Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Badan penelitian kesehatan dunia WHO (2012), mengadakan

tinjauan terhadap beberapa Negara di dunia dan mendapatkan hasil

persentase dari angka kejadian gastritis di dunia, diantaranya Inggris 22%,

China 31%, Jepang 14,5%, Kanada 35%, dan Perancis 29,5%. Di dunia,

insiden gastritis sekitar 1,8-2,1 juta dari jumlah penduduk setiap tahun.

Insiden terjadinya gastritis di Asia Tenggara sekitar 583.635 dari jumlah

penduduk setiap tahunnya. Prevalensi gastritis yang dikonfirmasi melalui

endoskopi pada populasi di Shanghai sekitar 17,2% yang secara

substantial lebih tinggi daripada populasi di barat yang berkisar 4,1% dan

bersifat asimptomatik. Gastritis biasanya dianggap sebagai suatu hal yang

remeh namun gastritis merupakan awal dari sebuah penyakit yang dapat

menyusahkan kita (Zhaoshen, 2014). Persentase dari angka kejadian

gastritis di Indonesia didapatkan mencapai angka 40,8%. Berdasarkan

profil kesehatan Indonesia tahun 2009, gastritis merupakan salah satu

penyakit di dalam sepuluh penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di

rumah sakit di Indonesia dengan jumlah 30.154 kasus (4,9%) (Zhaoshen,

2014). Angka kejadian gastritis pada beberapa daerah di Indonesia cukup

tinggi dengan prevalensi 274,396 kasus dari 238,452,952 jiwa penduduk.

Berdasarkan penelitian World Health Organization (WHO)

terhadap beberapa negara di dunia, mendapati bahwa jumlah penderita


gastritis di Negara Inggris 22%, China 31%, Jepang 14,5%, Kanada

35% dan Perancis 29,5% (WHO, 2010).Penderita gastritis di

Indonesia menurut WHO adalah 40,8%. Angka kejadian gastritis pada

beberapa daerah di Indonesia cukup tinggi dengan prevalens 274.396

kasus dari 238.452.952 jiwa penduduk.Berdasarkan profil kesehatan

Indonesia tahun 2011, gastritis merupakan salah satu penyakit dari 10

penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia

dengan jumlah 30.154 kasus (4,9%) (Depkes,2009).

Penyakit gastritis termasuk ke dalam sepuluh besar penyakit rawat

inap di rumah sakit tingkat Provinsi Sulawesi Selatan dengan jumlah

pasien yang keluar karena meninggal sebanyak 1,45% dari jumlah pasien

yang keluar (Dinkes Sulsel, 2011).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakan di atas maka dapat di

rumuskan masalah penilitian

1. Apakah ada hubungan stres dengan gastritis ?

2. Adakah hubungan frekuensi makan dengan gastritis ?

3. Adakah hubungan jenis makanan dengan gastritis ?

C. Tujuan Penilitian

1. Tujuan Umum

Diketahuinya faktor-faktor yang dapat memengaruhi kekambuhan

pada gastritis
2. Tujuan Khusus

1. Diketahuinya pengetahuan apakah ada hubungan antara

stres dengan gastritis

2. Diketahuinya pengetahuan adakah hubungan frekuensi

makan dengan gastritis

3. Diketahuinya pengetahuan adakah hubungan jenis makan

dengan gastritis

D. Manfaat Penelitian

1. Institusi

Secara akademik penelitian ini bermanfaat untuk menambah

pengetahuan institusi keperawatan mengenai faktor-faktor yang

memengaruhi kekambuhan pada gastritis

2. Peniliti

Hasil penilitian ini Dapat menambah wawasan bagi penuliti agar bisa

mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi kekambuhan pada

gastritis dan dapat mencegahnya

3. Pelayanan Kesehatan

Hasil penilitian ini di harapkan dapat memberikan informasi kepada

petugas kesehatan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi

kekambuhan pada gastritis sehingga dapat memberikan masukan

dalam memberikan pendidikan kesehatn dan promosi kesehatan

tentang gastritis.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gastritis

1. Definisi Gastritis

Menurut Brunner & Suddarth (2000), gastritis merupakan

inflamasi mukosa lambung paling sering diakibatkan oleh

ketidakteraturan diet, alcohol, aspirin, refluks empedu atau therapy

radiasi. Gastritis dapat menjadi tanda pertama inflamasi dan infeksi

system akut. Bentuk gastritis akut yang lebih parah disebabkan oleh

asam alkali yang dapat menyebabkan mukosa memnjadi gangrene dan

berforasi.

2. Manifestasi Klinis

Membrane mukosa lambung menjadi edema dan hipoforemik dan

mengalami erosi superfersial, bagian ini mensekresi sejumlah getah

lambung yang mengandung sangat sedikitasam dan tetapi banyak

mucus.

Gastritis akut mugkin asimtomatis, dapat terjadi keluhan berupa

nyeri epigastrium, mual, muntah, atau mungkin terjadi hematemelis

yang hebatdan melena. Gastritis akut karena enterotoksin

stophylococus biasanya timbul mendadak berupa keluhan epigastrium,

muntah. (Brunner & Suddarth, 2002)


Klasifikasi Gastritis Menurut Mansyur (2000), gastritis dibagi

menjadi 2 yaitu :

a. Gastritis Akut

Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan dan

dapat disembuhkan atau sembuh sendiri merupakan respon

mukosa lambung terhadap berbagai iritan local. Endotoksin,

bakteri , alcohol, kafein dan aspirin merupakan agen-agen

penyebab yang sering, obat-obatan lain seperti NSAID juga

terlibat. Beberapa makanan berbumbu termasuk cuka, lada,

atau mustard dapat menyebabkan gejala yang mengarah pada

gastritis.

b. Gastritis Kronik

Gastritis kronik ditandai oleh atropi progresif epitel kelenjar

disertai dengan kehilangan sel pametel dan cref cell. Gastritis

kronis diduga merupakan predisposisi timbulnya tukak

lambung akut karsinoma. Insiden kanker lambung khususnya

tinggi pada anemia pernisiosa. Gejala gastritis kronis umumnya

bervariasi dan tidak jelas antara lain perasaan perut penuh,

anoreksia, dan distress epigastrik yang tidak nyata.

3. Factor Pemicu Timbulnya Gastritis

a. Factor makanan

Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan

gambaran mengenai macam dan model bahan makanan yang

dikonsumsi tiap hari. (Persagi, 1999).


Pada kasus gastritis ini diawali pola makan yang tidak teratur

sehingga asam lambung meningkat, produksi HCl yang

berlebihan dapat menyebabkan gesekan pada dinding lambung

dan usus halus, sehingga timbul nyeri epigastrium. Pada

akhirnya menimbulkan perdarahan. Pola makan dan konsumsi

makan yang tidak sehat dapat menyebabkan gastritis, misalnya

frekuensi makan yang kurang, dan jenis makanan yang dapat

meningkatkan produksi HCl. (Uripi, 2002)

b. Faktor obat-obatan

Setelah 45 tahun dipakainya asam salisilat di klinik pertama

kalinya oleh Dreser (1893), dilaporkan timbulnya perdarahan

karena aspirin. Lintott (1963), melakukan pemeriksaan

gastrokopi secara berturut-turut pada 16 penderita yang minum

tabel aspirin, asam salisilat atau kalsium asetil salisilat yang

dihancurkan. 13 dari 16 penderita yang minum 15 gram aspirin,

terlihat mukosa yang sudah hiperemik sampai perdarahan

submukosa. Pada salah seorang dari 5 penderita yang diberi

kalsium asetil salisilat, terlihat reaksi lokal pada daerah mukosa

yang terdapat serbuk salisilat. Ternyata bahwa aspirin yang

tidak larut (insolugle aspirin) dapat menyebabkan timbulnya

iritasi lambung secara langsung (Hadi, 2000).Pada tahun 1985

Henning, melakukan observasi pasien decompensasi cordis

yang mendapat terapi digitalis, ternyata timbul gastritis akut.

Tahun 1954 Palmer, melaporkan bahwa berdasarkan hasil


pemeriksaan gastroskopi pada pasien yang minum aureomisin,

terlihat gastritis akut yang ringan dengan erosi (Hadi,

2000).Obat-obatan yang mengandung salisilat misalnya aspirin

(sering digunakan sebagai obat pereda nyeri) dalam tingkat

konsumsi yang berlebihan dapat menimbulkan gastritis (Uripi,

2002). Efek salisilat terhadap saluran cerna adalah perdarahan

lambung yang berat dapat terjadi pada pemakaian dalam dosis

besar. Aspirin merupakan agen-agen yang sering (Prince,

2001). Penyebab paling umum dari gastritis erosive akut adalah

pemakaian aspirin.

c. Faktor psikologis

Stres baik primer maupun sekunder dapat menyebabkan

peningkatan produksi asam lambung dan gerakan peristaltik

lambung. Stres juga akan mendorong gesekan antar makanan

dan dinding lambung menjadi bertambah kuat (Coleman,1995).

Hal ini dapat menyebabkan terjadinya luka dalam lambung.

Penyakit maag (gastritis) dapat ditimbulkan oleh berbagai

keadaan yang pelik sehingga mengaktifkan rangsangan/iritasi

mukosa lambung semakin meningkat pengeluarannya, terutama

pada saat keadaan emosi, ketegangan pikiran dan tidak

teraturnya jam makan

d. Infeksi bakteri

Gastritis akibat infeksi dari luar tubuh jarang terjadi, sebab

bakteri tersebut akan terbunuh oleh asam lambung. Kuman


penyakit/infeksi bakteri gastritis umumnya berasal dari dalam

tubuh penderita yang bersangkutan. Keadaan ini sebagai wujud

komplikasi penyakit yang telah diderita sebelumnya (Uripi,

2002)

4. Patofisiologi

Proses terjadinya gastritis akut bermula dari pemakaian aspirin,

alcohol, garam empedu dan zat –zat yang lain yang terlalu berlebihan

sehingga merusak mukosa lambung dan mengubahpermabilitas sawar

epitel, memungkinkan difusi balik asam HCl dengan akibat kerusakan

jaringan khususnya pembuluh darah. Histamine dikeluarkan,

merangsang sekresi asam dan pepsin lebih lanjut dan meningkatkan

permeabilitas kapiler terhadap mukosa. Mukosa menjadi edema dan

sebagian besar protein plasma dapat hilang. Mukosa dapat hilang

mengakibatkan haemoragik interstitial dan perdarahan sehigga menjadi

tukak.

Membran mukosa lambung mejadi edema dan hiperemik dan

mengalami erosi superfesial, bagian ini mengekskresi sejumlah getah

lambung, yang mengandung sangat sedikit asam tetapi banyak

mucus.Ulserasi superfesial dapat terjadi dan dapat menimbulkan

hemorogi, pasien dapat mengalami ketidaknyamanan, sakit kepala,

mual, muntah dan anoreksia. Beberapa pasien asitomatik.(Brunner &

Suddarth, 2002: 1062).


5. Komplikasi

Perdarahan saluran cerna bagian atas berupa hematomesis dan

melena, dapat berakhir dengan schok haemoragik, ulkus, perforasi dan

anemia karena gangguan absorbsi vitamin B12 juga merupakan

komplikasi yang dapat terjadi pada penderita gastritis. (Arief

Mansjoer, 2000 )

6. Diet Pada Gastritis

Penyembuhan gastritis membutuhkan pengaturan makanan selain

upaya untuk memperbaiki kondisi pencernaan. Menurut Uripi (2002),

pemberian diet untuk penderita gastritis antara lain bertujuan untuk :

a. Memberikan makanan yang adekuat dan tidak mengiritasi

lambung

b. Menghilangkan gejala penyakit

c. Menetralisir asam lambung dan mengurangi produksi asam

lambung

d. Mempertimbangkan dan mempertahankan keseimbangan

cairan

e. Mengurangi gerakan peristaltic lambung

f. Memperbaiki kebiasaan makan pasien

 Adapun petunjuk umum untuk diet pada penderita gastritis antara

lain :

a. Syarat diet penyakit gastritis

Makanan yang disajikan harus mudah dicerna dan tidak

merangsang, tetapi dapat memenuhi kebutuhan energi


dan zat gizi, jumlah energi pun harus sesuai dengan

kebutuhan pasien. (Hembing, 2004) Porsi yang diberika

kecil tapi sering, hindari makanan yang berlebihan.

Biasanya pasien diberikan vitamin dan mineral dalam

bentuk obat. (Uripi, 2002).

B. Definisi

1. Pola Maka

Definisi pola makanPola makan adalah berbagai informasi

yang memberikan gambaran macam dan model bahan makanan yang

dikonsumsi setiap hari. (Persagi, 1999) Pola makan dengan menu

seimbang perlu dikmulai dan dikenal dengan baik sehingga akan

terbentuk kebiasaan makan-makanan seimbang dikemudian hari.

2. Jenis-jenis hidangan yang dianjurkan

a. Sumber zat tenaga, misalnya : roti, jagung, ubi, singkong, tepung-

tepungan, gula dan minyak

b. Sumber zat pembangun, misalnya : ikan, telur, ayam, daging, susu,

kacang-kacangan, tahu, tempe dan oncom.

c. Sumber zat pengatur, misalnya : sayur-sayuran, buah-buahan,

terutama sayuran berwarna hijau dan kuning. (Hartono, 2000)

3. Frekuensi makan

Frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari-hari baik

kualitatif maupun kuantitatif . (Persagi, 1999). Alat-alat pencernaan

mulai dari mulut sampai usus halus. Lama makanan dalam lambung

tergantung sifat dan jenis makanan.


Porsi makan pagi tidak perlu sebanyak porsi makan siang dan

makan malam secukupnya saja, untuk memenuhi energi dan sebagai

zat gizi sebelum tiba makan siang. Lebih baik lagi jika memakan

makanan ringan sekitar jam 10.00 WIB.

Menu sarapan lebih baik harus mengandung karbohidrat, protein

dan lemak serta cukup air untuk memudahkan pencernaan makanan

dan penyerapan zat gizi.

4. Jenis Makanan

Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau dimakan,

dicerna, dan diserap akan menghasilkan paling sedikit susunan menu

sehat dan seimbang. (Persagi, 1999).

Menyusun hidangan sehat memerlukan keterampilan dan

pengetahuan gizi berorientasi pada 4 sehat 5 sempurna terdiri dari

bahan pokok(nasi, ikan, sayuran, buah dan susu).

Menu yang tersusun memberikan hidangan sehat baik secara

kualitas maupun kuantitas, guna memperoleh intake yang baik dan

bervariasi.

5. Tujuan Makan

Secara umum tujuan makan menurut ilmu kesehatan adalah

memperoleh energi baik yang berguna untuk pertumbuhan, mengganti

sel tubuh yang rusak, mengatur metabolisme tubuh serta meningkatkan

daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit. (Uripi, 2002)


6. Fungsi Makanan

Manfaat makanan bagi makhluk hidup termasuk manusia antara

lain :

a. Memberikan bahan untuk membangun dan memelihara

tubuh yang rusak

b. Memberikan energi (tenaga) yang dibutuhkan untuk

kebutuhan bergerak dan bekerja.

c. Memberikan rasa kenyang yang berpengaruh terhadap

ketentraman hati dan mempunyai dampak positif terhadap

kesehatan.

7. Cara Pengelolaan Makanan

Dalam menu Indonesia pada umumnya dapat diolah dengan cara

sbb :

a. Merebus (boiling)

Merebus adalah mematangkan makanan dengan cara

merebus suatu cairan bias berupa air saja atau air kaldu

dalam panci sampai mencapai titik didih 100 derajat

celcius.

b. Memasak (braising)

Memasak adalah cara memasak makanan dengan

menggunakan sedikit cairan pemasak. Bahan makanan

yang diolah dengan teknik ini adalah daging.

c. Mengukus (steaming)
Mengukus adalah proses mematangkan makanan dalam

bentuk uap air.

d. Bumbu-bumbuan (simmering)

Hampir sama dengan mengukus tapi setelah dikukus

makanan dibumbui dengan bumbu tertentu.

C. Membentuk Pola Makan yang Baik

Pola makan yang baik merupakan hasil dari sebuah rangkaian

proses upaya untuk membentuk pola makan yang baik hendaknya

dilakukan secara dini. Lingkungan sangat besar perannya dalam

membentuk pola makan seseorang. Beberapa upaya untuk membentuk

pola makan yang baik antara lain :

1. Menyediakan makanan yang bervariasi

2. Memberikan pengetahuan gizi

3. Menciptakan suasana yang menggembirakan saat makan

4. Menanamkan norma-norma yang berkaitan dengan makanan

5. Menanamkan adab sopan santun saat makan

Pada kasus gastritis diawali dengan pola makan yang tidak teratur

sehingga mengakibatkan peningkatan produksi asam lambung yang

memicu terjadinya nyeri epigastrium


BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Stres

Kekambuhan Pada
Jenis Makanan
Gastritis

Frekuensi Makanan

Keterangan :

: variabel Indepennden

: variabel Dependen

: Yang di teliti

B. Hipotesis Penilitian

1. Hipotesis alternative (Ha)

a) Ada hubungan stres dengan kekambuhan Gastritis ?

b) Ada hubungan frekuensi makan dengan kekambuhan Gastritis?

c) Ada hubungan jenis makanan dengan kekambuhan Gastritis ?


2. Hipotesis Nol (Ho)

a) tidak ada hubungan stres dengan kekambuhan Gastritis ?

b) tidak ada hubungan frekuensi dengan kekambuhan

Gastritis?

c) tidak ada hubungan jenis makanan dengan kekambuhan

Gastritis ?

C. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara

operasional berdasarkan karateristik yang di amati ,sehingga

memungkinkan peniliti untuk melakukan observasi atau pengukuran

secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena. Definisi operasional di

tentukan berdasarkan parameter yang di jadikan ukuran dalam penilitian

(Sujaweni 2014 ).
Tugas individu

FAKTOR FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEKAMBUHAN

PADA GASTRITIS

OLEH

NAMA : RUSMIYATI J ROBO (142049)

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN

(STIKPER) GUNUNG SARI MAKASSAR

T.A 2017

Anda mungkin juga menyukai