artikel
oleh
Ringkasan
Peradaban yang berwujud sebagai budaya dalam satu kelompok masyarakat tidak dapat
dipisahkan dari fisika. Pada kenyataanya unsur-unsur budaya di sekitar siswa tidak atau sangat
kurang dimanfaatkan sebagai sumber pembelajaran fisika. Artikel ini membahas pokok-pokok
analisis dan deskripsi ilmiah tentang budaya sebagai konteks pembelajaran fisika, integrasi
budaya dalam pembelajaran, proses berpikir siswa dalam membangun pengetahuan, dan
perkembangan penelitian pendidikan fisika (Physics Education Research – PER). Artikel ini
diharapkan memberi penguatan dan pengayaan pembelajaran dan riset pembelajaran fisika
sebagai proses untuk membangun kepribadian siswa yang utuh, mencakup rana pengetahuan,
keterampilan dan afeksi
Pendahuluan
Pengetahuan tentang alam dan peradaban (budaya) berkembang interaktif dalam satu
kelompok masyarakat, baik yang dipandang “tradisional” maupun “modern”. Budaya
masyarakat modern berasosiasi dengan budaya barat yang sifatnya rasional, berkembang sesuai
perkembangan methodology, substansi dan produk-produk sains – fisika (Hartmann and.
Mittelstra. 2002). Budaya tradisional sering dilabelkan pada kelompok masyarakat yang
“tertinggal” terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sesungguhnya,
sesederhana apapun pengetahuan pada kelompok masyarakat tradisional, namun budaya yang
mereka miliki merupakan pengetahuan yang berkembang dalam waktu panjang sebagai respons
terhadap tuntutan kebutuhan energi (makanan, pemuatan peralatan dll) (Annila and Salthe,
2010), serta upaya untuk melindungi diri dari bahaya dan ancaman alam, binatang buas dan
kelompok masyarakat lain. Pengetahuan tentang alam yang diformulasi dalam prinsip, hukum,
teori fisika berlaku dan terkandung dalam budaya semua kelompok masyarakat – yang
tradisional maupun modern.
Hasil-hasil penelitian mengungkapkan saling pengaruh antara fisika dengan budaya
masyarakat. Konsep-konsep fisika membangun pengetahuan masyarakat tentang fenomena alam
dan urutan peristiwa alam yang dipahami masyarakat tradisional, serta melahirkaan kemajuan
teknologi dan menghasilkan produk-produk teknologi pada kelompok masyarakat modern.
Budaya yang membangun pengetahuan dasar dan awal (termasuk bagi anak pra sekolah)
mempengaruhi proses dan capaian belajar sains termaasuk fisika. Pengetahuan dan kepercayaan
terhadap aturan, kebiasaan, dan nilai-nilai dalam masyarakat tradisional ternyata menjadi
hambatan bagi siswa dalam proses belajar dan capaian pembelajaran fisika (Okoye and Okeke,
2007; Igbokwe, 2010; Redish, 2014). Integrasi budaya dan pengetahuan masyarakat dalam
pembelajaran sains dipandang banyak pakar dapat membangun kepribadian yang utuh,
menyangkut pengetahuan. keterampilan dan afeksi (Morales, 2014). Dua pendekatan
pembelajaran fisika yang konstruktif satu sama lain yakni pendekatan individual yang
mendorong siswa untuk berpkir dan bekerja seperti fisikawan, dan pendekatan sosial-budaya
yang menekankan pembentukan kepribadian siswa secara utuh. Penelitian pendidikan fisika
(Physics Education Research – PER) telah banyak dikembangkan dewasa ini dan menjadi umpan
balik terhadap perumusan kurikulum, substansi dan sumber pembelajaran, metodologi dan
strategi pembelajaran fisika. Penekanan PER adalah pemanfaatan multisumber belajar untuk
mengarahkan siswa memecahkan masalah, membangun pengalaman seraya membangun
kepribadian secara utuh.
Posisi fisika dalam perkembangan peradaban dan budaya masyarakat antara lain
dikemukakan oleh Annila and Salthe (2010), bahwa peradaban dan budaya dapat dipandang
sebagai pola kehidupan masyarakat dalam memperoleh dan mengkonsumsi energi secara bebas
dari lingkungan dimana ia berada. Pandangan naturalistik ini mengasumsikan bahwa segala
sesuatu dapat divaluasi dalam bentuk energi, tak terkecuali perubahan-perubahan sosial dapat
dipandang sebagai proses fisika. Dalam kehidupan masyarakat yang sederhana (dipandang
tradisional), kebiasaan dan tradisi (berburu, bercocok tanam, mencari ikan di laut dll) terbentuk
karena perjuangan (survive) untuk mendapatkan energi. Pantangan atau tabu dan sanksi sosial
terhadap pelanggar aturan merupakan upaya untuk menghindasri diri dari hukum alam dalam
bentuk energi yang tidak terkendali seperti badai, banjir, gempa bumi, tanah longsor dll.
Dalam kehidupan masyarakat modern, Hartmann and. Mittelstra (2002), mengemukakan
bahwa fisika adalah elemen integral dari kehidupan modern, sekaligus memberikan landasan
rasional dan esensial dari kehidupan moderen sebagai peradaban di era teknologi. Fisika
membangun paradigma sains, pondasi teknologi, dan selanjutnya membentuk peradaban
rasional. Tanpa fisika tidak akan ada teknologi, tidak ada oriientasi saintifik untuk menghasilkan
teori metode, dan instrumen. Hartmann and. Mittelstra menegaskan bahwa secara umum, segala
sesuatu yang berkaitan dengan hubungan antar sains dan antara sains dengan kehidupan modern,
kultur dan pendidikan merupakan bagian dari fisika.
Proses eksplorasi konsep dan proses sains atas fakta, fenomena, isu di lingkungan sekitar.
Pendekatan pembelajaran yang paling mungkin untuk mengintegrasikan konsep dan proses
sains dengan fakta, fenomen, isu yang ada di lingkungan sekitar yang telah menjadi pengalaman
siswa adalah pembelajaran kontekstual atau tematik. Pendekatan ini menempatkan konteks atau
tema tentang fakta, fenomena dan isu sebagai focus perancangan materi dan kegiatan belajar.
Pendekatan ini memiliki keunggulan: (1) pengalaman siswa melakukan eksplorasi konsep dan
proses sains atas fakta, fenomena dan isu, (2) menghasilkan produk berupa referensi materi
interdisipliner dan kegiatan yang berbasis pada pengamatan dan langkah-langkah inkuiri.
Pengalaman mengeksplorasi konsep dan proses sains merupakan bentuk operasional dari model
pembelajaran yang menekankan interaksi individu dengan konteks dan budaya di lingkungan
sekitar (Redish, 2012). Proses eksplorasi konsep dan proses sains atas fakta, fenomena dan isu di
limgkungan sekitar siswa, termasuk social budaya masyarakat, secara skematis disajikan pada
Gambar-1
Proses eksplorasi konsep dan proses sains mencakup model berpikir individual. Proses
eksplorasi ini lebih luas dan bertahap sesuai karakteristik dan tahapan pengkajian fakta,
fenomena dan isu. Dalam setiap tahapan aktivitas eksplorasi ini, individu melakukan asosiasi dan
kontrol seperti dikemukakan oleh Redish (2012). Sebagai proses integrasi pengalaman atas fakta
dan fenomena alam dengan konsep sains (fisika), langkah-langkah utama dalam proses
eksplorasi adalah: (1) identifikasi obyek (meliputi berbagai bentuk, bagian dari rangkaian
fenomena) secara bertahap, (2) analisis dan deskripsi pemahaman awal atas hasil identifikasi
obyek, (3) eksplorasi konsep dan proses sains dengan mengidentifikasi dan menetapkan konsep
yang bersesuaian dengan hasil identifikasi obyek, serta menjelaskan proses sains terkait dengan
hasil analisis butir (2), dan (4) melakukan analisis dan sintesis untuk menghasilkan rumusan
secara lengkap tentang fakta dan fenomena serta urutan sebab akibat secara fisis (Medellu,
2019).
Butir (1) dan (2) merupakan tahapan untuk perumusan pengalaman atau persepsi hasil
pengamartan obyek, sedangkan butir (3) dan (4) merupakan tahapan eksplorasi dan perumusan
konsep dan proses sains dari fakta atau fenomena yang dipelajari. Tentang butir (1), identifikasi
obyek dapat berbentuk pengamatan atau pengukuran, tapi dapat juga berbentuk pengungkapan
kembali pengalaman yang telah ada dalam struktur kognitif. Pengembangan langkah-langkah
eksplorasi dalam mengintegrasikan obyek yang terkait dengan sosial-budaya masyarakat,
langkah-langkah eksplorasi meliputi: (1) identifikasi obyek, (2) analisis dan deskripsi
pengetahuan, prinsip, aturan dan nilai-nilai dalam masyarakat, (3) analisis dan deskripsi
pemahaman awal (oleh perancang materi) atas fakta/fenomena dan urutan dalam fenomena
dihubungkan dengan pengetahuan masyarakat), (4) eksplorasi konsep dan proses sains, dan (5)
analisis, sintesis dan perumusan secara konseptual dan proses sains tentang: fakta, fenomena dan
isu dalam masyarakat. Praktik eksplorasi konsep ini dapat menggunakan format acuan berikut
ini:
Tabel-1. Format eksplorasi konsep dan proses sains (diadaptasi dari Medellu, 2019)
No (urutan Pengetahuan, nor Analisis dan des Identifikasi, penetap Analisis, sintesis dan
fenomena) ma, nilai dalam kripsi unsur-unsur an konsep dan peru perumusan jejaring
masyarakat fakta, fenomena, isu musan proses sains konsep dan pros sains
Menggunakan format (Tabel-2) di atas, dievaluasi produk kelompok dalam merumuskan setiap
langkah eksplorasi untuk setiap tahapan kegiatan (I, II dst). Format ini juga dapat menunjukkan
perubahan interaksi kelompok dari langkah eksplorasi awal ke langkah eksplorasi berikutnya
serta perkembangan interaksi kelompok dari tahapan awal ke tahapan berikutnya. Indikator
demokratis dapat dipilih sesuai kondisi dan kebutuhan kelompok. Indikator interaksi demokratis
dapat berubah dari kegiatan satu ke kegiatan berikutnya, bergantung pada materi dan kegiatan
belajar serta perkembangan interaksi kelompok
Penelitian Pendidikan Fisika (Physcics Education Research - PER)
Dalam kerangka Physics Education Resarch (PER), banyak studi dilakukan mencakup
pengembangan strategi instruksional dan kurikulum untuk memperbaiki pola berpikir siswa
menjadi sejalan dengan penjelasan saintifik dan proses yang mengacu pada perubahan
konseptual (Jennifer L. and José, 2014). Penelitian pendidikan fisika yang dikembangkan dalam
PER menggeser dari focus kognitif ke arah menjawab pertanyaan-pertanyaan yang lebih bersifat
sosial. Menjadi ahli fisika tidak semata memberi perhatian tentang belajar untuk berpikir seperti
ahli fisika tapi menjadi satu pribadi ahli fisika. Pembahasan aspek sosial ini menunjukkan bahwa
pembelajaran fisika tidak berupa proses kognitif individu semata. PER mmberikan gambaran
bahwa pembelajaran diperluas dengan penerapan pendekatan sosio-kultural (Johansson, 2014).
Mutu dan nilai guna penelitian dapat ditingkatkan secara interdisipliner. Sains interdisipliner
menjadi penting dimasa mendatang dan menginspirasi konten sains lama (terpisah),
mendekatkan dan membangun rumusan bersama antar disiplin (Hartmann and. Mittelstra. 2002).
Lebih lanjut, Hartmann and Mittelstra (2002) mengemukakan bahwa fisika tetap dapat
mempertahankan peran metodologisnya dimasa mendatang karena tiga hal: (1) metode
investigasi dan standar evaluasi yang diterapkan dalam fisika, (2) pengembangan teori dan
matematisasi dalam fisika, dan (3) kebutuhan pengukuran dan instrumen yang dikembangkan
dalam fisika untuk menyelesaikan masalah. Keunggulan fisika ini menempatkan fisika dan
pembelajaran fisika sebagai core riset interdisipliner.
Penelitian pembelajaran fisika berbasis aktivitas mengeksplorasi konsep atas fakta-
fenomena alam dan sosial-budaya, selain menghasilkan solusi masalah secara utuh, juga akan
membangun kepribadian siswa yang mampu menyelesaikan masalah dan merumuskan gagasan-
gagasan secara mandiri. Johansen (2014), mengemukakan kesimpulan PER sebagai berikut: PER
menunjukkan bagaimana norma-norma tertentu tentang fisika dikomunikasikan dalam
pendidikan fisika, dan bagaimana norma-norma ini dapat mengarahkan siswa untuk belajar fisika
atau berusaha menjadi fisikawan. Hasil ini diperoleh dengan menggunakan pandangan diskursif
identitas, bersifat kualitatif dan menerapkan pendekatan penelitian metode campuran. Pandangan
ini melibatkan pertanyaan tentang ide akuisisi identitas fisika. Jika identitas yang berkembang
adalah enkulturasi menjadi suatu budaya, adalah penting untuk menjawab pertanyaan apa yang
tercakup dalam budaya ini. PER meletakan situasi siswa di latar depan, dan bukan prioritas
disiplin. PER menekankan proses belajar siswa untuk memiliki kepribadian yang utuh seperti
fisikawan. Hasil riset diharapkan dapat membawa perubahan pada pembelajaran fisika dan
penelitian pembelajaran fisika menjadi lebih berdiversifikasi dan bermanfaat
Kesimpulan
Konteks alam, sosial-budaya local maupun informasi global membentuk pengalaman pribadi
siswa secara utuh, menjadi potensi yang mendukung tapi juga dapat menghambat proses dan
pencapaian sasaran pembelajaran fisika. Integrasi konteks alam dan sosial-budaya dalam
pembelajaran di kelas maupun aktivitas belajar di luar kelas, membentuk kepribadian fisikawan,
tidak hanya memahami fisika tapi berperilaku positif sebagai ekspresi nilai-nilai sains/fisika
yang hakiki. Penelitian pembelajaran fisika hendaknya ditekankan pada membangun kepribadian
siswa secara utuh, membangun keterampilan dan kemampuan menganalisis, mengsosiasi dan
mengeksplorasi konsep-konsep fisika dari fakta, fenomena dan realitas budaya di lingkungan
sekitar, yang diperkaya dengan informasi global.
Daftar Pustaka
Annila A. and S. Salthe. 2010. Cultural Naturalism. Entropy, 12, 1325-1343;
doi:10.3390/e12061325. ISSN 1099-4300. www.mdpi.com/journal/entropy
Aikenhead, G. S. 2001. Integrating Western Aboriginal Sciences: Cross-Cultural Science
Teaching. Research in Science Education.Vol. 31(2) pp 337-355.
Bello, Th. O. 2015. Influence of Cultural Belief and Values on Secondary School Students’
Understanding of Atmospheric Related Physics Concepts. Journal of Education and
Practice, 6(36). ISSN 2222-1735 (Paper) ISSN 2222-288X (Online). www.iiste.org
Hartmann S. and J. Mittelstra. 2002. Physics is Part of Culture and the Basis of Technology
paper appeared in German Physical Society - Physics Research: Topics, Significance and
Prospects. Bonn: DPG 2002, 195–198.
Igbokwe, C. O. 2010. The effect of multicultural learning environment on cognitive achievement
of pupils in primary science. Journal of Science Teachers’ Association of Nigeria (STAN);
45 (2): 9-19.
Johansson A. 2014 Analyzing discourse and identity in physics education: methodological
considerations. Published by the American Association of Physics Teachers. doi:10.1119
Jennifer L. and José, 2014: Synthesis of discipline-based education research in physics.
Published by the American Association of Physics Teachers. doi:10.1119
Medellu, Ch.S. 2019. Learning about environment. Model of High Order Thinking Learning in
Democratic Interaction. Artikel dilindungi sebagai KI no. 000138276, tanggal 8 Januari
2019.
Medellu Ch. S., S. Lumingkewas, and J.F. Walangitan. 2015. Democratization of Learning
through Thematic Assignment. International Education Studies; Vol. 8, No. 4. ISSN 1913-
9020 E-ISSN 1913-9039. doi:10.5539/ies.v8n4p111. http://dx.doi.org/10.5539/
ies.v8n4p111
Morales M.P.E. 2014. The Impact of Culture and Language Sensitive Physics on Concept
Attainment. International Journal of Learning, Teaching and Educational Research Vol.
2, No.1, pp. 1-29,
Okoye, B. E. and O.C. Okeke,. 2007. Efficacy of eliminating superstitious beliefs strategy on
achievement and knowledge retention in genetics among secondary school students.
Journal of Science Teachers Association of Nigeria (STAN).; 42 (1); 73-77
Okebukola, P. 2002. Beyond the stereotype to new trajectories in science teaching. Ibadan:
Science Teachers Association of Nigeria;
Redish E.F. 2012. The role of context and culture in teaching physics: The implication of
disciplinary differences. Paper presented at the World Conference on Physics Education,
Baheçeşehir University, Istanbul, Turkey, July 1-6, 2012.
Yip, D. Y. 2001. Promoting the development of a conceptual change model of science
instruction in prospective secondary biology teachers. International Journal of Science
Education; 23(7): 755-770.