Anda di halaman 1dari 120

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat penting. Sebagai alat komunikasi,

bahasa memegang peranan penting bagi hubungan manusia. Dengan bahasa tersebut, orang

mudah berhubungan dengan orang lain. Memang, manusia dapat memakai media-media lain

seperti, video, dan bahkan situs internet atau isyarat untuk menjalin kontak komunikasi. Akan

tetapi, sarana-sarana komunikasi tersebut kurang, bahkan tidak efektif karena tidak menjamin

timbulnya hubungan timbal balik secara leluasa antar pihak-pihak yang berinteraksi. Oleh

karena itu, bahasa tetap dipilih sebagai media komunikasi terbaik dari alat-alat komunikasi

yang lain tersebut. Sejalan dengan pernyataan tersebut, bahwa dengan bahasa manusia saling

dapat menyampaikan informasi yang berupa pikiran, gagasan, maksud, perasaan, dan emosi

secara langsung (Finoza, 2002:2)

Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta

didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan

dan tertulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap karya kesastraan manusia Indonesia.

Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah antara lain dimaksudkan agar: (a) siswa

menghargai dan membanggakan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa

Negara, (b) siswa memahami bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna dan fungsi, serta

menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk bermacam-macam tujuan keperluan dan

keadaan, (c) siswa memiliki kemampuan menggunakan bahasa Indonesia untuk

meningkatkan intelektual, kematangan emosional, dan kematangan sosial, (d) siswa memiliki

1
2

disiplin dalam berpikir dan berbahasa (berbicara dan menulis), (e) siswa mampu menikmati

dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan

kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa menulis dan

membaca. Tujuan utama pembelajaran bahasa bukanlah aspek pematangan semata,

melainkan hal yang lebih penting, yaitu bagaimana siswa dapat menggunakan bahasa dalam

berkomunikasi didalam kelas maupun diluar kelas, dalam situasi resmi maupun situasi tidak

resmi.

Bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa nasional dan bahasa negara, maka mata

pelajaran Bahasa Indonesia memiliki beberapa fungsi penting yaitu (1) sarana pembinaan

kesatuan dan persatuan bangsa, (2) sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan

berbahasa Indonesia dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya, (3) sarana

peningkatan pengetahuan dan keterampilan berbahasa Indonesia untuk meraih dan

mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, (4) sarana penyebarluasan

pemakaian bahasa Indonesia yang baik untuk berbagai keperluan menyangkut berbagai

masalah, dan (5) sarana pengembangan penalaran (Departemen Pendidikan Nasional, 1999 :

17).

Pada hakikatnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. oleh karena itu,

pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa alam

berkomunikasi denggan Bahasa Indonesia baik secara lisan maupun tertulis (ibid:21). Dalam

prakteknya pengajaran menulis (mengarang) sering kurang mendapatkan perhatian yang

memadai. Hal itu disebabkan oleh beberapa isu tentang pengajaran menulis yang menyatakan

bahwa : (1) menulis tidak termasuk materi ulangan umum/ujian sehingga dianggap kurang

perlu, (2) mengajarkan keterampilan menulis merupakan pekerjaan yang memberatkan, (3)
3

beban pemeriksaan terlalu banyak dan kurang teliti, (4) persoalan yang harus ditangani

mencakup ejaan, tata bahasa, komposisi, gaya bahasa dan semuanya ada dalam pengajaran

menulis (mengarang).

Keterampilan adalah cakap dalam menyelesaikan tugas, mampu dan cekatan,

keterampilan adalah kecakapan dalamm menyelesaikan tugas, Suparno (2001 ; 207). Dalam

hal ini tidak bisa dipungkiri bahwa ketrampilan berbahasa ialah salah satu unsur penting yang

menentukan dalam berkomunikasi. Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa

yang digunakan komunikasi secara tidak langsung, tidak secara temu muka dengan orang

lain. Keterampilan menilis diberikan siswa seak menginjak sekolah dasar (SD) sampai

sekolah menengah atas (SMA). Meskipun sedah bertahun-tahun keterampilan menulis

diberikan kepada siswa, akan tetapi masih banyak siswa yang merasa kesulitan saat diberi

tugas membuat karangan oleh guru.

Karangan merupakan suatu bentuk keterampilan menulis yang sangat menunjang

dan memperlancar komunikasi seseorang dengan orang lain. Karangan disebut juga menulis,

menulis merupakan suatu keterampilan bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi secara

tidak langsung. Oleh karena itu, keterampilan menulis diperlukan dalam kehidupan. Dalam

hal ini Morsey (dalam Tarigan, 1982: 4) menyatakan bahwa menulis digunakan oleh orang

terpelajar untuk mencatat, merekam, menyakinkan, melaporkan atau memberitahukan dan

mempengaruhi, dan maksud serta tujuan seperti itu hanya dapat dicapai oleh orang-orang

yang dapat menyusun pikirannya dan mengutarakan dengan jelas.

Mengarang merupakan kegiatan yang mudah dilakukan oleh siapapun apabila

kegiatan mengarang dilakukan secara rutin, Hafera (2003:7). Orang yang suka mengarang

secara rutin semakin lama akan menambah perbendaharaan kata menjadi bervariasi. Belajar
4

mengarang melatih seseoarang untuk mengutarakan ide-ide atau pilihannya dengan

menyusun kata dengan urut untuk memudahkan pembaca memahami isi tulisan. Kesalahan

bahasa tulis yang terjadi pada siswa dapat dilihat saat guru memberi tugas mengarang.

Menulis merupakan suatu aktivitas komunikasi bahasa yang menggunakan bahasa

tulis sebagai mediumnya. Tulisan itu terdiri atas rangkaian huruf yang bermakna dengan

segala kelengkapan lambang tulis seperti ejaan dan tanda baca atau pungtuasi. Menulis

adalah sebuah keterampilan berbahasa yang terpadu, yang ditujukan untuk menghasilkan

sesuatu yang disebut tulisan. Sekurang-kuranganya ada tiga komponen yang tergabung

dalam perbuatan menulis yaitu: (1) penguasaan bahasa tulis, meliputi kosakata, struktur,

kalimat, paragraf, ejaan, pramagtik, dan sebagainya; (2) penguasaan isi karangan sesuai

dengan topik yang akan ditulis; dan (3) pengusaan tentang jenis-jenis tulisan, yaitu

bagaimana merangkai isi tulisan dengan menggunakan bahasa tulis sehingga membentuk

sebuah komposisi yang diinginkan.

Mengingat pentingnya menulis, dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah

perlu lebih diefektifkan. Dengan diajarkan materi menulis tersebut diharapkan siswa

mempunyai keterampilan yang lebih baik. Seseorang yang dapat membuat suatu tulisan

dengan baik berarti ia telah menguasai tata bahasa, mempunyai kebendaharaan kata, dan

mempunyai kemampuan menuangkan ide atau gagasan dalam bentuk tulisan. Dengan

demikian, tulisan siswa dapat dijadikan sebagai salah satu tolak ukur keberhasilan siswa

dalam pembelajaran bahasa Indonesia (Sukman, 2005: 30).

Salah satu keterampilan menulis yang diajarkan disekolah adalah teks cerita

deskripsi, karangan deskripsi sering diartikan sebagai sebuah karya fiksi yang dapat selesai

dibaca dalam sekali duduk. Keterampilan menulis karangan deskripsi harus dikuasai oleh
5

siswa kelas VII MTs Negeri 2 Sidoarjo karena merupakan salah satu materi yang terdapat

dalam Kompetensi Dasar pada Kurikulum 2013, Karangan deskripsi menarik bagi siswa

SMP karena tema-tema yang biasa diangkat dalam cerita berkaitan dengan kehidupan di

lingkungan sekitar, contohnya mengenai persahabatan.

Meskipun keterampilan menulis karangan telah diajarkan di MTs Negeri 2

Sidoarjo, kesalahan berbahasa dalam penulisan masih sering dijumpai dalam hasil karya

siswa. Hal itu dapat disebabkan banyak siswa yang menganggap menulis merupakan hal

yang sulit sehingga mereka merasa malas untuk belajar menulis. Contoh kesalahan yang

sering terjadi adalah penggunaan huruf kapital, penulisan kata depan (di, ke, dan dari),

penggunaan tanda baca dan pemborosan dalam menyusun kalimat.

Kesalahan berbahasa dapat diklarifikasikan berdasarkan tataran linguistik,

fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan wacana (Tarigan, 1997:48). Dari batasan-

batasan di atas, diketahui bahwa menulis diperlukan kemampuan menggunakan tata bahasa

dan keterampilan berbahasa yang baik dan benar, sehingga penulis dapat lebih mudah

mengungkapkan segala ide, gagasan, ataupun peristiwa yang terjadi dalam kurun waktu

tertentu. Akan tetapi, dalam kegiatan tulis-menulis masih banyak siswa yang menggunakan

kalimat yang tidak efektif. Banyak penilaian yang diberikan terhadap pengajaran bahasa

Indonesia terutama penggunaan kalimat efektif dalam karangan yang terdapat pada karangan

deskripsi belum mencapai hasil yang memuaskan. Hal tersebut karena keterbatasan

penguasaan kosakata dan ketidakcermatan penggunaan kaidah bahasa Indonesia yang baik

dan benar sehingga menimbulkan kesalahan berbahasa.

Sejalan dengan pembelajaran kebahasaan yang ditujukan untuk meningkatkan

pemahaman dan penggunaan bahasa, perlu adanya pemeriksaan dan pengoreksian secara
6

baik dan benar. Siswa madrasah tsanawiyah atau sekolah menengah pertama memerlukan

pembinaan pemakaian bahasa Indonesia yang dianggap baik dan benar. Kesalahan yang

dilakukan oleh Siswa madrasah tsanawiyah perlu diperbaiki dengan harapan supaya tidak

terjadi kesalahan serupa. Dalam hal ini peran guru dalam mengoreksi kesalahan berbahasa

sangat besar. Ada tiga jenis kesalahan yang perlu mendapat perhatian, yaitu (1) kesalahan

global, yaitu kesalahan yang mengganggu komunikasi, (2) kesalahan yang mengakibatkan

salah paham, dan (3) kesalahan yang sangat sering terjadi.

Analisis kesalahan berbahasa merupakan suatu prosedur yang digunakan oleh

peneliti maupun guru yang meliputi pengumpulan sampel, pengidentifikasian kesalahan yang

terdapat dalam sampel, penjelasan kesalahan tersebut, pengklasifikasian kesalahan itu

berdasarkan penyebabnya, serta pengevaluasian atau penilaian taraf keseriusan kesalahan itu

(Ellis dalam Tarigan & Tarigan, 2011: 170). Jadi, dengan adanya analisis kesalahan

berbahasa ini diharapkan memberikan banyak keuntungan, khususnya yang berhubungan

dengan kegiatan pengajaran bahasa Indonesia. Dengan adanya analisis kesalahan berbahasa

tersebut akan dapat dipahami dan diungkapkan berbagai kesalahan yang dibuat siswa MTs

Negeri 2 Sidoarjo.

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti melakukan penelitian di MTs Negeri

2 Sidoarjo dengan mengambil judul “ Analisis Kesalahan Wacana Bahasa Indonesia Dalam

Karangan Deskripsi Siswa Kelas VII MTs Negeri 2 Sidoarjo”. Alasan peneliti memilih judul

tersebut, bahwasanya mengarang adalah salah sattu mata pelajaran yang digemari oleh

seluruh siswa. Selain itu siswa juga dapat menulis sesuai dengan judul yang di inginkannya

B. Rumusan Masalah
7

Analisis kesalahan berbahasa pada dasarnya adalah pendeskripsian bahasa antara

(Interlanguage) pembelajar bahasa kedua. Dengan mengetahui bahasa antara itu diharapkan

dapat mengetahui jenis-jenis kesalahan belajar bahasa kedua, mengapa terjadi kesalahan

berbahasa, yang pada akhirnya dipergunakan untuk menghindarkan siswa dari melakukan

kesalahan berbahasa kedua.

Dengan melihat pada latar belakang masalah di atas maka peneliti merumuskan tiga

masalah yang diantaranya :

1. Bagaimana Jenis kesalahan wacana bahasa Indonesia yang terjadi dalam karangan

deskripsi siswa kelas VII MTs Negeri 2 Sidoarjo?

2. Bagaimana frekuensi setiap jenis kesalahan wacana bahasa Indonesia yang terjadi

dalam karangan deskripsi siswa kelas VII MTs Negeri 2 Sidoarjo?

3. Mengapa terjadi kesalahan wacana bahasa Indonesia dalam karangan deskripsi siswa

kelas VII MTs Negeri 2 Sidoarjo?

C. Tujuan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran secara objektif tentang

jenis, frekuensi, dan sumber kesalahan wacana bahasa Indonesia dalam karangan deskripsi

bahasa Indonesia siswa kelas VII MTs Negeri 2 Sidoarjo.

1. Untuk mengetahui jenis kesalahan wacana bahasa Indonesia yang terjadi dalam

karangan deskripsi siswa kelas VII MTs Negeri 2 Sidoarjo

2. Untuk mengetahui frekuensi setiap jenis kesalahan wacana bahasa Indonesia yang

terjadi dalam karangan deskripsi siswa kelas VII MTs Negeri 2 Sidoarjo
8

3. Untuk mengetahui Apakah yang menjadi sumber terjadinya kesalahan wacana bahasa

Indonesia dalam karangan deskripsi siswa kelas VII MTs Negeri 2 Sidoarjo

D. Manfaaat Peneletian

Manfaat hasil penelitian ini meliputi manfaat teoretis dan manfaat praktis. Kedua

manfaat itu dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Menambah ilmu pengetahuan terutama dalam bidang bahasa.

b. Sebagai bentuk penerapan dan penjelasan secara sederhana tentang teori yang

berkaitan dengan kesalahan berbahasa Indonesia.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Guru

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan guru sebagai bahan referensi yang sangat

mendukung untuk memperluas tentang kesalahan berbahasa Indonesia.

b. Bagi Siswa

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan tentang analisis kesalahan

berbahasa Indonesia dan mendorong siswa untuk rajin menulis khususya membuat

karangan cerpen.

E. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, banyak faktor yang tidak ikut dipertimbangkan meskipun

faktor-faktor tersebut mempengaruhi kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa. Hal

yang demikian merupakan keterbatasan pembahasan ini. Beberapa keterbatasan yang

dimaksudkan diatas dapat di rinci sebagai berikut:


9

1. Data yang di ambil dalam penelitian ini adalah hasil karangan siswa sehingga kebenaran

faktual masing-masing wacana di luar jangkauan penelitian ini.

2. Sumber informasi dalam penelitian ini terbatas pada siswa kelas VII MTs Negeri 2

Sidoarjo tahun 2017 dari jumlah siswa sebanyak 350 anak tidak seluruhnya dijadikan

sumber informasi (sumber data). Dengan demikian, kesimpulan dalam penelitian ini

tidak mungkin dianggap sama untuk seluruh siswa MTs Negeri 2 Sidoarjo

3. Fokus penelitian ini terbatas pada kesalahan wacana bahasa Indonesia dalam karangan

deskripsi bahasa Indonesia tulis. Oleh karenanya, hubungan antara wacana karangan

deskripsi yang mencakup kohesi dan koherensi paragraph tidak ikut dipertimbangkan.

4. Karena penelitian ini tentang bahasa tulis, maka tingkat fonologi, segmental, dan supra

segmental tidak diteliti.

F. Peristilahan

Terdapat beberapa istilah yang dianggap penting dalam penelitian ini yang perlu

didefinisikan agar tidak terjadi kesalahpahaman. Istilah-istilah tersebut adalah sebagai

berikut :

1. Kesalahan Berbahasa

Kesalahan berbahasa adalah penggunaan bahasa, baik secara lisan maupun tertulis yang

menyimpang dari faktor-faktor tertentu dalam berkomunikasi atau menyimpang dari

norma kemasyarakatan dan menyimpang dari kaidah tata bahasa Indonesia (Setyawati,

2013: 13).

2. Analisis Kesalahan Berbahasa


10

Analisis kesalahan berbahasa adalah suatu prosedur kerja yang biasa digunakan oleh para

peneliti dan guru bahasa, yang meliputi pengumpulan sampel, pengidentifikasian

kesalahan yang terdapat dalam sampel, penjelasan kesalahan tersebut, pengklasifikasian

kesalahan itu berdasarkan penyebabnya, serta pengevaluasian atau penilaian taraf

keseriusan kesalahan itu (Tarigan,1988: 68).

3. Wacana

Tarigan (1987:27) mengemukakan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang paling

lengkap, lebih tinggi dari klausa dan kalimat, memiliki kohesi dan koherensi yang baik,

mempunyai awal dan akhir yang jelas, berkesinambungan, dan dapat disampaikan secara

lisan atau tertulis.

4. Karangan Deskripsi

Karangan deskripsi adalah suatu karangan yang menggambarkan suatu objek dengan

tujuan agar pembaca seolah-olah melihat sendiri objek yang digambarkan itu. Euis

(2003:103) Sebuah karangan yang bertujuan melukiskan atau menggambarkan objek

tertentu (keadaan, peristiwa seseorang) dengan tujuan agar pembaca seolah-olah melihat

sendiri objek yang digambarkan tersebut, Karangan deskripsi dianggap mudah bagi

penulis (siswa) dalam proses pengembangannya, selain itu banyak hal yang dapat

dideskripskan (keadaan, peristiwa seseorang).

Dengan deskripsi tersebut, penulis mengajak pembaca untuk menikmati dengan

pancaindera apa yang dirasakannya.


11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA
12

Pada kajian ini akan dibahas teori-teori dan pendapat yang relevan yang menjadi acuan

dalam penelitian ini. Teori-teori dan pendapat tersebut adalah : (A) karangan dan macamnya, (B)

wacana bahasa Indonesia, (C) Kesalahan Berbahasa dan Analisis Kesalahan Berbahasa (D)

penyebab timbulnya kesalahan, (E) jenis-jenis kesalahan, (F) temuan terhadap penelitian

terdahulu, (G) Prosedur analisis kesalahan.

A. Karangan

Ada beberapa ahli yang berpendapat mengenai definisi dari kata karangan. Hal

tersebut akan penulis paparkan di bawah ini:

Sebagai salah satu pendapat yang dikemukakan oleh Euis Honiarti, dkk. Beliau

mengatakan bahwa karangan adalah bentuk tulisan yang mengungkapkan pikiran dan

perasaan pengarang dalam satu kesatuan bahasa (2003:129). Sedangkan menurut ahli yang

lain mengatakan bahwa karangan Sedangkan menurut ahli yang lain mengatakan bahwa

karangan adalah salah satu tulisan yang merupakan hasil pekerjaan dari mengarang.

Berdasarkan dua pendapat di atas, dapat penulis simpulkan bahwa karangan dapat diartikan

dengan rangkaian atau penyusunan ide atau buah pikiran dan perasaan ke dalam rangkaian

kalimat secara teratur dengan satu kesatuan yang utuh. Karangan juga merupakan salah satu

jenis tulisan resmi, yakni tulisan yang memerlukan ketelitian dalam pemakaian bahasanya.

Mengarang dapat diartikan dengan merangkai atau menyusun ide atau buah pikiran dan

perasaan ke dalam rangkaian kalimat secara teratur dengan satu kesatuan yang utuh.

Karangan merupakan proses menulis. Sebagai suatu proses, penulisan karangan dapat dibagi

menjadi tiga tahap, yaitu tahap prapenulisan,


12 tahap penulisan, dan tahap pascapenulisan.
13

Target penyusunan karangan adalah kerangka karangan, yakni kerangka tulis yang

menggambarkan bagian-bagian karangan dalam bentuk yang sistematis. Kusnadi (2006:25)

Karangan yang bersifat formal, seperti makalah penelitian, tesis, atau karangan ilmiah

lainnya, menuntut beberapa persyaratan yang harus dipenuhi persyaratan itu meliputi isi,

bahasa, dan teknik penyajiannya. Sabarti (1994:6)

1. Jenis-Jenis Karangan

Berdasarkan tujuan penyajiannya, karangan dibedakan menjadi lima jenis karangan,

yaitu: karangan deskripsi, narasi, argumentasi, persuasi, dan karangan eksposisi.

Sedangkan jenis karangan berdasarkan bentuknya adalah terbagi atas tiga jenis yaitu

karangan berbentuk puisi, prosa, dan drama. Sementara jenis karangan berdasarkan

masalah penyajiannya, karangan terbagi atas empat jenis, yaitu: karangan ilmiah,

popular, popular ilmiah, dan surat.

Berdasarkan isi dan sifatnya, karangan terdiri atas Narasi, Deskripsi, Eksposisi, Persuasif,

dan argumentasi Nurjamal dalam Sumirat, Darwis (2011: 70).

a. Narasi

Narasi adalah uraian yang menceritakan sesuatu atau serangkaian kejadian, tindakan,

keadaan secara berurutan dari permulaan sampai akhir sehingga terlihat rangkaian

hubungan satu sama lain. Bahasanya berupa paparan yang gayanya bersifat

naratif. Contoh jenis karangan ini adalah biografi, kisah, roman, novel, dan cerpen.

b. Deskripsi
14

Deskripsi adalah suatu karangan atau uraian yang berusaha menggambarkan

suatu masalah yang seolah-olah masalah tersebut di depan mata pembaca secara

konkret. Contoh karangan jenis ini adalah karangan tentang peristiwa runtuhnya

gedung, yang dilengkapi dengan gambaran lahiriah gedung itu, sebab-sebab

keruntuhan, letak gedung, arsitekturnya, bagian mana yang runtuh, dan

sebagainya.

Karangan deskripsi adalah suatu karangan yang menggambarkan suatu objek dengan

tujuan agar pembaca seolah-olah melihat sendiri objek yang digambarkan itu. Euis

(2003:103) Sebuah karangan yang bertujuan melukiskan atau menggambarkan objek

tertentu (keadaan, peristiwa seseorang) dengan tujuan agar pembaca seolah-olah

melihat sendiri objek yang digambarkan tersebut, Karangan deskripsi dianggap

mudah bagi penulis (siswa) dalam proses pengembangannya, selain itu banyak hal

yang dapat dideskripskan (keadaan, peristiwa seseorang). Dengan deskripsi tersebut,

penulis mengajak pembaca untuk menikmati dengan pancaindera apa yang

dirasakannya. Sebagai pembeda dengan jenis karangan yang lain, karangan deskripsi

memiliki beberapa ciri khusus yang dimilikinya, antara lain sebagai berikut:

1) Bersifat informative

2) Pembaca diajak untuk menikmati sesuatu yang ditulis

3) Susunan peristiwa tidak menjadi pertimbangan utama, yang penting pesan penulis

tersampaikan kepada pembaca. Sarwiji (2008:107)

c. Eksposisi

Eksposisi adalah suatu karangan yang menjelaskan pokok masalah yang disertai

dengan fakta-fakta. Tujuannya agar para pembaca memahami dan bertambah


15

pengetahuannya terhadap masalah yang diungkapkan. Contoh karangan jenis

ini adalah artikel-artikel dalam surat kabar atau majalah dan tulisan-tulisan

ilmiah.

d. Argumentasi

Argumentasi dalam suatu karangan yang berisikan pendapat atau gagasan mengenai

suatu hal dengan pembuktian-pembuktian untuk mempengaruhi pembaca agar

mengubah sikap merekan dan menyesuaikan dengan sikap penulis. Ciri-ciri

argumentasi adalah mengandung kebenaran dan pembuktian yang kuat,

menggunakan bahasa denotative, analisis rasional, alasan kuat dan bertujuan supaya

pembaca menerima pendapatnya. Contoh jenis karangan ini adalah kampanye

pemilihan umum, tulisan-tulisan tentang alasan pengangkatan, pemberitahuan, dan

pengangkatan seseorang.

2. Pendekatan Deskripsi

Pendekatan deskripsi maksudnya adalah suatu metode yang akan dilakukan

penulis dalam mendeskripsikan sesuatu. Sedangkan metode yang dipakai dalam

penelitian ini adalah deskripsi kualitatif. Hal ini berarti suatu tujuan berhasil atau tidak

bergantung pada penelitian, penentuan, dan penggunaan metode yang digunakan dalam

penelitian ini. Pada saat menjelaskan/menggambarkan sesuatu, penulis mengharapkan

agar pikiran pembaca dapat terpengaruhi oleh deskripsinya melalui pancaindera

pembacanya. Dalam proses pembuatannya, mengarang yang bertujuan untuk

menggambarkan atau mendeskripsikan suatu objek memiliki tiga alternatif pendekatan

yang dapat dipilih oleh penulis sebelum membuat karangan tersebut. Pertama,
16

pendekatan relistis yaitu deskripsi yang dibuat terhadap suatu objek yang tengah diamati

dilukiskan seobjektif mungkin. Kedua, impresionalistis, yaitu pendekatan deskripsi untuk

mendapatkan tanggapan emosional pembaca, ataupun kesan pembaca. Ketiga,

pendekatan menurut sikap pengarang, yaitu bagaimana sikap penulis pada saat

mendeskripsikan objeknya.

3. Jenis-Jenis Karangan Deskripsi

Karangan deskripsi dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu deskripsi benda atau

orang, dan deskripsi tempat atau keadaan. Deskripsi benda atau orang yatiu deskripsi

yang menggambarkan ciri-ciri suatu benda (orang). Penggambaran itu dapat dilakukan

dengan cara menggambarkan keadaan fisik, watak secara psikologis, dan tindakan yang

dilakukan oleh objek. Deskripsi tempat atau keadaan adalah deskripsi yang

menggambarkan keadaan suatu tempat, terutama yang berhubungan dengan letak suatu

benda.

4. Rambu-Rambu Pendeskripsian Objek

Tugas utama seorang penulis karangan deskripsi adalah menghadirkan objek seobjektif

mungkin, sehingga pembaca seolah-olah dapat menghayati objek itu sebagai

penghayatan dan pengalamannya sendiri. Oleh karena itu, penulis harus mengetahui

rambu-rambu pendeskripsian yang benar, antara lain (1) menentukan apa yang akan

dideskripsikan, (2) merumuskan tujuan pendeskripsian, (3) menetapkan bagian yang

akan dideskripsikan, dan (4) merinci dan mensistematiskan hal-hal yang menunjang

kekuatan bagian yang akan dideskripsikan.


17

B. Wacana Bahasa Indonesia

1. Pengertian Wacana

Secara etimologis istilah “wacana” berasal dari bahasa Sansekerta wac/wak/vak,

yang artinya “berkata” atau “berucap” (Douglas dalam Mulyana, 2005: 3). Kata tersebut

kemudian mengalami perubahan atau perkembangan menjadi wacana. Bentuk ana yang

muncul di belakang adalah suatu akhiran, yang berfungsi membedakan (nominalisasi).

Jadi, kata wacana dapat diartikan sebagai “perkataan” atau “tuturan”.

Menurut Moeliono (2007), wacana adalah salah satu bahasa terlengkap yang

direalisasikan dalam bentuk karangan atau laporan utuh seperti novel, buku, artikel,

pidato, atau khotbah. Sedangkan menurut Samsuri (dalam Moeliono: 2007), wacana

adalah rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi. Komunikasi itu

dapat menggunakan bahasa lisan dan dapat pula memakai bahasa tulisan. Wacana sebagai

rentetan kalimat yang berkaitan sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara

kalimat-kalimat itu. Dengan demikian sebuah rentetan kalimat tidak dapat disebut

wacana jika tidak ada keserasian makna. Sebaliknya, ntetan kalimat membentuk wacana

karena dari rentetan tersebut terbentuk makna yang serasi (Hasan Alwi, 2000: 41).

Fatimah Djajasudarma (1994: 1) mengemukakan bahwa wacana adalah rentetan kalimat

yang berkaitan, menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain,

membentuk satu kesatuan, proposisi sebagai isi konsep yang masih kasar yang akan

melahirkan pernyataan (statement) dalam bentuk kalimat atau wacana.

Wacana (discourse) adalah satuan bahasa terlengkap dalam hierarki gramatikal

merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini direalisasikan dalam
18

bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seri ensiklopedia, dan sebagainya), paragraf,

kalimat atau kata yang membawa amanat yang lengkap (Kridalaksana, 2008: 259).

Sumarlam (2009: 15) menyimpulkan dari beberapa pendapat bahwa wacana adalah

satuan bahasa terlengkap yang dinyatakan secara lisan seperti pidato, ceramah, khotbah,

dan dialog, atau secara tertulis seperti cerpen, novel, buku, surat, dan dokumen tertulis,

yang dilihat dari struktur lahirnya (dari segi bentuk bersifat kohesif, saling terkait dan

dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat koheren, terpadu.

Sementara itu, Tarigan (1987: 27) mengemukakan bahwa wacana adalah satuan

bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan

koherensi dan kohesi tinggi, berkesinambungan, mempunyai awal dan akhir, jelas, dan

dapat disampaikan secara lisan atau tertulis. Definisi di atas dapat lebih jelas dengan

memperhatikan apa yang dimaksud dengan kohesi dan koherensi. Kohesi adalah

keserasian hubungan antara unsur satu dan unsur yang lain dalam wacana, sedangkan

koherensi adalah kepaduan wacana sehingga komunikatif mengandung suatu ide

(Djajasudarman, 2010: 4). Jadi, suatu kalimat atau rangkaian kalimat, misalnya dapat

disebut sebagai wacana atau bukan wacana bergantung pada keutuhan unsur-unsur

makna dan konteks yang melengkapinya. Lebih lanjut dijelaskan wacana adalah rentetan

kalimat yang berkaitan, yang mengandung proposisi-proposisi yang berkaitan, dan

membentuk satu kesatuan.

Dari pengertian itu, Djajasudarman (2010: 1) menjelaskan makna proposisi

adalah konfigurasi makna yang menjelaskan isi komunikasi (dari pembicaraan) yang

melahirkan statements (pernyataan kalimat).


19

Berdasarkan berbagai pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa wacana adalah

satuan bahasa lisan maupun tulis yang memiliki keterkaitan atau keruntutan antarbagian

(kohesi), keterpaduan (coherent), dan bermakna (meaningful), digunakan untuk

berkomunikasi dalam konteks sosial. Berdasarkan pegertian tersebut, persyaratan

terbentuknya wacana adalah penggunaan bahasa dapat berupa rangkaian kalimat atau

rangkaian ujaran (meskipun wacana dapat berupa satu kalimat atau ujaran). Wacana yang

berupa rangkaian kalimat atau ujaran harus mempertimbangkan prinsip-prinsip tertentu,

prinsip keutuhan (unity) dan kepaduan (coherent).

Wacana dikatakan utuh apabila kalimat-kalimat dalam wacana itu mendukung

satu topik yang sedang dibicarakan, sedangkan wacana dikatakan padu apabila kalimat-

kalimatnya disusun secara teratur dan sistematis, sehingga menunjukkan keruntututan

ide yang diungkapkan.Wacana dapat berwujud karangan, paragraf, kalimat atau kata

yang dapat menghasikan rasa kepaduan bagi penyimak atau pembaca.

2. Unsur-Unsur Wacana yang Baik

Wacana merupakan satuan bahasa lisan maupun tulisan yang memiliki

keterkaiatan atau keruntutan antar bagian (kohesi), keterpaduan (coherent), dan

bermakna (meaningful), digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial. Oleh

sebab itu, sebuah wacana yang baik terdapat beberapa persyaratan yaitu penggunaan

bahasa dapat berupa rangkaian kalimat atau rangkaian ujaran (meskipun wacana dapat

berupa satu kalimat atau ujaran).

Wacana dikatakan utuh apabila memiliki unsur-unsur pendukung yang dapat

menjadikan wacana tersebut sebagai wacana yang baik. Oleh karena itu, wacana dapat
20

berwujud karangan, paragraf, kalimat, atau kata yang dapat menghasilkan rasa kepaduan

bagi penyimak atau pembacanya.

Dari uraian di atas, terdapat beberapa unsur-unsur penting dalam sebuah wacana

agar menjadi wacana yang baik. Unsur-unsur penting wacana itu diuraikan sebagai

berikut.

a. Satuan Bahasa

Kridalaksana (2008: 215) menyebutkan bahwa satuan adalah paduan bentuk dan

makna dari suatu sistem, tanpa atau dengan varian lahiriah yang berkontras dengan

paduan lain dalam sistem itu. Sedangkan bahasa adalah sistem lambang bunyi yang

dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi,

dan mengidentifikasikan diri. Jadi, satuan bahasa merupakan paduan bentuk dan

makna dari suatu sistem lambang bunyi yang digunakan untuk berkomunikasi.

Satuan bahasa terdiri atas fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana.

b. Terlengkap dan Tertinggi atau Terbesar

Abdul Chaer (1994: 267) menyebutkan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang

lengkap, sehingga dalam hirarkhi gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi

atau terbesar.

Wacana dikatakan lengkap karena terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide

yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar

(dalam wacana lisan) tanpa keraguan apapun. Wacana dikatakan tertinggi atau

terbesar karena wacana dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi

persyaratan gramatikal dan persyaratan kewacanaan lainnya (syarat kekohesian dan


21

kekoherensian). Kekohesian yaitu keserasian hubungan antarunsur yang ada.

Kekohesian akan menyebabkan kekoherensian (wacana yang apik dan benar).

c. Di Atas Kalimat atau Klausa

A. Hamid Hasan Lubis (1994: 20) menyatakan kesatuan bahasa yang lengkap

sebenarnya bukanlah kata atau kalimat, sebagaimana dianggap beberapa kalangan

dewasa ini, melainkan wacana atau discourse yang merupakan kesatuan bahasa yang

lengkap tanpa menyebutkan bentuk wacana yang bagaimana dan menyatakan bahwa

kata dan kalimat bukanlah bentuk wacana.

d. Teratur atau Rapi atau Rasa Koherensi

Deese dalam Tarigan (1987: 25) wacana merupakan seperangkat proposisi yang

saling berhubungan untuk menghasilkan suatu rasa kepaduan atau rasa kohesi bagi

penyimak atau pembaca. Kohesi atau kepaduan itu sendiri harus muncul dari isi

wacana, tetapi banyak sekali rasa kepaduan yang dirasakan oleh penyimak atau

pembaca harus muncul dari cara pengutaraan atau pengutaraan wacana itu.

e. Berkesinambungan atau Kontinuitas

Sebuah wacana memiliki tema yang dipadu melalui kalimat sehingga membentuk

sebuah kontinuitas.

f. Rasa Kohesi atau Rasa Kepaduan

Kekohesian yaitu keserasian hubungan antarunsur yang ada. Sedangkan kekohesian

akan menyebabkan kekoherensian (wacana yang apik dan benar).

g. Lisan dan Tulis


22

Wacana bisa terbentuk dari bahasa lisan ataupun bahasa tulisan yang memiliki makna

serta tujuan yang jelas.

h. Awal dan Akhir yang Nyata

Wacana yang baik dimulai dari sebuah awalan yang sesuai dengan tema dan memiliki

akhir atau simpulan yang jelas, sehingga tidak membuat ambigu suatu makna dari

sebuah wacana dan dapat dipertanggungjawabkan isinya (Tarigan, 2009: 24). Jadi,

ada delapan unsur penting dalam membuat sebuah wacana agar menjadi sebuah

wacana yang baik dan sempurna.

3. Jenis Wacana pada Bahasa Indonesia

Wacana dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah pun terdiri atas berbagai

jenis di antaranya.

a. Wacana Lisan dan Tulis

Berdasarkan saluran yang digunakan dalam berkomunikasi, wacana dibedakan atas

wacana tulis dan wacana lisan. Wacana lisan berbeda dari wacana tulis. Wacana lisan

cenderung kurang terstruktur (gramatikal), penataan subordinatif lebih sedikit, jarang

menggunakan piranti hubung (alat kohesi), frasa benda tidak panjang, dan berstruktur

topik-komen. Sebaliknya wacana tulis cenderung gramatikal, penataan subordinatif

lebih banyak, menggunakan piranti hubung, frasa benda panjang, dan berstruktur

subjek-predikat.

b. Wacana Monolog, Dialog, dan Polilog

Berdasarkan jumlah peserta yang terlibat pembicaraan dalam komunikasi, ada tiga

jenis wacana, yaitu wacana monolog, dialog, dan polilog. Bila dalam suatu

komunikasi hanya ada satu pembicara dan tidak ada balikan langsung dari peserta
23

yang lain, maka wacana yang dihasilkan disebut monolog. Dengan demikian,

pembicara tidak berganti peran sebagai pendengar. Bila peserta dalam komunikasi itu

dua orang dan terjadi pergantian peran (dari pembicara menjadi pendengar atau

sebaliknya), maka wacana yang dibentuknya disebut dialog. Jika peserta dalam

komunikasi lebih dari dua orang dan terjadi pergantian peran, maka wacana yang

dihasilkan disebut polilog.

c. Wacana Narasi, Deskripsi, Eksposisi, Argumentatif, dan Persuasi

Berdasarkan bentuk atau jenisnya, wacana dibedakan menjadi wacana narasi,

deskripsi, eksposisi, argumentatif, dan persuasi. Wacana narasi adalah cerita yang

didasarkan pada urut-urutan suatu kejadian atau peristiwa. Narasi bisa juga berisi

cerita khayal atau fiksi atau rekaan seperti yang biasanya terdapat pada cerita novel

atau cerpen, narasi seperti ini juga disebut dengan narasi imajinatif.

Kata deskripsi berasal dari bahasa Latin “discribere” yang berarti gambaran,

perincian, atau pembeberan. Wacana deskripsi adalah karangan yang

menggambarkan suatu objek berdasarkan hasil pengamatan, perasaan, dan

pengalaman penulisnya. Tujuannya adalah pembaca memeroleh kesan atau citraan

sesuai dengan pengamatan, perasaan, dan pengalaman penulis sehingga seolah-olah

pembaca yang melihat, merasakan, dan mengalami sendiri objek tersebut.

Untuk mencapai kesan yang sempurna, penulis deskripsi merinci objek dengan kesan,

fakta, dan citraan. Selanjutnya, kata eksposisi berasal dari bahasa Latin “exponere”

yang berarti memamerkan, menjelaskan, atau menguraikan. Wacana eksposisi adalah

karangan yang memaparkan atau menjelaskan secara terperinci (memaparkan)

sesuatu dengan tujuan memberikan informasi dan memperluas pengetahuan kepada


24

pembacanya. Karangan eksposisi biasanya digunakan pada karya-karya ilmiah

seperti artikel ilmiah, makalah-makalah untuk seminar, simposium, atau penataran.

Wacana argumentasi adalah wacana yang berisi pendapat, sikap, atau penilaian

terhadap suatu hal yang disertai dengan alasan, bukti-bukti, dan pernyataan-

pernyataan yang logis. Tujuan wacana argumentasi adalah berusaha meyakinkan

pembaca akan kebenaran pendapat pengarang. Wacana argumentasi dapat juga berisi

tanggapan atau sanggahan terhadap suatu pendapat dengan memaparkan alasan-

alasan yang rasional dan logis. Sedangkan wacana persuasi adalah wacana yang

memang diciptakan untuk decoder (pembaca atau pendengar). Tujuannya adalah

untuk memengaruhi. Dilihat dari sudut pandang tujuan berkomunikasi, dikenal ada

wacana dekripsi, eksposisi, argumentasi, persuasi, dan narasi. Wacana deskripsi

bertujuan membentuk suatu citra (imajinasi) tentang sesuatu hal pada penerima

pesan, contoh (1) wacana deskripsi.

Kamar Kos

Siang itu aku sedang duduk santai pada bangku kayu di dalam kamar kosku yang baru saja
direhap sambil menghembuskan asap rokok Filter kesukaanku. Kamar kos yang seperti ini
merupakan impianku sejak baru pertama kali aku menjadi mahasiswa pada Universitas
Flores. Sekarang aku memandang puas pada hasil kerjaku. Aku bisalebih betah sekarang
berada di dalam kamar sambil belajar dan melahap buku-buku bacaan. Kos yang kelihatan
lebih luas. Pada dinding kamar aku gantungkan foto-fotoku semasa SMA dulu. Kelihatan
makin menarik apalagi setelah foto-foto itu aku tempatkan sesuai dengan ukurannya masing-
masing, dari atas ke bawah mulai dari yang paling besar.
25

Pandanganku kemudian tertuju pada rak buku di pojok kamar yang berisi buku-buku bacaan
ilmiah yang kubeli dengan uang sisa pembayaran SKS-ku setiap semester pada Toko Buku
Nusa Indah. Kuambil satu buku yang disampulnya tertulis Berpikir dan Berjiwa Besar dari
penerbit Binarupa Aksara. Setelah ku pandangi aku tersenyum dan mengembalikannya ke
tempat semula. Aku memandang lagi secara keseluruhan kamar kosku, Sebuah tempat tidur
tak berkasur, hanya beralaskan sehelai tikar plastik tetapi cukup nyaman. Atap yang
terlampau dekat lantas aku batasi dengan kardus bekas yang aku minta dari kios-kios terdekat
untuk dijadikan plafon sederhana. Memang kelihatan sangat simpel namun menarik sebab
plafon yang dari kardus sudah ditutupi dengan kertas putih sampai seluruh dindingnya
Aku merasa begitu puas sekarang, apalagi saat kupandang lantai kamarku. Seperti lebih
bersih dan licin. Di atasnya aku bentangkan karpet plastik yang aku beli semeter seharga Rp.
12.000. Lantai kamar yang persis disusun dari keramik-keramik berwarna. Sebuah tape
recorder tua merk Primo, aku letakkan di atas meja panjang dari tripleks di dekat pintu masuk
sedangkan speakernya aku posisikan di bawah tempat tidurku. Agar kelihatan lebih menarik
dan supaya terkesan bahwa aku juga selalu mendengarkan musik, maka pada dua buah
speakerku itu ku tempelkan stiker bertuliskan “full musik‟.
Aku telah mengakhiri semua tugasku dengan gemilang. Yang terakhir yang baru saja
kuselesaikan adalah menempel sebuah tulisan pada daun pintu kamarku “welcome”

Selanjutnya aspek kejiwaan yang dapat mencerna wacana narasi adalah emosi. Wacana

narasi merupakan satu jenis wacana yang berisi cerita. Oleh karena itu, unsur-unsur yang

biasa ada dalam narasi adalah unsur waktu, pelaku, dan peristiwa, contoh (2) wacana narasi.

Piknik yang Berkesan

Aku dan teman-temanku memulai perjalanan kami pada hari Minggu ini dengan sangat suka
cita. Rombongan kami semuanya berjumlah delapan orang sehingga tidak kesulitan mencari
kendaraan karena pada kami terdapat empat buah sepeda motor. Kami memulai perjalanan
kami dari rumah teman kami di depan kampus I Universitas Flores kurang lebih pukul 07.00
pagi selepas Misa pertama. Berdua-dua, kami melewati Jalan Sam Ratulangi lalu menyusuri
Jalan Wirajaya, terus masuk ke Jalan Pahlawan lalu untuk sementara mengucapkan selamat
tinggal kota Ende setelah sepeda motor kami melaju pelan di Jalan Umum Ndao.

Tujuan perjalanan kami hari ini adalah tempat wisata Nangalala. Kami tiba di sana kira-kira
pukul 07.30 pagi dan kebetulan sekali setibanya di sana kami adalah orang yang pertama
sehingga kami dapat memilih tempat yang lebih bagus untuk kami dirikan kemah darurat dan
26

menyimpan semua perlengkapan kami. Sebuah rencana yang sangat matang telah kami
susun. Acara rekreasinya kami kemas sedikit lebih lain dari biasanya.

Setelah kemah darurat kami buat, kami harus membuat sharing Emaus, yang berarti berdua-
dua menceritakan keadaan batin kami masing-masing kepada teman yang boleh dipilih
secara acak dari antara kami. Sharing Emaus ini meniru kisah Kitab Suci tentang Dua Murid
yang berjalan ke Emaus. Selanjutnya sharing yang berjalan selama satu jam kami plenokan
di kemah darurat kami. Masingmasing menceritakan apa yang sudah diceritakan oleh
temantemannya, menunjukan masalah-masalahnya dan selanjutnya kami pecahkan secara
bersama-sama jika memang ada masalah yang belum terpecahkan dalam Sharing Emaus itu.

Setelah semua acara sharing dan bertukar pengelaman selesai maka selanjutnya adalah kami
beramai-ramai menceburkan diri ke laut. Panas matahari rasanya terobati dengan merendam
di dalam laut yang dangkal. Kami begitu merasa lepas dari beban masing-masing setelah
sharing tadi sehingga saatnya sekarang kami bermain sepuas-puasnya.

Tanpa terasa matahari makin ke Barat. Jam telah menunjukan pukul tiga sore. Kami segera
mengemas perlengkapan kami masing-masing. Saatnya kami harus pulang dan ketika
matahari sudah benar-benar pergi ke peraduannya, kami sudah berada di kos kami masing-
masing sambil membayangkan saat bahagia yang sudah dilewati.

Wacana eksposisi bertujuan untuk menerangkan sesuatu hal kepada penerima agar

yang bersangkutan memahaminya. Wacana eksposisi dapat berisi konsep-konsep dan logika

yang harus diikuti oleh penerima pesan. Oleh sebab itu, untuk memahami wacana eksposisi

diperlukan proses berpikir, contoh (3) wacana eksposisi.

Pahlawan

Jika melihat kejadian beberapa hari kebelakang, banyak peristiwa yang membuat bulu kuduk
kita merinding dan hati pun bergetar, tanpa terasa air mata kesedihan pun bercucuran. Kita
pun sedih dan menangis, begitu banyak bencana yang terjadi di bumi nusantara yang kita
cintai. Kejadian ini bukan hanya disaksikan di layar atau mendengar dalam radio bahkan kita
melihatnya dengan mata kepala sendiri.

Di mulai dari bencana yang diakibatkan kecelakaan pesawat yang mengakibatkan ratusan
korban jiwa ditambah dengan kerugian materil yang sangat luar biasa besar. Sementara itu,
pemerintah menaikkan harga BBM yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat dengan harga
yang sangat fantastis 120% kenaikannya. Kenaikan BBM ini juga bertepatan dengan umat
27

Islam yang mayoritas pendudukan Indonesia memasuki bulan Ramadhan yang biasanya
diikuti oleh harga-harga kebutuhan pokok akan meningkat tajam.

Genaplah sudah penderitaan masyarakat. Sekali lagi air mata kesedihan semakin
bercengkrama dengan mesra, dan seolah-olah tidak mau lepas dari kehidupan rakyat
Indonesia ini. Biasanya saya hanya terdiam, sebab memang tidak ada alasan yang terlalu
jelas, tambahnya.

Hanya merasakan sebuah kenyataan bahwa negeri ini sedang melintasi sebuah persimpangan
sejarah yang rumit. Kendati demikian, menurut pendapatnya, krisis dan bencana yang melilit
setiap sudut kehidupan negeri ini tidak perlu ditakuti dan dirisaukan, sebab itu adalah takdir
semua bangsa.

Hal yang sangat memiriskan hati adalah bahwa pada saat krisis dan bencana besar ini terjadi,
justru negeri kita mengalami kelangkaan pahlawan.

Wacana argumentasi bertujuan mempengaruhi pembaca atau pendengar agar

menerima pernyataan yang dipertahankan, baik yang didasarkan pada pertimbangan logika

maupun emosional. Untuk mempertahankan argumen diperlukan bukti yang mendukung,

contoh (4) wacana argumentasi

Bahaya Nyamuk dan Obat Nyamuk

Tidak diragukan lagi, nyamuk memang berbahaya terutama nyamuk penyebar malaria dan
demam berdarah. Untuk melindungi diri dari gangguan nyamuk kita biasa pakai obat
nyamuk. Tetapi apakah kita sadar jika pemakaian obat nyamuk ternyata dapat merugikan
kesehatan manusia. Lalu bagaimana dong!

Kawan-kawan selain obat nyamuk kita dapat juga memakai kelambu di tempat tidur, nyamuk
tidak mampu menembus celah kecil kelambu. Kelambu ini tentu saja aman dan bebas efek
samping yang merugikan kesehatan. Sayangnya ada orang yang merasa kelambu itu tidak
praktis dan mengurangi keindahan tempat tidur, maka mereka ramai ramai beli obat nyamuk.
Bermacam-macam obat nyamuk memang sudah lengkap sekali dari jenis oles (lotion), obat
nyamuk semprot, obat nyamuk bakar, hingga obat nyamuk elektrik. Kira-kira mana di antara
jenis tersebut yang paling aman bagi kesehatan kita?

Menurut para pakar kesehatan, keempat jenis obat nyamuk tersebut tetap saja membahayakan
jika dipakai dalam waktu jangka pajang. Obat nyamuk terdiri atas unsur insektisida, zat
28

pewarna, dan pewangi, yang kesemuannya mempunyai dampak buruk. Jika dosis yang
terkandung masih dapat ditoleransi, maka bahaya dapat dikurangi.

Setiap kemasan obat nyamuk tentu saja memiliki aturan pakai yang berbeda dari satu jenis
dengan jenis lainnya. Bacalah aturan pakai baik-baik pada kemasannya, agar tidak salah
pakai!

Dari keempat jenis obat nyamuk tersebut urutan terbaiknya adalah lotion, elektronik, semprot
dan obat nyamuk bakar. Jika kamu jeli tentu harganya juga sesuai bukan? Yang terbaik tentu
saja harganya lebih mahal dari yang lainnya

Wacana persuasi bertujuan memengaruhi penerima pesan agar melakukan tindakan

sesuai yang diharapkan penyampai pesan. Untuk mernengaruhi ini, digunakan segala upaya

yang memungkinkan penerima pesan terpengaruh. Untuk mencapai tujuan tersebut, wacana

persuasi kadang menggunakan alasan yang tidak rasional, contoh (5) wacana persuasi.

Sari Jahe Taka Tunga

Pernahkah anda mencoba minum sari jahe Taka Tunga? Sungguh sangat disayangkan
jika anda melalui hidup anda tanpa sedikitpun mencoba minuman tradisional berkhasiat
ini. Minuman ini adalah minuman berkhasiat tinggi. Diproduksi secara natural dari bahan
alamiah, yaitu jahe-jahe pilihan dari kampung Taka Kecamatan Golewa Kabupaten
Ngada dan dikemas menjadi sebuah produk yang sangat bermutu.

Entah anda mau yakin atau tidak, tetapi saya hanya mau mengatakan bahwa akan sangat
disayangkan jika anda tidak pernah mau mencobanya. Saya sendiri pernah mencobanya
dan rasanya tidak seperti meminum sari-sari jahe biasa. Ketika itu saya sedang masuk
angin akibat kehujanan saat mengendarai motor dari Mauponggo ke
Bajawa. Saya singgah sebentar di kampung Taka untuk membeli sebungkus sari jahe.
Saya meminta segelas air hangat kepada seorang ibu di kampung itu lalu melarutkan sari
jahe ke dalam gelas air dan langsung diminum. Alhasil, perut saya menjadi lebih baik
dan masuk angin langsung hilang.
29

Di samping khasiatnya untuk menyebuhkan masuk angin, juga sari jahe Taka Tunga juga
dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit, seperti mag, lambung, sesak napas,
brongkitis, asma, sariawan, radang paru-paru, sakit kepala dan juga batuk tidak berdahak.
Kenyataan ini sudah dibuktikan oleh sebagian orang yang sudah mengkonsumsi
minuman ini dan menjadi sembuh dari penyakitnya akibat meminum minuman ini.

Sebagai sebuah minuman yang diproduksi secara alamiah oleh tangan-tangan trampil
masyarakat Taka Tunga, anda tidak perlu harus berpikir tentang efek samping dari
minuman ini. Minuman ini dikemas tanpa ada polusi kimiawi ataupun tanpa adanya
bahan pengawet. Minuman ini sudah menjadi pilihan banyak orang karena disamping
sebagai obat juga dapat digunakan sebagai minuman pengganti kopi pada pagi hari
ataupun sore hari. Sudah sejak tahun 2002 Sari Jahe Taka Tunga sudah Go Internasional
dan dan laris dikonsumsi di Cina, Kanada, Amerika Serikat dan Bangkok.

Kalau anda sempat lewat, anda bisa membeli minuman ini di kios-kios yang ada di
kampung Taka Tunga atau mungkin ada yang berminat, anda dapat menghubungi
langsung ke nomor 085253237046. Silahkan mencoba dan anda akan langsung
merasakan sendiri khasiatnya.

d. Tujuan Wacana

Berdasarkan pembahasan sebelumnya mengenai pengertian wacana, hakikat wacana,

jenis wacana, dan tipe wacana. Penulis akan mengemukakan tujuan dari wacana

tersebut. Menurut Berry dalam Tarigan (2009: 58), pada prinsipnya wacana memiliki

fungsi atau tujuan ganda, yaitu.

1) Memberikan teks-teks sedemikian rupa agar mudah mengatakan sesuatu yang

bermanfaat mengenai teks secara individual dan kelompok teks.

2) Berupaya untuk menghasilkan suatu teori wacana.

Berkaiatan dengan tujuan pertama yang dikemukakan Berry, penulis

beranggapan apabila seseorang memberikan suatu teks maka orang tersebut dengan

mudah dapat membandingkan teks atau bagian teks agar mudah dipahami antara

kesamaan dan perbedaannya. Kemudian berkaitan dengan tujuan yang kedua,

apabila seseorang membangun suatu teori wacana maka salah satu tujuan utamanya
30

untuk meramalkan pendistribusian bentu-bentuk permukaan (surface forms),

menurunkan atau menghasilkan bentuk-bentuk wacana yang “gramatikal” dan

membendung atau menghalangi bentuk yang tidak gramatikal.

e. Analisis Wacana

Analisis wacana adalah ilmu baru yang muncul beberapa puluh tahun

belakangan ini. Aliran-aliran linguistik selama ini membatasi penganalisisannya

hanya kepada soal kalimat dan barulah belakangan ini sebagian ahli bahasa

memalingkan perhatiannya kepada penganalisisan wacana (Lubis, 1993: 12).

Analisis wacana lahir dari kesadaran bahwa persoalan yang terdapat dalam

komunikasi bukan terbatas pada penggunaan kalimat atau sebagian kalimat, fungsi

ucapan, tetapi juga mencakup struktur pesan yang lebih kompleks dan inheren yang

disebut wacana (Littlejon dalam Sobur, 2006: 48). Di Indonesia, ilmu tentang analisis

wacana baru berkembang pada pertengahan 1980-an, khususnya berkenaan dengan

menggejalanya analisis di bidang antropologi, sosiologi, dan ilmu politik (Oetomo,

1993 : 4).

Analisis wacana adalah analisis hubungan antarunsur wacana di dalam teks

dan latar sosial di mana teks tersebut dibuat. Analisis wacana merupakan disiplin ilmu

yang berusaha mengkaji penggunaan bahasa dalam tindak komunikasi. Seperti yang

diungkapkan Stubbs bahwa analisis wacana adalah suatu kajian yang meneliti atau

menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun

lisan. Penggunaan bahasa secara alamiah ini berarti penggunaan bahasa seperti dalam

komunikasi sehari-hari (Stubbs dalam Arifin dan Rani, 2000: 8).


31

Analisis wacana merupakan cabang ilmu bahasa yang dikembangkan untuk

menganalisis suatu unit bahasa yang lebih besar dari pada kalimat dan lazim disebut

wacana, sehingga analisis wacana berusaha mencapai makna yang persis sama atau

paling tidak sangat dekat dengan makna yang dimaksud oleh pembicara dalam

wacana lisan atau oleh penulis dalam wacana tulisan. Analisis wacana itu mengkaji

hubungan bahasa dengan konteks penggunaannya. Untuk memahami sebuah wacana

perlu diperhatikan semua unsur yang terlibat dalam penggunaan bahasa tersebut.

Unsur yang terlibat dalam penggunan bahasa ini disebut konteks dan koteks. Konteks

mencakup segala hal yang ada dilingkungan penggunaan bahasa. Selanjutnya, koteks

merupakan teks yang mendahului atau mengikuti sebuah teks. Dengan demikian,

mengkaji wacana sangat bermanfaat dalam mengkaji makna bahasa dalam

penggunaan yang sebenarnya (Arifin dan Rani, 2000: 14).

Samsuri menguraikan beberapa aspek yang berkaitan dengan kajian wacana.

Aspek-aspek tersebut adalah (a) konteks wacana, (b) topik, tema, dan judul wacana,

(c) kohesi dan koherensi wacana (d) referensi dan inferensi wacana. Konteks wacana

yang membantu memberikan penafsiran tentang makna ujaran adalah situasi wacana.

Situasi mungkin dinyatakan secara eksplisit dalam wacana, tetapi dapat pula

disarankan oleh berbagai unsur wacana, yang disebut ciri-ciri (wacana) atau

koordinat-koordinat (wacana), seperti pembicara, pendengar, waktu, tempat, topik,

bentuk amanat, peristiwa, saluran dan kode (Samsuri dalam Arifin dan Rani, 2000:

13). Sejalan dengan aspek-aspek di atas maka analisis wacana dapat dilakukan

dengan dua pendekatan atau dianalisis melalui dua arah, yakni dari teks itu sendiri
32

dengan pendekatan mikrostruktural dan dari luar teks atau dari konteksnya dengan

pendekatan makrostruktural.

Dalam hal ini, penulis menganalisis teks wacana dengan menggunakan pendekatan

mikrostruktural yaitu menganalisis teks dengan melihat dari sarana pembentuk kohesi

dan koherensi. Tetapi lebih memfokuskan pada sarana koherensinya.

4. Kesalahan Berbahasa dan Analisis Kesalahan Berbahasa

Kesalahan merupakan sisi yang mempunyai cacat pada ujaran atau tulisan para pelajar.

Kesalahan tersebut merupakan bagian-bagian konversasi atau bagian dari komposisi

yang “menyimpang” dari norma baku atau norma terpilih dari performansi bahasa orang

dewasa. Para guru dan orang tua yang telah bersabar terhadap kesalahan berbahasa yang

dilakukan siswa atau anak-anaknya tiba pada suatu simpulan bahwa “berbuat kesalahan

merupakan suatu bagian belajar yang tidak terhindarkan”. Dengan kata lain, guru dan

orang tua tidak perlu menghindar dari kesalahan, tetapi justru harus menghadapi serta

memperbaiki kesalahan yang dilakukan oleh murid atau anak mereka. Kita hendaklah

benar-benar menyadari bahwa orang tidak dapat belajar bahasa tanpa sama sekali berbuat

kesalahan-kesalahan secara sistematis (Tarigan, 2011: 126). Sementara itu di lain pihak,

Dulay menggunakan istilah “goofs” pada kesalahan yang dilakukan anak-anak di dalam

proses pemerolehan bahasa. Dulay in Richards, (1984: 95).

Istilah kesalahan yang oleh Tarigan (2011: 303) berasal dari bahasa Inggris „errors‟ yang

selanjutnya bersinonim dengan „mistakes‟ dan „goofs‟, yang di dalam bahasa Indonesia

kita mengenal kata “kekeliruan” dan “kegalatan.” Ke semua kata di atas tidak asing bagi

mereka yang mempelajari bahasa, baik bahasa pertama (B1), maupun bahasa kedua (B2),

yang selanjutnya dikenal sebagai istilah “kesalahan berbahasa.” Kesalahan berbahasa di


33

dalam pembelajaran bahasa merupakan suatu hal yang tidak bisa kita hindari. Kesalahan

seseorang dalam berbahasa dapat menjadi masalah jika orang tersebut mengerti tentang

konsep kesalahan itu sendiri, namun sebaliknya bisa menjadi hal sederhana jika orang

tersebut tidak menyadari akan kesalahannya di dalam bertindak tutur atau berbahasa.

Menurut Tarigan (2011) bahwa kesalahan berbahasa tidak hanya dibuat oleh siswa yang

mempelajari bahasa kedua (B2), tetapi juga oleh siswa yang mempelajari bahasa

pertamanya (B1). Hal ini menunjukkan bahwa kesalahan berbahasa itu erat kaitannya

dengan pembelajaran bahasa, baik pembelajaran bahasa pertama (B1) maupun bahasa

kedua (B2). Oleh karena itu, kesalahan-kesalahan yang terjadi itu perlu diketahui dan

dikaji secara mendalam, sebab kesalahan tersebut merupakan bagian integral dari proses

belajar bahasa. Dengan mengkaji kesalahan-kesalahan tersebut, setidaknya ada tiga

informasi yang diperoleh, yaitu (1) sebagai umpan balik bagi guru, sampai sejauh mana

kemajuan telah dicapai siswa, sehingga materi-materi apa sajakah yang masih tersisa dan

harus dipelajari, (2) sebagai bukti bagi peneliti tentang bagaimana seseorang

memperoleh dan belajar bahasa, dan (3) sebagai masukan bahwa kesalahan itu

merupakan salah satu strategi yang digunakan siswa dalam memperoleh bahasanya

(Corder dalam Rusminto, 2011).

Beberapa konsep atau teori tentang kesalahan berbahasa yang dikemukakan oleh para

ahli, di antaranya Corder yang menggunakan istilah errors dan mistakes untuk

membatasi kesalahan berbahasa. Secara khusus Corder menjelaskan bahwa errors dan

mistakes masuk dalam ranah kesalahan berbahasa, dengan rincian sebagai berikut.

1) Errors adalah kesalahan berbahasa akibat penutur melanggar kaidah atau aturan tata

bahasa (breaches of code). Kesalahan ini terjadi akibat penutur sudah memiliki
34

aturan (kaidah) tata bahasa yang berbeda dari tata bahasa yang lain, sehingga itu

berdampak pada kekurangsempurnaan atau ketidakmampuan penutur. Hal tersebut

berimplikasi terhadap penggunaan bahasa, terjadi kesalahan berbahasa akibat penutur

menggunakan kaidah bahasa yang salah.

2) Mistakes adalah kesalahan berbahasa akibat penutur tidak tepat dalam memilih kata

atau ungkapan untuk suatu situasi tertentu. Kesalahan ini mengacu kepada kesalahan

akibat penutur tidak tepat menggunakan kaidah yang diketahui benar, bukan karena

kurangnya penguasaan bahasa kedua (B2). Errors (kesalahan) dan mistakes

(kekeliruan) yang oleh Corder (dalam Rusminto: 2011) dinyatakan sebagai dua hal

yang berbeda. Ditambahkan bahwa errors (kesalahan) sebagai penyimpangan-

penyimpangan yang terjadi secara sistematis dan konsisten, dan disebabkan oleh

belum dipahaminya sistem linguistik bahasa yang digunakan. Sementara itu, mistakes

(kekeliruan) adalah penyimpangan yang tidak sistematis dan konsisten. Meskipun

begitu, dalam uraian selanjutnya dinyatakan bahwa untuk menentukan apakah suatu

penyimpangan yang dibuat oleh siswa itu sebagai suatu kesalahan (errors) atau

kekeliruan (mistakes) merupakan permasalahan yang sulit dan memerlukan

pengkajian lebih lanjut (Corder dalam Richards, 1984).

Pendapat lain yang berbeda sebagaimana dikatakan oleh Jain (dalam Richards, 2004:

206) yang mengunakan istilah slip of tongue or slip of pen sebagai suatu kesalahan

berbahasa (errors) yang tidak hanya terjadi pada seseorang yang mempelajari bahasa

kedua, tetapi bisa terjadi pada mereka penutur asli. Kesalahan ini oleh Jain disebut

sebagai kesalahan yang tidak sistematis (unsystematic errors). Kesalahan jenis ini
35

terjadi bisa karena faktor psikologis, seperti capai atau kelelahan, berubah dari waktu

ke waktu dan dari satu situasi ke situasi yang lain.

Pembelajar, seperti penutur asli, tampaknya membuat kesalahan


yang tidak sistematis juga. Mereka adalah potongan lidah, atau
pulpen disebabkan murni oleh kondisi psikologis, seperti intens
kegembiraan, dan / atau faktor psikologis, seperti kelelahan, yang
berubah dari waktu ke waktu dan dari situasi ke situasi (M.P. Jain
di Jack C. Richards, 2004: 206).

Kesalahan yang sistematis dilakukan seseorang di dalam berbahasa jika tidak

segera diidentifikasi dan dibetulkan, akan mengakibatkan kesalahan yang

berkelanjutan sehingga mengakibatkan kesalahan berbahasa yang dapat berpengaruh

pada hal-hal lain, seperti guru, lingkungan sekolah, perangkat pengajaran, hingga

bahan ajar itu sendiri. Kesemuanya memberi kontribusi terhadap kegagalan siswa di

dalam pembelajaran bahasa (sebagai akibat dari kesalahan berbahasa yang mereka

lakukan (Jain dalam Richards, 2004: 207).

Kesalahan sistematis tampaknya adalah bahwa dalam menentukan


daerah penggunaan bahasa yang bersangkutan, kemampuan
pembelajar untuk menggeneralisasi harus memperbaiki, untuk
kemajuan dalam belajar bahasa dibuat oleh mengadopsi
generalisasi dan peregangan agar sesuai dengan fakta dari bahasa.
Guru, instruksi di kelas, mengajar materi, "kemampuan belajar
bahasa induktifnya sendiri" –semua tampaknya telah gagal dia
((Jain di Jack C. Richards, 2004:207).

Identifikasi dan pembetulan yang sistematis terhadap kesalahan berbahasa

yang dilakukan siswa perlu segera dilakukan agar pemilihan strategi pembelajaran

bahasa dapat sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai pada pembelajaran bahasa

tersebut. Namun, Kachru (dalam Richards, 1984: 85) menggunakan istilah yang

sedikit berbeda dengan pakar lain. Dia menggunakan istilah “deviations”


36

(penyimpangan) dan ”mistakes” (kesalahan). Kedua istilah ini digunakannya pada

pembelajaran yang dilakuan pelajar India di dalam mempelajari bahasa Inggris.

Diungkapkan bahwa keduanya dipengaruhi oleh faktor sosial budaya dan faktor

kebahasaan yang dalam praktik penggunaan bahasa Inggrisnya dipengaruhi oleh

dialek lokal (bahasa India).

Perbedaan yang berguna antara "penyimpangan" dan "kesalahan",


sebuah perbedaan yang mencerminkan keterkaitan sosio-kultural
dan faktor linguistik dalam analisis dialek local Inggris. Dengan
demikian, ia membedakan antara "kesalahan" yang mana berada di
luar kode bahasa linguistik, dan mana akibatnya bukan bagian dari
kode penutur bahasa Inggris berpendidikan bahasa Inggris India,
dan "penyimpangan" yang bisa jadi dijelaskan dalam konteks sosio-
kultural di mana Fungsi bahasa Inggris (Kachru di Richards, 1984:
85).

Berikut contoh kesalahan tersebut.

1) He can to speaks seharusnya He can speak

He speaks

2) He go work seharusnya He goes to work

Di dalam bahasa Indonesia, pengaruh bahasa Ibu (bahasa daerah) juga sering

dijumpai dalam bahasa lisan ataupun bahasa tulis, sebagaimana contoh berikut.

1) Dia bisa ngomong seharusnya Dia bisa berbicara

2) Dia pergi ngantor seharusnya Dia pergi ke kantor

Demikian juga pengaruh bahasa Inggris sebagai bahasa ketiga (B3) yang dipelajari

siswa di sekolah juga memberi kontribusi terhadap kesalahan berbahasa Indonesia.

Berikut contoh kesalahan tersebut.

1) Saya berterima kasih kepada Amir, selaku kepala sekolah yang mana telah sudi
menerima kami sebagai guru di sekolah ini.
37

Seharusnya
a. Saya berterima kasih kepada Amir, selaku kepala sekolah yang telah sudi
menerima kami sebagai guru di sekolah ini.

b. We thank to Mr. Amir, The Headmaster who has accepted us as the teachers
in this school.

Selanjutnya, menurut temuan kajian dalam bidang psikologi kognitif, setiap anak

yang sedang memperoleh dan belajar bahasa kedua (B2) selalu membangun bahasa

melalui proses kreativitas. Jadi, kekhilafan adalah hasil atau implikasi dari kreativitas,

bukan suatu kesalahan berbahasa. Kekhilafan adalah suatu hal yang wajar dan selalu

dialami oleh anak (siswa) dalam proses pemerolehan dan pembelajaran bahasa kedua.

Hal itu merupakan implikasi logis dari proses pembentukan kreatif siswa (anak).

Hendrickson dalam Nurhadi (1990) menyimpulkan bahwa kekhilafan berbahasa

bukanlah sesuatu yang semata-mata harus dihindari, melainkan sesuatu yang perlu

dipelajari.

Nemser, dikutip oleh Brown (1980:163) melihat bahasa yang salah itu bersifat

khusus, artinya tidak sama dengan bahasa pertama, tidak sama pula dengan bahasa

kedua. Akan tetapi, bahasa yang salah itu mendekati bahasa kedua. Oleh sebab itu

Nemser menyebutnya sistim yang hamper sama (approximative system) dating dari

berbuat kesalahan yang sejenis dapat dilakukan dengan pembenahan kurikulum, buku

ajar, strategi belajar mengajar, dan sikap guru.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kesalahan berbahasa adalah

penggunaan bahasa yang menyimpang dari kaidah bahasa yang berlaku dalam suatu

bahasa. Oleh karena itu, kesalahan berbahasa Indonesia adalah penggunaan bahasa
38

Indonesia, secara lisan maupun tulis, yang berada di luar atau menyimpang dari

faktor-faktor komunikasi dan kaidah kebahasaan dalam bahasa Indonesia (Tarigan,

2011).

5. Penyebab Timbulnya Kesalahan

Penyebab utama kesalahan berbahasa ada pada orang yang menggunakan bahasa yang

bersangkutan bukan pada bahasa yang digunakannya. Menurut Setyawati (2010: 15) ada

tiga kemungkinan seseorang dapat salah dalam berbahasa, antara lain sebagai berikut.

(1) Terpengaruh bahasa yang lebih dahulu dikuasainya. Ini dapat berarti bahwa kesalahan

berbahasa disebabkan oleh interferensi bahasa ibu atau bahasa pertama (B1) terhadap

bahasa kedua (B2) yang sedang dipelajari si pembelajar (siswa).

Dengan kata lain sumber kesalahan terletak pada perbedaan sistem linguistik B1 dengan

sistem linguistik B2. (2) Kekurangpahaman pemakai bahasa terhadap bahasa yang

dipakainya. Kesalahan yang merefleksikan ciri-ciri umum kaidah bahasa yang dipelajari.

Dengan kata lain, salah atau keliru menerapkan kaidah bahasa. Misalnya: kesalahan

generalisasi, aplikasi kaidah bahasa yang tidak sempurna, dan kegagalan mempelajari

kondisi-kondisi penerapan kaidah bahasa. Kesalahan seperti ini sering disebut dengan

istilah kesalahan intrabahasa (intralingual error). Kesalahan ini disebabkan oleh: (a)

penyamarataan berlebihan, (b) ketidaktahuan pembatasan kaidah, (c) penerapan kaidah

yang tidak sempurna, dan (d) salah menghipotesiskan konsep. (3) Pengajaran bahasa

yang kurang tepat atau kurang sempurna. Hal ini berkaitan dengan bahan yang diajarkan

atau dilatihkan dan cara pelaksanaan pengajaran. Bahan pengajaran menyangkut masalah

sumber, pemilihan, penyusunan, pengurutan, dan penekanan. Cara pengajaran

menyangkut masalah pemilihan teknik penyajian, langkah-langkah dan urutan penyajian,


39

intensitas dan kesinambungan pengajaran, dan alat-alat bantu dalam pengajaran. Brown

(1980:172-181) menyebutkan 4 macam sumber timbulnya kesalahan belajar bahasa

kedua, yaitu transfer antar bahasa, transfer intrabahasa, konteks belajar, dan strategi

komunikasi. Penjelasan masing-masing sumber timbulnya kesalahan berikut:

1. Transfer antarbahasa

Kesalahan belajar bahasa kedua yang bersumber pada pengaruh bahasa perrama

pembelajar digolongkan pada kesalahan berbahasa yang bersumber pada transfer

antar bahasa.

2. Transfer intrabahasa

Kesalahan yang timbul dalam pembelajaran bahasa kedua dapat bersumber pada

interferensi system dalam bahasa sasaran, sebagai contoh adalah transfer negative

dalam bahasa sasaran. Penggeneralisasian suatu kaidah terhadap kaidah yang lain

dapat merupakan factor penyebab timbulnya kesalahan.

3. Konteks belajar

Konteks belajar, yang mungkin tumpang tindih dengan transfer antar dan intrabahasa,

merupakan sumber kesalahan ketiga dalam pembelajaran bahasa kedua, kontak

belajar, sebagai contoh kegiatan belajar dikelas, dapat berkaitan dengan guru, materi

pelajaran, atau situasi social yang mengakibatkan tidak terarahnya pembelajaran

bahasa kedua. Penjelasan guru dikelas atau buku teks dapat menjadi penyebab

pembelajar membuat hipotesa yang salah.

4. Strategy komunikasi
40

Strategi komunikasi sebagai sumber kesalahan dapat tumpan tindih dengan transfer

antar dan intranbahasa, serta konteks belajar. akan tetapi, strategi komunikasi secara

terpisah dapat merupakan sumber kesalahan yang penting. Strateggi komunikasi

merupakan penerapan mekanisme verbal atau non-verbal secara sadar untuk

berkomunikasi. Pada saat itu, bentuk linguistic yang tepat tidak tersedia pada diri

pembelajar.

6. Jenis-Jenis Kesalahan

a. Kesalahan Ejaan

Sabariyato (1992:189) mengungkapkan bahwa ejaan adalah kaidah penulisan huruf,

kata-kata, dan tanda baca. Sementara Wibowo (2002:47) menjelaskan bahwa ejaan

adalah seperangkat kaidah, aturan, atau ketentuan yang mengatur perlambanagan

bunyi bahasa, termasuk bagaimana menggunakan tanda baca. Kesalahan penggunaan

ejaan bahasa Indonesia banyak macamnya. Adapun yang akan dibahas dalam

penelitian yaitu :

1) Pemakaian Huruf Kapital

Huruf besar atau huruf kapital dalam penggunaanya harus disesuaikan dengan

Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan yang diterbitkan

Pusat Pembinaan dan Pengembangan bahasa (2007:6-12). Pengguanaan huruf

kapital harus disesuaikan dengan aturan berikut:

a) Sebagai huruf pertama awal kalimat.

Misalnya:

Dia mengantuk.
41

Apa maksudnya?

b) Huruf pertama petikan langsung.

Misalnya:

Adik bertanya, “kapan kita pulang?”

“besok pagi, dia akan beranggkat.”, kata Ibu.

c) Huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan

kitab suci, termasuk kata ganti Tuhan.

Misalnya:

Alkitab

Yang Maha Pengasih

d) Huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang

diikuti nama orang.

Misalnya:

Haji Agus Salim

Sultan Hasanuddin

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan,

keturunan, dan keagamaan yang tidak diikuti nama orang.

Misalnya:

Dia baru saja diangkat sebagai sultan

Tahun ini dia pergi naik haji

2) Penggunaan tanda Baca

Bentuk-bentuk aturan kebahasaan yang mungkin dilanggar anatara lain sebagai

berikut.
42

a) Tanda titik (.)

(1) Dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan

(2) Dipakai dibelakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau

daftar

(3) Dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang

menunjukkan waktu

(4) Dipakai untuk memisahkan angka, jam, menit, dan detik yang

menunjukkan jangka waktu

(5) Dipakai diantara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan

tanda Tanya atau seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka

b) Tanda Koma (,)

Pemakaian tanda koma diantaranya sebagai berikut.

(6) Tanda koma dipakai diantara unsur-unsur dalam suatu perincian atau

pembilangan.

(7) Tanda koma dipakai untuk memisahkan suatu kalimat setara yang satu

dengan kalimat setara berikutnya yang didahului kata tetapi atau

melainkan.

(8) Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat,

jika anak kalimat mendahului induk kalimat

(9) Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk

kalimat jika anak kalimat mengiringi induk kalimat.

3) Penulisan Kata

a) Penulisan Kata Depan


43

Kata depan adalah kata yang bertugas merangkaikan kata atau bagian kalimat.

Kata depan dimunculkan dalam kaitannya dengan kelas kata, bukan dalam

kaitan dengan fungsinya dalam kalimat. Kata-kata depan yang termasuk

dalam kelompok di, ke, dari, antar, hingga, dan lewat berfungsi merangkaikan

sebuah kata dengan kata yang lain yang menyatakan tempat atau waktu

(Keraf,1991:108)

b) Penulisan Kata Ganti -ku, kau-, -mu, dan –nya

Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya;

sedangkan ku, mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang diikutinya.

c) Penulisan Kata Turunan

Imbuhan (awalan, sisipan, akhitan) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.

Jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata mendapat awalan atau akhiran

ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya.

Jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran

sekaligus, unsur gabungan kata ditulis sekaligus.

d) Penulisan Gabungan Kata

Gabungan kata lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-

unsurnya ditulais terpisah. Gabungan kata yang mungkin menimbulkan

kesalahan pengertian, dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan

pertalian di antara unsur yang bersangkutan.

e) Penulisan Unsur Serapan

Berdasarkan taraf integrasinya, unsur pinjaman dalam bahasa Indonesia dapat

dibagi atas dua golongan besar. Pertama, unsur pinjaman yang belum
44

sepenuhnya terserap dalam bahasa Indonesia, seperti reshuffle, shuttle cock.

Unsur ini dipakai dalam bahasa Indonesia tetapi pengucapannya masih

mengikuti cara asing. Kedua, unsur pinjaman yang pengucapan dan

penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia.

Dalam penelitian tentang karya tulis sesungguhnya banyak aspek yang bisa

diteliti, seperti bentuk, bahasa, dan lain-lain. Walaupun demikian penelitian ini

meneliti pada masalah kebahasaannya saja. Adapun peneliti akan meneliti masalah

kebahasaan dengan mencari ada atau tidak kesalahan penggunaan bahasa Indonesia

pada karya tulis siswa tersebut. Kesalahan bahasa sendiri meliputi ejaan, diksi atau

pilihan kata, dan penyusunan kalimat.

b. Kesalahan Penggunaan Ejaan

1) Pemakaian Huruf Kapital


(a) Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama pada awal kalimat.
Kesalahan Pembenaran
Karya Tulis Ini Telah Diketahui dan Karya tulis ini telah diketahui dan
Disahkan disahkan
Buku Adalah Sumber Ilmu Dan Buku adalah sumber ilmu dan
Belajar Adalah Kunci Pembukanya. belajar adalah kunci pembukanya.

(b) Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan
kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai
dalam penyapaan dan pengacuan.
Kesalahan Pembenaran
45

Bapak Kepala Sekolah SMA Bapak kepala sekolah SMA Negeri


Negeri 1 Andong 1 Andong
46

... oleh Kepala SMA N 1 ... oleh kepala SMA N 1


Andong dan Pembimbing ... . Andong dan Pembimbing ... .

(c) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama
negara, lembaga pemerintahan,dan ketatanegaraan serta nama
dokumen resmi kecuali kata seperti dan.
Kesalahan Pembenaran
... diabdikan kepada Nusa dan ... diabdikan kepada nusa dan
Bangsa. bangsa.
Kepala Staf TNI-Au Kepala staf TNI-AU

(d) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama


orang.
Kesalahan Pembenaran
... Bandung 15 Km ke arah ... Bandung 15 km ke arah
selatan atau 50 Km dari selatan atau 50 km dari
Bandung. Bandung.
M2 m2

(e) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang
berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata
ganti untuk Tuhan.
Kesalahan Pembenaran
... petunjuk dan rohmadnya ... . ... petunjuk dan rohmad-Nya ...
.
... Tuhan YME yang ... Tuhan YME yang
melimpahkan rahmatnya ... . melimpahkan rahmatNya ... .
47

(f) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk
semua unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah,
surat kabar, dan judul karangan kecuali kata seperti di, ke, dari, dan,
yang, untuk yang tidak terletak pada posisi awal.
Kesalahan Pembenaran
... judul “RANCA BALI” ... judul “Ranca Bali” pabrik teh
Pabrik teh dengan ... . dengan ... .
... berbagai Ilmu Pengetahuan. ... berbagai ilmu pengetahuan.

(g) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari,
hari raya, dan peristiwa sejarah.
Kesalahan Pembenaran
... pada hari sabtu s.d senin ... pada hari Sabtu s.d. Senin
tanggal 20-22 Juli 2009. tanggal 20-22 Juli 2009.
SELASA Selasa

2) Pemakaian Tanda Baca


(a) Tanda Titik (.)
Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau
seruan.
Kesalahan Pembenaran
... hampir mirip dengan teh ... hampir mirip dengan teh
murni murni.
... berjudul “PABRIK TEH ... berjudul “PABRIK TEH
RANCA BALI (BANDUNG)”. RANCA BALI (BANDUNG)”,
Tanpa suatu hambatan ... tanpa suatu hambatan ...
48

(b) Tanda titik dipakai untuk mengakhiri singkatan nama gelar.


Kesalahan Pembenaran
Bapak Basroni M. S. Ag Bapak Basroni M, S. Ag.
Ibu Rahayu Winarni, S. Pd Ibu Rahayu Winarni, S. Pd.

(c) Tanda Koma (,)


Tanda koma di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau
pembilangan.
Kesalahan Pembenaran
... memisahkan, memurnikan ... memisahkan, memurnikan,
dan membentuk ... . dan membentuk ... .
Ayah, ibu dan keluarga ... Ayah, ibu, dan keluarga ...

Tanda koma di pakai di antara nama orang atau gelar akademik,


yang mengikutinya untuk membedakannya dengan singkatan nama
diri, keluarga atau marga.
Kesalahan Pembenaran
Basroni Mukhlis S. Ag Basroni Mukhlis, S. Ag.

Tanda koma di pakai untuk menghindari salah baca di belakang


keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
Kesalahan Pembenaran
... karya tulis ini, pada tahun ... karya tulis ini pada tahun
2009/ 2010 ... . 2009/ 2010 ... .
“Pengolahan Teh Rancabali” “Pengolahan Teh Rancabali”,
Yaitu: yaitu:
49

Tanda koma di pakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-
bagian alamat, (iii) tempat dan tanggal, (iv) nama tempat dan
wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Kesalahan Pembenaran
Andong 14 Agustus 2009 Andong, 14 Agustus 2009
Sabtu 12 September 2009 Sabtu, 12 September 2009

(d) Tanda Titik Dua (:)


Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika
diikuti rangakaian atau perintah.
Kesalahan Pembenaran
Sedangkan granding: untuk Sedangkan granding untuk
memisahkan ... . memisahkan ... .

Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang


memerlukan perintah.
Kesalahan Pembenaran
NIP: 19620305 ... NIP: 19620305 ...

(e) Tanda Titik Koma (;)


Tanda titik koma dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat
yang sejenis dan setara.
Kesalahan Pembenaran
1. Bapak dan ibu di rumah 1. Bapak dan ibu di rumah;
2. Bapak kepala sekolah 2. Bapak kepala sekolah
SMA Negeri 1 Andong SMA Negeri 1 Andong;
50

(f) Tanda Penyingkat Atau Apostrof (’)


Tanda penyingkat atau apostrof digunakan untk menunjukkan
penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.
Kesalahan Pembenaran
Jum’at Jumat
Do’a Doa

(g) Tanda Hubung (-)


Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan (i) se- dengan kata
berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital, (ii) ke- dengan angka,
(iii) angka dengan –an, (iv) singkatan berhuruf kapital dengan
imbuhan atau kata, dan (v) nama jabatan rangkap.
Kesalahan Pembenaran
... terselesai-Nya ... . ... terselesainya ... .

Tanda hubung dipakai untuk menyambung unsur-unsur kata ulang.


Kesalahan Pembenaran
... karyawan karyawati ... . ... karyawan-karyawati ... .

(h) Tanda Petik (“...”)


Tanda petik diantaranya digunakan untuk mengapit petikan
langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan tulisan
lain; mengait judul syair, karangan, dan buku apabila dipakai dalam
kalimat; mengapit istilah lmiah yang masih kurang dikenal atau kata
yang mempunyai arti khusus; penutup mengikuti tanda baca yang
mengakhiri petikan langsung; dan penutup kalimat atau bagian
kalimat ditempatkan dibelakang tanda petik yang mengapit kata atau
ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau
bagian kalimat.
51

Kesalahan Pembenaran
... sebab “Tak ada gading yang ... sebab tak ada gading yang tak
tak retak” ... retak ...

(i) Tanda Pisah


Tanda pisah digunakan untuk menegaskanketerangan aposisi atau
keterangan lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas. Membatasi
penyisispan kata atau kalimat yang memeberi penjelasan khusus di
luar bangunan kalimat. Dipakai diantara dua bilangan, tanggal, atau
tempat dengan arti “sampai ke”, “dengan", atau “sampai dengan”.
Kesalahan pada sampel adalah sebagai berikut:
“……..maka pimpinan TNI AU memutuskan……” tidak tepak
karena tidak menggunakan tanda pisah. Pembenarannya yaitu
“…..maka pimpinan TNI-AU memutuskan……”, karena untuk
menjelaskan di luar bangun kalimat.

c. Penulisan Kata

1) Penulisan Kata Depan


Kata depan adalah kata yang bertugas merangkaikan kata atau bagian
kalimat. Dimuculkan dalam kaitannya dengan kelas kata, bukan dalam
kaitan dengan fungsinya dalam kalimat. Kesalahan penulisan dalam
karya tulis siswa kelas XI SMA Negeri Andong adalah sebagai berikut:
a) Ditempat seharusnya di tempat
b) Didaerah seharusnya di daerah
c) Kebawah seharusnya ke bawah
2) Peggunaan Kata Turunan (Imbuhan, awalan, sisipan)
Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangakai dengan kata
dasarnya. Jika kata dasarnya merupakan gabungan kata kalau mendapat
awalan atau akhiran akan ditulis serangakai mengikuti kata yang
52

diiikutinya. Jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata mendapat


awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai.
Kesalahan pada karya tulis siswa SMA Negeri 1 Andong adalah sebagai
berikut:
a) Di pakai seharusnya dipakai
b) Menyebar luaskan seharusnya menyebarluaskan
c) Di capai seharusnya dicapai

3) Penggunaan Catak Miring atau Garis Bawah


Dalam penjelasan sebelumnya sudah dijelaskan bahwa hanya tidak
sembarang huruf atau kata benar untuk dicetak miring atau digaris
bawah. Hanya kata-kata asing yang benar dicetak miring atau digaris
bawah dalam bahasa Indonesia. Kesalahan dalam karya tulis siswa
adalah sebagai berikut:
a. ……..kunci pembukanya seharusnya ……..kunci pembuka
b. orthodoxs seharusnya Orthodoxs
c. Proses penggiligan atau rolling room seharusnya Proses
penggilingan atau rolling room
d. Oksidasi enzimatis seharusnya Oksidasi enzimatis
Sedangkan kesalahan penggunaan garis bawah adalah sebagai berikut:
a. Karya tulis ini dipersembahkan kepada: seharusnya Karya tulis ini
dipersembahkan kepada:
b. a. Teh Murni (Kualitas I) seharusnya a. Teh Murni (Kualitas I)
c. b. The Kualitas 2 seharusnya The Kualitas 2
penulisan garis bawah pada tabel di atas tidak tepat karena garis bawah
itu digunakan sebagai pengganti garis miring. apabila sudah
menggunakan garis miring, maka garis bawah tidak digunakan lagi.
4) Kesalahan Pemilihan Kata atau Diksi
Pemilihan kata dalam karya tulis sangat erpengaruh terhadap makna
yang terkandung. pemilihan kata meiputi ketepatan dan kesesuaian.
ketepatan dalam hal ini mencakup penggunaan denotative-konotatif,
53

sinonim, verba berpreposisi, dan penggunaan kata secara ekonomis.


kesesuaian meliputi keakuan kata dan penghindaran kata cakapan.
(a) Ketepatan
Penggunaan Denotatif-Konotatif
Sebagaimana telah dikemukakan analisis ketepatan kata akan tetapi
dalam penelitian ini hanya dibatasi pada ketepatan denotasi. Berikut
kata yang tidak tepat dari segi denotasi:
(1) Penulisan telah mengunjungi tempat wisata di daerah Bandung
Selatan.
(2) Teh merupakan salah satu sumer daya alam yang dihasilkan
dari pengolahan pucuk (daun muda)….
(3) …..yang telah melahirkan dan membesarkan kita dengan….

kesalahan-kesalahan di atas tiak tepat dalam penggunannya dan


dapat diperbaiki sebagai berikut:
(1) Penulis telah mengunjungi tempat wisata di daerah Bandung
Selatan.
(2) Teh merupakan salah satu sumber daya alam yang dihasilkan
dari olahan pucuk (daun muda)….
(3) …….yang telah meahirkan dan membesarkan kami dengan….

(b) Sinonim
Penggunaan kata bersinonim di bawah ini tidak tepat.
(1) Adapun maksud dan tujuan penyusunan karya tulis ini adalah
untuk laporan hasil karya tulis.
(2) Kepada para pengelola hendaknya semakin tekun dan rajin
dalam bekerja demi tercapainya…..
Kata ‘maksud’ dan ‘tujuan’ serta ‘tekun’ dan ‘rajin’ adalah kata
yang memiliki arti sama, jadi tidak tepat apabila ditulis secara
bersamaan. pembenaran pada kalimat pertama bisa saja dengan
54

mengubah konjungtornya menjadi atau. perbaikannya adalah


sebagai berikut.
(1) Adapun maksud atau tujuan penyusunan karya tulis ini adalah
untuk laporan hasil karya tulis.
(2) Kepada para pengelola hendaknya semakin tekun dalam
bekerja demi tercapainya…..

(c) Penggunaan Kata secara Ekonomis


Penggunaan kata secara tidak ekonomis terlihat pada kalimat
berikut.
(1) Semua bapak ibu guru serta karyawan-karyawati yang kami
hormati.
(2) Dengan terselesainya penulisan karya tulis ini, penulis
mengucapkan banyak terimakasih kepada
(3) Adapaun alasan pemilihan judul tersebut di atas adalah.
Penggunaan kata yang dicetak miring di atas tidak tepat karena tidak
digunakan secara ekonomis dan bersifat redundan. Pembenaran
kalimat di atas adalah sebagai berikut.
(1) Bapak ibu guru serta karyawan-karyawati yang kami hormati.
(2) Dengan terselesainya penulisan karya tulis ini, penulis
mengucapkan terimakasih kepada.
(3) Adapun alasa pemilihan judul tersebut adalah.

(d) Kesesuaian
(1) Peggunaan Kata Baku
penggunaan kata tidak baku pada sampel dapat dilihat berikut
ini.
a. Keinginan untuk mengetahui teori maupun praktek tentang
proses produksi teh di Bandung Selatan.
b. Karya tulis ini telah disetujui dan disyahkan pada.
55

c. Terlebih berdasarkan nasehat ahli botani negeri Belanda,


Junghun…
Adapaun bentuk baku dari kata-kata yang ditulis miring di atas adalah sebagai
berikut.
Bentuk Tidak Baku Bentuk Baku
praktek praktik
disyahkan disahkan
nasehat nasihat
a) Penghindaran Kata Cakapan
Dikarena karya tulis siswa merupakan salah satu jenis karya tulis ilmiah, maka
dalam penulisannya dihindari penggunaan kata-kata cakapan. Berikut kata-
kata ucapan yang peneliti temukan pada sampel.
(1) Dan salawat sera salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW.
(2) Akhir kata semoga karya tulis ini bisa memberikan manfaat bagi kita
semua.
(3) Dalam penghujung karya tulis ini, bisa kami ambil kesimpulan….
Kata-kata yang dicetak miring tersebut adalahh kata yang biasa digunakan
dalam ujaran dan apabila digunakan dalam karya tulis ilmiah tidak tepat karena
bukan merupakan ragam baku. Adapun pembenarannya adalah sebagi berikut.
(4) Dan salawat serta salam penulis ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW.
(5) Akhirnya semoga karya tulis ini bisa memberikan manfaat bagi kita
semua.
(6) Pada akhir karya tulis ini, bisa kami amil kesimpulan…

b) Kesalahan Penyusunan Kalimat


Bayak pandangan dari para ahli mengenai kalimat, akan tetapi yang pasti karya
tulis yang baik itu adala karya tulis yang penyusunan kalimatnya runtut, baik,
dan saling bertautan. selain itu kalimat dalam karya tulis hendaknya logis dan
mempunyai kesatuan pikiran.

1) Kohesi
56

a) Di dalam uraian laporan ini penulis hanya menulis sesuai data-


data yang penulis dapatkan.
b) Tanpa bimbingan dan bantuan pihak tersebut peulis akan
banyak kesulitan-kesulitan….
c) Karya tulis ini merupakan hasil peninjauan di tempat wisata
dan penulis mengambil judul…
Kata-kata yang dicetak miring tersebut tidak tepat dalam
penggunannya karena tidak dianggap memiliki kohesi dengan kata
sebelum dan sesudahnya. Pembenaran dari kalimat tersebut adalah
sebagai berikut.
a) Di dalam uraian laporan ini penulis hanya menulis sesuai data
yang penulis dapatkan.
b) Tanpa bimbingan dan bantuan pihak tersebut penulis akan
banyak kesulitan…
c) Karya tulis ini merupakan hasil peninjauan ke tempat wisata
dan penulis mengambil judul..

2) Koherensi
Kalimat yang tidak koheren terlihat berikut ini.
a) Dalam penyusunan karya tulis ini, kami memilih judul…
b) Serta sejarah berdirinya pabrik teh Rancabali.
Kesatuan susunan (koherensi) di atas menjadi kabur karena
kedudukan subjek dan predikat tidak jelas, terutama karena salah
menggunakan kata depan. Dapat diperbaiki sebagai berikut.
a) Penyusunan karya tulis ini memilih judul…
b) Sejarah berdirinya pabrik teh Rancabali.

3) Kesejajaran
Kalimat di bawah ini kurang baik dilihat dari kesejajaran
gagasan-gagasan yang ingin diungkapkan.
57

a) Proses ini bertujuan untuk memisahkan, memurnikan, dan


membentuk jenis mutu agar teh dapat diterima baik dipasaran
lokal maupun ekspor.
b) Yaitu kami mengumpulkan data melalui pengamatan
langsung dan catatan dengan sistematika terhadap objek
yang dituju yaitu pembuatan teh.
c) Eratnya hubungan antara ilmu pengetahuan dengan ilmu
ekonomi melalui usaha dan keuntungan.
Kalimat 1) tidak menempati posisi yang sama, kaata lokal
akan sejajar posisinya bila disandingkan dengan kata
internasional. Kalimat 2) tidak menempatkan gagasan-gagasan
yang sama penting dan sama fungsinya di dalam suatu struktur
atau kontruksi gramatikal yang sama. Gagasan pertama
dikemukakan dalam bentuk verba, pengamatan, sedangkan yang
kedua dikemukakan dengan bentuk omina, catatan. Demikian juga
dalam kalimat 3) juga diungkapkan dalam konstruksi gramatikal
yang tidak sama. Sedangkan perbaikannya adalah sebagai berikut.
a) Proses ini bertujuan untuk memisahkan, memurnikan, dan
membentuk jenis mutu agar teh dapat diterima baik dipasaran
lokal maupun internasional.
b) Yaitu kami mengumpulkan data melalui pengamatan
langsung dan pencatatan dengan sistematika terhadap objek
yang dituju yaitu pembuatan teh.
c) Eratnya hubungan antara ilmu pengetahuan dengan ilmu
ekonomi melalui usaha dan untung.

(4) Kesalahan sintaksis


Kesalahan atau penyimpangan struktur frasa, klausa, atau kalimat, serta ketidak
tepatan pemakaian partikel.
Misalnya :
58

Kesalahan Pembenaran
Kami rela berkorbang demi untuk Kami rela berkorban demi negara
Negara

Tarigan (1984) mengemukakan bahwa sintaksis adalah salah satu cabang


dari tatabahasa yang membicarakan struktur kalimat, klausa, dan frasa.
Oleh Kridalaksana (1982 ) kalimat merupakan satuan bahasa yang secara
relatif berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final dan secara aktual dan
potensial terdiri dari klausa, misalnya saya makan nasi. Sedang klausa adalah
satuan bentuk linguistik yang terdiri atas subjek dan predikat. Lalu apa yang
dimaksud frasa? Frasa adalah satuan tatabahasa yang tidak melampaui batas
fungsi subjek atau predikat (Ramlan, 1978).
Kaitannya dengan hal tersebut, Tarigan dan Sulistyaningsih (1979) dan Semi
(1990) mengemukakan bahwa kesalahan berbahasa dalam bidang
sintaksis meliputi: kesalahan frasa, kesalahan klausa, dan kesalahan kalimat.
Adapun rincian kesalahan setiap aspek tersebut antara lain sebagai berikut.

1) Kesalahan bidang frasa

Kesalahan berbahasa yang biasa terjadi dalam bidang sintaksis, khususnya

segi frasa, antara lain sebagai berikut.

a) Pengunaan kata depan tidak tepat: di masa itu


59

Beberapa frasa preposisional yang tidak tepat karena mengunakan kata

depan yang tidak sesuai. Hal ini pengaruh dari bahasa sastra atau bahasa

media masa, misalnya sebagai berikut.

di masa
di waktu itu
di malam ini
di hari itu
seharusnya
seharusnya
seharusnya
seharusnya
pada masa itu
pada waktu itu
pada malam itu
pada hari itu

b) Penyusunan frasa yang salah struktur

Sejumlah frasa kerja yang salah karena strukturnya yang tidak tepat

karena kata keterangan atau modalitas terdapat sesudah kata kerja.

Misalnya:
belajar sudah
minum belum
makan sudah
seharusnya
seharusnya
seharusnya
sudah belajar
belum minum
sudah makan

2) Penambahan yang dalam frasa benda (B+S)

Frasa benda yang berstruktur kata benda + kata sifat tidak diantarai kata

penghubung yang.

Misalnya:
60

petani yang muda


pedagang yang hebat
guru yang profesional
Anak yang saleh
seharusnya
seharusnya
seharusnya
seharusnya
petani muda
pedagang hebat
guru profesional
anak saleh

3) Penambahan kata dari atau tentang dalam Frasa Benda (B+B)

Frasa benda yang berstruktur Kata benda + kata benda tidak diantarai kata

penghubung yang atau dari, karena tanpa kata dari sudah menunjukkan asal.

Contoh:

gadis dari Bali

pisang dari Ambon

daram dari inggris

seharusnya

seharusnya

seharusnya

gadis Bali

pisang ambon

garam inggris

4) Penambahan kata kepunyaan dalam Frasa Benda (B+Pr)


61

Frasa benda yang berstruktur kata benda + kata pronomina tidak diantarai

kata penghubung milik atau kepunyaan, karena tanpa kata itu sudah

menunjukkan kepunyan posesif, misalnya:

Destar kepunyaan ibu


Golok milik Abdullah
Buku kepunyaan
Motor milik Imran
seharusnya
seharusnya
seharusnya
seharusnya
destar ibu
golok Abdullah
buku adik
motor Imran

5) Penambahana kata untuk dalam frasa Kerja (K pasif + K lain)

Frasa kerja yang berstruktur kata kerja pasif + kata kerja aktif tidak diantarai

kata seperti untuk supaya makna yang ditunjuk tanpak jelas, misalnya

sebagaiberkut

diajar untuk membaca


dituduh untuk membunuh
dibimbing untuk menulis
dididik untuk berani
seharusnya
seharusnya
seharusnya
seharusnya
diajar membaca
dituduh membunuh
dibimbing menulis
dididik berani

6) Penghilangan kata yang dalam Frasa Benda (Benda+yang+K pasif)


62

Frasa benda yang berstruktur kata benda + kata kerja pasif memerlukan kata

yang untuk memperjelas makna frase tersebut.

Misalnya sebagai berikut.


Kursi kududuki
Taman kupelihara
seharusnya
seharusnya
kursi yang kududuki
taman yang kupelihara
Baju kubersihkan
Kursi kuperbaiki
seharusnya
seharusnya
baju yang kebersihkan
kursi yang kuperbaki

7) Penghilangan kata oleh dalam Frasa Kerja Pasif (K pasif+oleh+B)

Frasa yang berstruktur dimulai dari kata kerja fasif + kata benda seharusnya

tidak dihilangkan kata oleh atau perlu ada kata oleh diantaranya untuk

memperjelas makna pasif frase tersebut. Misalnya sebagai berikut:

diminta ibu
dinasihati kakak
dibimbing paman
dididik kakek
seharusnya
seharusnya
seharusnya
seharusnya
diminta oleh ibu
dinasihati oleh kakak
dibimbing oleh paman
dididik oleh kakek

8) Penghilangan kata yang dalam frasa Sifat (yang +paling +sifat)


63

Dialah paling pintar di kampung ini . Kalimat tersebut kurang tegas makna

yang dimaksud karena tidak menggunakan kata penghubung yang sesudah

kata Dialah. Oleh karena itu, kalimat tersebut seharusnya menjadi Dialah

yang paling pintar di kampung ini.

Jadi, frase sifat yang dimulai kata paling seharusnya diawali kata yang,

misalnya sebagai berikut.

paling besar
paling tinggi
sangat berwibawa
yang amat
profesional
seharusnya
seharusnya
seharusnya
seharusnya
yang paling besar
yang palingtinggi
yang sangat berwibawa
yang amat professional

9) Kesalahan bidang klausa

Kesalahan berbahasa yang biasa terjadi dalam bidang sintaksis,khususnya

segi klausa, antara lain sebagai berikut.

(a) Penambahan preposisi di antara kata kerja dan objeknya dalam

klausa aktif

Dalam klausa aktif seharusnya antara kata kerja dan objeknya tidak

diantarai modalitas atau kata keterangan tertentu. Hal ini agar supaya
64

tanpak hubungan yang erat antara predikat dan objek dalam kalimat.

Selain itu, agar makna kalimat tersebut tidak menjadi agak kabur.

Misalnya:
– Rakyat mencintai akan pimpinan yang jujur. seharusnya
– Rakyat mencintai pimpinan yang jujur.
– Pemimpin itu melindungi akan rakyatnya, seharusnya
– Pemimpim itu melindungi rakyatnya.

(b) Penambahan kata kerja bantu dalam klausa ekuasional

Dalam klausa ekuaional atau nominal, kata kerja bantu adalah tidak

perlu ada di antara subjek dan predikat. Hal ini agar keterpaduan antara

subjek dan predikat terpadu secara erat.. Selain itu, makna kalimat

tersebut nampak dengan jelas.

Misalnya:
– Nenekku adalah dukun. seharusnya
– Nenekku dukun
– Bapakku adalah guru SD, seharusnya
– Bapakku guru SD

(c) Pemisahan pelaku dan kata kerja dalam klausa aktif

Dalam klausa aktif, kata modalitas semestinya tidak ada di antara subjek

dan predikat. Hal ini agar hubungan dan keterpaduan subjek

dan predikat tanpak secara jelas sekaligus memberikan efek makna yang

jelas.

Misalnya:
– Saya akan membeli rumah itu. seharusnya
– Akan saya membeli rumah itu.
65

– Pak Lurah selalu mengunjungi wilayahnya, seharusnya,


– Selalu Pak Lurah mengunjungi wilayahnya.

(d) Penghilangan kata oleh dalam klausa pasif.

Klausa fasif adalah klausa yang salah satu ciricirinya

adalah menggunakan kata oleh. Misalnya Buku Pendidikan Agama

Islam itu dibaca oleh Andi Makkasau. Namun demikian, biasa

dijumpai penggunaan klausa pasif tanpa ada kata oleh di dalamnya.

Kluasa pasif seperti itu seharusnya menggunakan kata oleh supaya ciri-

cirinya sebagai klauas pasif semakin jelas.

Misalnya:
– Roman Tenggelamnya Kapal Tanpomas dibaca Rina.
seharusnya
– Roman Tenggelamnya Kapal Tanpo Mas dibaca oleh Rina.
– Buku ekonomi itu telah dibaca Amir,
seharusnya
– Buku ekonomi itu telahdibaca oleh Amir.

(e) Penghilangan kata kerja dalam klausa intranstif

Dalam situasi pembicaraan yang resmi, kadang-kadang menggunakan

klausa intransitif, yakni klausa yang predikatnya dari kata kerja

intransitif. Namun kata kerja tersebut tidak masukkan dalam kalimat,

misalnya /Ibu ke Makassar/. Klausa intranstif tersebut tidak jelas

predikatnya; klausa tersebut bukan tergolong klausa yang benar.

Olehnya itu, klausa itu perlu diperbaiki menjadi Ibu pergi ke Makassar.

Contoh lain adalah sebagai berikut.


– Pak camat ke Maros kemarin.
66

Semestinya
– Pak Camat pergi ke Maros.
– Amin di kolam renang.
Semestinya
– Amin berenang di kolam renang

10) Bidang kalimat

Kesalahan yang biasa terjadi dalam bidang sintaksis, khususnya dari segi

kalimat antara lain sebagai berikut.

(1) Penyusunan kalimat yang terpengaruh pada struktur bahasa

daerah Berbahasa Indonesia dalam situasi resmi kadang-kadang

tidak disadari menerapkan struktur bahasa daerah. Seperti (a) Amin

pergi ke rumahnya Rudy. (b) Buku ditulis oleh saya (c) Rumah itu

dibuat oleh saya. Kalimat (a), (b), dan (c) terpengaruh pada struktur

bahasa daerah. Oleh karena itu, kedua kalimat tersebut dapat

diperbaiki menjadi:

– Amin pergi ke rumah Rudy.


– Buku itu saya tulis.
– Rumah itu saya buat.

(2) Kalimat yang tidak bersubjek karena terdapat preposisi di awal Ketika

menulis atau berbicara dengan orang lain pada situasi resmi, kadang-

kadang menggunakan kalimat yang tidak bersubjek karena adanya

kata penghubung seperti dalam, pada, untuk, kepada diletakkan di

awal kalimat. Dengan demikian, kalimat tersebut menjadi tidak

bersubjek misalnya

– Dalam pertemuan itu membahas berbagai persoalan. Supaya


kalimat itu menjadi bersubjek, seharusnya
– Pertemuan itu membahas berbagai persoalan. atau
67

– Dalam pertemuan itu dibahas berbagai persalan.

(3) Penggunaan subjek yang berlebihan

Biasa kita mendengar kalimat Ety membeli ikan ketika Ety

akan makan malam. Kalimat tersebut menggunakan dua subjek yang

sama. Semestinya subjek kedua dihilangkan dan hal itu tidak

mempengaruhi makna kalimat. Dengan demikian, kalimat tersebut

dapat diperbaiki menjadi Ety membeli ikan ketika akan makan malam.

Contoh lain:

– Ali menulis drama saat Ali telah membaca buku Rendra tentang
drama.
Seharusnya:
– Ali menulis drama setelah membaca buku Rendra tentang drama.

(4) Penggunan kata penghubung secara ganda pada kalimat majemuk

Dalam kalimat majemuk setara berlawanan kadang-kadang ada yang

menggunakan dua kata penghubung sekaligus. Penggunaan

kata penghubung yang ganda dalam suatu kalimat perlu dihindari.

Semestinya hanya satu kata penghubung, misalnya sebagai berikut.

– Meskipun sedang sakit kepala, namun Alimuddin tetap pergi


sekolah.

Seharusnya:
Meskipun sedang sakit kepala, Alimuddin tap pergi ke sekolah.

- Walaupun sibuk sekali tetapi Rudi dan Indrawan selalu hadir di


acara sederhana ini.
68

Seharusnya:
– Walapun sibuk sekali, Rudi dan Indawan selalau hadir di acara
sederhana ini.

(5) Penggunaan kalimat yang tidak logis

Buku itu membahas peningkatan mutu pendidkan di Sekolah Dasar.

Kalimat tersebut tidak logis karena tidak mungkin buku mempunyai

kemampuan membahas peningkatan mutu pendidikan SD.

Oleh karena itu, kalimat tersebut perlu diperbaiki menjadi Dalam buku

itu dibahas tentang peningkatan mutu pendidikan di Sekolah Dasar.

Atau

Dalam buku itu, pengarang membahas peningkatan mutu pendidikan

di Sekolah Dasar.

(6) Pengunaan kata penghubung berpasangan secara tidak tepat

Kata penghubung berpasangan yang berfungsi menafikan suatu hal

terdiri atas bukan berpasangan melainkan untuk menafikkan ”benda”

dan kata penghubung bukan berpasangan tetapi untuk menafikkan

”peristiwa atau kerja”. Kedua kata penghubung berpasangan tersebut

seharusnya digunakan secara konsisten dalam berbahasa Indonesia.

Misalnya:
Bukan Pak Alimuddiin yang mengajarkan IPA tetapi Pak Nurdin.
Sudirman tidak menulis buku tetapi menghitung angka.
69

Dengan demikian, kalimat yang menggunakan bukan


……….tetapi atau tidak…..melainkan dapat digolongkan bentuk yang
tidak semestinya.
Contoh:
– Mereka tidak menulis melainkan sedang melukis.
Seharusnya
Mereka tidak menulis tetapi sedang melukis.
– Dia bukan perampok tetapi pengemis.
Seharusnya
– Dia bukan perampok melainkan pengemis.

(7) Penyusunan kalimat yang terpengaruh pada struktur bahasa asing

Kata di mana, yang mana, dengan siapa, adalah kata-kata yang lazim

digunakan dalam membuat kalimat tanya. Kata-kata tersebut

bila digunakan di tengah kalimat yang fungsinya bukan

menanyakan sesuatu merupakan pengaruh bahasa asing. Dengan

demikian, perlu dihindari penggunaan di mana, yang mana, dengan

siapa diganti dengan kata bahasa Indonesia. Misalnya sebagai berikut.

– Rumah di mana dia bermalam dekat dari pasar


– Orang dengan siapa dia ajak bicara belum datang
– Kitab yang kami kaji bersama-sama cukup jelas yang
mana memberi contoh-contoh denga jelas pula.

Ketiga kalimat di atas seharusnya:

– Rumah tempat dia bermalam dekat dari pasar.


– Orang yang akan dia ajak bicara belum datang.
– Kitab yang kami kaji bersama-sama cukup jelas karena contoh-
contohnya jelas pula
70

(8) Penggunaan kalimat yang tidak padu

Kalimat yang digunakan kadang-kadang kurang padu karena

kesalahan struktur kata yang kurang tepat sehingga maknanya

agak kabur.

Misalnya:

– Mereka menyatakan persetujuannya tentang keputusan


yang bijaksana itu
– Yang menjadi sebab rusaknya hutan adalah perladangan liar.

Kedua kalimat di atas seharusnya:

– Mereka menyetujui keputusan yang bijaksana itu.


– Penyebab rusaknya hutan adalah perladangan liar.

(9) Penyusunan kalimat yang mubazir

Kalimat yang mubazir biasanya disebabkan penggunaan

katakata yang berulang secara berlebihan, penggunaan dua kata yang

relatif sama maknanya, misalnya sebagai berikut.

– Dalam konsep pedidikan yang disusunnya banyak


terdapat berbagai kesalahan.
– Mereka mencari nafkah demi untuk keluarganya.
– Mahasiswa harus rajin belajar agar supaya lulus dengan nilai
yang sangat memuaskan.

Ketiga kalimat tersebut seharusnya:

– Dalam konsep pendidikan yang disusunnya terdapat


banyak kesalahan.
– Mereka mencari nafkah demi keluarganya.
71

– Mahasiswa harustrajin belajar agar lulus dengan nilai


yang sangat memuaskan.

Rusminto (2011: 22) menyatakan bahwa kesalahan berbahasa sangat beraneka

ragam jenisnya dan dapat dikelompokkan dengan berbagai cara sesuai dengan cara

pandang yang berbeda-beda. Artinya, setiap cara pandang tertentu akan

menghasilkan pengelompokan tertentu pula. Sudut pandang yang sering digunakan

para pakar untuk mengelompokkan kesalahan berbahasa, antara lain ialah sumber

penyebabnya, penampakan struktur lahir, tingkat keteraturan kemunculan, dan

pengaruh struktur kesalahan tersebut terhadap maknanya dalam berkomunikasi.

Richards dalam Rusminto (2011: 22) mengelompokkan kesalahan ke dalam

dua kategori, yaitu (1) kesalahan karena pengaruh unsur bahasa pertama (kesalahan

interlingual) dan (2) kesalahan karena kompleksitas bahasa target sendiri

(kesalahan intralingual). Selanjutnya Richards membagi kesalahan intralingual ke

dalam empat macam, yaitu (1) overgeneralization, yaitu kesalahan yang

disebablkan oleh generalisasi unsur-unsur bahasa target secara berlebihan; (2)

iqnore of rule restrictions, yaitu kesalahan yang disebabkan pembelajar

mengabaikan pembatasan kaidah-kaidah bahasa target; (3) incomplete application

of rules, yaitu kesalahan penerapan kaidah bahasa target yang tidak sempurna; dan

(4) false concept, yaitu kesalahan dalam membuat hipotesis terhadap konsep kaidah

bahasa target.

Taylor yang dikutip oleh Huda dkk. (1981) dalam Rusminto (2011: 22-23)

menggolongkan kesalahan ke dalam lima golongan, yaitu (1) generalisasi yang

berlebihan, yaitu penerapan kaidah bahasa target secara berlebihan; (2) transfer,
72

yaitu pemindahan unsur-unsur bahasa pertama ke dalam bahasa kedua; (3)

terjemahan, yaitu kesalahan yang menyebabkan berubahnya jawaban yang

dikehendaki; (4) kesalahan yang tidak diketahui penyebabnya, dan (5) kesalahan

yang tidak perlu dipertimbangkan.

Berbeda dengan Taylor, Selinker dalam Rusminto (2011) mengklasifikasikan

kesalahan berbahasa ke dalam lima klasifikasi berdasarkan sumber penyebabnya,

yaitu (1) overgeneralization of target rules, yaitu kesalahan

karena adanya generalisasi kaidah bahasa target secara berlebihan; (2) transfer of

training, yaitu kesalahan yang terjadi karena prosedur pembelajaran yang tidak

tepat, (3) strategy of second language learning, yaitu kesalahan yang terjadi karena

pendekatan yang tidak tepat terhadap kaidah bahasa kedua yang dipelajari

pembelajar; (4) strategy of second language communication, yaitu kesalahan yang

terjadi karena pendekatan yang dilakukan oleh pembelajar di dalam berkomunikasi

dengan penutur asli (native speaker) yang tidak tepat; dan (5) language transfer,

yaitu kesalahan yang terjadi karena pemindahan unsur-unsur bahasa pertama yang

telah memfosil ke dalam bahasa kedua.

Masih berdasarkan penyebabnya, Corder (1984) dalam Rusminto (2011: 23) secara

garis besar mengklasifikasikan kesalahan berbahasa menjadi tiga klasifikasi, yaitu

(1) transfer, yaitu kesalahan karena pengaruh struktur bahasa pertama; (2)

analogical or overgeneralization errors, yaitu kesalahan yang terjadi karena

penerapan kaidah bahasa target pada konteks yang tidak tepat; dan (3) teaching-

induced errors, yakni kesalahan yang terjadi karena kurang efisiennya proses
73

pembelajaran bahasa target, baik yang menyangkut materi maupun teknik atau

metodologi pembelajarannya.

Di lain pihak, Dulay & Burt (1985) dan Richards (1985) dalam Tarigan 2011: 128)

menyatakan bahwa ada empat kategorisasi kesalahan berbahasa berdasarkan

struktur lahirnya, yang mereka sebut “goof”. Keempat kategori kesalahan tersebut

sebagaimana berikut ini.

1. Interference-like goof, ialah kesalahan yang mencerminkan atau merefleksikan

struktur bahasa ibu atau bahasa asli (native language) , dan yang tidak terdapat

pada data pemerolehan bahasa pertama yang bersasal dari bahasa target atau

bahasa sasaran.

Contoh:

- her (bahasa Inggris anak Spanyol)

- rumahta (bahasa Indonesia anak Karo).

2. L1 developmental goof, yaitu kesalahan yang tidak mencerminkan atau

merefleksikan struktur bahasa ibu, tetapi terdapat pada data pemerolehan bahasa

pertama bahasa target atau bahasa sasaran.

Contoh:

- Dianya sudah pergi.

- Kita-kitanya boleh ikut, kamu-kamu tidak.

- Sampeyan boleh ikut, kamu orang tidak.

3. Ambiguous goof, yaitu kesalahan yang struktur lahirnya dapat dikategorikan

sebagai interference-like goofs maupun sebagai L1 developmental goofs.


74

Contoh:

- Budi tidur tidak tadi.

- Ibu tadi masak belum nasi.

4. Unique goof, yaitu kesalahan yang tidak mencerminkan atau merefleksikan

struktur bahasa pertama (B1) dan struktur bahasa tersebut tidak dapat dijumpai

pada data pemerolehan bahasa target atau bahasa sasaran.

Contoh:

- Aku nama Siti.

- Nama dianya Ali.

Burt dan Kiparsky (1973) dalam Rusminto (2011: 25) mengklasifikasikan

kesalahan berbahasa berdasarkan pengaruhnya terhadap keseluruhan makna

komunikasi. Ada dua klasifikasi kesalahan, yaitu (1) kesalahan lokal, yaitu

kesalahan yang struktur lahirnya menyimpang dari kaidah tertentu tetapi kesalahan

tersebut tidak memengaruhi maksud secara keseluruhan terhadap komunikasi; dan

(2) kesalahan global, yaitu kesalahan yang struktur lahirnya menyimpang dari

kaidah baku dan mengakibatkan ketidakjelasan maksud kalimat secara keseluruhan.

Chomsky (dalam Tarigan, 2011: 127) mengategorikan kesalahan berbahasa ke

dalam dua jenis kesalahan, yaitu (1) kesalahan yang disebabkan oleh faktor-faktor

kelelahan, keletihan, dan kurangnya perhatian. Chomsky menyebutnya sebagai

“faktor performansi”, yaitu kesalahan penampilan, yang dalam istilah asingnya

dikenal sebagai “mistakes”, dan (2) kesalahan yang diakibatkan oleh kurangnya

pengetahuan mengenai kaidah-kaidah bahasa. Chomsky menyebutnya sebagai

“faktor kompetensi”, yaitu kesalahan yang disebabkan oleh penyimpangan-


75

penyimpangan yang sistematis yang disebabkan oleh pengetahuan pembelajar yang

sedang berkembang mengenai bahasa keduanya (B2). Kesalahan ini yang dalam

istilah asingnya dikenal sebagai “errors”.

Pendapat lain, Huda (1984) dalam Rusminto (2011: 25) menyatakan bahwa

walaupun para peneliti menganjurkan penggunaan klasifikasi dan istilah yang

berbeda-beda, secara umum mereka sepakat bahwa kebanyakan pembelajar

melakukan dua jenis kesalahan, yaitu kesalahan-kesalahan yang dapat ditelusuri

dari bahasa pertamanya dan kesalahan-kesalahan yang menandai perkembangan

bahasa pembelajar.

5. Bentuk Kesalahan Sintaksis

a. Kesalahan Penggunaan Frasa

Kesalahan berbahasa dalam bidang frasa sering dijumpai pada bahasa lisan maupun

bahasa tulis. Artinya, kesalahan berbahasa dalam bidang frasa ini sering terjadi

dalam kegiatan berbicara maupun kegiatan menulis. Kesalahan berbahasa dalam

bidang frasa dapat disebabkan oleh berbagai hal, di antaranya: (a) adanya pengaruh

bahasa daerah, (b) penggunaan preposisi yang tidak tepat, (c) kesalahan susunan

kata, (d) penggunaan unsur berlebihan atau mubazir, (e) penggunaan bentuk

superlatif yang berlebihan, (f) penjamakan yang ganda, (g) penggunaan bentuk

resiprokal yang tidak tepat (Setyawati, 2010: 76). Berikut penjelasan dari kesalahan

penggunaan frasa berdasarkan penyebab terjadinya.

(1) Adanya Pengaruh Bahasa Daerah pada Diksi (Pemilihan Kata)

Situasi kedwibahasaan yang ada di Indonesia, menimbulkan pengaruh yang

besar dalam pemakaian bahasa. Ada kecenderungan bahasa daerah


76

merupakan B1, sedangkan bahasa Indonesia merupakan B2 bagi pemakai

bahasa. Tidak mengherankan jika hampir dalam setiap tataran linguistik,

pengaruh bahasa daerah dapat kita jumpai dalam pemakaian bahasa

Indonesia. Dengan kata lain, kesalahan berbahasa dalam tataran fonologi,

morfologi, sintaksis, semantik, dan wacana sebagai akibat pengaruh bahasa

daerah dapat kita jumpai dalam bahasa Indonesia (Setyawati, 2010: 76). Hal

tersebut juga dapat diperhatikan dalam pemakaian frasa yang tidak tepat

berikut ini.

(a) Anak-anak pada tidur di ruang tengah.

(b) Tunggu sebentar kalau ingin makan, sayurnya belon mateng!

Dalam ragam baku, unsur-unsur yang dicetak miring pada kalimat (a) dan

(b) merupakan contoh pemakaian frasa yang salah. Kesalahan itu

disebabkan oleh pengaruh bahasa daerah. Berturut-turut kedua frasa di atas

sebaiknya diganti dengan sedang tidur dan belum masak.

(2) Ketidaktepatan Penggunaan Preposisi

Sering dijumpai pemakaian preposisi tertentu dalam frasa preposisional

tidak tepat. Hal ini biasanya terjadi pada frasa preposisional yang

menyatakan tempat, waktu, dan tujuan. Perhatikan pemakaian preposisi

yang salah dalam kalimat berikut ini.

(3) Di hari bahagia ini aku persembahkan sebuah lagu untukmu.

(4) Jika Pak Ali tidak berada di rumah, surat itu bisa dititipkan ke istrinya.
77

Kata-kata yang dicetak miring pada kedua kalimat di atas merupakan

penggunaan preposisi yang tidak tepat. Pada kalimat (3) lebih tepat

menggunakan preposisi yang menyatakan waktu, yaitu pada; dan pada

kalimat (4) lebih tepat menggunakan preposisi yang menyatakan tujuan,

yaitu kepada.

(5) Ketidaktepatan Struktur Frasa (Susunan Kelompok Kata)

Salah satu akibat pengaruh bahasa asing adalah kesalahan dalam susunan

struktur frasa (kelompok kata).

Perhatikan contoh berikut ini.

(a) Ini hari kita akan menyaksikan berbagai atraksi yang dibawakan oleh

putra kita.

(b) Kamu sudah terima buku-buku itu?

Susunan kata-kata yang dicetak miring pada kalimat (5) dan (6) tidak

sesuai kaidah bahasa Indonesia. Hal tersebut berawal dari terjemahan

harfiah dari bahasa asing itu ke dalam bahasa Indonesia. Kaidah bahasa

Indonesia dengan bahasa asing yang berbeda tersebut menyebabkan terjadi

kesalahan berbahasa.

(6) Penggunaan Unsur Berlebihan

Sering dijumpai pemakaian kata-kata yang mengandung makna yang sama

(bersinonim) digunakan sekaligus dalam sebuah kalimat. Perhatikan contoh

berikut.

(7) Kita pun juga harus berbuat baik kepada mereka.


78

(8) Penghijauan hutan dimaksudkan agar supaya membantu mengatasi

pemanasan global.

Kata-kata yang bercetak miring pada kalimat-kalimat di atas

bersinonim. Penggunaan dua kata yang bersinonim sekaligus dalam sebuah

kalimat dianggap mubazir karena tidak hemat. Oleh karena itu, yang

digunakan salah satu saja agar tidak mubazir.

(9) Penggunaan Bentuk Superlatif yang Berlebihan

Bentuk superlatif adalah suatu bentuk yang mengandung arti ‘paling’

dalam suatu perbandingan. Bentuk yang mengandung arti ‘paling’ itu dapat

dihasilkan dengan suatu adjektiva ditambah adverbial amat, sangat, sekali,

atau paling. Jika ada dua adverbia digunakan sekaligus dalam menjelaskan

adjektiva pada sebuah kalimat, terjadilah bentuk superlatif yang berlebihan.

Perhatikan contoh di bawah ini.

(a) Pengalaman itu sangat menyenangkan sekali.

(b) Penderitaan yang dia alami amat sangat memilukan.

(10) Penjamakan Ganda (Kesalahan Penggunaan Bentuk Jamak)

Dalam penggunaan bahasa sehari-hari kadang-kadang orang salah

menggunakan bentuk jamak dalam bahasa Indonesia, sehingga menjadi

bentuk yang rancu atau kacau. Menurut kaidah, bentuk jamak bahasa

Indonesia dilakukan dengan cara sebagai berikut.

(a) Bentuk jamak dengan melakukan pengulangan kata yang bersangkutan,


seperti kuda-kuda, meja-meja, buku-buku.
(b) Bentuk jamak dengan menambahkan kata bilangan, seperti berbagai
aturan, banyak penggemar, beberapa meja, sekalian tamu, semua buku,
dua tempat, sepuluh pensil.
(c) Bentuk jamak dengan menambahkan kata bantu jamak, seperti para.
79

(d) Bentuk jamak terdapat pula dalam kata ganti orang, seperti mereka,
kami, kita, kalian.

Dalam pemakaian bahasa sehari-hari orang cenderung memilih bentuk asing

jamak dalam menyatakan tunggal dalam bahasa Indonesia. Di bawah ini beberapa

bentuk yang dalam bahasa asing terdapat bentuk jamak dan terdapat bentuk tunggal

(Arifin dan Hadi, 2009: 89).

Bentuk Tunggal Bentuk Jamak

Datum data

Ruh arwah

Alumnus alumni

Unsur anasir

Alim ulama

Muslim muslimin

Kriterium kriteria

Dalam bahasa Indonesia diantara bentuk datum dan data yang dianggap baku ialah

data dan dipakai dalam pengertian tunggal. Di antara alumnus dan alumni yang

dianggap baku ialah alumni dan dipakai dalam pengertian tunggal. Bentuk alim dan

ulama kedua-duanya dianggap baku dan masing-masing dipakai dalam makna

tunggal. Oleh sebab itu, tidak salah kalau ada bentuk beberapa data, tiga alumni,

para arwah, dan kriteria-kriteria. Kita sering menemukan penjamakan yang ganda

dalam pemakaian sehari-hari dan penjamakan ganda itulah yang dimaksudkan

dengan bentuk jamak yang rancu atau kacau.

Perhatikan contoh bentuk penjamakan ganda berikut ini:

(a) Para dosen-dosen sedang mengikuti seminar.


80

(b) Banyak buku-buku sudah dijual oleh Ali.

Dalam sebuah kalimat untuk penanda jamak sebuah kata cukup

menggunakan satu penanda saja; jika sudah terdapat penanda jamak tidak

perlu kata tersebut diulang atau jika sudah diulang tidak perlu menggunakan

penanda jamak.

(11) Ketidaktepatan Penggunaan Bentuk Resiprokal

Bentuk resiprokal adalah bentuk bahasa yang mengandung arti

‘berbalasan’. Bentuk resiprokal dapat dihasilkan dengan cara

menggunakan kata saling atau dengan kata ulang berimbuhan. Akan tetapi

jika ada bentuk yang berarti ‘berbalasan’ itu dengan cara pengulangan

kata, digunakan sekaligus dengan kata saling, akan terjadilah bentuk

resiprokal yang salah seperti kalimat berikut ini.

(a) Sesama pengemudi dilarang saling dahulu-mendahului.

(b) Dalam pertemuan itu para mahasiswa dapat saling tukar-menukar

informasi.

D. Temuan terhadap penelitian

Nurul Istinganah (2012) dari BP3K Universitas Negeri Yogyakarta melakukan

penelitian. Beberapa kesimpulan dari studi ini antara lain :

1. Kesalahan penggunaan struktur frasa dalam karangan narasi ekspositoris

siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Banguntapan meliputi 6 (enam) kesalahan,

yaitu: penggunaan preposisi yang tidak tepat, susunan kata yang tidak

tepat, penggunaan unsur yang berlebihan atau mubazir, penggunaan bentuk


81

superlatif yang berlebihan, penjamakan yang ganda, dan penggunaan

bentuk resiprokal yang tidak tepat.

2. Kesalahan penggunaan struktur kalimat dalam karangan narasi ekspositoris

siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Banguntapan meliputi 7 (tujuh) kesalahan,

yaitu: kalimat yang tidak berpredikat, kalimat yang tidak bersubjek dan

tidak berpredikat (kalimat tak lengkap), subjek ganda, penggunaan

preposisi pada verba transitif, kalimat yang rancu, penghilangan konjungsi,

dan penggunaan konjungsi yang berlebihan.

Di bawah ini penjabaran singkat tentang kesalahan penggunaan struktur frasa

dan kalimat.

a. Penggunaan Preposisi yang Tidak Tepat

Pada karangan narasi ekspositoris siswa kelas VIII SMP Negeri 1

Banguntapan dijumpai ketidaktepatan pemakaian preposisi tertentu dalam

frasa preposisional. Perhatikan pemakaian preposisi yang salah dalam

kalimat berikut ini.

(1) Salah satu daripada pelajar terkena luka ringan, sedangkan pelajar yang

lain patah tulang pada tangan kirinya. (13/p1/k4)

b. Susunan Kata yang Tidak Tepat

Salah satu akibat pengaruh bahasa asing adalah kesalahan dalam susunan

struktur frasa (kelompok kata). Pada karangan narasi ekspositoris siswa

kelas VIII SMP Negeri 1 Banguntapan dijumpai susunan kata yang tidak

tepat. Perhatikan kalimat berikut ini.

Tak terasa ini hari sudah malam. (75/p2/k9)


82

Susunan kata-kata yang dicetak miring pada kalimat (5) tidak sesuai kaidah

bahasa Indonesia. Hal tersebut berawal dari terjemahan harfiah dari bahasa

asing itu ke dalam bahasa Indonesia. Frasa ini hari berasal dari terjemahan

this day. Frasa terlalu banyak waktu berasal dari terjemahan bahasa inggris

yaitu too many time. Kaidah bahasa Indonesia dengan bahasa asing yang

berbeda tersebut menyebabkan terjadi kesalahan berbahasa. Sebaiknya

diperbaiki menjadi kalimat berikut ini.

Tak terasa hari ini sudah malam.

c. Penggunaan Unsur yang Berlebihan atau Mubazir

Pada karangan siswa SMP Negeri 1 Banguntapan dijumpai pemakaian kata-

kata yang mengandung makna yang sama (bersinonim) digunakan sekaligus

dalam sebuah kalimat. Perhatikan beberapa kalimat berikut.

1. Polisi pun juga masih menyelidiki tempat kejadian. (6/ p2/k2)

2. Kami mengunjungi pusat pengetahuan tersebut guna untuk menambah

wawasan. (20 /p3 /k4)

Kata-kata yang bercetak miring pada kalimat-kalimat di atas bersinonim.

Penggunaan dua kata yang bersinonim sekaligus dalam sebuah kalimat

dianggap mubazir karena tidak hemat. Oleh karena itu, yang digunakan

salah satu saja agar tidak mubazir. Perbaikan ketiga kalimat tersebut adalah

berikut ini

3. Polisi pun masih menyelidiki tempat kejadian.

4. (7b) Polisi juga masih menyelidiki tempat kejadian.


83

5. (8a) Kami mengunjungi pusat pengetahuan tersebut untuk menambah

wawasan.

6. (8b) Kami mengunjungi pusat pengetahuan tersebut guna menambah

wawasan.

d. Penggunaan Bentuk Superlatif yang Berlebihan

Bentuk superlatif adalah suatu bentuk yang mengandung arti ‘paling’ dalam

suatu perbandingan. Bentuk yang mengandung arti ‘paling’ itu dapat

dihasilkan dengan suatu adjektiva ditambah adverbial amat, sangat, sekali,

atau paling atau imbuhan ter-. Jika ada dua adverbia digunakan sekaligus

dalam menjelaskan adjektiva pada sebuah kalimat, terjadilah bentuk

superlatif yang berlebihan. Pada karangan narasi siswa SMP Negeri 1

Banguntapan ditemukan beberapa wujud penggunaan bentuk superlatif

yang berlebihan. Perhatikan kalimat-kalimat di bawah ini.

Kami sangat bersyukur sekali karena tidak ada satu pun keluarga

kami yang meninggal. (40/p2/k2)

Dalam pemakaiannya, kita dituntut untuk tidak berlaku boros yaitu dengan

memanfaatkan dua atau tiga kata yang bermakna tingkat perbandingan

dalam suatu kalimat sekaligus karena hal itu mubazir. Kedua kalimat di atas

dapat diperbaiki menjadi kalimat berikut.

Kami sangat bersyukur karena tidak ada satu pun keluarga kami

yang meninggal.
84

Kami bersyukur sekali karena tidak ada satu pun keluarga kami

yang meninggal.

e. Penjamakan yang Ganda (Kesalahan Penggunaan Bentuk Jamak)

Pada karangan narasi siswa kelas VIII SMP 1 Banguntapan ditemukan

beberapa kalimat yang kacau karena adanya penjamakan yang ganda

(kesalahan penggunaan bentuk jamak) pada kalimat tersebut. Dalam sebuah

kalimat untuk penanda jamak sebuah kata cukup menggunakan satu

penanda saja; jika sudah terdapat penanda jamak tidak perlu kata tersebut

diulang atau jika kata tersebut sudah diulang tidak perlu menggunakan

penanda jamak. Perhatikan contoh penggunaan bentuk penjamakan ganda

berikut ini.

Di sana kami dikenalkan berbagai macam benda-benda yang

dibuat oleh mahasiswa. (20/p1/k2)

Kalimat-kalimat tersebut perlu diperbaiki menjadi kalimat berikut ini.

Di sana kami dikenalkan berbagai macam benda yang dibuat oleh

mahasiswa.

Di sana kami dikenalkan benda-benda yang dibuat oleh

mahasiswa.

f. Penggunaan Bentuk Resiprokal yang Tidak Tepat

Pada karangan siswa kelas VIII SMP 1 Banguntapan ditemukan beberapa

kalimat yang menggunakan bentuk resiprokal yang tidak tepat. Bentuk


85

resiprokal adalah bentuk bahasa yang mengandung arti ‘berbalasan’.

Bentuk resiprokal dapat dihasilkan dengan cara menggunakan kata saling

atau dengan kata ulang berimbuhan. Akan tetapi, jika ada bentuk yang

berarti ‘berbalasan’ itu dengan cara pengulangan kata sekaligus dengan

menggunakan kata saling, akan terjadilah bentuk resiprokal yang salah

seperti kalimat berikut ini.

Diduga kecelakaan itu terjadi akibat kedua motor saling berhimpit-

himpitan

Bunyi klakson mobil saling sahut-menyahut. (52/p2/k6)

Bentuk resiprokal yang dicontohkan di atas dapat diperbaiki menjadi

bentuk- bentuk berikut ini.

Diduga kecelakaan itu terjadi akibat kedua motor saling

berhimpitan.

Diduga kecelakaan itu terjadi akibat kedua motor berhimpit-

himpitan.

Bunyi klakson mobil sahut-menyahut.

Bunyi klakson mobil saling menyahut.

Penyebab terjadinya kesalahan kalimat pada karangan narasi ekspositoris

siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Banguntapan dibagi menjadi 7 (tujuh) yaitu

(a) kalimat yang tidak berpredikat, (b) kalimat yang tidak bersubjek dan

tidak berpredikat (kalimat buntung), (c) subjek ganda, (d) penggunaan

preposisi pada verba transitif, (e) kalimat yang tidak logis, (f) penghilangan
86

konjungsi, dan (g) penggunaan konjungsi yang berlebihan. Berikut ini

uraian kesalahan penggunaan kalimat.

g. Kalimat yang Tidak Berpredikat

Kalimat yang tidak berpredikat disebabkan oleh adanya keterangan subjek

yang ditandai oleh partikel penyemat, yaitu yang, tanpa diikuti oleh predikat

atau objek. Hal itu juga bisa disebabkan oleh adanya keterangan subjek yang

beruntun atau terlalu panjang. Keterangan itu diberi keterangan lagi,

sehingga penulis atau pembicaranya terlena dan lupa bahwa kalimat yang

dibuatnya belum lengkap atau belum terdapat predikatnya. Perhatikan

kalimat-kalimat berikut.

Pepohonan yang hijau, binatang yang banyak. (1/p1/k2)

Rekonstruksi yang mendapat penjagaan ekstra ketat dari petugas.

(19/p2/k1)

Tiga contoh kalimat di atas terlihat belum selesai karena belum berpredikat.

Penghilangan kata yang pada ketiga kalimat di atas dapat menghasilkan

kalimat yang lengkap yang mengandung subjek dan predikat. Jika penyemat

yang tidak dihilangkan, kalimat-kalimat di atas bisa memiliki predikat

apabila nomina pada kalimat itu didampingi oleh kata ialah, adalah, atau

merupakan yang wujudnya dapat dilesapkan. Ketiga contoh di atas akan

menjadi kalimat yang baik (yang memiliki subjek dan predikat) jika

dituliskan sebagai berikut.

Pepohonan yang hijau, binatang yang banyak/ merupakan ciri khas


87

S P

keindahan gunung Merapi.

Yang hijau/ adalah pepohonan, yang banyak/ adalah binatang.

S P S P

h. Kalimat Tak Lengkap (Kalimat yang Tidak Bersubjek dan Kalimat

yang Tidak Berpredikat)

Dalam karangan narasi ekspositoris siswa kelas VIII SMP 1

Banguntapan banyak dijumpai kalimat yang tidak bersubjek dan tidak

berpredikat (kalimat buntung). Perhatikan kalimat-kalimat berikut.

Virus yang sering kita dengar dengan sebutan H1N1 ini dapat

menular kepada kita. Jika kita tidak membersihkan tangan kita

setelah memegang babi.

Banjir bandang itu merupakan banjir terbesar yang pernah

melanda daerah tersebut. Sehingga banyak rumah warga yang

rusak akibat banjir.

i. Subjek Ganda

Pada karangan narasi siswa kelas VIII SMP 1 Banguntapan ditemukan

beberapa kalimat yang mengalami subjek ganda. Subjek yang ganda

menjadikan kalimat tidak jelas bagian yang mendapat tekanan. Perhatikan

kalimat berikut.

Aku, ayah, dan adikku, kami langsung menuju ke Time Zone setelah

membeli kue.
88

Kata atau kelompok kata dalam sebuah kalimat akan menduduki fungsi

sintaksis tertentu. Contoh di atas merupakan kalimat yang tidak baku

karena mempunyai dua subjek. Perbaikan kalimat di atas adalah berikut.

Aku, ayah, dan adikku langsung menuju ke Time Zone setelah

membeli kue.

j. Penggunaan Preposisi pada Verba Transitif

Pada karangan narasi siswa kelas VIII SMP 1 Banguntapan ditemukan

verba transitif yang diikuti oleh preposisi sebagai pengantar objek.

Perhatikan kalimat-kalimat yang di antara predikat dan objek tersisipi

preposisi.

Dan kami senang bisa kenalan dan berfoto dengan orang asing

walaupun kami hanya sedikit paham akan bahasa mereka.

(33/p1/k7)

Dalam kalimat aktif transitif, yaitu kalimat yang memiliki objek; verba

transitif tidak perlu diikuti oleh preposisi sebagai pengantar objek. Dengan

kata lain, antara predikat dan objek tidak perlu disisipi preposisi, seperti

atas, tentang atau akan. Dengan demikian kalimat-kalimat di atas dapat

diperbaiki menjadi kalimat berikut ini.

Dan kami senang bisa kenalan dan berfoto dengan orang asing

walaupun kami hanya sedikit paham bahasa mereka.


89

k. Kalimat yang Rancu

Kalimat rancu adalah kalimat yang tidak teratur, campur aduk, kacau

(KBBI, 1993: 725). Hal itu terjadi karena pembicara atau penulis kurang

berhati-hati dalam memilih kata. Perhatikan kalimat-kalimat berikut ini.

Itu dikarenakan karena gempa yang terjadi di Yogyakarta 5 tahun

lalu. (51/p1/k6)

Kalimat (27) adalah kalimat yang rancu. Kerancuan itu terdapat pada

kelompok kata dikarenakan karena. Ungkapan dikarenakan karena sama

artinya dengan disebabkan karena. Ungkapan itu merupakan ungkapan

kalimat yang tidak logis sehingga harus diganti dengan ungkapan

disebabkan oleh. Ungkapan disebabkan oleh termasuk ungkapan yang

idiomatik yang unsur-unsurnya tidak boleh diceraikan atau ditanggalkan.

Ungkapan itu mengandung arti karena. Pada pemakaian kedua bentuk itu

dapat dipertukarkan yaitu disebabkan oleh atau karena untuk menyatakan

kalimat yang mengandung makna sebab. Hal itu menunjukkan bahwa

pemakai bahasa kadang-kadang ingin mengekspresikan dua ungkapan pada

kalimat yang mengandung makna kausalitas sekaligus sehingga

terbentuklah ungkapan rancu disebabkan karena.

1. Prosedur Analisis Kesalahan

Agar dapat mendeskripsikan secara lengkap kesalahan yang ada pada dialek

transisional atau bahasa antara perlu adanya prosedur yang benar. Corder
90

(1981:21-25) menjelaskan langkah-langkah dalam menganalisis kesalaha-

kesalahan dalam bahasa kedua : langkah-langkah yang dimaksud adalah

sebagai berikut : (1) mengumpulkan korpus, (2) mengidentifikasi kesalahan,

(3) mengklasifikasikan kesalahan, (4) menjelaskna kesalahan, dan (5)

mengevaluasi kesalahan.

Hendrickson dikutip oleh Naim (1995:48) mengemukakan tiga jenis kesalahan

yang harus dikoreksi, yaitu (1) kesalahan global, (2) kesalahan yang

mengakibatkan salah paham, dan (3) kesalahan-kesalahan yang sangat sering

terjadi, yang mempunyai frekuensi tinggi.

Memperhatikan pernyataan Hendrickson di atas, maka prosedur analisis

kesalaan perlu menyertakana langkah menghitung frekuensi kesalahan.

Langkah itu dapat dilakukan setelah mengklasifikasi kesalahan. Dengan

demikian langkah-langkah dalam menganalisis kesalahan belajar bahasa kedua

adalah : (1) mengumpulkan korpus, (2) mengidentifikasi kesalahan, (3)

mengklasifikasi kesalahan, (4) menghitung frekuensi kesalahan, (5)

menjelaskan kesalahan, dan (6) menentukan sumber kesalahan.


91

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kualitatif. Fokusnya

adalah penggambaran secara menyeluruh tentang bentuk, fungsi, dan makna

ungkapan larangan. Hal ini sejalan dengan pendapat Bogdan dan Taylor

(1975) dalam Moleong (2002: 3) yang menyatakan ”metodologi kualitatif”

sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dengan kata

lain, penelitian ini disebut penelitian kualitatif karena merupakan penelitian yang

tidak mengadakan perhitungan.


92

Penelitian kualitatif harus mempertimbangkan metode kualitatif itu

sendiri. Metode kualitatif merupakan prosedur yang menghasilkan data deskriptif

berupa data tertulis atau lisan di masyarakat bahasa (Djajasudarma, 2006: 11).

Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendekatan kualitatif yang menggunakan

data lisan suatu bahasa memerlukan informan. Pendekatan yang melibatkan

masyarakat bahasa ini diarahkan pada latar dan individu yang bersangkutan secara

holistik sebagai bagian dari satu kesatuan yang utuh. Oleh karena itu, dalam

penelitian bahasa jumlah informan tidak ditentukan jumlahnya. Dengan kata lain,

jumlah informannya ditentukan sesuai dengan keperluan penelitian.

B. Subjek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah pembelajar bahasa Indonesia atau siswa MTs
92
Negeri 2 Sidoarjo tahun ajaran 2017-2018. Subyek tersebut tersebar di seluruh

Kecamatan Krian. siswa kelas VII MTs Negeri 2 Sidoarjo tahun 2017 dari jumlah

siswa sebanyak 350 anak tidak seluruhnya dijadikan sumber informasi (sumber

data).

1. Data

Jenis data dalam penelitian ini berupa kata, kalimat, tanda baca, ejaan, penggunaan

huruf kapital yang ada dalam karangan siswa. Data kualitatif adalah data yang

berupa keterangan atau kata-kata biasa. Data kualitatif digunakan sebagai dasar

untuk mengetahui klasifikasi, bentuk, fungsi, dan makna ungkapan larangan..

Di samping itu, berdasarkan cara memperolehnya, penelitian ini menggunakan

data primer, yaitu data yang dikumpulkan dan diolah sendiri oleh peneliti
93

secara langsung dari objeknya (Wirawan: 2001: 5--6). Data primer di

dapatkkan dari karangan siswa kelas VII MTs Negeri 2 Sidoarjo.

2. Sumber Data

Sumber data dalam peneltian ini adalah hasil karangan deskripsi siswa kelas VII

MTs Negeri 2 Sidoarjo.

C. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini data yang diteliti adalah data karangan siswa. Untuk

mendapatkan data peneliti memberikan tugas kepada siswa kelas VII MTs Negeri

2 Sidoarjo untuk membuat karangan, kemudian peneliti mengumpulkan seluruh

karangan siswa untuk di kaji letak kesalahan pada masing masing karangan siswa.

D. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dengan cara mengumpulkan hasil karangan

siswa kelas VII MTs Negeri 2 Sidoarjo. Sebelum siswa diberi tugas untuk membuat

karangan terlebih dahulu peneliti memberikan contoh karangan deskripsi.

Kemudian siswa di suruh untuk membuat karangan deskripsi yang sesuai peneliti

ajarkan sebelumnya. Kemudian hasil karangan di telaah satu per satu untuk di cari

letak kesalahan. Mencari jenis kesalahan wacana siswa, frekuensi kesalahan

wacana siswa dan sumber kesalahan yang terdapat pada wacana siswa.

E. Teknik Analisis Data

Untuk menganalisis suatu gejala yang muncul dalam kajian deskriptif,

peneliti dalam melakukan penelitian mengadakan penilaian, dan mengadakan

analisis perbandingan dengan acuan yang baku yang dijadikan sebagai kriteria

penentunya. Dalam penelitian analisis kesalahan berbahasa, untuk menganalisis


94

atau menilai suatu fenomena kebahasaan yang dianggap sebagai suatu kesalahan

setelah fenomena kebahasaan dibandingkan dengan acuan buku yang telah

ditetapkan sebelumnya. Oleh karena itu, acuan yang dipergunakan dalam

menganalisis kesalahan wacana bahasa Indonesia dalam karangan deskripsi siswa

kelas VII MTs Negeri 2 Sidoarjo adalah (1) tata bahasa baku bahasa Indonesia

(Alwi dkk,2000), (2) pedoman ejaan yang disempurnakan, dan (3) kebakuan dan

ketidakbakuan kalimat dalam bahasa Indonesia (Sabariyanto, 1998). Selain tiga

buku tersebut, buku-buku acuan atau referensi lain yang berkaitan dengan teknik

analisis juga dipergunakan.

Dalam menganalisis data kesalahan-kesalahan berbahasa Indonesia tulis

pada penelitian ini dipergunakan teknik analisis kesalahan (error analysis) yang

telah dikembangkan oleh Corder (1974) menawarkan lima langkah analisis

kesalahan, yaitu (1) mengumpulkan contoh kesalahan dari pembelajar bahasa, (2)

mengidentifikasi kesalahan pembelajar bahasa, (3) mendeskripsikan kesalahan

pembelajar bahasa, (4) menjelaskan kesalahan pembelajar bahasa, dan (5)

mengevaluasi kesalahan pembelajar bahasa (Ellis, 1995:48). Oleh karena itu,

dalam penelitian ini juga akan dilakukan proses penentuan kesalahan seperti yang

dikemukakan oleh Corder dan Lee Jung Hui (2003:74-77). Langkah-langkah

penentuan tersebut sebagai berikut. Pertama, meneliti semua kalimat dalam data

yang telah dikumpulkan, baik kalimat yang benar maupun kalimat yang salah

untuk melihat bentuk-bentuk bahasa si pembelajar secara keseluruhan. Kedua,

membedakan kalimat yang salah dan yang benar berdasarkan kaidah penggunaan

bahasa sasaran sebagaimana digunakan oleh penutur asli bahasa sasaran. Ketiga,
95

memperbaiki kesalahan dengan catatan bahwa arti atau kalimat harus tetap sama.

Keempat, mengklasifikasi tipe kesalahan ke dalam penentuan kategori.

Dalam melakukan analisis kesalahan dalam wacana bahasa Indonesia

pada karangan deskripsi siswa kelas VII MTs Negeri 2 Sidoarjo Tahun 2017 ini,

teknik-teknik yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Membaca cermat karangan siswa untuk mengidentifikasi kesalahan wacana

bahasa Indonesia dalam karangan deskripsi siswa. Wacana yang salah diberi

tanda dan dibuatkan pembetulan sesuai kesalahan yang dilakukan siswa.

b. Mengelompokkan jenis kesalahan.

c. Menghitung frekuensi masing-masing jenis kesalahan.

d. Menghitung presentase masing-masing jenis kesalahan.

e. Menginterpretasikan sumber terjadinya kesalahan.

f. Memberikan masukan upata menghindarkan siswa dari membuat kesalahan

wacana bahasa Indonesia tulis.


96

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam penelitian analisis kesalahan wacana bahasa Indonesia tulis siswa

kelas VII MTs Negeri 2 Sidoarjo, terdapat tiga masalah utama yang dicari letak

kesalahan siswa dalam membuat teks wacana deskripsi. Karangan siswa di kaji

sesuai rumusan masalah yaitu, kesalahan wacana, frekuensi dan sumber kesalahan

yang terdapat pada karangan siswa.

A. Jenis Kesalahan wacana pada karangan siswa kelas VII MTs Negeri 2

Sidoarjo.

Hasil analisis kesalahan (errors) pada karangan siswa

1. Diva Salsabila 7F

Kesalahan Pembenaran
Beliau itu berpostur tinggi Dan berpostur tinggi
Kata Dia Beliau
Khas Khas

2. Delfina 7G

Kesalahan Pembenaran
97

Tingkat Lantai
Disana Di sana (kata depan)

3. Farda Ali A 7G 97

Kesalahan Pembenaran
Negri Negeri
Lestaurant Restoran (kata baku)
Disana banyak makanan apa yang Disana menjual segala macam
kita inginkan macam makanan (kata efektif)

4. Nalla R

Kesalahan Pembenaran
Di kunjungi Dikunjungi (serangkai di merupakan
imbuhan)
Oleh setiap Dihilangkan (tidak efektif)
Slalu Selalu (tidak baku)
Di penuhi Dipenuhi (di imbuhan)
Dan Dan (tanda baca)
Banyak nya Banyaknya (partikel)
Di kelompok kan Dikelompokan (imbuhan serangkai)
Selain itu Selain itu (tanda baca)
Anak anak pun Anak anak pun (partikel)
disana Disana (kapital)

5. Ardelina RW 7F
98

Kesalahan Pembenaran
Dia Beliau
Wanita dihilangkan (tidak efektif)

6. Diah Puspita S 7F

Kesalahan Pembenaran
Sangat Sangat
Yang dihilangkan (tidak efektif)

7. Emik A.F 7G

Kesalahan Pembenaran
Tidak masjis Bukan hanya masjid
Itu dihilangkan (tidak efektif)
Makanan sehari hari dihilangkan

8. Nasya’a N.A 7F

Setelah disiplin koma (,) diganti titik (.)

Kesalahan Pembenaran
Namun Namun (kapital)

9. Nasywa A.I 7F

Kesalahan Pembenaran
Dari dihilangkan (tidak efektif)
Mulai Mulai (kapital awal kalimat)
99

10. Aulia

Kesalahan Pembenaran
jawa timur Jawa Timur (kapital)
karena Karena (kapital awal kalimat)
seperti : : dihilangkan
namun Namun, (tanda baca)
di sekitar Disekitar
disini Di sini (kata depan)

11. M Wahyu 7A

Kesalahan Pembenaran
di tinggalkan Ditingggalkan (serangkai karena imbuhan)
tak tidak (kata baku)
indonesia Indonesia (kapital)
namun Namun, (tanda baca)
candi borobudur Candi Borobudur

12. Dona Hesty Fauziah / 7F

Kesalahan Pembenaran
Tidaklah tidaklah (kecil ditengah kalimat)
lain lain ( “ )
Dia Beliau

13. Evi Nur Jannah / 7I

Kesalahan Pembenaran
Lemari Almari (kata baku)
yang dihilangkan (tidak efektif)
100

seakan-akan Seakan-akan (kapital)


Diluar Di luar (kata depan)
dipinggirnya Disampingnya (awal keterangan huruf kapital)
terdapat hewan hewan diganti ada hewan piaraan (koherensi)
menemukan sedang makan (koherensi)

14. Agustia 7E

Kesalahan Pembenaran
tempat ini Gunung Bromo
di kunjungi Dikunjungi (ditulis serangkai karena imbuhan
hangat Tebal
belerang belerang, (tanda baca koma)
pada dihilangkan
yang hadir atau datang dibilangkan (pemborosan kata/ tidak efektif)

15. Anggi Firmansyah / 7D

Kesalahan Pembenaran
tempat ini Gunung Bromo
di kunjungi Dikunjungi (ditulis serangkai karena imbuhan
hangat Tebal
belerang belerang, (tanda baca koma)
pada dihilangkan
yang hadir atau datang dibilangkan (pemborosan kata/ tidak efektif)

16. Danur / 7E

Kesalahan Pembenaran
101

nan indah Nan Indah (kapital karena judul keterangan)


pantai parang tritis Pantai Parang Tritis (kapital)
mempesona Memesona (kata baku)
yg Yang

17. Hikmal / 7D

Kesalahan Pembenaran
Didagunya dihilangkan (pemborosan)
ayahku Ayahku (kapital)
dgn dengan (baku)
yg yang (kata baku

18. Wiwit Andriansayah / 7D

Kesalahan Pembenaran
Yg Yang
dan Dan (kapital karena awal kalimat)
disana di sana (dipisahkan kata depan)
didalamnya Didalamnya (kapital karena awal kalimat)
kesana Kesana (kata depan)
berpariwisata Wisata (pemborosan)
disitu Di situ
songgoriti Songgoriti (kapital)
tempat untuk pembeli dihilangkan diganti penjual

19. M Maksun / 7C

Kesalahan Pembenaran
Coklat Cokelat
102

matanya dihilangan
dan dihilangkan diganti dengan tanda titik (.)
muda, komanya dihilangkan
Seperti seperti kecil karena tengah kalimat
yg yang
Kadang kadang (kecil karena tengah kalimat)

20. Deni Ifan Aditya

Kesalahan Pembenaran
Dia Dia kapital karena awal kalimat
ayah Ayah (kapital karena awal kalimat)
kamu dihilangkan tidak efektif
agar Agar (kapital karena awal kalimat)
oleh karena itu Dihilangkan (tidak efektif / pemborosan)
dia diganti dan

21. M Niko Febrianto / 7B

Kesalahan Pembenaran
Disitu Disitu (kapital awal kalimat0
sebelum Sebelum (kapaital awal kalimat)
sebelum Sebelum (kapaital awal kalimat)
dengan Dengan (kapital awal kalimat)

22. M Deni Firmansyah / 7B

Kesalahan Pembenaran
dan disana Paraaagraf I dihilanghkan
delegan Delegan (kapital)
103

tetapi Kapital awal kalimat


sayangnya Sayangnya,
perjalananya Perjalananya (kapital awal kalimat)
paragraf 3 kalimat I disana dihilangkan

23. M Nurul Afandi / 7A

Kesalahan Pembenaran
Setelah malang setelah malang diberi tanda ( , )
tdk tidak (tidak baku)
di penuhi dipenuhi (ditulis serangkai imbuhan)
kira2 kira - kira
dgn dengan

24. Dwi Rahma Ayuningtyas

Kesalahan Pembenaran
(Pesona Pantai Senggigi) Judul tidak pakai kurung
tentram tenteram
anda Anda
mempesona memesona

25. M Bagus Aditia / 7A

Kesalahan Pembenaran
di Jogya Di Jogya (kapital awal kalimat)
di pantai Di Pantai (kapital awal kalimat)
Sehabis sehabis (kecil karena ditengah kalimat)
104

26. A Fajar Nawawi 7A

Kesalahan Pembenaran
malang Malang (karena nama kota)
moseum Moseum
Berjualan berjualan kecil karena ditengah kalimat
di jadikan dijadikan (serangkai karena imbuhan)

27. Faiz Windana / 7H

Kesalahan Pembenaran
pantai Pantai (kapital karena ada kata Parangtritis)
Abu abu abu abu karena tengah kalimat
Pantai pantai karena tidak diikuti nama pantainya

28. Anisatul Wafa 7C

Kesalahan Pembenaran
Judul Judul tidak diberi tanda apapun
yg yang
bermacam2 bermacam-macam
dipantai Di pantai kata depan
tak tidak
Muncul muncul (kecil karena ditengah kalimat)

29. Alfiatul Laili / 7G

Kesalahan Pembenaran
disana di sana (kata depan)
thn tahun
di tempatkan ditempatkan (serangkai imbuhan)
105

ditumpangi oleh masyarakat dinaiki oleh pengunjung


yang berwisata dihilangkan

30. Hesti Mardayanti 7F

Kesalahan Pembenaran
Putranya Puteranya (kata baku)
Sifat Sifat (penulisanya kecil karena ditengah kalimat)
ketentraman ketentraman (kata baku)

Hasil analisis kekeliruan (mistakes) pada karangan siswa

1. Diva Salsabila 7F

Kesalahan Pembenaran
Wajahnya selalu bersinar seperti Wajahnya selalu berseri seri
bulan
tebal bergelombang tebal ikal
legam tanpa semir hitam berkilau
termakan usia bertambah usia
tutur katanya lembut tutur katanya halus

2. Ardelina RW 7F

Kesalahan Pembenaran
bersinar seperti bulan Berseri seri
hitam bergelombang hitam ikal
106

lembut halus

3. Emik A.F 7G

Kesalahan Pembenaran
Tidak masjis Bukan hanya masjid

4. Dona Hesty Fauziah / 7F

Kesalahan Pembenaran
bersinar berseri seri
bergelombang ikal
lembut halus
sudah berumur sudah tua

5. Agustia 7E

Kesalahan Pembenaran
hangat tebal

6. Anggi Firmansyah / 7D

Kesalahan Pembenaran
bersinar berseri seri
bergelombang ikal
termakan bertambah
107

7. M Maksun / 7C

Kesalahan Pembenaran
menyejukkan

8. Alfiatul Laili / 7G

Kesalahan Pembenaran
ditumpangi Dinaiki
masyarakat Pengunjung

B. Pembahasan

1. Analisis Kesalahan (Errors) wacana bahasa indonesia dalam karangan

deskripsi siswa kelas VII MTs Negeri 2 Sidoarjo

Tabel IV.1 Analisis Kesalahan (errors)

Analisis Kesalahan (errors) Wacana Bahasa Indonesia Dalam


Karangan Deskripsi Siswa Kelas VII MTs Negeri 2 idoarjo
Nama Pemakaia Pemakaian Penulis Kesalaha Kesalahan Kesalaha
No
Siswa n huruf tanda baca an kata n penyusuna n
kapital pemiliha n kalimat sintaksis
n kata
1 Diva 2 - - - 1 -
salsabila
2 Delvina - - - 1 1 -
3 Farda Ali A - - 1 1 1 -
4 Nalla R - 2 3 - 2 2
5 Ardelina - - 1 1 - -
RW
108

6 Diah 1 - - 1 - -
Puspita
7 Emik AF - - - 1 1 -
8 Nasya NA - 1 - - - -
9 Nasywa AI 1 - - 1 - -
10 Aulia 2 1 - 1 1 1
11 M Wahyu 2 1 1 1 -
12 Dona Hesty - - - 1 1 1
Fauziah
13 Evi Nur 2 - - 3 2 -
Jannah
14 Agustia - 1 1 3 1 -
15 Anggi - 1 1 3 1 -
Firmansyah
16 Danur 2 - 1 1 - -
17 Hikmal 2 - 2 - - -
18 Wiwit 3 - 1 2 2 1
Andriansya
h
19 M Maksun - 2 1 2 1 1
20 Deni Ifan 3 - 1 2 - -
Aditya
21 M Niko 4 - - - - -
Febrianto
22 M Deni 3 1 - - 2 -
Firmansyah
23 M Nurul - 1 1 1 2 -
Afandi
24 Dwi Rahma - 1 - 3 - -
Ayuningtya
s
25 M Bagus 2 - - 1 - -
Aditya
26 A Fajar 2 - - 1 1 -
Nawawi
27 Faiz 2 - - 1 - -
Windana
28 Anisatul - 1 - 4 1 -
Wafa
29 Alfiatul - - 1 2 2
Laili
30 Hesti - - - 2 1 -
Mardayanti
33 13 16 30 25 6
109

2. Hasil Analisis Kekeliruan (Mistakes) pada wacana siswa kelas VII MTs

Negeri 2 Sidoarjo

Tabel IV.2 Analisis Kekeliruan (mistakes)

Hasil Analisis Kekeliruan (Mistakes) pada wacana siswa kelas VII MTs
Negeri 2 Sidoarjo
No Nama Siswa Paragraf I Paragraf II Paragraf III Paragraf IV Paragraf V
1 Diva salsabila 1 3 1 - -
2 Delvina - - - - -
3 Farda Ali A - - - - -
4 Nalla R - - - - -
5 Ardelina RW 2 1 - - -
6 Diah Puspita - - - - -
7 Emik AF - - 1 - -
8 Nasya NA - - - - -
9 Nasywa AI - - - - -
10 Aulia - - - - -
11 M Wahyu
12 Dona Hesty 2 1 1 - -
Fauziah
13 Evi Nur - - - - -
Jannah
14 Agustia - - 1 - -
15 Anggi 3 - - - -
Firmansyah
16 Danur - - - - -
17 Hikmal - - - - -
18 Wiwit - - - - -
Andriansyah
19 M Maksun 1 - - - -
110

20 Deni Ifan - - - - -
Aditya
21 M Niko - - - - -
Febrianto
22 M Deni - - - - -
Firmansyah
23 M Nurul - - - - -
Afandi
24 Dwi Rahma - - - - -
Ayuningtyas
25 M Bagus - - - - -
Aditya
26 A Fajar - - - - -
Nawawi
27 Faiz Windana - - - - -
28 Anisatul Wafa - - - - -
29 Alfiatul Laili 2 - - - -
30 Hesti - - - - -
Mardayanti
Jumlah 11 4 4 - -

Table IV.1. Tabel Analisis Jenis Kesalahan Wacana Siswa

No Jenis Kesalahan Jumlah Frekuensi Wacana yang Jumlah Frekuensi


Wacana baik
1 Kesalahan Ejaan 15 50 % Pemakaian Huruf 15 50 %
Kapital
2 Pemakaian tanda 13 25 % Pemakaian tanda 17 75%
baca ( . , ; : ) dengan
baik
3 Penulisan Kata 16 55 % Penulisan kata 14 45 %
depan, turunan,
cetak miring
dengan baik
111

4 Kesalahan 30 100 % Ketepatan, - -%


Pemilihan kata ekonomis,
kesesuaian
5 Kesalahan 25 75 % Kohesi, 5 5%
Penyusunan koherensi,
Kalimat kesejajaran
6 Kesalahan 6 6% Bidang frasa, kata 24 74 %
Sintaksis dari atau tentang

Table IV.3 menunjukan bahwa analisis kesalahan wacana siswa ada 7

unsur yang menunjukkan ada wacana siswa kelas VII MTs Negeri 2 Sidoarjo

masih banyak yang sesuai degan unsur unsur wacana yang baik. Hal ini

membuktikan bahwa siswa kelas VII MTs Negeri 2 Sidoarjo dapat membuat

karangan dengan baik dan sesuai dengan yang peneliti ajarkan sebelumya.

3. Frekuensi jenis kesalahan wacana siswa kelas VII MTs Negeri 2 Sidoarjo

Frekuensi jenis kesalahan wacana siswa yang salah dalam pemakaian huruf

kapital sebanyak 33 kasus, siswa yang salah dalam pemakaian tanda baca

sebanyak 13 kasus, siswa yang salah dalam penulisan kata dalam wacana

sebanyak 16 kasus, siswa yang salah dalam pemilihan kata sebanyak 30 kasus,

siswa yang salah dalam penyusunan kata sebanyak 25, siswa yang salah dalam

sintaksis adalah sebanyak 6 kasus. Dalam hal ini siswa yang palin banyak

melakukan kesalahan dalam wacana adalah pada penggunaan huru kapital,

yaitu sebanyak 33 kasus dan yang paling sedikit pada kesalahan sintaksis

sebanyak 3 kasus. Hal ini dapat dilihat pada tabel IV.2 dibawah ini.
112

Table IV.4. Tabel Frekuensi Jenis Kesalahan Wacana Siswa

No Frekuensi Jenis Frekuensi Presentase


kesalahan
1 Pemakaian huruf kapital 33 19 %

2 Pemakaian Tanda Baca 13 16 %

3 Penulisan Kata 16 16,2 %

4 Kesalahan Pemilihan Kata 30 17,2 %

5 Kesalahan Penyusunan 25 17 %

Kalimat

6 Kesalahan Sintaksis 6 14,6%

123 100%

Table frekuensi jenis kesalahan wacana diatas menunjukkan bahwa

frekuensi pada pemakaian huruf kapital 33 dan persentase 19%, pada frekuensi

pemakaian tanda baca sebanyak 13 dan persentase 16%, pada frekuensi

penulisan kata sebanyak 16 dan persentase 16,2%, pada frekuensi kesalahan

pemilihan kata sebanyak 30 dan persentasenya 17,2%, pada frekuensi kesalahan

penyusunan kalimat sebanyak 25 dan persentasenya 17% dan yang terakhir

pada frekuensi kesalahan sintaksis sebanyak 6 dan persentasenya 14,6%. Hal


113

ini membuktikan bahwa siswa kelas VII MTs Negeri 2 Sidoarjo mampu

membuat karangan dengan baik dan benar.

4. Sumber Kesalahan Wacana Siswa Kelas VII MTs Negeri 2 Sidoarjo

Tabel IV.5 Sumber kesalahan wacana siswa yang terpengaruh dengan

bahasa ibu dan kekurangpahaman pemakai bahasa

Sumber Kesalahan Wacana Siswa


No Pengaruh Bahasa Ibu Kekurangpahaman Pemakai
Bahasa
1 - -
2 - -
3 - -
4 - 1
5 1 -
6 - -
7 - 1
8 - -
9 - -
10 - -
11 - 1
12 1 -
13 - -
14 - -
15 - -
16 1 -
17 - -
18 -- -
19 1 -
20 - 1
21 - -
22 - -
23 - -
24 - -
25 1 1
26 - -
114

27 - -
28 - -
29 1 -
30 - -
31 - 1
32 - 1
33 1 -
34 - -
35 - -
36 - -
37 1 -
38 - -
39 1 -
40 - -
9 7

Tabel IV.6 Persentase Sumber Kesalahan Wacana Siswa

No Sumber kesalahan wacana siswa Jumlah Prosentase

1 Pengaruh Bahasa Ibu /Bahasa Daerah 9 22,5 %

2 Kekurangpahaman pemakai bahasa 7 17.5 %

terhadap bahasa yang dipakainya

Pada tabel IV.6 diatas menunjukkan bahwa sumber kesalahan siswa kelas

VII MTs Negeri 2 Sidoarjo dalam membuat wacana terdapat sedikit kesalahan, hal

ini dibuktikan pada jumlah dan prosentase diatas bahwa pengaruh bahasa

ibu/bahasa daerah yang dipakai siswa sebanyak 22,5% dari seluruh siswa yang

tidak terpengaruh dengan bahasa ibu. Kekurangpahaman siswa terhadap pemakaian

bahasa yang dipakainya sebanyak 17,5%, dari seluruh siswa yang memakai bahasa

dengan benar. Dalam hal ini, peneliti yakin bahwa siwa kelas VII MTs Negeri 2

Sidoarjo dapat membuat karangan dengan baik.


115

Sesuai yang sudah peneliti sajikan, bahwa kesalahan wacana siswa lebih

sedikit dari pada penulisan wacana yang baik.

a. Kesalahan Ejaan

Penggunaan huruf kapital pada karangan siswa kelas VII MTs Negeri 2 Sidoarjo

lebih banyak yang benar dari penggunaan huruf kapital yang salah, hal itu dapat

dilihat pada tabel IV.1 bahwa penggunaan huruf kapital yang benar sebanyak

62.5 % dan penggunaan huruf kapital yang salah 37,5%.

b. Pemakaian tanda baca

Pemakaian tanda titik, tanda koma, tanda titik dua, tanda titik koma, tanda petik,

tanda pisah, tanda hubung sudah cukup baik. Hal itu dapat dilihat pada tabel

IV.1 bahwa pemakaian tanda baca yang benar sebanyak 75% dan pemakaian

tanda baca yang salah 25%.

c. Penulisan kata

Penulisan kata depan, penggunaan kata turunan, penggunaan cetak miring, dan

penggunaan garis bawah siswa kelas VII MTs Negeri 2 Sidoarjoa dalam

menulis karangan sudah cukup baik, hal ini dapat dilihat pada tabel IV.1 bahwa

penulisan kata yang baik 55% dan penulisan kata yang salah sebanyak 45%.

d. Kesalahan pemilihan kata atau diksi

Ketepatan, penggunaan secara ekonomis, kesesuaian dalam pemilihan kata

siswa kelas VII MTs Negeri 2 Sidoarjo sudah sangat baik. Hal ini dapat dilihat

pada tabel IV.1 bahwa pemilihan kata yang benar 65% dan yang menulis

karangan dengan pemilian kata yang salah 25%.

e. Kesalahan penyusunan kalimat


116

Kohesi, koherensi, serta kesejajaran siswa kelas VII dalam menyusun kalimat

sudah menunjukkan penulisan yang baik. Pada penyusunan yang benar siswa

kelas VII sebanyak 57,5% dan yang menyusun kalimat yang salah 42,5%.

f. Kesalahan sintaksis

Kesalahan bidang frasa, penyusunan bidang frasa yang salah struktur,

penambahan yang dalam frasa benda, penambahan kata atau, dari, tentang

dalam frase benda, penambahan kata kepunyaan dalam frasa benda siswa kelas

VII sudah sangat baik. Hal itu dapat dilihat dari tabel IV.1 diatas bahwa

kesalahan sintaksis sebanyak 22,5 % dan yang benar 77,5 %.

Frekuensi jenis kesalahan wacana siswa menunjukkan bahwa siswa kelas

VII MTs Negeri 2 Sidoarjo mampu membuat karangan dengan baik, hal itu

dibuktikan degan sedikit kesalahan yang dilakukan oleh siswa dalam menulis

karangan. Frekuensi kesalahan wacana siswa pada pemakaian huruf kapital 121

dan persentase 19%, pada frekuensi pemakaian tanda baca sebanyak 101 dan

persentase 16%, pada frekuensi penulisan kata sebanyak 103 dan persentase 16,2%,

pada frekuensi kesalahan pemilihan kata sebanyak 109 dan persentasenya 17,2%,

pada frekuensi kesalahan penyusunan kalimat sebanyak 107 dan persentasenya

17% dan yang terakhir pada frekuensi kesalahan sintaksis sebanyak 93 dan

persentasenya 14,6%.

Kesalahan belajar bahasa kedua yang bersumber pada pengaruh bahasa ibu

pada penulisan karangan siswa kelas VII MTs Negeri 2 Sidoarjo hanya 22,5 %.
117

Sedangkan kekuranganpahaman bahasa yang dipakai siswa dalam menulis wacana

hanya 17,5 %. Hal ini membuktikan bahwa siswa kelas VII MTs Negeri 2 Sidoarjo

sudah cukup baik dalam membuat teks wacana deskripsi.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Jenis Kesalahan Wacana

Jenis kesalahan wacana siswa kelas VII MTs Negeri 2 Sidoarjo

menunjukkan nilai yang lebih sedikit dari semua penulisan karangan siswa.

Hal ini menunjukkan bahwa siswa kelas VII mampu menerapkan semua

materi yang peneliti ajarkan sebelumnya.

2. Frekuensi Jenis Kesalahan Siswa Dalam Menulis Karangan Deskripsi

Jenis kesalahan siswa kelas VII MTs Negeri Junwangi dalam

menulis wacana sudah menunjukkan hal yang positif dalam menerapkan

pembelajaran yang peneliti sampaikan.

3. Sumber Kesalahan Siswa Dalam Menulis Wacana

Adapun pada sumber kesalahan siswa dalam menulis wacana juga

menunjukkan hal baik. Siswa sudah mengerti tentang bagaimana menulis

karangan deskripsi yang baik dan benar.

Dengan hasil yang telah peneliti paparkan diatas bahwa siswa kelas VII

MTs Negeri 2 Sidoarjo sudah mampu menerapkan penulisan karangan deskripsi


118

yang benar, walaupun masih ada beberapa siswa yang masih belum memahami

betul apa yang telah peneliti ajarkan, tapi seiring berjalannya proses belajar

mengajar siswa akan mampu dengan sendirinya untuk memahami penulisan

wacana.

B. Saran

Dengan mengetahui dari semua hasil karangan yang siswa kerjakan,

peneliti masih merasa kurang optimal dalam memberikan materi

pembelajaran. Tetapi hal ini sudah cukup baik untuk pemahaman siswa

dalam penulisan wacana. Peneliti akan lebih meningkatkan strategi proses

belajar mengajar dikelas demi terciptanya pemahaman antara materi yang

diajarkan dengan input yang siswa peroleh selama proses belajar mengajar.
119

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka

Brown, Douglas, H.1980. Principles of Language Learning and Teaching. New

Jersey: Prentice Hall, Inc

Corder, P. S. (1974). Error analysis and interlanguage. Oxford: Oxford

University Press

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1999. Kurikulum SD 1994 Disesuaikan

dengan Suplemen GBPP 1999. Jakarta : Pendidikan Dasar dan

Menengah.

Finoza, Lamuddin. 2002. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta : Diksi Insan

Mulia.

Harefa, Andrias. 2003. Mengasah Paradigma Pembelajar : 8 Paparan Untuk

Menggugah Dan Mempertajam Jiwa Pembelajaran Anda. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama.

Setyawati, Nanik. 2013. Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia: Teori dan

Praktik. Surakarta: Yuma Pustaka

Sumardjo, Jakob. 2007. Catatan Kecil tentang Menulis Cerpen. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Tarigan, H. G. 1987. Membina Keterampilan Menulis Paragraf dan

Pengembangannya. Bandung : Angkasa

Tarigan, Henry Guntur dan Djago Tarigan. 1990. Pengajaran Analisis Kesalahan

Berbahasa. Bandung: Angkasa.


120

Wijayanti, Dwi Rohmah. 2014. “Analisis Kesalahan Berbahasa Bidang

Morfologi Pada Karangan Narasi Siswa Kelas VII Madrasah

Tsanawiyah Muhammadiyah 1 Weleri Tahun Ajaran 2012/2014.

Skripsi thesis. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Widjono. 2005. Bahasa Indonesia Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di

Perguruan Tinggi. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana

Anda mungkin juga menyukai