Kelompok 2
Triyono D0A013008
Adi nugroho D0A013011
Hari Widodo D0A013018
Eis naeli rifah D0A013021
Triantoro Hidayat D0A013045
Diah ayu sekar palupi D0A013048
Mohamad zaki Nufus D0A013069
Johan iswara D0A012039
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
I PENDAHULUAN............................................................................................1
1.2 Tujuan........................................................................................................2
II PEMBAHASAN...............................................................................................3
2.2.1 Penggilingan.......................................................................................5
2.2.3 Pengukusan........................................................................................6
2.2.4 Pengemasan........................................................................................6
2.2.5 Pembekuan.........................................................................................7
III KESIMPULAN...............................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA
2
I PENDAHULUAN
Berbagai produk olahan daging antara lain bakso, sosis, dendeng, nugget
dan lain-lain. bahan pangan hewani memiliki karakteristik yang membedakan
dengan bahan pangan nabati. bahan pangan hewani memiliki daya simpan yang
jauh lebih pendek daripada bahan pangan nabati apabila dalam keadan segar
(kecuali telur). Pendeknya daya simpan ini terkait dengan struktur jaringan hasil
hewani dimana bahan pangan hewani tidak memiliki jaringan pelindung yang kuat
dan kokoh sebagaimana pada hasil tanaman. bahan pangan hewani bersifat lunak
dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tenakan dari luar. karakteristk
masing-masing bahan pangan hewani sangat spesifik sehingga tidak bisa
digeneralisasi. sifat pada daging sangat berbeda dengan sifat telur.
Nugget dibuat dari daging giling yang diberi bumbu, dicampur bahan
pengikat, kemudian di cetak membentuk tertentu, dikukus, dipotong dan dilumuri
peekat tepung dn diselimuti tepung roti. nugget digoreng setelah matang dan
dibekukan untuk memperthankan mutunya selama proses penyimpanan. Nugget
yang menggunakan daging ayam sebagai bahan dasarnya disebut Chicken Nugget.
Selain daging ayam, dalam pembuatan chicken nugget merupakan produk
restrukturisasi diperlukan bahan pengikat serta bumbu –bumbu. Bahan pengikat
berfungsi sebagai penstabil emulsi, meningkatkan daya ikat air, memperkecil
1
penyusutan, menambahkan berat produk dan menekan biaya. Bahan pengikat
yang biasa dipakai dalam pembuatan nugget adalah tepung panir
2
I.2 Tujuan
Mengetahui teknologi pengolahan daging
Mengetahui cara pembuatan nugget
3
II PEMBAHASAN
Chicken nugget berasal dari kata chicken yang berarti ayam, dan nugget yang
berarti gumpalan atau bungkahan, sehingga arti secara makna adalah produk daging
ayam yang berbentuk bungkahan. Chicken nugget merupakan produk yang
dihasilkan dari bagian daging dada ayam yang ditambah garam, digiling, dicincang
dan dimasak dengan dikukus dan digoreng (Bintoro, 2008).
Nugget ayam sangat kaya akan asam amino lisin, yaitu suatu asam amino
esensial yang kadarnya sangat rendah pada bahan pangan pokok, seperti beras,
jagung, ubi, sagu, dan lain-lain. Mengkonsumsi nasi dengan menggunakan nugget
ayam sebagai lauknya, merupakan hal yang sangat tepat ditinjau dari segi gizi.
Nugget ayam sesekali juga baik untuk dijadikan sumber protein untuk mendukung
proses tumbuh kembang anak-anak balita. (Amertaningtyas, 2003).
Rasa nugget sangat bervariasi, tergantung dari komposisi bahan dan jenis
bumbu yang digunakan. Pada dasarnya nugget merupakan suatu produk olahan
daging berbentuk emulsi, yaitu emulsi minyak di dalam air, seperti halnya produk
sosis dan bakso. Nugget dibuat dari daging giling yang diberi bumbu, dicampur
bahan pengikat, kemudian dicetak membentuk tertentu, dikukus, dipotong, dan
diselimuti perekat tepung (batter) dan dilumuri tepung roti (breading). Selanjutnya
4
digoreng setengah matang dan dibekukan untuk mempertahankan mutunya selama
penyimpanan (Angga, 2009).
Nugget ayam juga merupakan bahan pangan sumber niasin (vitamin B3),
vitamin B6, asam pantotenat dan riboflavin (vitamin B2), dengan sumbangan
masing-masing terhadap kebutuhan per hari mencapai 68, 34, 16, dan 16 persen.
Selain itu nugget ayam juga sumber mineral selenium, fosfor, dan zinc, dengan
sumbangan terhadap kebutuhan tubuh per hari masing-masing mencapai 49, 29,
dan 21 persen (Soeparno,2006).
Menurut Astawan (2005) keunggulan lain dari nugget ayam adalah kadar
sodiumnya yang rendah, yaitu per takaran saji hanya mencapai 5 persen dari
kebutuhan sehari. Oleh karena itu, tidak perlu khawatir terhadap terjadinya
5
hipertensi. Kadar sodium sangat bervariasi tergantung merek nugget, ada baiknya
konsumen berhati-hati dalam memilih produk yang akan dikonsumsi. Membaca
label pada kemasan dan membandingkannya antara berbagai merek sangat
dianjurkan, sebelum memutuskan untuk membeli salah satunya. Sedangkan
kelemahan nugget ayam adalah kadar lemak dan kolesterolnya yang cukup tinggi.
Kadar lemak total per takaran saji nugget ayam adalah 13 gram, setara dengan 20
persen dari kebutuhan tubuh. Sebagian dari lemak tersebut berupa lemak jenuh
dengan kadar 3 g per takaran saji, setara dengan 17 persen dari kebutuhan tubuh
sehari. Kadar kolesterol mencapai 132 mg per takaran saji, setara dengan 44
persen dari kebutuhan tubuh sehari.
II.2 Proses Pembuatan Nugget
6
II.2.2 Pembuatan adonan
Daging yang telah dihaluskan dicampur dengan garam, gula pasir menjadi
satu, tambahkan tepung terigu, bawang putih, bawang merah, merica dan
penyedap rasa, dan diaduk kembali hingga tercampur merata dan siap dimasukan
ke dalam loyang (Alamsyah, 2008).
Bahan pengikat dan bahan pengisi merupakan fraksi bukan daging yang
ditambahkan pada nugget. Bahan-bahan ini ditambahkan dengan tujuan untuk
memperbaiki stabilitas emulsi, memperbaiki kapasitas pengikat air, pembentukan
cita rasa dan mengurangi penyusutan selama pemasakan dan mengurangi biaya
produksi (Forrest, et al., 1975).
II.2.3 Pengukusan
7
dapat melindungi bahan dari dehidrasi yang disebabkan karena terjadi proses
sublimasi selama pembekuan dalam udara dan dalam semua kondisi penyimpanan
beku. Pengemasan yang memadai dapat mencegah terjadinya freeze burn . Freeze
burn adalah perubahan warna, tekstur, cita rasa dan nilai gizi yang bersifat
reversible dari suatu bahan pangan beku (Desrosier, 1988). Plastik yang
digunakan untuk pengemasan umumnya terbuat dari turunan senyawa selulosa
(cellophane). Selulosa-asetat, poliamida (nylon), polyester- resin (mylar, scotch-
pack), polyetilen-resin, poliprotilen-resin, sitren-resin, polivinilidin klorida (saran)
dan polivinil klorida. Plastik tersebut digunakan masing-masing menurut
kegunaan dan jenis bahan baku. Pemilihan plastik, sebagai bahan pengemas
dikarenakan plastik harganya murah, mudah dibentuk, ringan dan tembus
pandang. Beberapa produk seperti buah-buahan, daging dan beberapa produk
olahan dan sayur-sayuran, memilih bahan pengemas plastik, kerena dapat
menambah nilai ekonomis bahan (Potter, 1986).
II.2.5 Pembekuan
Pembekuan yang baik biasanya dilakukan pada suhu -12 sampai -24oC.
pembekuan yang cepat (quick freezing) dilakukan pada suhu -24 sampai -40oC.
pendinginan biasanya akan mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau
minggu tergantung dari bahan pangannya contohnya bahan pangan yang
kandungan airnya tinggi akan lebih cepat rusak. Penyimpanan produk beku bisa
selama sebulan atau kadang-kadang beberapa tahun (Winarno, et al., 1980). Ada
dua pengaruh pendinginan terhadap makanan yaitu : 1) penurunan suhu akan
mengakibatkan penurunan proses kimia mikrobiologi dan biokimia yang
berhubungan dengan kelayuan (senescene), kerusakan (decay), dan pembusukan,
2) pada suhu dibawah 0OC air akan membeku dan terpisah dari larutan
pembekuan es, yang mirip dalam hal air yang diuapkan pada pengeringan
(Buckle, et al., 1987).
8
seperti glikolisis. Kisaran nilai pH pada nugget selama pembekuan memenuhi
kisaran yang dianjurkan oleh Kisaran pH optimum untuk pembentukan gel yaitu
6,5 -7,5. Pembekuan dapat mengurangi atau memperlambat kegiatan enzim dalam
metabolisme.(Rahmawati, 2004)Pengawetan pangan dalam pembekuan
melibatkan dua metode pengendalian pertumbuhan mikroorganisme : 1) laju
reaksi mikroorganisme dikurangi oleh suhu rendah, juga laju pertumbuhan kimia
yang tidak dikehendaki, berkuanrang pada suhu rendah. 2) sejumlah besar air
bebas dalam pangan diubah menjadi es, sehingga tidak dapat dipergunakan oleh
mikroorganisme (Gaman dan Sherrington, 1994).
II.2.6 Bahan-Bahan yang Ditambahkan Dalam Pembuatan Nugget
I.1.1.1 Daging Ayam
Daging ayam merupakan salah satu produk yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan tubuh akan gizi protein yang mengandung asam amino yang lengkap
(Astawan dan Astawan, 1998). Daging memiliki kandungan gizi yang lengkap,
sehingga keseimbangan gizi untuk hidup dapat terpenuhi. Nilai kalori daging
tergantung pada jumlah daging yang dimakan. Secara relatif kandungan gizi
daging dari berbagai bangsa ternak berbeda, tapi setiap gram daging dapat
memenuhi kebutuhan gizi seorang dewasa setiap 10% kalori, 50% protein, 35%
zat besi (Forest, et al., 1975). Komposisi kimia daging ayam dapat dilihat pada
Tabel 1
9
I.1.1.2 Bahan Pengikat
Bahan pengikat memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dan dapat
meningkatkan emulsifikasi lemak dibandingkan dengan bahan pengisi. Bahan
pengikat dalam adonan emulsi dapat berfungsi sebagai bahan pengemulsi
(Afrisanti, 2010). Bahan pengikat juga berfungsi mengurangi penyusutan pada
waktu pengolahan dan meningkatkan daya ikat air. Protein dalam bentuk tepung
dipercaya dapat memberikan sumbangan terhadap sifat pengikatan. Pengikat
terdiri menurut asalnya bahan dari bahan pengikat yang berasal dari hewan dan
tumbuhan. Bahan pengikat hewani antara lain susu bubuk skim dan tepung ikan
(Afrisanti, 2010)
Standarisasi kualitas untuk bahan pangan untuk nugget meliputi sifat kimia
dan organoleptik. Persyaratan untuk menguji kualitas bahan pangan menurut
Badan Standarisasi Nasional (2002) menggunakan uji kualitas kimia meliputi
kadar lemak, air, abu, protein dan karbohidrat. Uji kualitas organoleptik meliputi
aroma, rasa, dan tekstur. Badan Standarisasi Nasional (BSN) (2002) pada SNI.01-
6638-2002 mendefinisikan nugget ayam sebagai produk olahan ayam yang
dicetak, dimasak, dibuat dari campuran daging ayam giling yang diberi bahan
pelapis dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan
10
makanan yang diizinkan. Sebagai pedoman standar karakteristik nugget keong,
mengacu pada SNI. 01–6638–2002 (BSN, 2002) yang membahas tentang standar
kualitas nugget ayam.
I.1.1.3 Bumbu-bumbu
11
III KESIMPULAN
12
DAFTAR PUSTAKA
Afrisanti, D.W. 2010. Kualitas Kimia dan Organoleptik Nugget Daging Kelinci
dengan Penambahan Tepung Tempe. Skripsi. Program Studi Peternakan.
Fakultas Pertanian. Surakarta : Universitas Sebelas Maret
Aswar. 2005. Pembuatan Fish Nugget dari Ikan Nila Merah (Oreochromis Sp.).
Skripsi. Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan Bogor: Institut
Pertanian Bogor
Aswar. 2006. Pembuatan Fish Nugget dari Ikan Nila Merah (Oreochromis Sp.).
Skripsi. Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan Bogor: Institut
Pertanian Bogor
13
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet and M. Wootton, 1987. Ilmu pangan.
Penerjemah H. Purnomo dan Adiono. UI-Press, Jakarta
Erawaty, R.W. 2001. Pengaruh Bahan Pengikat, Waktu Penggorengan dan Daya
Simpan terhadap Sifat Fisik dan Organoleptik Produk Nugget Ikan Sapu –
Sapu (Hyposascus pardalis). Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil
Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Bogor : Institut Pertanian
Bogor
Forrest, J.D., E.D. Aberle, H.B. Hedrick, M.D. Judge dan R.A Merke, 1975.
Principle of Meat Science. W.H. Freeman and Company, San Francisco.
Gaman, P.M. dan Sherrington, K.B. 1994. Ilmu Pangan: Pengantar Pangan,
Nutrisi dan Mikribiologi,. Terjemahan A. Murdiati, S. Naruki dan Sarjono
Potter,N, 1986. Food Science, 4th Edition. The Avi Publishing Company, Inc.,
Westport, Connecticut.
14
Sugitha, 1995 Perubahan Sifat Fisik Daging Ayam Broiler Post Mortem Selama
Penyimpanan Temperatur Ruang. Fakultas Peternakan Universitas
Padjadjaran. Sumedang
Winarno, F.G., 2005. Kimia Pangan dan Gizi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
15