Anda di halaman 1dari 4

Belajar Tuntas (Mastery Learning)

Belajar tuntas berasumsi bahwa di dalam kondisi yang tepat semua peserta didik mampu
belajar dengan baik, dan memperoleh hasil yang maksimal terhadap seluruh materi yang
dipelajari. Agar semua peserta didik memperoleh hasil belajar secara maksimal, pembelajaran
harus dilaksanakan dengan sistematis. Kesistematisan akan tercermin dari strategi
pembelajaran yang dilaksanakan, terutama dalam mengorganisir tujuan dan bahan belajar,
melaksanakan evaluasi dan memberikan bimbingan terhadap peserta didik yang gagal
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan pembelajaran harus diorganisir secara spesifik
untuk memudahkan pengecekan hasil belajar, bahan perlu dijabarkan menjadi satuan-satuan
belajar tertentu,dan penguasaan bahan yang lengkap untuk semua tujuan setiap satuan belajar
dituntut dari para peserta didik sebelum proses belajar melangkah pada tahap berikutnya.
Evaluasi yang dilaksanakan setelah para peserta didik menyelesaikan suatu kegiatan belajar
tertentu merupakan dasar untuk memperoleh balikan (feedback). Tujuan utama evaluasi
adalah memperoleh informasi tentang pencapaian tujuan dan penguasaan bahan oleh peserta
didik. Hasil evaluasi digunakan untuk menentukan dimana dan dalam hal apa para peserta
didik perlu memperoleh bimbingan dalam mencapai tujuan, sehinga seluruh peserta didik
dapat mencapai tujuan ,dan menguasai bahan belajar secara maksimal (belajar tuntas).

Strategi belajar tuntas dapat dibedakan dari pengajaran non belajar tuntas dalam hal berikut :
(1) pelaksanaan tes secara teratur untuk memperoleh balikan terhadap bahan yang diajarkan
sebagai alat untuk mendiagnosa kemajuan (diagnostic progress test); (2) peserta didik baru
dapat melangkah pada pelajaran berikutnya setelah ia benar-benar menguasai bahan pelajaran
sebelumnya sesuai dengan patokan yang ditentukan; dan (3) pelayanan bimbingan dan
konseling terhadap peserta didik yang gagal mencapai taraf penguasaan penuh, melalui
pengajaran remedial (pengajaran korektif).

Strategi belajar tuntas dikembangkan oleh Bloom, meliputi tiga bagian, yaitu: (1)
mengidentifikasi pra-kondisi; (2) mengembangkan prosedur operasional dan hasil belajar;
dan (3c) implementasi dalam pembelajaran klasikal dengan memberikan “bumbu” untuk
menyesuaikan dengan kemampuan individual, yang meliputi : (1) corrective technique yaitu
semacam pengajaran remedial, yang dilakukan memberikan pengajaran terhadap tujuan yang
gagal dicapai peserta didik, dengan prosedur dan metode yang berbeda dari sebelumnya; dan
(2) memberikan tambahan waktu kepada peserta didik yang membutuhkan (sebelum
menguasai bahan secara tuntas).

Di samping implementasi dalam pembelajaran secara klasikal, belajar tuntas banyak


diimplementasikan dalam pembelajaran individual. Sistem belajar tuntas mencapai hasil yang
optimal ketika ditunjang oleh sejumlah media, baik hardware maupun software, termasuk
penggunaan komputer (internet) untuk mengefektifkan proses belajar.
Konsep Belajar Tuntas

By Seng Nduwe on

Ciri pertama penilaian pendidikan yaitu penilaian dilakukan secara tidak langsung, misalnya
dengan mengukur kepandaian dengan ukuran kemampuan menyelesaikan soal-soal, yaitu
dilakukannya evaluasi. Alat yang digunakan dalam evaluasi ada 2 macam, yaitu tes dan non
tes. Tes merupakan suatu alat pengumpul informasi yang fungsinya untuk mengukur hasil
belajar siswa dan mengukur keberhasilan program pengajaran. Sedangkan teknik bentuk non
tes untuk menilai sikap, minat, dan kepandaian siswa, melalui teknik wawancara, angket dan
observasi. Dari uraian tadi dapat diketahui bahwa kemampuan dapat diukur melalui tes, tes
juga dimaksudkan untuk mengukur ketuntasan belajar siswa. Dalam buku karangan Moh.
Uzer Usman dan Lilis Setiawati mengemukakan bahwa ”belajar tuntas adalah pencapaian
taraf penguasaan minimal yang ditetapkan untuk setiap unit bahan pelajaran baik secara
perorangan maupun kelompok sehingga apa yang dipelajari siswa dapat tercapai semua”.

Menurut Suryosubroto mengemukakan bahwa ”belajar tuntas adalah suatu filsafat yang
mengatakan bahwa dengan sistem pengajaran yang tepat semua siswa dapat belajar dengan
hasil yang baik dari hampir seluruh materi pelajaran yang diajarkan di sekolah”.
Sedangkan menurut Kunandar mengemukakan bahwa ”belajar tuntas adalah suatu sistem
belajar yang menginginkan sebagian besar peserta didik dapat menguasai tujuan
pembelajaran secara tuntas”.
Dipandang dari sudut pendidikan cara belajar mengajar dengan menggunakan konsep belajar
tuntas sangatlah menguntungkan bagi siswa, karena hanya dengan cara tersebut setiap siswa
dapat dikembangkan secara optimal. Kunandar dalam bukunya guru propesional
implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dan persiapan menghadapi
sertifikasi guru mengatakan bahwa ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan
dalam suatu kompetensi dasar berkisar antara 0-100%. Kriteria ideal ketuntasan untuk
masing-masing indikator 75%. Satuan pendidikan harus menentukan criteria ketuntasan
minimal dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan ratarata peserta didik serta
kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran. Satuan
pendidikan diharapkan meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara terus-menerus untuk
mencapai ketuntasan ideal.
Pembelajaran tuntas (Mastery Learning) dalam KTSP adalah pendekatan dalam pembelajaran
yang mempersyaratkan siswa menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun
kompetensi dasar mata pelajaran. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengukuran
kemampuan siswa dalam penelitian ini disesuaikan dengan pelaksanaan belajar tuntas, yaitu
adanya program perbaikan/program remedial, yakni jika siswa belum mencapai ketuntasan
yang ditetapkan, maka siswa diberi program perbaikan sampai mencapai ketuntasan.

Belajar tuntas
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Belajar tuntas (mastery learning) adalah filosofi pembelajaran yang berdasar pada anggapan
bahwa semua siswa dapat belajar bila diberi waktu yang cukup dan kesempatan belajar yang
memadai. Selain itu, dipercayai bahwa siswa dapat mencapai penguasaan akan suatu materi
bila standar kurikulum dirumuskan dan dinyatakan dengan jelas, penilaian mengukur dengan
tepat kemajuan siswa dalam suatu materi, dan pembelajaran berlangsung sesuai dengan
kurikulum. Dalam metoda belajar tuntas, siswa tidak berpindah ke tujuan belajar selanjutnya
bila ia belum menunjukkan kecakapan dalam materi sebelumnya.
Belajar tuntas berdasar pada beberapa premis, diantaranya:
Semua individu dapat belajar
Orang belajar dengan cara dan kecepatan yang berbeda
Dalam kondisi belajar yang memadai, dampak dari perbedaan individu hampir tidak ada
Kesalahan belajar yang tidak dikoreksi menjadi sumber utama kesulitan belajar.
Kurikulum belajar tuntas biasanya terdiri dari beberapa topik berbeda yang mulai dipelajari
oleh para siswa secara bersamaan. Siswa yang tidak menyelesaikan suatu topik dengan
memuaskan diberi pembelajaran tambahan sampai mereka berhasil. Siswa yang menguasai
topik tersebut lebih cepat akan dilibatkan dalam kegiatan pengayaan sampai semua siswa
dalam kelas tersebut bisa melanjutkan ke topik lainnya secara bersama-sama. Dalam
lingkungan belajar tuntas, guru melakukan berbagai teknik pembelajaran, dengan pemberian
umpan balik yang banyak dan spesifik menggunakan tes diagnostik, tes formatif, dan
pengoreksian kesalahan selama belajar. Tes yang digunakan di dalam metoda ini adalah tes
berdasarkan acuan kriteria dan bukan atas acuan norma.

Belajar tuntas tidak berhubungan dengan isi topik, melainkan hanya dengan proses
penguasaannya. Metoda ini berdasar pada model yang dibuat oleh Benjamin S. Bloom,
dengan penyempurnaan oleh James H. Block. Belajar tuntas dapat dilakukan melalui
pembelajaran kelas oleh guru, tutorial satu per satu, atau belajar mandiri dengan
menggunakan materi terprogram. Dapat dilakukan menggunakan pembelajaran guru secara
langsung, kerjasama dengan teman sekelas, atau belajar sendiri. Di dalamnya diperlukan
tujuan pembelajaran yang terumuskan dengan baik dan disusun menjadi unit-unit kecil secara
berurutan.
Dua permasalahan yang sering muncul dalam pelaksanaan belajar tuntas:
Pertama, pengelompokan dan pengaturan jadwal bisa memunculkan kesukaran. Guru
sering merasa lebih mudah meminta siswa untuk belajar dalam kecepatan tetap dan
menyelesaikan tugas dalam waktu tertentu dibandingkan bila ada variasi yang besar dalam
kegiatan di suatu kelas.
Kedua, karena siswa yang lambat memerlukan waktu yang lebih banyak dalam standar
minimum, siswa yang cepat akan terpaksa menunggu untuk maju ke tingkat yang lebih
tinggi.
Permasalahan-permasalahan tersebut bukannya tidak bisa diatasi karena bisa diatur
pemberian perhatian yang bersifat perorangan, menetapkan standar yang tinggi tapi bisa
dicapai, dan menyediakan materi tambahan bagi siswa yang belajar dengan cepat.

Anda mungkin juga menyukai