Anda di halaman 1dari 10

PENGURUS PERIODE 2015-2018

BAGIKAN


BY KARANG TARUNA DESA DLINGO MINGGU, FEBRUARI 01, 20152

PENERAPAN WAWASAN KEBANGSAAN BAGI


GENERASI MUDA
Abstrak.: Jangan tanyakan kepada negara, apa yang dapat diberikannya kepada kita,
melainkan tanyakanlah kepada diri kita apa yang dapat kita dharma baktikan bagi negara
kita, demikian John F. Kennedy yang menjadi Presiden Amerika Serikat tahun 1961-
1963. Pendapat Kennedy di atas masih relevan untuk kita percakapkan
ketika Banyak kalangan yang melihat perkembangan politik, sosial, ekonomi dan
budaya di Indonesia sudah sangat memprihatinkan. Bahkan, kekuatiran itu
menjadi semakin nyata ketika mengamati pada apa yang dialami oleh setiap
warganegara, yakni memudarnya wawasan kebangsaan. Dan yang lebih
menyedihkan lagi adalah adanya kecenderungan kita kehilangan wawasan
tentang makna hakekat bangsa dan kebangsaan yang akan mendorong terjadinya
dis-orientasi dan perpecahan.
Key Words: Generasi Muda, Wawasan Kebangsaan.
A. Pengantar
Bangsa Indonesia yang menghuni Negara Kesatuan Republik Indonesia ini adalah
sebuah bangsa yang besar. Negara dengan jumlah penduduk ± 212.000.000 orang
ini merupakan negara kepulauan yang terbesar di dunia. Keadaan tanahnya yang
subur dan terletak diantara dua benua serta dua samudra besar membuat posisi
geografis Indonesia sangat strategis menyebabkan banyak bangsa-bangsa lain di
dunia sejak dulu ingin menguasai bumi Nusantara ini. Kondisi geografis yang
sangat menguntungkan bangsa ini diperindah lagi dengan keanekaragaman suku,
etnis, agama, bahasa dan adat istiadat, namun sangat rentan terhadap perpecahan
jika tidak dikelola dengan baik. Oleh karena itu dalam pengelolaan sebuah "negara
bangsa" diperlukan suatu cara pandang atau wawasan yang berorientasi nasional
(Wawasan Nasional) dan merupakan suatu kesepakatan bangsa Indonesia yang
dikenal dengan "Wawasan Nusantara".
Banyak kalangan yang melihat perkembangan politik, sosial, ekonomi dan budaya
di Indonesia sudah sangat memprihatinkan. Bahkan, kekuatiran itu menjadi
semakin nyata ketika mengamati pada apa yang dialami oleh setiap warganegara,
yakni memudarnya wawasan kebangsaan.
Dan yang lebih menyedihkan lagi adalah adanya kecenderungan kita kehilangan
wawasan tentang makna hakekat bangsa dan kebangsaan yang akan mendorong
terjadinya dis-orientasi dan perpecahan.
Pandangan di atas sungguh wajar dan tidak mengada-ada. Krisis yang dialami oleh
bangsa Indonesia ini menjadi sangat multi dimensional yang saling mengait. Krisis
ekonomi yang tidak kunjung henti berdampak pada krisis sosial dan politik, yang
pada perkembangannya justru menyulitkan upaya pemulihan ekonomi. Konflik
horizontal dan vertikal yang terjadi dalam kehidupan sosial merupakan salah
satu akibat dari semua krisis yang terjadi, yang tentu akan melahirkan ancaman
dis-integrasi bangsa. Apalagi bila melihat bahwa bangsa Indonesia merupakan
bangsa yang plural seperti beragamnya suku, budaya daerah, agama, dan berbagai
aspek politik lainnya, serta kondisi geografis negara kepulauan yang tersebar.
Semua ini mengandung potensi konflik (latent sosial conflict) yang dapat
merugikan dan mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa.
Dewasa ini, dampak krisis multi-dimensional ini telah memperlihatkan tanda-tanda
awal munculnya krisis kepercayaan diri (self-confidence crisis) dan rasa hormat
diri (self-esteem crisis) sebagai bangsa. Krisis kepercayaan sebagai bangsa dapat
berupa keraguan terhadap kemampuan diri sebagai bangsa untuk mengatasi
persoalan-persoalan mendasar yang terus-menerus datang, seolah-olah tidak ada
habis-habisnya mendera Indonesia. Aspirasi politik untuk merdeka di berbagai
daerah, misalnya, adalah salah satu manifestasi wujud krisis kepercayaan diri
sebagai satu bangsa, satu “nation”.
Apabila krisis politik dan krisis ekonomi sudah sampai pada krisis kepercayaan diri, maka
eksistensi Indonesia sebagai bangsa (nation)sedang dipertaruhkan. Maka, sekarang ini adalah
saat yang tepat untuk melakukan reevaluasi terhadap proses terbentuknya “nation and
character building” kita selama ini, karena mungkin saja persoalan-persoalan yang kita
hadapi saat ini berawal dari kesalahan dalam menghayati dan menerapkan konsep awal
“kebangsaan” yang menjadi fondasi ke-Indonesia-an. Kesalahan inilah yang dapat
menjerumuskan Indonesia, seperti yang ditakutkan Sukarno, “menjadi bangsa kuli dan kuli di
antara bangsa-bangsa.” Bahkan, mungkin yang lebih buruk lagi dari kekuatiran Sukarno,
“menjadi bangsa pengemis dan pengemis di antara bangsa-bangsa”.
Di samping itu, timbul pertanyaan mengapa akhir-akhir ini wawasan kebangsaan menjadi
banyak dipersoalkan. Apabila kita coba mendalaminya, menangkap berbagai ungkapan
masyarakat, terutama dari kalangan cendekiawan dan pemuka masyarakat, memang mungkin
ada hal yang menjadi keprihatinan. Pertama, ada kesan seakan-akan semangat kebangsaan
telah menjadi dangkal atau tererosi terutama di kalangan generasi muda–seringkali disebut
bahwa sifat materialistik mengubah idealisme yang merupakan jiwa kebangsaan. Kedua, ada
kekuatiran ancaman disintegrasi bangsa, dengan melihat gejala yang terjadi di berbagai
daerah, terutama yang amat mencekam adalah pertikaian yang terjadi di Ambon, Aceh, Papua
dan Poso, dimana terdapat kecenderungan paham kebangsaan merosot menjadi paham
kesukuan atau keagamaan. Ketiga, ada keprihatinan tentang adanya upaya untuk melarutkan
pandangan hidup bangsa ke dalam pola pikir yang asing untuk bangsa ini.
Melihat perkembangan wawasan kebangsaan yang dimiliki anak-anak bangsa seperti itu,
apabila dibiarkan dapat dipastikan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sangat kita
cintai ini akan terpecah-pecah, dan pada gilirannya akan memudahkan kekuatan asing masuk
ke wilayah kita seperti terjadi pada jaman penjajahan Belanda dahulu. Ketika itu bangsa
Indonesia ditindas, diperas dan dibelenggu kebebasan hak-haknya oleh Belanda. Dengan
semangat persatuan Indonesia bangsa ini kemudian bangkit bersatu padu mengusir penjajah.
Untuk diketahui bahwa, sebenarnya Wawasan Kebangsaan Indonesia sudah dicetuskan oleh
seluruh Pemuda Indonesia dalam suatu tekad pada tahun 1928 yang dikenal dengan sebutan
"Sumpah Pemuda" yang intinya bertekad untuk bersatu dan merdeka (satoe Noesa, Satoe
Bangsa, Satoe Bahasa) dalam wadah sebuah "Negara Kesatuan Republik Indonesia". Untuk
itu seharusnya dalam menghadapi keadaan negara yang serba sulit seperti sekarang ini kita
bangsa Indonesia harus bangkit bersatu dan bergandengan tangan mengatasi masalah bangsa.

B. Pengertian Wawasan Kebangsaan.


Secara hurufiah kunsep Wawasan Kebangsaan terdiri dari dua suku kata yaitu kata Wawasan
dan Kebangsaan. Kata wawasan yang berasal dari bahasa Jawa “wawas” berarti pandang.
Sementara Wawasan berarti cara pandang yang meliputi baik cara atau metode maupun isi
substansi pandangan tersebut. Kata Kebangsaan berasal dari kata “Bangsa” yang dalam
kamus besar bahasa Indonesia berarti kesatuan orang-orang yang bersamaan asal keturunan,
adat, bahasa dan sejarahnya serta berpemerintahan sendiri. Sedangkan Kebangsaan dalam
kamus umum bahasa Indonesia mempunyai beberapa pengertian yaitu 1) ciri-ciri yang
menandai golongan bangsa, 2) perihal bangsa; mengenai (yang bertalian dengan bangsa), 3)
kedudukan (sifat-sifat) sebagai orang mulia (bangsawan), 4) kesadaran diri sebagai warga
dari suatu Negara.
Wawasan kebangsaan adalah pandangan dari suatu bangsa terhadap negaranya untuk
mencapai tujuan-tujuan awal. wawasan kebangsaan, yakni pikiran-pikiran yang bersifat
nasional dimana suatu bangsa memiliki cita-cita kehidupan dan tujuan nasional yang jelas.
Wawasan kebangsaan merupakan jiwa, cita-cita, atau falsafah hidup yang tidak lahir dengan
sendirinya. Ia sesungguhnya merupakan hasil konstruksi dari realitas sosial dan politik.
Wawasan kebangsaan mengandung pula tuntutan suatu bangsa untuk mewujudkan jati diri,
serta mengembangkan perilaku sebagai bangsa yang meyakini nilai-nilai budayanya, yang
lahir dan tumbuh sebagai penjelmaan kepribadiannya. Dalam hal ini Budaya bangsa adalah
kebiasaan-kebiasaan atau kebudayaan-kebudayaan yang dianggap sebagai dasar untuk hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Untuk melestarikan nilai-nilai budaya bangsa,
wawasan kebangsaan berperan sebagai benteng dalam mempertahankan kultur bangsa di era
globalisasi.
Tiga unsur Wawasan Kebangsaan yaitu : Rasa Kebangsaan, Paham Kebangsaan dan
Semangat Kebangsaan.

1. Rasa kebangsaan adalah kesadaran berbangsa, yakni rasa yang lahir secara alamiah
karena adanya kebersamaan sosial yang tumbuh dari kebudayaan, sejarah, dan
aspirasi perjuangan masa lampau, serta kebersamaan dalam menghadapi tantangan
sejarah masa kini. Rasa Kebangsaan sebenarnya merupakan sublimasi dari Sumpah
Pemuda yang menyatukan tekad menjadi bangsa yang kuat, dihormati dan disegani
diantara bangsa-bangsa di dunia. Kita tidak akan pernah menjadi bangsa yang kuat
atau besar, manakala kita secara individu maupun kolektif tidak merasa memiliki
bangsanya. Rasa kebangsaan adalah suatu perasaan rakyat, masyarakat dan bangsa
terhadap kondisi bangsa Indonesia dalam perjalanan hidupnya menuju cita-cita
bangsa yaitu masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Kita
sering membaca dan mendengar melalui media massa baik elektronik maupun cetak
bahwa banyak orang menyampaikan pendapat tentang penyelesaian konflik Aceh
menurut cara berpikir sendiri-sendiri, tetapi sampai sekarang belum ada yang dengan
sukarela mendaftarkan diri untuk membantu menumpas pemberontak GAM. Sebagai
Contoh: Ketika bangsa ini membebaskan Irian Jaya, Presiden Soekarno menyatakan
melalui siaran RRI : pada tanggal 1 Mei 1961, sebelum ayam berkokok Bendera
Merah Putih sudah berkibar di Irian Barat dan Belanda sudah meninggalkan
Indonesia. Saat itu juga para pemuda-pemudi bangsa Indonesia berduyun-duyun
mendaftarkan diri untuk menjadi sukarelawan dan sukarelawati untuk bersama-sama
dengan Angkatan Perang mengusir Belanda, demikian juga pada saat konfrontasi
dengan Malaysia. Ini semua menunjukkan bahwa pada saat itu rasa kebangsaan
bangsa Indonesia cukup tinggi, yang sama sekali berbeda dengan kondisi sekarang.
2. Paham kebangsaan merupakan pemahaman rakyat dan masyarakat terhadap bangsa
dan negara Indonesia yang diploklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus
1945. Pemahaman tersebut harus sama pada setiap anak bangsa meskipun berbeda
dalam latar belakang pendidikan, pengalaman serta jabatan. Substansi dari paham
kebangsaan adalah pengertian tentang bangsa, meliputi apa bangsa itu dan bagaimana
mewujudkan masa depannya.
Uraian rinci tentang paham kebangsaan Indonesia adalah sebagai berikut:
Pertama, Atas "Rahmat Allah Yang Maha Kuasa" pada tanggal 17 Agustus 1945, bersamaan
dengan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia lahirlah sebuah bangsa yaitu "Bangsa
Indonesia", yang terdiri dari bermacam-macam suku, budaya, etnis dan agama. Bangsa ini
lahir dari buah persatuan bangsa yang solid dan kesediaan saling berkorban dalam waktu
yang panjang dari para pendahulu kita. Bangsa Indonesia lahir tidak didasarkan sentimen atau
semangat primordialisme agama, maupun etnis, melainkan didasarkan pada persamaan nasib
untuk menjadi suatu bangsa yang besar, kuat dan terhormat. Setiap warga negara mempunyai
kedudukan yang sama di hadapan hukum dan pemerintah.
Dengan demikian setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama dan
tidak ada diskriminasi diantara warga masyarakat, termasuk upaya pembelaan negara.
Apabila setiap warga negara konsisten dengan kesepakatan bersama yang dihasilkan
oleh para pendahulu kita itu, kiranya bentrokan-bentrokan antar anak bangsa tidak
perlu terjadi, hanya karena perbedaan suku, agama, etnis maupun golongan.
Kedua, bagaimana mewujudkan masa depan bangsa ? Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 telah mengamanatkan bahwa perjuangan bangsa Indonesia telah
mengantarkan rakyat Indonesia menuju suatu negara yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur. Uraian tersebut adalah tujuan akhir bangsa Indonesia
yaitu mewujudkan sebuah masyarakat yang adil dan makmur. Untuk mewujudkan
masa depan bangsa Indonesia menuju ke masyarakat yang adil dan makmur,
pemerintah telah melakukan upaya-upaya melalui program pembangunan nasional
baik fisik maupun non fisik. Sasaran pembangunan yang bersifat fisik ditujukan
untuik meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sedangkan yang bersifat non fisik
diarahkan kepada pembangunan watak dan character bangsa yang mengarah kepada
warga negara yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha esa dengan mengedepankan
sifat kejujuran, kebenaran dan keadilan dalam rangka pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya.
Semangat Kebangsaan atau nasionalisme, merupakan perpaduan atau sinergi dari
rasa kebangsaan dan paham kebangsaan. Kondisi semangat Kebangsaan atau
nasionalisme suatu bangsa akan terpancar dari kualitas dan ketangguhan bangsa
tersebut dalam menghadapi berbagai ancaman. Berbicara Semangat Kebangsaan, kita
tidak boleh lepas dari sejarah bangsa, antara lain Peristiwa 10 Nopember 1945 di
Surabaya dan Peristiwa 15 Desember 1945 di Ambarawa, dimana Semangat
kebangsaan diwujudkan dalam semboyan "Merdeka atau Mati".
Semangat Kebangsaan merupakan motivasi untuk mempertahankan Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan Pancasila sebagai dasar negaranya. Motivasi tersebut bagi setiap
anak bangsa harus dibentuk, dipelihara dan dimantapkan sehingga setiap orang akan rela mati
demi NKRI. Kita sadar betul bahwa kondisi bangsa yang pluralisme atau kebhinekaan
memerlukan suatu pengelolaan yang baik, sehingga tidak menjadi ancaman bagi keutuhan
dan kesatuan bangsa. Dengan Semangat kebangsaan yang tinggi, kekhawatiran akan
terjadinya ancaman terhadap keutuhan dan kesatuan bangsa akan dapat dielakkan. Dari
Semangat kebangsaan akan mengalir rasa kesetiakawanan sosial, semangat rela berkorban
dan dapat menumbuhkan jiwa patriotisme.
Rasa kesetiakawanan sosial akan mempertebal semangat kebangsaan suatu bangsa.
Kesetiakawanan sosial, mengandung makna adanya rasa satu nasib dan sepenanggungan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hadirnya rasa kepedulian terhadap sesama anak
bangsa bagi mereka yang mengalami kesulitan akan mewujudkan suatu rasa kebersamaan
sesama bangsa. Semangat rela berkorban, kesediaan untuk berkorban demi kepentingan yang
lebih besar atau demi negara dan bangsa telah mengantarkan bangsa Indonesia untuk
merdeka, lepas dari penjajahan. Sudah banyak korban para Kusuma Bangsa dalam
memperjuangkan kemerdekaan tersebut. Sebagai bangsa yang besar sepatutnya kita semua
wajib menghormati para pahlawan pejuang kemerdekaan. Kita semua sepakat bahwa
semangat rela berkorban tersebut, bukan hanya pada saat perjuangan kemerdekaan saja, tetapi
sekarang juga kita masih mendambakan adanya kerelaan berkorban untuk kepentingan
bangsa dalam pembangunan. Jiwa patriotik. Bagi bangsa yang ingin maju dalam mencapai
tujuannya, disamping memiliki semangat rela berkorban, juga harus didukung dengan jiwa
patriotik yang tinggi. Jiwa patriotik akan melekat pada diri seseorang, manakala orang
tersebut tahu untuk apa mereka berkorban. Bagi setiap anak bangsa jiwa patriotik ini
hendaknya sudah menjadi darah daging dalam kehidupannya.
Selain Wawasan Kebangsaan perlu dipahami pula apa itu Wawasan Nasional dan Wawasan
Nusantara. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, Wawasan Nasional diartikan sebagai
”cara pandang suatu bangsa dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta
dalam hubungan antar negara yang merupakan hasil perenungan filsafat tentang diri dan
lingkungannya dengan memperhatikan sejarah dan kondisi sosial budaya serta
memanfaatkan konstelasi geografis guna menciptakan dorongan dan rangsangan
dalam usaha mencapai tujuan nasional”. Sementara Wawasan Nusantara adalah ”wawasan
nasional bangsa indonesia yang dijiwai Pancaasila dan Undang-undang Dasar 1945,
menghendaki adanya persatuan dan kesatuan wilayah, rakyat dan pemerintah dalam
mencapai tujuan nasional dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial”.

C. Pentingnya Wawasan Kebangsaan


Menyimak keadaan Wawasan Kebangsaan Indonesia pada rakyat kita yang sangat
memprihatinkan saat ini, sepatutnya bangsa ini sepakat untukmemantapkan kembali nilai-
nilai kebangsaan yang sudah longgar itu.Kita perlu suatu landasan yang kuat dan
konsepsional untuk membangun kembali persatuan dan kesatuan bangsa serta jiwa
nasionalisme yaitu "Wawasan Kebangsaan". Membahas Wawasan Kebangsaan, harus
dimulai dari nilai-nilai yang dibangun oleh para pendahulu dan pendiri bangsa ini. Mereka
telah menanamkan nilai-nilai persatuan dengan mencetuskan "Sumpah Pemuda" yang
kemudian menjadi embrio dari Wawasan Kebangsaan yaitu : Satoe Noesa, Satoe Bangsa dan
Satoe Bahasa, yaitu Indonesia. Makna dari Wawasan Kebangsaan memang belum begitu
popular dalam kehidupan masyarakat kita, sehingga sampai saat ini belum ada rumusan yang
baku tentang Wawasan Kebangsaan itu, mengingat sifatnya abstrak dan dinamis.
Di samping itu, timbul pertanyaan mengapa akhir-akhir ini wawasan kebangsaan menjadi
banyak dipersoalkan. Apabila kita coba mendalaminya, menangkap berbagai ungkapan
masyarakat, terutama dari kalangan cendekiawan dan pemuka masyarakat, memang mungkin
ada hal yang menjadi keprihatinan. Pertama, ada kesan seakan-akan semangat kebangsaan
telah menjadi dangkal atau tererosi terutama di kalangan generasi muda–seringkali disebut
bahwa sifat materialistik mengubah idealisme yang merupakan jiwa kebangsaan. Kedua, ada
kekuatiran ancaman disintegrasi bangsa, dengan melihat gejala yang terjadi di berbagai
daerah, terutama yang amat mencekam adalah pertikaian yang terjadi di Ambon, Aceh, Papua
dan Posos, dimana terdapat kecenderungan paham kebangsaan merosot menjadi paham
kesukuan atau keagamaan. Ketiga, ada keprihatinan tentang adanyaupaya untuk melarutkan
pandangan hidup bangsa ke dalam pola pikir yang asing untuk bangsa ini.
Kelihatannya masyarakat intelektual bahkan para pakar lebih tertarik dan mementingkan
nilai-nilai universal daripada nilai-nilai nasional. Akibatnya rumusan pengertian Wawasan
Kebangsaan sangat beragam dan sulit dipahami oleh masyarakat umumnya. Sesungguhnya
Wawasan Kebangsaan perlu dipahami oleh seluruh anak bangsa, bukan hanya oleh kelompok
tertentu saja. Dengan demikian Wawasan Kebangsaan akan bermakna dan menyentuh
langsung kedalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pada lingkungan internasional, fenomena yang muncul adalah isu-isu global yang memuat
nilai-nilai universal dan mengungguli nilai-nilai nasional. Nilai-nilai universal tersebut
bahkan sengaja dipaksakan kepada negara tertentu oleh negara-negara yang mengklaim
dirinya sebagai negara yang paling menjungjung tinggi nilai-nilai tersebut.

D. Upaya Penerapan Wawasan Kebangsaan di Kalangan Generasi Muda.


Bukan hal mudah untuk mewujudkan tekad dalam memahami wawasan kebangsaan. Namun
menghadapi millenium ke III yang dimulai pada abad ke XXI ini, kira-kira tiga setengah
tahun lagi, wawasan kebangsaan Indonesia mutlak dihayati dan diwujudkan oleh kita sebagai
orang dewasa dan anak-anak kita bersama-sama dengan seluruh bangsa kita demi keutuhan
persatuan dan kesatuan nasional Indonesia. Pengalaman menunjukan bahwa, Yugoslavia dan
Uni Soviet adalah contoh negara-negara yang porak poranda menjadi banyak negara kecil
karena mereka masing-masing tidak memiliki wawasan kebangsaan dan nasionalisme yang
berakar pada kebudayaan nasional mereka masing-masing .
Sebagai bangsa kita memiliki Pancasila yang menjadi pandangan hidup bangsa, dasar negara
dan ideologi nasional di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara yang berakar
kuat di dalam kebudayaan daerah-daerah Indonesia. Rasa memiliki dan keyakinan menjadi
bagian integral dari bangsa kita inilah yang perlu kita pupuk dan kembangkan di antara
generasi muda. Pengenalan lebih dalam mengenai aneka ragam adat istiadat, flora fauna,
kekayaan alam, kelebihan dan kekurangan masyarakat kita, lagu-lagu rakyat, nyanyian dan
tarian daerah, sastera daerah, pemahaman humaniora dan historiografi peristiwa-peristiwa
daerah dan nasional Indonesia, tantangan yang dihadapi bangsa di dalam abad XXI di
bidang-bidang ekonomi, kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi, kehidupan keluarga,
riwayat hidup pahlawan-pahlawan bangsa Indonesia, peran serta rakyat Indonesia di dalam
upaya kemanusiaan dan perdamaian di dunia internasional, sumbangsih Indonesia di dunia
olah raga dan kesenian merupakan upaya yang dapat dilaksanakan dengan pelbagai metode
yang relevan untuk melaksanakan bimbingan di atas di sekolah maupun di keluarga.
Cara-cara yang dapat digunakan selain membaca buku-buku, mendengarkan nyanyian-
nyanyian juga mengadakan festival, lomba, sayembara, penjelajahan, diskusi, seminar,
lokakarya, kegiatan rohani di pelbagai bidang seni, sastera, ilmiah pada peringatan hari-hari
nasional atau pada kesempatan-kesempatan lain. Di rumah, cara-cara ini memang dilakukan
secara informal. Di sekolah cara-cara ini dapat dilakukan sebagai kegiatan ko kurikuler dan
ekstra kurikuler yang dilaksanakan secara sistematis dan sistemik, berkesinambungan,
berjenjang mulai dari Taman Kanak-Kanak sampai dengan Perguruan Tinggi.

E. Penutup.
Wawasan kebangsaan adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh kita semua sebagai anak
bangsa terutama Generasi Muda yang merupakan generasi penerus bangsa, yang bertugas
meneruskan perjuangan-perjuangan para pahlawan dalam rangka membangun suatu Bangsa
dan Negara menjadi Bangsa dan Negara yang maju, sejahtera, dan tentram-damai, serta untuk
menjaga dan melestarikan kultur bangsa di era globalisasi ini, agar kultur bangsa kita menjadi
kultur bangsa asli dan tidak tercampur dengan kultur bangsa luar yang dapat menghilangkan
jati diri bangsa. Untuk itu perlu diperhatian: Pertama, tumbuh kembangkan terus
pemahaman tentang Wawasan Kebangsaan sebagai alat pemersatu bangsa dalam kehidupan
sehari-hari di tengah-tengah rakyat, walaupun latar belakang suku, agama, ras dan adat
istiadat yang berbeda; Kedua, hayati dan pahami secara utuh tentang butir-butir dari
Wawasan Kebangsaan yaitu; rasa kebangsaan, paham kebangsaan dan semangat kebangsaan
yang merupakan jiwa bangsa Indonesia dan pendorong tercapainya cita-cita bangsa;
dan Ketiga, bina terus semangat kebangsaan, di lingkungan kita sebagai anak bangsa dalam
upaya mewujudkan Persatuan dan kesatuan bangsa.

DAFTAR BACAAN.
Hadi H. Otho.,Nation and Character Building.,Internet.
RC. Ryamizard.,Wawasan Kebanagsaan.,Internet
Setiawan Henoch.,Bagaimana Membimbing anak memiliki Wawasan Kebangsaan.,Internet.
Wahyudi Agus.,Kita adalah Penerus.,Internet.
Yudhoyono Susilo Bambang (Presiden RI).,2006.,Menata Kembali Kehidupan Bernegara
berdasarkan Pancasila (Pidato dalam rangka memperingati hari lahir Pancasila).,Jakarta
Convention Center.

Diposkan oleh GMNI Yudharta di 05.04


KARANG TARUNA DESA DLINGOOrganisasi kepemudaan di Desa Dlingo
Bantul Yogyakarta yang bergerak di bidang Usaha Kesejahteraan Sosial

Anda mungkin juga menyukai