ancaman
? layaknya dua sisi mata koin, tidak ada yang bisa memastikannya. Untuk saat ini hampir semua
negara baik negara maju dan berkembang kini berada dalam kegalauan yang sama dalam hal
bagaimana menyikapi revolusi industri 4.0 ini.

Revolusi Industri 4.0 dan Dampaknya Terhadap Sumber Daya Manusia

Sejauh ini dunia telah mengalami 4 kali revolusi industri dimulai dari revolusi industri pertama
terjadi pada tahun 1748 yang ditandai dengan kemunculan mesin uap dimana revolusi industri
pertama ini memberikan dampak yang sangat luar biasa terhadap perekonomian dimana
pendapatan perkapita negara-negara di dunia meningkat hingga enam kali lipat.

Revolusi Industri kedua ditandai dengan perkembangan energi listrik dan motor penggerak.
Perkembangan energi listrik digunakan untuk memaksimalkan produksi secara massal.

Revolusi Industri 3.0 ditandai dengan tumbuhnya industri berbasis elektronika, teknologi
informasi, serta automasi.

Terakhir sekaligus yang sedang kita hadapi saat ini adalah revolusi industri 4.0 yang bisa
dikatakan adalah perpanjangan tangan dari revolusi industri 3.0 namun tetap memiliki ciri
transformasi yang berbeda dari revolusi industri sebelumnya. Mengapa demikian dan apa pula
yang membedakan ?

Yang pertama inovasi dapat dikembangkan dan disebarkan jauh lebih cepat dengan skala
eksponensial bukan lagi pada skala linear seperti sebelumnya. Hal ini tidak lain adalah dampak
dari teknologi yang semakin canggih.

Kedua adalah kemunculan berbagai macam 'platform' yang dapat mengkombinasikan beberapa
bidang keilmuan secara bersamaan serta terjadinya penurunan biaya produksi marjinal.

Revolusi industri 4.0 juga memiliki pengaruh yang lebih besar pada kehidupan manusia hingga
ke aspek-aspek yang lebih mendalam, misalnya dalam bidang bioteknologi terdapat suatu
teknologi baru yang disebut Clustered regularly interspaced short palindromic repeats atau
CRISPR yang merupakan bagian dari DNA prokariota yang mengandung urutan dasar pendek
dan berulang. Dalam suatu pengulangan palindrom, urutan nukleotida adalah sama dalam kedua
arah, yang mana dengan menggunakan teknologi ini manusia dapat memodifikasi genom sesuai
keinginan dengan tujuan mulai dari memperpanjang masa hidup hingga ‘merancang’ keturunan
terbaik sesuai yang diinginkan. Teknologi ini dikenal dengan istilah baby engineering.

Teknologi tersebut tentunya dapat mempengaruhi eksistensi manusia itu sendiri bahkan sampai
memunculkan pertanyaan moral, “tepatkah kita menciptakan mahluk padahal kita sendiri adalah
makhluk yang diciptakan?”.

Selain perkembangan teknologi dalam bidang biologi seperti contoh diatas, salah satu cakupan
dalam revolusi industri 4.0 adalah perkembangan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence), big
data, Internet of/for Things, robotik, dan nanoteknologi. Bisa dikatakan bahwa hal diatas saling
berhubungan satu sama lain, namun jika dilihat berdasarkan hubungannya terhadap sumber daya
manusia maka kecerdasan buatanlah yang memiliki dampak paling besar.

Artificial Intelligence atau yang sering disingkat dengan AI adalah salah satu cabang ilmu
komputer yang fokus dengan bagaimana membuat mesin menjadi cerdas seperti manusia, sampai
pada titik dimana AI tersebut dapat melakukan pekerjaan yang dikerjakan manusia.

Para ilmuwan membagi kecerdasan buatan kedalam tiga tipe :

1. ANI atau artificial Narrow Intelligence, yaitu kecerdasan buatan yang sifatnya sempit,
minimalis atau terbatas hanya pada satu jenis tugas tertentu. ANI bisa dijumpai dengan mudah,
mulai dari mesin pencari Google, Siri, games, ataupun mesin di pabrik-pabrik.

2. AGI atau Artificial General Intelligence atau strong AI. AGI adalah AI yang memiliki
kecerdasan umum yang sama dengan kecerdasan rata-rata manusia.

3. ASI atau Artificial Super Intelligence.

Tidak seperti AGI dan ASI yang sifatnya masih spekulatif, ANI sudah hadir dan memang sudah
mempengaruhi berbagai sektor dalam kehidupan kita sehari- hari.
Teknologi AI ini akan menjadi tantangan dan bukan tidak mungkin menjadi masalah tersendiri
apabila tidak ditangani dengan tepat layanknya perseteruan kendaraan online dengan kendaraan
konvensional beberapa waktu lalu akibat dari ketidaksiapan menerima perkembangan zaman.

Tidak seperti contoh kendaraan online diatas dimana masalah muncul karena manusia saling
memperebutkan pekerjaan dari manusia lainnya yang memang sudah dari dulu terjadi. Dengan
kehadiran automasi dan AI yang lebih canggih pada revolusi industri 4.0 ini maka mesin akan
mulai mengambil alih pekerjaan manusia yang mana diperkirakan pada tahun 2030 sebanyak 400
juta
sampai 800 juta orang harus mencari pekerjaan baru, karena digantikan oleh mesin.

Automasi sendiri dapat menggantikan manusia dalam berbagai sektor pekerjaan mulai dari Self
Driving Car atau mobil yang dapat menyetir sendiri yang tentunya akan merampas pekerjaan
supir, penggunaan robot di pabrik-pabrik yang tentunya akan merebut pekerjaan para buruh,
hingga penggunaan AI DeepMind yang dapat memberitahukan kondisi pasien kepada dokter dan
perawat dan bukan tidak mungkin mengantikan peran dokter dan perawat secara keseluruhan.

Penggunaan AI juga bukannya tanpa alasan, misalnya pada Self Driving Car. Berdasarkan
statistik yang ada, kecelakaan dijalan banyak diakibatkan oleh kelalaian pengemudi yang mana
diharapkan hal ini dapat dihindari karena AI tentu tidak merasakan capek, mengantuk ataupun
emosinal.

Penggunaan robot dan automasi di pabrik juga terbukti dapat meningkatkan efektifitas produksi.
Penggunaan AI pada berbagai sektor pekerjaan tidak lepas dari hubungan nya dengan big data
dan Internet of/for Things yang memungkinkan untuk meminimalisir kesalahan sekaligus terus
melakukan pengembangan dengan data yang ada tidak seperti revolusi industri sebelumnya
dimana distribusi dan pengolahan data masih sangat terbatas.

Lantas munculah pertanyaan ”apakah industri 4.0 merupakan sebuah peluang atau
ancaman?”

untuk saat ini belum ada yang bisa memastikannya. Layaknya dua sisi koin, kedua hal tersebut
bisa hadir secara bersamaan. Hampir semua negara, baik maju dan berkembang, kini berada pada
kegalauan yang sama. Sejauh ini, mungkin hanya negara Singapura saja yang berani mengklaim
dampak positifnya lebih besar.

Terlepas dari bagaimana ujung dari masalah ini, satu hal yang pasti adalah kita harus melakukan
antisipasi dan persiapan agar hal yang tidak diinginkan dapat dihindari. Contohnya dengan
meningkatkan kualifiasi dan kemampuan individu ataupun mempelajari hal-hal baru agar dapat
bertahan di era dimana bukan hanya dengan sesama manusia, namun kita juga bersaing dengan
mesin dalam hal mendapatkan pekerjaan.

Penutup

Revolusi industri 4.0 sudah ada didepan mata dan tentunya tidak dapat dihindari. Apakah
revolusi industri 4.0 ini akan menjadi sebuah peluang ataukah menjadi sebuat tantangan masih
belum ada yang bisa menjawab dengan pasti, namun satu hal yang pasti adalah penggunaan
automasi pada revolusi industri kali ini akan mereduksi peranan manusia dalam berbagai sektor
dan bidang dalam kehidupan ini.

Persiapan yang matang tentunya diperlukan untuk menghadapi situasi ini mulai dari diri sendiri
dengan meningkatkan kemampuan pribadi hingga persiapan oleh pemerintah dalam bentuk
regulasi.

Kurangnya persiapan dan kesalahan dalam pengambilan langkah ditakutkan akan menjadikan
peluang yang ada pada revolusi industri 4.0 malah menjadi suatu masalah tersendiri. Jangan
sampai penggunaan automasi pada sektor produksi dengan alasan efisiensi malah menghapus
lapangan kerja tanpa menyediakan solusi.

Akhir kata apakah dunia ini siap menghadapi revolusi industri 4.0 ini? Apakah Indonesia siap
menghadapi revolusi industri 4.0 ini ? Dan apakah anda siap menghadapi revolusi industri 4.0
ini?
Kembali lagi, apapun yang terjadi revolusi industri 4.0 ini adalah hal yang pasti dan tidak dapat
dihindari.

Anda mungkin juga menyukai