Tekniologi Pengolahan Daging Pembuatan N
Tekniologi Pengolahan Daging Pembuatan N
Kelompok 2
Triyono D0A013008
Adi nugroho D0A013011
Hari Widodo D0A013018
Eis naeli rifah D0A013021
Triantoro Hidayat D0A013045
Diah ayu sekar palupi D0A013048
Mohamad zaki Nufus D0A013069
Johan iswara D0A012039
i
DAFTAR ISI
I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
II PEMBAHASAN .............................................................................................. 3
DAFTAR PUSTAKA
ii
I PENDAHULUAN
1
1.2 Tujuan
Mengetahui teknologi pengolahan daging
Mengetahui cara pembuatan nugget
2
II PEMBAHASAN
3
kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa produk (Winarno et al. 2005). Pembuatan
nugget memerlukan bahan pembantu yaitu garam, gula, bawang putih dan merica
(Aswar, 2006). Garam merupakan komponen bahan makanan yang ditambahkan
dan digunakan sebagai penegas cita rasa dan bahan pengawet. Penggunaan garam
tidak boleh terlalu banyak karena akan menyebabkan terjadinya penggumpalan
(salting out) dan rasa produk menjadi asin. Garam biasanya terdapat secara alamiah
dalam makanan atau ditambahkan pada waktu pengolahan dan penyajian makanan.
Makanan yang mengandung kurang dari 0,3% garam akan terasa hambar dan tidak
disukai (Winarno dan Fardiaz, 2005). Konsentrasi garam yang ditambahkan
biasanya berkisar 2 sampai 3% dari berat daging yang digunakan (Aswar, 2006).
Bawang putih (Allium sativum L.) berfungsi sebagai penambah aroma serta untuk
meningkatkan cita rasa produk. Bawang putih merupakan bahan alami yang
ditambahkan ke dalam bahan makanan guna meningkatkan selera makan serta
untuk meningkatkan daya awet bahan makanan. Bau yang khas dari bawang putih
berasal dari minyak volatil yang mengandung komponen sulfur (Palungkun dan
Budiarti,2005).
Nugget ayam juga merupakan bahan pangan sumber niasin (vitamin B3),
vitamin B6, asam pantotenat dan riboflavin (vitamin B2), dengan sumbangan
masing-masing terhadap kebutuhan per hari mencapai 68, 34, 16, dan 16 persen.
Selain itu nugget ayam juga sumber mineral selenium, fosfor, dan zinc, dengan
sumbangan terhadap kebutuhan tubuh per hari masing-masing mencapai 49, 29, dan
21 persen (Soeparno,2006).
Menurut Astawan (2005) keunggulan lain dari nugget ayam adalah kadar
sodiumnya yang rendah, yaitu per takaran saji hanya mencapai 5 persen dari
kebutuhan sehari. Oleh karena itu, tidak perlu khawatir terhadap terjadinya
hipertensi. Kadar sodium sangat bervariasi tergantung merek nugget, ada baiknya
konsumen berhati-hati dalam memilih produk yang akan dikonsumsi. Membaca
label pada kemasan dan membandingkannya antara berbagai merek sangat
dianjurkan, sebelum memutuskan untuk membeli salah satunya. Sedangkan
kelemahan nugget ayam adalah kadar lemak dan kolesterolnya yang cukup tinggi.
Kadar lemak total per takaran saji nugget ayam adalah 13 gram, setara dengan 20
4
persen dari kebutuhan tubuh. Sebagian dari lemak tersebut berupa lemak jenuh
dengan kadar 3 g per takaran saji, setara dengan 17 persen dari kebutuhan tubuh
sehari. Kadar kolesterol mencapai 132 mg per takaran saji, setara dengan 44 persen
dari kebutuhan tubuh sehari.
2.2 Proses Pembuatan Nugget
Umumnya nugget dimasak dalam dua tahap, yaitu penggorengan dan
pengovenan. Penggorengan dilakukan dengan merendam produk pada minyak
goreng panas selama beberapa saat. Hasilnya berupa nugget yang belum
mengalami pematangan penuh. Oleh karena itu, nugget harus dilewatkan ke
dalam oven melalui konveyor berjalan. Pada tahap ini, nugget diberi uap jenuh
panas sehingga mengalami pematangan penuh. Selain untuk mematangkan produk,
proses ini juga berguna untuk membantu memperbaiki tekstur pada produk akhir
(Sugitha, 1995).
2.2.1 Penggilingan
Proses penggilingan pada pembuatan nugget dimulai dari membersihkan
daging ayam kemudian dihaluskan menggunakan alat penggilingan dan di
tambahkan air es untuk mencegah kerusakan pada saat penghalusan (Alamsyah,
2008).
Penggilingan yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya pemecahan
emulsi. Hal ini disebabkan diameter partikel lemak semakin kecil dan luas
permukaan lemak semakin besar sehingga protein tidak cukup untuk menyelubungi
semua partikel lemak, sehingga lemak yang terselubungi akan keluar dari emulsi
sehingga akan terbentuk kantong lemak (Tauber, 1977).
2.2.2 Pembuatan adonan
Daging yang telah dihaluskan dicampur dengan garam, gula pasir menjadi satu,
tambahkan tepung terigu, bawang putih, bawang merah, merica dan penyedap rasa,
dan diaduk kembali hingga tercampur merata dan siap dimasukan ke dalam loyang
(Alamsyah, 2008).
Bahan pengikat dan bahan pengisi merupakan fraksi bukan daging yang
ditambahkan pada nugget. Bahan-bahan ini ditambahkan dengan tujuan untuk
memperbaiki stabilitas emulsi, memperbaiki kapasitas pengikat air, pembentukan
5
cita rasa dan mengurangi penyusutan selama pemasakan dan mengurangi biaya
produksi (Forrest, et al., 1975).
2.2.3 Pengukusan
Pengukusan adalah proses pemanasan yang bertujuan menonaktifkan enzim
yang akan merubah warna, cita rasa dan nilai gizi. Pengukusan dilakukan dengan
menggunakan suhu air lebih besar dari 66oC dan lebih rendah dari 82oC.
pengukusan dapat mengurangi zat gizi namun tidak sebesar perebusan. Pemanasan
pada saat pengukusan terkadang tidak merata karena bahan makanan dibagian tepi
tumpukan terkadang mengalami pengukusan yang berlebihan dan bagian tengah
mengalami pengukusan lebih sedikit (Laily, 2010).
Pengukusan bertujuan membuat bahan makanan menjadi masak dengan uap air
mendidih. Ada 2 cara pengukusan ialah uap panas langsung terkena bahan makanan
atau uap panas tidak langsung kontak dengan makanan (Maryati, 2000).
2.2.4 Pengemasan
Pengemasan merupakan salah satu cara untuk melindungi atau mengawetkan
produk pangan maupun non pangan. Kemasan adalah wadah yang digunakan untuk
mengemas suatu produk yang dilengkapi dengan label atau keterangan termasuk
beberapa mamfaat dari isi kemasan. Pengemasan mempunyai peranan yang sangat
peting dalam menunjang distribusi produk terutama yang mudah mengalami
kerusakan (Susanto dan Suneto, 1994). Pengemasan produk beku dapat melindungi
bahan dari dehidrasi yang disebabkan karena terjadi proses sublimasi selama
pembekuan dalam udara dan dalam semua kondisi penyimpanan beku. Pengemasan
yang memadai dapat mencegah terjadinya freeze burn . Freeze burn adalah
perubahan warna, tekstur, cita rasa dan nilai gizi yang bersifat reversible dari suatu
bahan pangan beku (Desrosier, 1988). Plastik yang digunakan untuk pengemasan
umumnya terbuat dari turunan senyawa selulosa (cellophane). Selulosa-asetat,
poliamida (nylon), polyester- resin (mylar, scotch-pack), polyetilen-resin,
poliprotilen-resin, sitren-resin, polivinilidin klorida (saran) dan polivinil klorida.
Plastik tersebut digunakan masing-masing menurut kegunaan dan jenis bahan baku.
Pemilihan plastik, sebagai bahan pengemas dikarenakan plastik harganya murah,
mudah dibentuk, ringan dan tembus pandang. Beberapa produk seperti buah-
6
buahan, daging dan beberapa produk olahan dan sayur-sayuran, memilih bahan
pengemas plastik, kerena dapat menambah nilai ekonomis bahan (Potter, 1986).
2.2.5 Pembekuan
Pembekuan yang baik biasanya dilakukan pada suhu -12 sampai -24oC.
pembekuan yang cepat (quick freezing) dilakukan pada suhu -24 sampai -40oC.
pendinginan biasanya akan mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau
minggu tergantung dari bahan pangannya contohnya bahan pangan yang kandungan
airnya tinggi akan lebih cepat rusak. Penyimpanan produk beku bisa selama sebulan
atau kadang-kadang beberapa tahun (Winarno, et al., 1980). Ada dua pengaruh
pendinginan terhadap makanan yaitu : 1) penurunan suhu akan mengakibatkan
penurunan proses kimia mikrobiologi dan biokimia yang berhubungan dengan
kelayuan (senescene), kerusakan (decay), dan pembusukan, 2) pada suhu dibawah
0OC air akan membeku dan terpisah dari larutan pembekuan es, yang mirip dalam
hal air yang diuapkan pada pengeringan (Buckle, et al., 1987).
Perubahan pH pada nugget yang disimpan beku terjadi karena menggunakan
daging yang merupakan protein sarkoplasma yang mempunyai pH isoelektrik yang
tinggi, mengandung enzim-enzim yang terlibat dalam metabolisme energi seperti
glikolisis. Kisaran nilai pH pada nugget selama pembekuan memenuhi kisaran yang
dianjurkan oleh Kisaran pH optimum untuk pembentukan gel yaitu 6,5 -7,5.
Pembekuan dapat mengurangi atau memperlambat kegiatan enzim dalam
metabolisme.(Rahmawati, 2004)Pengawetan pangan dalam pembekuan melibatkan
dua metode pengendalian pertumbuhan mikroorganisme : 1) laju reaksi
mikroorganisme dikurangi oleh suhu rendah, juga laju pertumbuhan kimia yang
tidak dikehendaki, berkuanrang pada suhu rendah. 2) sejumlah besar air bebas
dalam pangan diubah menjadi es, sehingga tidak dapat dipergunakan oleh
mikroorganisme (Gaman dan Sherrington, 1994).
2.2.6 Bahan-Bahan yang Ditambahkan Dalam Pembuatan Nugget
2.2.6.1 Daging Ayam
Daging ayam merupakan salah satu produk yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan tubuh akan gizi protein yang mengandung asam amino yang lengkap
(Astawan dan Astawan, 1998). Daging memiliki kandungan gizi yang lengkap,
7
sehingga keseimbangan gizi untuk hidup dapat terpenuhi. Nilai kalori daging
tergantung pada jumlah daging yang dimakan. Secara relatif kandungan gizi daging
dari berbagai bangsa ternak berbeda, tapi setiap gram daging dapat memenuhi
kebutuhan gizi seorang dewasa setiap 10% kalori, 50% protein, 35% zat besi
(Forest, et al., 1975). Komposisi kimia daging ayam dapat dilihat pada Tabel 1
8
mendefinisikan nugget ayam sebagai produk olahan ayam yang dicetak, dimasak,
dibuat dari campuran daging ayam giling yang diberi bahan pelapis dengan atau
tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang
diizinkan. Sebagai pedoman standar karakteristik nugget keong, mengacu pada
SNI. 01–6638–2002 (BSN, 2002) yang membahas tentang standar kualitas nugget
ayam.
Berikut ini persyaratan mutu dan karakateristik nugget ayam:
2.2.6.3 Bumbu-bumbu
Bumbu-bumbu adalah bahan yang sengaja ditambahkan dan berguna untuk
meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan
kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa produk (Erawaty, 2001). Pembuatan
nugget memerlukan bahan pembantu yaitu garam, gula, bawang putih dan merica
(Aswar, 2005). Garam merupakan komponen bahan makanan yang ditambahkan
dan digunakan sebagai penegas cita rasa dan bahan pengawet. Penggunaan garam
tidak boleh terlalu banyak karena akan menyebabkan terjadinya penggumpalan
(salting out) dan rasa produk menjadi asin. Konsentrasi garam yang ditambahkan
biasanya berkisar 2 sampai 3% dari berat daging yang digunakan (Aswar, 2005).
9
III KESIMPULAN
1. Chicken nugget merupakan produk yang dihasilkan dari bagian daging dada
ayam yang ditambah garam, digiling, dicincang dan dimasak dengan
dikukus dan digoreng
2. Nugget ayam sangat kaya akan asam amino lisin, yaitu suatu asam amino
esensial yang kadarnya sangat rendah pada bahan pangan pokok, seperti
beras, jagung, ubi, sagu, dan lain-lain.
3. Proses pembuatan Nugget pertama penggilingan, kedua pembuatan adonan,
ketiga pengukusan, keempat pengemasan, kelima pembekuan.
4. Bahan-bahan yang ditambahkan dalam pembuatan Nugget adalah daging
ayam, bahan pengikat dan bumbu-bumbu tambahan.
10
DAFTAR PUSTAKA
Afrisanti, D.W. 2010. Kualitas Kimia dan Organoleptik Nugget Daging Kelinci
dengan Penambahan Tepung Tempe. Skripsi. Program Studi Peternakan.
Fakultas Pertanian. Surakarta : Universitas Sebelas Maret
Angga. 2009. Daging Ayam. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor
: Bogor
Aswar. 2005. Pembuatan Fish Nugget dari Ikan Nila Merah (Oreochromis Sp.).
Skripsi. Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan Bogor: Institut
Pertanian Bogor
Aswar. 2006. Pembuatan Fish Nugget dari Ikan Nila Merah (Oreochromis Sp.).
Skripsi. Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan Bogor: Institut
Pertanian Bogor
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet and M. Wootton, 1987. Ilmu pangan.
Penerjemah H. Purnomo dan Adiono. UI-Press, Jakarta
11
Desrosier, N.W., 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah M.
Muljohardjo. UI-Press, Jakarta.
Erawaty, R.W. 2001. Pengaruh Bahan Pengikat, Waktu Penggorengan dan Daya
Simpan terhadap Sifat Fisik dan Organoleptik Produk Nugget Ikan Sapu –
Sapu (Hyposascus pardalis). Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil
Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Bogor : Institut Pertanian
Bogor
Forrest, J.D., E.D. Aberle, H.B. Hedrick, M.D. Judge dan R.A Merke, 1975.
Principle of Meat Science. W.H. Freeman and Company, San Francisco.
Gaman, P.M. dan Sherrington, K.B. 1994. Ilmu Pangan: Pengantar Pangan, Nutrisi
dan Mikribiologi,. Terjemahan A. Murdiati, S. Naruki dan Sarjono
Potter,N, 1986. Food Science, 4th Edition. The Avi Publishing Company, Inc.,
Westport, Connecticut.
Sugitha, 1995 Perubahan Sifat Fisik Daging Ayam Broiler Post Mortem Selama
Penyimpanan Temperatur Ruang. Fakultas Peternakan Universitas
Padjadjaran. Sumedang
12
Susanto, T. dan B. Suneto, 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Bina Ilmu
Offset, Surabaya
Tauber, D.R., 1977. Parameter Involved in The Production of Asetic Acid Preserve
Fish. Starchy Substrate Combination. J. of Food Science. 22: 115-121.
Winarno, F.G., 2005. Kimia Pangan dan Gizi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
13