Anda di halaman 1dari 73

RAHASIA KESUKSESAN

HALAQOH (USROH)

Kiat Menghilangkan Kejenuhan dan


Meningkatkan Produktivitas Halaqoh, Usroh, Mentoring,
Ta‘lim, serta Pengajian Kelompok

Satria Hadi Lubis


―Manajemen yang paling penting dalam jama’ah
adalah manajemen usroh, karena ia merupakan batu bata
pertama dalam bangunan. Apabila manajemen usroh baik,
maka baik pulalah kondisi jama’ah secara kesuluruhan,
demikian juga sebaliknya‖

(Dr. Ali Abdul Halim Mahmud)


Untuk semua muslim
yang ingin menyumbangkan potensinya bagi perjuangan umat

Untuk semua ikhwah


yang ingin mendermakan waktunya bagi da‘wah yang muntijah

Untuk semua murobbi/naqib


yang ingin membaktikan dirinya bagi lahirnya generasi unggul

Untuk mereka, kupersembahkan buku ini…


PRAKATA

Segala puji bagi Allah, Ilah yang wajib dan berhak disembah. Di tangan-Nyalah terletak
segala daya dan upaya. Tidak ada kekuatan selain kekuatan-Nya. Salam dan sholawat
kepada pemimpin dan teladan umat manusia, Nabi Muhammad saw beserta keluarga dan
para sahabatnya yang mulia. Juga kepada orang-orang sholih dan para mujahid yang setia
memperjuangkan risalah-Nya.

Buku ini adalah rangkaian berikutnya dari serial Manajemen Halaqoh. Serial yang
membahas tentang bagaimana cara mengelola pengajian dalam kelompok kecil. Buku-
buku sebelumnya berjudul ―77 Problematika Aktual Halaqoh jilid I dan II, serta Menjadi
Murobbi Sukses. Setelah ini, Insya Allah akan terbit buku selanjutnya dalam serial
Manajamen Halaqoh, antara lain tentang Murobbi Skills dan Manajemen Terapan untuk
Pengelolaan Halaqoh.

Yang dibahas dalam buku ini adalah cara mewujudkan halaqoh/usroh yang sukses
(muntijah). Bagaimana agar halaqah/usroh dapat berjalan secara dinamis dan meningkat
produktivitasnya. Bagaimana agar halaqoh/usroh dapat berjalan dengan menggairahkan
dan tidak terjebak dalam kejemuan. Sebab suasana jemu dapat berdampak pada tidak
antusiasnya peserta dan murobbi/naqib (orang yang memimpin halaqah/usroh) untuk
mengikuti halaqah/usroh. Ujung-ujungnya akan berdampak pada ketiadaan dinamisasi
dan produktivitas halaqah/usroh. Hal ini tentu akan mengurangi makna dari keberadaan
halaqah/usroh itu sendiri, yakni sebagai sarana pembentukan pribadi-pribadi muslim
yang tangguh (syakhsiyah Islamiyah).

Seperti diketahui, saat ini kita dapat menjumpai fenomana maraknya halaqah/usroh di
mana-mana. Baik itu di kampus, sekolah, kantor, masjid, maupun di rumah-rumah
penduduk. Ini bukan hanya fenomena yang terjadi Indonesia, tapi juga di negara-negara
Islam lainnya. Fenomena maraknya halaqah (di beberapa kalangan disebut juga dengan
usroh, mentoring, ta’lim, tarbiyah, pengajian kelompok, dan lain-lain), merupakan
fenomena yang wajar. Seiring dengan makin banyaknya orang yang kembali kepada
Islam. Halaqah/usroh diyakini oleh mereka yang mengikutinya sebagai sarana yang
efektif untuk mempelajari dan mengamalkan Islam secara rutin dan konsisten.

Dahulu, halaqah/usroh lebih banyak berjalan secara diam-diam, bahkan rahasia. Namun
saat ini, bersamaan dengan datangnya era reformasi, halaqah/usroh menjadi sesuatu yang
inklusif dan terbuka. Semua orang Islam bisa mempelajari dan mengikutinya, tanpa ada
amniyah (rahasia informasi) yang banyak seperti dulu lagi. Walau begitu, ciri khas
halaqah/usroh tetap dipertahankan, yaitu peserta yang dikelompokkan menurut tingkat
pemahamannya terhadap Islam, jumlah peserta yang dibatasi, tetap, dan tidak berganti-
ganti. Dipimpin oleh seorang murobbi/naqib, berlangsung rutin, dan dengan materi
terpadu.
Pentingnya halaqah/usroh meningkatkan produktivitasnya dan berjalan secara dinamis
serta menggairahkan tak perlu dipertanyakan lagi. Sebab secara fitrah, manusia memang
tidak suka ‗berjalan di tempat‘ dan berada dalam suasana menjemukan. Mereka tak akan
betah berlama-lama dalam suasana seperti itu. Padahal di halaqah/usroh kita dituntut
untuk betah berlama-lama. Hal ini terkait dengan tujuan halaqah/usroh sebagai sarana
pembelajaran Islam seumur hidup dalam rangka membentuk muslim paripurna. Disinilah
letaknya urgensi mengapa halaqah/usroh perlu senantiasa meningkatkan
produktivitasnya dan meningkatkan suasana yang menggairahkan.

Kehadiran buku ini Insya Allah akan menjadi lebih penting artinya bagi mereka yang
telah mengikuti halaqah/usroh. Karena mereka dapat dengan langsung merasakan betapa
tidak enaknya berada dalam suasana yang menjemukan dan tidak produktif di dalam
halaqoh/usroh. Apalagi bagi mereka yang telah lama mengikuti halaqah/usroh (mungkin
di atas lima atau sepuluh tahun), maka semakin lebih terasa lagi kebutuhan akan
pentingnya suasana halaqah/usroh yang menggairahkan dan produktif.

Buku ini mencoba menawarkan kepada para pembacanya kiat untuk meningkatkan
produktivitas dan mengatasi suasana jemu dalam halaqah/usroh. Saya sebagai penulis
tentu tidak mengklaim apa yang ditawarkan dalam buku ini sebagai satu-satunya solusi
meningkatkan produktivitas dan mengatasi rasa jenuh dalam halaqah/usroh. Mungkin
masih banyak cara lain untuk menghasilkan halaqah/usroh yang muntijah (sukses).
Bahkan buku ini barangkali tidak dibutuhkan bagi halaqah/usroh tertentu yang telah
berlangsung secara dinamis dan produktif.

Namun bagi mereka yang ingin mengetahui bagaimana cara meningkatkan produktivitas
dan mengatasi rasa jenuh dalam halaqah/usroh, maka buku ini tepat untuk dibaca.
Mungkin setelah membaca buku ini, ada inspirasi untuk melakukan tindakan tertentu
dalam rangka mewujudkan halaqah/usroh yang muntijah. Beberapa kiat pada lampiran
buku ini mungkin dapat diterapkan sesuai dengan situasi yang ada pada halaqah/usroh
tertentu. Yang jelas, saya berharap mudah-mudahan buku ini tidak membuat percuma
untuk dibaca sampai selesai!

Agar para pembaca dapat dengan enak membaca dan memahaminya, maka buku ini
disusun dalam gaya bahasa yang tidak terlalu ―ilmiah‖ dan menghindari pembahasan
teoritis bertele-tele. Juga dilengkapi dengan lampiran berupa …contoh aktivitas yang bisa
menghindari halaqah/usroh dari suasana monoton yang membosankan.

Saya sangat senang jika setelah membaca buku ini, ada umpan balik dari para pembaca.
Umpan balik begitu penting artinya bagi saya, sehingga saya merasa perlu
mencantumkan Formulir Umpan Balik pada akhir buku ini. Para pembaca bisa
mengirimkan formulir uman balik tersebut melalui faks ke Lembaga Pelatihan
Manajemen Syariah LP2U (021) 53678452 atau email ke satriahl@mail.com.

Jika Anda para pembaca ingin berkonsultasi atau mengikuti pelatihan yang khusus
membahas apa yang disampaikan pada buku ini, silakan hubungi kami di Lembaga
Pelatihan Manajemen Syariah LP2U Jl. Anggrek Nelimurni Blok B No. 12 Slipi – Jakarta
Barat, Telp. (021) 5494719, (021)53678452, Faks. (021)53678452, atau email:
lp2u_center@lycos.com.

Akhirnya, ucapan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT atas selesainya penulisan
buku ini. Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Kingkin Anida, isteri dan
kekasih yang selalu memberikan dukungan yang berharga. Juga kepada anak-anakku,
Syahid, Faris, Sajjad, Fauzan, Sania, dan Farsya yang celotehnya menjadi ―musik‖ yang
mengiringi penulisan buku ini. Tak lupa juga kepada Bang Tizar –orang yang
memperkenalkan penulis pada ‗dunia‘ halaqoh-- dan rekan-rekan lainnya yang tak dapat
saya sebutkan satu persatu.

―Ya Allah, yaa rob kami, jadikan apa yang aku lakukan ini sebagai penebus dosa-
dosaku dan menjadi pemberat timbangan amal sholihku di yaumil akhir. Amiin ya Allah”

Selamat membina!

(Satria Hadi Lubis)


DAFTAR ISI

Prakata

Urgensi Halaqoh/Usroh

Halaqoh/Usroh Muntijah (Sukses)

Halaqoh/Usroh Dinamis

Halaqoh/Usroh Produktif

Keseimbangan Dinamisasi dan Produktivitas Halaqoh/Usroh

Rumus Meningkatkan Dinamisasi Halaqoh/Usroh

Rumus Meningkatkan Produktivitas Halaqoh/Usroh

Kesimpulan dan Tindak Lanjut

Lampiran I : 99 Contoh Aktivitas Mendinamiskan Halaqoh/Usroh

Lampiran II : Daftar Muwashofat Peserta Halaqoh/Usroh


URGENSI HALAQAH/USROH

―Sistem usroh tidak lain merupakan realisasi hakekat Islam di kalangan


ikhwan. Jika mereka telah merealisasikan hal itu pada diri mereka sendiri,
maka bisa dibenarkan apabila mereka menantikan datangnya pertolongan
yang dijanjikan Allah kepada orang-orang yang beriman‖
(Hasan Al Hudhaibi)

Halaqoh atau usroh adalah sebuah istilah yang ada hubungannya dengan dunia
pendidikan, khususnya pendidikan atau pengajaran Islam (tarbiyah Islamiyah). Istilah
halaqoh (lingkaran) biasanya digunakan untuk menggambarkan sekelompok kecil
muslim yang secara rutin mengkaji ajaran Islam. Jumlah peserta dalam kelompok
kecil tersebut berkisar antara 3-12 orang. Mereka mengkaji Islam dengan manhaj
(kurikulum) tertentu. Biasanya kurikulum tersebut berasal dari murobbi/naqib yang
mendapatkannya dari jama’ah (organisasi) yang menaungi halaqah/usroh tersebut.
Di beberapa kalangan, halaqoh/usroh disebut juga dengan mentoring, ta‘lim,
pengajian kelompok, tarbiyah atau sebutan lainnya.

Halaqoh/usroh adalah sekumpulan orang yang ingin mempelajari dan mengamalkan


Islam secara serius. Biasanya mereka terbentuk karena kesadaran mereka sendiri
untuk mempelajari dan mengamalkan Islam secara bersama-sama (amal jama’i).
Kesadaran itu muncul setelah mereka bersentuhan dan menerima dakwah dari orang-
orang yang telah mengikuti halaqoh/usroh terlebih dahulu, baik melalui forum-forum
umum, seperti tabligh, seminar, pelatihan atau dauroh, maupun karena dakwah
interpersonal (dakwah fardiyah).

Biasanya peserta halaqoh/usroh dipimpin dan dibimbing oleh seorang murobbi


(pembina). Murobbi disebut juga dengan mentor, pembina, ustdaz (guru), mas’ul
(penanggung jawab), atau naqib (pemimpin). Murobbi bekerjasama dengan peserta
halaqoh/usroh untuk mencapai tujuan halaqoh/usroh, yaitu terbentuknya muslim
yang Islami dan berkarakter da‘i (takwinul Islamiyah wa da’iyah). Dalam mencapai
tujuan tersebut, murobbi/naqib berusaha agar peserta hadir secara rutin dalam
pertemuan halaqoh/usroh tanpa merasa jemu dan bosan. Kehadiran peserta secara
rutin penting artinya dalam menjaga kekompakkan halaqah/usroh agar tetap
produktif untuk mencapai tujuannya.

Halaqah/Usroh Sebagai Wadah Pengkaderan

Halaqah/usroh sekarang ini –dan Insya Allah di masa datang—menjadi alternatif


sistem pendidikan Islam yang cukup efektif untuk membentuk muslim berkepribadian
Islami (syakhsiyah Islamiyah). Hal ini dapat terlihat dari hasil pembinaannya yang
berhasil membentuk sekian banyak muslim yang serius mengamalkan Islam. Jumlah
mereka makin lama makin banyak seiring semakin bertambahnya jumlah
halaqoh/usroh yang terbentuk di berbagai kalangan.

Fenomena halaqoh/usroh berawal dari berdirinya jama’ah Ikhwanul Muslimin pada


tahun 1928 M di Mesir. Pendiri Ikhwanul Muslimin, Hasan Al Banna --semoga Allah
merahmatinya— sangat prihatin dengan kondisi umat Islam saat itu yang jauh dari
nilai-nilai Islam. Beliau berusaha keras mengembalikan umat kepada agamanya. Dari
pengamatannya yang mendalam tentang kondisi umat Islam, beliau sampai pada satu
kesimpulan bahwa jauhnya umat dari Islam disebabkan mereka tidak terdidik secara
Islami. Lalu beliau mengenalkan sistem pendidikan alternatif yang harus dilakukan
oleh anggota jama’ahnya. Sistem itu disebut dengan sistem usroh. Anggota
jama’ahnya dibagi dalam kelompok-kelompok kecil berdasarkan tingkat
pemahamannya terhadap Islam. Dengan dibimbing oleh seorang naqib, para anggota
Ikhwanul Mulimin saat itu secara serius mempelajari Islam yang berorientasi pada
pengamalan Islam. Hasilnya, jama’ah Ikhwanul Muslimin saat itu dikenal oleh kawan
dan lawannya sebagai jama’ah yang anggotanya sangat konsisten menegakkan Islam
di dalam diri dan di masyarakat. Sepeninggal Hasan Al Banna, sistem usroh
dilanjutkan oleh para pengikutnya. Sistem ini akhirnya menyebar –dengan berbagai
modifikasinya— ke berbagai gerakan Islam lainnya.

Kini, fenomena halaqoh/usroh menjadi umum dijumpai di lingkungan kaum


muslimin di mana pun mereka berada. Walau mungkin dengan nama yang berbeda-
beda. Penyebaran halaqoh/usroh yang pesat tak bisa dilepaskan dari keberhasilannya
dalam mendidik pesertanya menjadi mukmin yang bertaqwa kepada Allah SWT. Saat
ini halaqoh/usroh menjadi sebuah alternatif pendidikan keislaman yang masif dan
merakyat. Tanpa melihat latar belakang pendidikan, ekonomi, sosial atau budaya
pesertanya. Bahkan tanpa melihat apakah seseorang yang ingin mengikuti
halaqoh/usroh tersebut memiliki latar belakang pendidikan agama Islam atau tidak.
Halaqoh/usroh telah menjadi sebuah wadah pendidikan Islam (tarbiyah Islamiyah)
yang semakin inklusif saat ini.

Keberhasilan halaqoh/usroh dalam mendidik pesertanya menjadikan berbagai


organisasi (jama’ah) Islam mengandalkan halaqoh/usroh dalam mendidik para
anggota atau calon anggotanya. Halaqoh/usroh difungsikan oleh berbagai jama’ah
sebagai tempat untuk membentuk kader jama’ah yang militan dalam
memperjuangkan Islam. Biasanya perkembangan kualitas dan kuantitas
halaqoh/usroh pada sebuah jama’ah akan berpengaruh secara signifikan dengan
tingkat soliditas dan produktivitas jama’ah tersebut. Bahkan bertahan atau tidaknya
eksistensi jama’ah juga dipengaruhi oleh berkembang atau tidaknya sistem
halaqoh/usroh dalam jama’ah tersebut. Jama’ah yang solid dan produktif biasanya
adalah jama’ah yang sistem halaqoh/usrohnya berjalan dengan baik. Sebaliknya,
jama‘ah yang tingkat soliditas dan produktivitasnya rendah disebabkan karena sistem
halaqoh/usrohnya tidak berjalan dengan baik, atau malah tidak ada sama sekali.
Karena itu, halaqoh/usroh berfungsi sebagai wadah pengkaderan yang efektif untuk
keberlangsungan sebuah jama’ah (organisasi) Islam.
Keberadaan halaqoh/usroh bukan hanya penting untuk keberlangsungan jama’ah,
tapi juga penting untuk keberadaan umat Islam itu sendiri. Dengan terbentuknya
kader-kader Islami melalui sistem pendidikan halaqoh/usroh, maka di dalam tubuh
umat akan lahir orang-orang yang senantiasa berdakwah kepada kebenaran. Jika
jumlah mereka semakin banyak seiring dengan merebaknya sistem halaqoh/usroh,
maka umat Islam akan menjadi ‗sebenar-benarnya umat‘. Bukan lagi sekedar
bernama ‗umat Islam‘ tapi esensinya jauh dari nilai-nilai Islam seperti yang kita
saksikan saat ini.

Dengan merebaknya sistem pendidikan halaqoh/usroh, proses pembentukan umat


yang Islami (takwinul ummah) akan mengalami akselarasi, sehingga --Insya Allah--
umat yang benar-benar Islami akan menjadi kenyataan dalam waktu yang lebih cepat.
Hal ini akan berdampak pada kehidupan manusia secara menyeluruh yang lebih
berpihak kepada nilai-nilai kebenaran dan keadilan.

Merebaknya halaqoh/usroh juga bermanfaat bagi pengembangan pribadi (self


development) para pesertanya. Halaqoh/usroh yang berlangsung secara rutin dengan
peserta yang tetap biasanya berlangsung dengan semangat kebersamaan (ukhuwah
Islamiyah). Dengan nuansa semacam itu, peserta belajar bukan hanya tentang nilai-
nilai Islam, tapi juga belajar untuk bekerjasama, saling memimpin dan dipimpin,
belajar disiplin terhadap aturan yang mereka buat bersama, belajar berdiskusi dan
menyampaikan ide, belajar mengambil keputusan dan juga belajar berkomunikasi.
Semua itu sangat penting bagi kematangan pribadi seseorang untuk mencapai tujuan
hidupnya, yakni sukses di dunia dan akhirat.

Umat Islam akan mengalami kerugian yang besar jika sistem halaqoh/usroh tidak
berkembang dan punah. Hal ini karena halaqoh/usroh merupakan sarana efektif untuk
melahirkan kader-kader Islam yang tangguh dan siap berkorban memperjuangkan
Islam. Bahkan, mungkin dapat disebut, jika sistem halaqoh/usroh tumpul dan
mandul, maka umat akan mengalami situasi lost generation (kehilangan generasi
pelanjut) yang berkarakter Islami.

Pentingnya mempertahankan sistem halaqoh/usroh dalam mencetak kader-kader


Islam yang tangguh sudah teruji dalam perjalanan panjang kehadiran halaqoh/usroh
di berbagai negara. Apalagi sampai saat ini para mufakir (pemikir) da‘wah juga
belum dapat menemukan sistem alternatif lain yang sama efektifnya dalam mencetak
kader Islam yang tangguh seperti yang telah dihasilkan oleh halaqoh/usroh. Bahkan
yang terjadi sebaliknya, kini semakin banyak para mufakir, da’i dan ulama yang
mendukung tarbiyah melalui sistem halaqah/usroh. Sebagian dari mereka bahkan
menulis buku yang menganalisa kehandalan sistem halaqoh/usroh dalam mencetak
kader-kader Islam. Termasuk menganalisanya dari sisi syar‘i, sejarah dan sunnah
Rasul. Salah seorang mufakir (pemikir) da‘wah, Dr. Ali Abdul Halim Mahmud,
mengemukan pendapatnya tentang sistem halaqoh/usroh yang tak tergantikan :
―Tarbiyah melalui sistem usroh merupakan tarbiyah yang sesungguhnya dan tak
tergantikan, karena dalam sistem usroh inilah didapatkan kearifan, kejelian dan
langsung di bawah asuhan seorang syaikh atau murobbi yang ia adalah naqib
(pemimpin) usroh itu sendiri. Sedang program-programnya bersumber dari
Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya yang diatur dengan jadwal yang sudah dikaji
sebelumnya‖.

Cukuplah sudah alasan tentang pentingnya mempertahankan keberadaan


halaqoh/usroh dalam tubuh umat Islam di masa kini dan di masa mendatang.
Kehandalan halaqoh/usroh sebagai sistem tarbiyah yang paling efektif tak perlu
diragukan lagi, sehingga sudah selayaknya setiap muslim dan para da’i mendukung
penyebaran halaqoh/usroh ke seluruh penjuru dunia, jika mereka memang benar-
benar ingin melihat agama Allah ini menang dan dimuliakan oleh seluruh manusia.
―Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang
benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama, meskipun orang-
orang musyrik benci‖ (QS. As Shaff : 9).

==Bagan urgensi halaqah/usroh==


HALAQOH/USROH MUNTIJAH

―Islam sangat menganjurkan agar para pemeluknya membentuk kumpulan-kumpulan


bernuansa kekeluargaan (usroh) dengan tujuan mengerahkan mereka untuk mencapai
tingkat keteladanan, mengokohkan persatuan, dan mengangkat konsep persaudaraan
di antara mereka dari tataran kata-kata dan teori menuju kerja dan operasional
yang konkret. Oleh karenanya bersungguh-sungguhlah engkau wahai saudaraku
untuk menjadi bata bata yang baik dalam bangunan Islam ini‖
(Imam As Syahid Hasan Al Banna)

Peran halaqah/usroh yang begitu penting bagi keberlangsungan umat membuat


halaqah/usroh harus dijaga eksistensinya sampai kapanpun. Tak ada kata selesai
untuk menjaga eksistensi halaqah/usroh, walaupun telah berdiri daulah atau khilafah
Islamiyah. Salah seorang ulama dakwah, Musthafa Masyhur, pernah berkata:
―eksistensi halaqah/usroh (tarbiyah Islamiyah) tak boleh berakhir, walau daulah
Islamiyah telah berhasil diteggakan‖.

Kesibukan para aktivis Islam dalam menyelesaikan berbagai agenda permasalahn


umat juga tak boleh menyurutkan perhatian mereka untuk menjaga keberadaan
halaqah/usroh. Bahkan jika aktivis Islam berhasil memasyarakatkan halaqah/usroh,
boleh jadi permasalahan umat dapat diselesaikan secara lebih cepat dan tepat.
Berbagai masalah yang sekarang ini menimpa umat sesungguhnya lebih banyak
disebabkan karena kebodohan umat Islam itu sendiri terhadap ajaran agamanya.
Muhammad Abduh pernah berkata: ―(Kecemerlangan) Islam ditutupi oleh
(kebodohan) umatnya‖.

Karena itu, salah satu cara yang paling efektif untuk mengatasi kebodohan umat
adalah dengan memasyarakatkan halaqoh dan menghalaqohkan masyarakat, sehingga
umat terdidik secara Islami. Umat yang terdidik secara Islami akan mampu mengatasi
berbagai masalah yang muncul dengan solusi yang lebih tepat. Solusi yang datangnya
dari Allah SWT. Permasalahan umat yang tak kunjung selesai saat ini disebabkan
mereka tidak mau dan tidak mampu menyelesaikan masalah tersebut sesuai dengan
petunjuk Allah SWT.

Mewujudkan Halaqoh/Usroh Muntijah

Untuk menjadikan halaqoh/usroh sebagai wadah tarbiyah (pendidikan) yang efektif,


maka para aktivis dan da‘i harus berupaya agar halaqoh/usroh berjalan dengan sukses
(muntijah). Tanpa ada keinginan untuk mensukseskan perjalanan halaqoh/usroh maka tak
mungkin halaqoh/usroh bisa menjadi wadah efektif untuk mencetak kader yang akan
menjadi anasirut taghir (pelopor perubahan) umat. Halaqoh/usroh bisa jadi hanya
sekedar rutinitas tanpa memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pembangunan umat.
Hanya halaqoh/usroh yang selalu berorientasi pada kesuksesan yang berperan secara
signigfikan dalam pembangunan umat.

Oleh karena itu, tugas da‘i dan para aktivis adalah memperbanyak jumlah halaqoh/usroh
yang berorientasi kepada kesuksesan (muntijah). Kemudian mempertahankan sebisa
mungkin agar berjalannya halaqoh/usroh, khususnya yang berada di bawah tanggung
jawabnya, selalu berada dalam orientasi kesuksesan. Bukan hanya sekedar berjalan
dengan rutinitas yang monoton tanpa mengetahui atau tanpa ada evaluasi apakah
halaqoh/usroh tersebut berjalan dengan orientasi kesuksesan atau tidak.

Jika halaqoh/usroh tidak lagi berjalan dengan orientasi kesuksesan (muntijah), maka
masa depan halaqah/usroh akan suram karena tidak lagi mampu menghasilkan kader
Islam yang tangguh dan berkualitas seperti para pendahulunya, yaitu para mu’asis
(pendiri) da‘wah yang membangun sistem halaqah/usroh itu sendiri. Kualitas para kader
Islam di masa depan tak bisa lagi dibanggakan karena tidak lagi memiliki keistimewaan
sebagai kader Islam yang tangguh (mujahid). Inilah yang harus dikhawatirkan jika
sekiranya halaqoh/usroh hanya sekedar berjalan tanpa memiliki orientasi pada
kesuksesan.

Lalu apa kriteria sebuah halaqoh/usroh yang muntijah? Kriterianya ada dua :

1. Tercapainya dinamisasi, sehingga jalannya halaqah/usroh berlangsung


dengan menggairahkan dan tidak menjemukan.
2. Tercapainya produktivitas, sehingga tujuan halaqah/usroh dapat terwujud.

== Bagan Dinamisasi + Produktivitas = Halaqoh/Usroh Muntijah

Berbagai Tipe Halaqoh/Usroh

Dalam kenyatannya, tidak semua halaqoh/usroh muntijah. Bahkan ada halaqoh/usroh


yang sangat rendah orientasinya pada kesuksesan (muntijah). Jika halaqoh/usroh
diklasifikasikan berdasarkan faktor dinamisasi dan produktivitas (sebagai kriteria
halaqoh/usroh yang muntijah), paling tidak ada lima tipe halaqoh/usroh yang bisa
diamati, yaitu :

1. Halaqoh/usroh tipe sukses (muntijah)


2. Halaqoh/usroh tipe paguyuban
3. Halaqoh/usroh tipe jenuh
4. Halaqoh/usroh tipe sedang
5. Halaqoh/usroh tipe rendah

Untuk lebih jelasnya, bisa dilihat pada bagan di bawah ini :

==Grafik tipe-tipe usroh==


Tipe muntijah adalah halaqoh/usroh yang faktor dinamisasinya tinggi dan faktor
produktivitasnya tinggi. Inilah halaqoh/usroh yang prestasinya paling baik.
Halaqoh/usroh yang menjadi idaman setiap aktivis da‘wah.

Sedang tipe paguyuban adalah halaqoh/usroh yang faktor dinamisasinya tinggi, namun
pada saat bersamaan faktor produktivitasnya rendah. Tipe jenuh adalah halaqoh/usroh
yang faktor dinamisasinya rendah, akan tetapi pada saat bersamaan faktor
produktivitasnya tinggi. Tipe sedang adalah halaqoh/usroh yang faktor dinamisasinya
sedang dan pada saat yang bersamaan produktivitasnya juga sedang. Sedang tipe rendah
adalah halaqoh/usroh yang faktor dinamisasinya rendah dan pada saat bersamaan faktor
produktivitasnya juga rendah. Halaqoh/usroh tipe rendah yang orientasinya kepada
kesuksesan paling rendah. Halaqoh/usroh yang paling tidak diidamkan oleh setiap
murobbi/naqib dan peserta.

Mengapa dinamisasi dan produktivitas menjadi faktor yang penting dalam mengukur
halaqoh/usroh yang muntijah? Sebab kesuksesan sebuah halaqoh/usroh harus dilihat dari
dua paradigma, yaitu proses dan hasil. Kita tidak bisa mengukur kesuksesan suatu sistem
hanya dengan melihat satu paradigma saja, proses atau hasil. Apalagi jika sistem tersebut
adalah sistem sosial. Sistem tempat berkumpulnya orang-orang untuk mencapai sesuatu.
Dalam sistem sosial seperti halaqoh/usroh, keberhasilan tidak dapat diukur dari hasilnya
saja. Sebab hal itu berpotensi besar untuk mengabaikan proses yang manusiawi dalam
mencapai tujuan. Padahal manusia dalam halaqoh/usroh adalah sumber daya yang paling
penting, sehingga proses dalam mencapai tujuan harus diperhatikan demi menghargai
nilai-nilai dan kebutuhan manusia itu sendiri.

Sebaliknya, kesuksesan juga tidak dapat diukur dari sisi proses saja, tanpa melihat
hasilnya. Tanpa ada hasil yang sesuai dengan tujuan, percuma kita berbicara tentang
keberhasilan (muntijah). Jadi keberhasilan perlu diukur dari dua sisi: seperti apa proses
yang terjadi dan sejauh mana tujuan telah tercapai. Dalam dunia manajemen, hal ini
disebut dengan management by objective (pengelolaan berdasarkan tujuan) dan
management by process (pengelolaan berdasarkan proses). Kedua-duanya penting dalam
mengukur keberhasilan sebuah sistem sosial seperti halaqoh/usroh.

Dinamisasi adalah proses yang bergerak secara berubah-ubah, sehingga menumbuhkan


semangat dan menghilangkan kejenuhan. Produktivitas adalah kemampuan untuk
menghasilkan sesuatu. Jadi berbicara tentang dinamisasi berarti berbicara dalam tataran
proses. Sedang berbicara tentang produktivitas berarti berbicara dalam tataran
tujuan/hasil. Kedua-duanya penting dijadikan indikator untuk mengukur kesuksesan
sebuah halaqoh/usroh.

Pada bab berikutnya kita akan membahas lebih rinci tentang apa yang dimaksud
dinamisasi dan produktivitas dalam halaqoh/usroh.

Peran Murobbi/Naqib dalam Mewujudkan Halaqoh/Usroh Muntijah


Murobi/naqib memiliki peran sentral dalam mensukseskan halaqoh/usroh. Perannya jauh
lebih penting dan dominan daripada peserta halaqoh/usroh. Boleh dikatakan sukses atau
tidaknya sebuah halaqoh/usroh ada di tangan murobbi/naqib. Hal ini disebabkan
murobbi/naqib adalah pemimpin halaqoh/usroh. Ia yang memotivasi, mengarahkan,
membimbing dan mengendalikan perjalanan halaqoh/usroh. Peran peserta dalam
mensukseskan halaqoh/usroh lebih sebagai faktor sekunder dan pendukung. Walau
peserta memiliki kemauan dan kemampuan yang tinggi untuk mensuksesakn
halaqoh/usroh, tapi jika murobbi/naqib tidak memiliki kemauan dan kemampuan yang
sama maka halaqoh/usroh sangat kecil kemungkinannya menjadi sukses (muntijah).

Dalam kenyataannya, tidak semua murobbi/naqib memiliki orientasi yang kuat untuk
mensukseskan halaqoh/usrohnya. Tidak semua murobbi/naqib secara serius melakukan
dinamisasi dan produktivas halaqoh/usroh. Hal ini mungkin disebabkan beberapa faktor :

1. Terjebak dengan rutinitas


Perjalanan halaqoh/usroh yang lama dan tak pernah mengenal kata selesai membuat
seorang murobbi/naqib bisa terjebak pada rutinitas. Penyelenggaraan halaqoh/usroh
menjadi sekedar kewajiban atau kebiasaan yang sudah dilakukan bertahun-tahun,
sehingga makna dan tujuan halaqoh/usroh menjadi absurd (tidak jelas).

2. Sibuk dengan aktivitas da‘wah ‘ammah yang lebih ‗gegap gempita‘


Mengelola halaqoh/usroh seperti mengelola sebuah ‗dunia‘ yang sepi. Disana tidak ada
publikasi, ketenaran dan keuntungan materi. Yang ada hanya keikhlasan untuk mengelola
peserta yang jumlahnya terbatas dan tetap. Sedang dakwah ‘ammah (umum) adalah
da‘wah yang ‗gegap gempita‘. Disana banyak godaan berupa ketenaran, kedudukan dan
keuntungan materi. Mungkin saja seorang murobbi/naqib yang dahulunya tidak sibuk
dengan da‘wah ‘ammah, namun setelah sibuk dengan da‘wah ‘ammah menjadi tergoda
untuk lebih memperhatikan da‘wah ‘ammah daripada mengelola halaqoh/usroh secara
serius. Kehadiran dan keterlibatannya dalam halaqoh/usroh hanya bersifat sambil lalu
tanpa persiapan dan pengelolaan yang matang.

3. Kesibukan dengan urusan duniawi


Kesibukan dengan urusan duniawi (seperti bisnis, bekerja, dan berkarir) bisa menjadi
salah satu faktor yang membuat murobbi/naqib tidak sempat lagi memperhatikan
perkembangan kualitas halaqoh/usroh yang ditanganinya. Hadir ke halaqoh/usroh tanpa
persiapan, datang ke halaqoh/usroh dalam kondisi lelah, tidak sempat lagi membuat
program yang kontinyu di dalam halaqoh/usroh adalah contoh dari murobbi/naqib yang
terlalu sibuk mengejar urusan duniawi.

4. Terpesona dengan jumlah (kuantitas)


Perhatian yang serius terhadap halaqoh/usroh bisa jadi berkurang karena terpesona
dengan jumlah. Baik jumlah peserta yang ditanganinya maupun jumlah kader yang ada di
dalam jama’ahnya. Jumlah yang banyak bisa melenakan orang terhadap pentingnya
aspek kualitas. Hal ini sudah banyak contohnya. Para sahabat Rasulullah saw pernah
terpesona dengan jumlah mereka yang banyak dalam perang Hunain, sehingga lalai
dalam kualitas dan strategi perang. Hingga akhirnya Allah SWT memberi pelajaran
kepada mereka dengan kekalahan yang menyakitkan.

5. Merasa bahwa halaqoh/usrohnya tidak ada masalah


Orientasi terhadap kesuksesan halaqoh/usroh bisa jadi berkurang karena murobbi/naqib
kurang peka terhadap masalah. Ada orang yang sensitif terhadap masalah dan ada pula
orang yang tidak sensitif terhadap masalah. Hal ini disebabkan cara pandang yang
berbeda dalam melihat masalah. Dalam kenyataannya, ada murobbi/naqib yang
menganggap dinamisasi dan produktivitas halaqoh/usroh sebagai masalah yang tidak
penting. Mereka menganggap selama peserta masih hadir dengan rutin, maka tidak ada
masalah yang serius dalam halaqoh/usrohnya. Padahal jika dilihat dari sisi dinamisasi
dan produktivitas, halaqoh/usroh tersebut sebetulnya berjalan monoton dan lambat
mencapai tujuannya.

6. Kurangnya motivasi dan pengingatan dari jama’ah atau ikhwah di sekelilingnya


Orientasi yang rendah terhadap kesuksesan halaqoh/usroh mungkin bisa disebabkan
kurangnya motivasi dan pengingatan dari jama‘ah (terutama struktur jama‘ah terdekat)
atau dari ikhwah di sekelilingnya. Kesibukan dengan aktivitas da‘wah yang lain atau
dengan prioritas da‘wah musiman bisa membuat para murobbi/naqib lalai
memperhatikan perkembangan halaqoh/usrohnya. Halaqoh/usroh menjadi asal jalan,
tanpa sempat lagi dievaluasi sampai sejauh mana perkembangan kualitasnya.

7. Terlena dengan nostalgia masa lalu


Ketidakseriuasan dalam mengelola halaqoh/usroh bisa juga karena terlena dengan
pengalaman masa lalu. Murobbi/naqib merujuk kepada pengalaman masa lalu ketika ia
dibina secara ‗konvensional‘, sehingga ia enggan untuk melakukan inovasi dalam rangka
mendinamiskan halaqoh/usroh. Ia juga enggan bersusah payah mengejar produktivitas
karena merasa dahulu dibina tanpa target yang ‗rumit‘. Ia menggunakan pengalaman
masa lalunya untuk membina halaqoh/usroh di saat sekarang. Padahal tantangan zaman
selalu berubah. Dahulu mungkin ia bisa berhasil dibina karena tantangan eksternal tidak
sekompleks zaman sekarang. Saat ini halaqoh/usroh menghadapi ‗pesaing‘ yang tangguh
dari ‗kelompok kecil‘ lain. Kaum sekuler dan sosialis membuat ‗kelompok-kelompok
kecil‘ yang dikelola secara inovatif dan profesional. Begitu pula jama’ah-jama’ah Islam
yang lain. Oleh karena itu, jika murobbi/naqib tidak serius mengelola halaqoh/usroh
secara inovatif dan profesional, bisa jadi ‗konsumen‘ da‘wah akan ‗direbut‘ oleh
kelompok atau jama’ah lain.
HALAQOH/USROH DINAMIS

―Wahai saudaraku, sistem usroh sangat bermanfaat bagi kita dan berguna
bagi da’wah. Dengan daya dan kekuatan dari Allah SWT, sistem ini akan
mampu menghimpun kalangan anggota Ikhwan yang tulus, memudahkan
hubungan antar mereka, mengerahkan mereka kepada teladan dalam da’wah,
memperkokoh ikatan persatuan mereka, dan mengangkat persaudaraan mereka
dari tataran kata-kata dan teori ke tingkat operasional‖
(Imam As Syahid Hasan Al Banna)

Seperti yang telah disebutkan di muka, salah satu sendi halaqoh/usroh yang muntijah
adalah dinamisasi. Yaitu halaqoh/usroh yang selalu berproses dan bergerak secara
berubah-ubah (tidak monoton), sehingga menumbuhkan kegairahan dan
menghilangkan kejenuhan. Ini bukan merupakan hal yang mudah, karena sistem
halaqah/usroh berjalan ‗seumur hidup‘. Artinya, halaqoh/usroh berlangsung rutin
dan tak pernah selesai untuk diikuti. Tidak mengenal kata ‗lulus‘, kecuali jika peserta
sendiri yang menginginkan keluar dari halaqoh/usroh (dan itu berarti keluar juga dari
jama’ah yang diikutinya).

Halaqoh/usroh dirancang untuk diikuti seumur hidup (madal hayah) oleh pesertanya.
Hal ini karena tidak ada kata berhenti untuk mempelajari Islam. Selama nafas masih
ada, mempelajari Islam tetap perlu dilakukan. Nabi bersabda: ―Tuntutlah ilmu mulai
dari buaian sampai ke liang lahat‖. Yang berubah hanya penempatan pesertanya yang
disesuaikan dengan pemahaman dan pengamalannya terhadap Islam. Mungkin saja
peserta mendapatkan murobbi/naqib yang berbeda-beda. Tempat halaqoh/usroh yang
berubah-ubah. Bahkan nama ―perkumpulannya‖ juga bisa berubah (misalnya menjadi
mentoring, usroh, ta’lim, atau tarbiyah). Apa pun namanya, tapi hakekatnya tetap
sama, yaitu sistem pendidikan (tarbiyah) yang berlangsung seumur hidup.

Jika halaqoh/usroh berlangsung sesaat, misalnya hanya setahun atau dua tahun,
mungkin menciptakan suasana dinamis dan tidak jemu menjadi mudah untuk
dilakukan. Namun jika halaqah/usroh berlangsung seumur hidup, maka
kecenderungan peserta untuk jenuh mengikuti halaqah/usroh menjadi tinggi. Hal ini
wajar, karena suasana rutinitas yang berlangsung lama secara psikologis memang
berpotensi untuk membuat jenuh.

Lalu bagaimana upaya yang perlu dilakukan agar halaqoh/usroh tidak berlangsung
menjemukan? Alias senantiasa menggairahkan para pesertanya? Apakah dengan cara
menjadikan halaqoh/usroh tidak berlangsung seumur hidup, tapi hanya berlangsung
sebentar, misalnya setahun atau dua tahun saja? Jawabannya, tentu tidak dengan cara
merubah waktu halaqoh/usroh menjadi sebentar. Sebab jika hanya sebentar, bukan
saja kita tidak menjalankan anjuran Rasul supaya menuntut ilmu seumur hidup, tapi
juga mustahil jika waktu pendidikannya hanya sebentar bisa merubah orang menjadi
Islami.

Yang perlu dilakukan agar suasana halaqoh/usroh yang berlangsung lama itu tidak
menjemukan adalah dengan mendinamiskan perjalanan halaqoh/usroh. Yakni dengan
melakukan berbagai cara kreatif yang Islami untuk merubah suasana halaqah/usroh
supaya tidak membosankan.

Manfaat Mendinamiskan Halaqah/Usroh

Perhatian terhadap berjalanannya halaqoh/usroh yang dinamis dan menggairahkan


merupakan hal urgen yang perlu dilakukan, baik oleh murobbi/naqib maupun
peserta. Sebab pengabaian terhadap dinamisasi akan berdampak pada lambatnya
pencapaian tujuan. Hal ini seringkali tidak disadari oleh murobbi/naqib maupun
peserta karena mereka merasa halaqoh/usrohnya masih berjalan dengan baik.
Beberapa murobbi/naqib menjadikan indikator kehadiran peserta sebagai cara menilai
baik/buruknya halaqoh/usroh. Ketika peserta masih hadir dengan lengkap (walau
sesekali ada juga yang tidak hadir), murobbi/naqib sering menganggap hal itu sebagai
indikasi dari masih baiknya perjalanan halaqoh/usroh mereka. Penilaian ini jelas
terlalu menyederhanakan persoalan. Kehadiran peserta yang masih lengkap bukanlah
indikator satu-satunya untuk menilai baik atau buruknya perjalanan suatu
halaqoh/usroh. Perlu ada indikator lain yang digunakan untuk mengukur baik atau
buruknya perjalanan halaqoh/usroh. Indikator lain tersebut adalah dinamisasi dan
produktivitas halaqoh/usroh.

Dinamisasi halaqoh/usroh akan mengukur sampai sejauh mana kepuasan aktivitas


(job satisfaction) yang dialami murobbi/naqib dan peserta di dalam
halaqoh/usrohnya. Kepuasan merupakan hal yang subyektif karena terkait dengan
emosi (perasaan). Walau subyektif, kepuasaan bukan berarti harus diabaikan dalam
mengukur keberhasilan halaqoh/usroh. Paradigma kepuasan sebagai indikator dalam
mengukur keberhasilan pengelolaan SDM (Sumber Daya Manusia) sudah menjadi hal
yang umum di dunia organisasi dan manajemen. Halaqoh/usroh sebagai sebuah
sistem pengelolaan SDM juga perlu memperhatikan masalah kepuasan ini.

Kepuasaan beraktivitas (job satisfaction) sebenarnya merupakan kata lain dari


terwujudnya nikmat ukhuwah (ni’matul ukhuwah). Bukankah Allah SWT
menghendaki agar kita selalu beraktivitas dalam suasana ukhuwah yang nikmat?
―..dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah)
bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu. Lalu menjadilah kamu
karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara‖ (QS. 3 : 103). Nikmatnya
ukhuwah Islamiyah dalam halaqoh/usroh tak mungkin terwujud tanpa perhatian
terhadap dinamisasi halaqoh/usroh. Tidak cukup hanya sekedar memberikan taujih
(arahan) saja tentang ukhuwah untuk mewujudkan nikmat ukhuwah, akan tetapi perlu
dipraktekkan di dalam halaqoh/usroh itu sendiri.
Jadi, sudah saatnya murobbi/naqib dan peserta memperhatikan dinamisasi yang
terjadi dalam halaqoh/usrohnya. Mereka tidak bisa lagi menyepelekan masalah ini
jika ingin halaqoh/usrohnya muntijah (sukses). Lagipula ada beberapa manfaat yang
akan diperoleh jika halaqoh/usroh berjalan dinamis, antara lain :

1. Kehadiran yang rutin


Halaqoh/usroh yang berjalan dinamis akan membuat murobbi/naqib dan peserta
hadir dengan rutin. Mereka tidak lagi membuat seribu satu alasan untuk tidak hadir
dalam halaqoh/usroh. Bahkan mereka akan berupaya sekuat tenaga untuk hadir walau
berbagai kendala menghadang kehadiran mereka. Hal ini karena halaqoh/usroh telah
menjadi tempat yang menyenangkan dan menggairahkan bagi mereka. Mereka sudah
merasa betah. Bagi mereka halaqoh/usroh merupakan tempat idaman, sehingga
jadwal pertemuan halaqoh/usroh menjadi saat-saat yang dirindukan. Alangkah
indahnya jika perasaan rindu dan betah ini sudah menjadi karakter dalam diri
murobbi/naqib dan peserta. Allah SWT menghendaki agar kita sabar dan betah
berlama-lama berkumpul dalam lingkungan da‘i, seperti yang terjadi di dalam
halaqoh/usroh : ―Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang
menyeru Robnya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhoan-Nya..‖ (QS. 18
: 28).

2. Semangat yang tinggi


Murobbi/naqib dan peserta bukan hanya akan hadir secara rutin jika halaqoh/usroh
berjalan dinamis, mereka juga akan hadir dengan semangat yang tinggi. Semangat ini
membuat mereka hadir dengan ‗seutuhnya‘ (hati, pikiran dan fisik), tidak hanya hadir
fisiknya saja tetapi hati dan pikirannya terbang entah kemana. ‗Utuhnya‘ kehadiran
membuat mereka menyimak seluruh agenda acara di dalam halaqoh/usroh. Hal ini
mempercepat penambahan wawasan dan interaksi antar peserta, sehingga tujuan
halaqoh/usroh dapat tercapai dengan lebih cepat. Allah memerintahkan agar kita
mengobarkan semangat yang tinggi dalam berperang (dan juga dalam berbagai
aktivitas, termasuk di dalam aktivitas halaqoh/usroh) : ―Hai Nabi, kobarkanlah
semangat para mu’min itu untuk berperang….‖ (QS. 8 : 65).

3. Tanggung jawab yang besar


Semangat yang tinggi membuat munculnya tanggung jawab yang besar dalam
melaksanakan tugas-tugas halaqoh/usroh. Sebab biasanya di dalam semangat ada
keinginan untuk melakukan tanggung jawab. Dengan berjalannya tugas-tugas
halaqoh/usroh, pemahaman dan pengalaman peserta akan meningkat lebih cepat,
sehingga tujuan halaqoh/usroh juga dapat dicapai lebih cepat.

4. Mempercepat pencapaian tujuan


Halaqoh/usroh yang berjalan dinamis dan menggairahkan akan mempercepat
pencapaian tujuan. Hal ini karena tugas dan program yang dibuat untuk mencapai
tujuan dilaksanakan dengan semangat yang tinggi dan tanggung jawab yang besar.
Tidak ada tugas dan program yang terbengkalai, sehingga tugas dan program
selanjutnya bisa dibuat dan akhirnya tujuan halaqoh/usroh dapat dicapai lebih cepat.
―Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara
hamab-hamba Kami. Lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka
sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula)
yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah
karunia yang amat besar‖ (QS. 35 : 32).

5. Meningkatkan kreativitas
Halaqoh/usroh yang berjalan dinamis biasanya lahir dari murobbi/naqib dan peserta
yang kreatif. Murobbi/naqib dan peserta tidak terjebak dengan suasana monoton atau
‗pakem-pakem‘ tertentu dalam menjalankan halaqoh/usroh. Mereka tidak lagi
terjebak dengan pengalaman masa lalu. Mereka berani menampilkan ide-ide dan cara-
cara baru yang tidak bertentangan dengan syar‘i untuk membuat halaqoh/usroh
berjalan dinamis. Yang penting bagi mereka adalah bagaimana agar tujuan
halaqoh/usroh dapat tercapai melalui proses yang menggairahkan dan tidak
menjemukan. ―Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencerai keridhoan) Kami,
benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami..‖ (QS. 29 : 69).

6. Menghindari kemaksiatan
Halaqoh/usroh yang menjemukan akan menurunkan kegairahan untuk menambah
wawasan dan ibadah. Hati menjadi keras. Suasana ruhiyah menjadi hilang. Iman
menjadi turun, sehingga keinginan berbuat maksiat menjadi meningkat. Sebaliknya,
halaqoh/usroh yang berjalan dinamis akan menghilangkan kejenuhan. Kegairahan
untuk menambah wawasan dan meningkatkan ibadah akan muncul, sehingga hati
akan tetap terpelihara. Iman menjadi meningkat, sehingga terhindar dari keinginan
untuk berbuat maksiat. ―Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman,
untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun
(kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang sebelumnya telah
diturunkan Al Kitab kepada mereka, kemudian berlalulah masa yang panjang atas
mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah
orang-orang yang fasik‖ (QS. 57 : 16).

7. Memperkecil munculnya konflik/masalah


Salah satu sebab munculnya konflik/masalah adalah hati yang kering dari iman dan
ukhuwah. Namun jika halaqoh/usroh berjalan secara dinamis, maka hati menjadi
bergairah untuk meningkatkan iman dan ukhuwah. Hal ini berdampak pada keinginan
untuk saling menghargai dan menghindari terjadinya masalah/konflik di antara
peserta satu sama lain. ―Sesungguhnya orang-orang mu’min itu bersaudara, karena
itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya
kamu mendapat rahmat‖ (QS. 49 : 10).

8. Merasakan manisnya ukhuwah


Akhirnya, manisnya ukhuwah (khulwatul ukhuwah) akan didapatkan oleh mereka
yang halaqoh/usrohnya berjalan dinamis. Ukhuwah tak lagi sekedar basa-basi tanpa
implementasi. Mereka mendapatkan apa yang selama ini dirindukan setiap muslim,
yakni manisnya ukhuwah. Hal ini merupakan buah dari upaya tak kenal henti yang
mereka lakukan untuk mendinamiskan halaqoh/usroh. Mendinamiskan
halaqoh/usroh berarti menyegarkan suasana, menjinakkan hati dan menumbuhkan
kehangatan serta kegairahan untuk berukhuwah antar sesama personil halaqoh/usroh.
―dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang beriman). Walaupun kamu
membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat
mempersatukan mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka.
Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana‖ (QS. 8 : 63)

Sebab-Sebab Munculnya Kejenuhan Dalam Halaqoh/Usroh

Namun perjalanan mewujudkan halaqoh/usroh yang dinamis tidaklah mudah. Butuh


perjuangan untuk mewujudkannya. Tidak semua halaqoh/usroh memahami urgensi
mewujudkan halaqoh/usroh yang dinamis dan menggairahkan.

Jika tidak ada kesungguh-sungguhan untuk mewujudkan halaqoh/usroh yang


dinamis, maka perlahan tapi pasti halaqoh/usroh akan berubah menjadi menjemukan.
Yang sebab-sebabnya antara lain :

1. Suasana yang monoton


Suasana yang monoton merupakan salah satu sebab dari munculnya kejenuhan dalam
halaqoh/usroh. Ini merupakan hal yang wajar. Sebab manusia pada dasarnya
menginginkan suasana yang berubah-ubah (dinamis). Tidak terperangkap dalam satu
cara atau gaya. Ketika halaqoh/usroh berjalan dengan cara atau suasana yang
monoton, maka besar kemungkinan peserta akan merasa jemu.

2. Ketiadaan keteladanan
Murobbi/naqib menjadi teladan bagi peserta. Peserta menjadi teladan bagi peserta
lainnya. Ketika murobbi/naqib dan peserta tidak bisa memberikan keteladanan, maka
halaqoh/usroh berubah menjadi menjemukan. Contoh hilangnya keteladanan adalah
ketika murobbi/naqib mewajibkan peserta untuk hadir rutin, tapi ia sendiri jarang
hadir dengan berbagai alasan. Atau ketika ia meminta peserta untuk bersikap
menghargai pendapat orang lain, tapi ia sendiri tak bisa menghargai pendapat orang
lain. Semakin hilangnya sikap dan perilaku yang bisa diteladani, maka semakin
potensial halaqoh/usroh terjerumus pada suasana yang membosankan. Hal ini wajar
karena ketiadaan keteladanan membuat hilangnya kepercayaan dan nilai lebih suatu
kelompok. Hal ini tentu berdampak pada suasana yang tidak nyaman dan
membosankan.

3. Kurangnya upaya untuk saling memotivasi/mengingatkan


Suasana yang menjemukan bisa juga disebabkan murobbi/naqib dan peserta tidak
saling mengingatkan atau memotivasi satu sama lain. Mereka mungkin terjebak pada
rutinitas halaqoh/usroh yang dianggap bukan masalah. Jika pun di antara mereka ada
yang mengingatkan tentang pentingnya mendinamiskan halaqoh/usroh tapi tidak
ditanggapi serius oleh yang lain. Atau bisa juga pengingatan itu dilakukan, tapi tidak
dilakukan secara rutin sehingga upaya untuk mendinamiskan halaqoh/usroh hanya
bersifat temporer dan tidak berkesinambungan.
4. Konflik berkepanjangan
Kejemuan dalam halaqoh/usroh bisa juga disebabkan seringnya terjadi konflik di
antara peserta. Konflik itu muncul karena berbagai sebab. Bisa karena perbedaan cara
pandang, sifat/karakter atau karena perbedaan kebutuhan. Konflik yang
berkepanjangan dalam halaqoh/usroh biasanya bersifat laten. Tidak muncul secara
vulgar sehingga jika murobbi/naqib atau peserta kurang jeli maka mereka tidak
mengetahui adanya konflik tersebut. Konflik yang tidak terselesaikan dalam
halaqoh/usroh dapat berdampak pada suasana yang menjemukan.

Selain sebab-sebab yang bersifat eksternal tersebut, ada juga sebab-sebab yang
datangnya dari pribadi orang yang mengalami kejemuan itu sendiri (sebab internal).
Sebab-sebab itu antara lain :

1. Kurangnya keikhlasan
Salah satu sebab internal dari munculnya perasaan jemu adalah kurangnya
keikhlasan. Hal ini karena ikhlas merupakan motivasi yang tertinggi sehingga jika
seseorang telah ikhlas, kecil kemungkinan ia dihinggapi perasaan bosan. Bahkan
walau suasana monoton, tapi jika ikhlas mengerjakannya maka rasa bosan tak akan
mudah menghinggapi kita. Namun jika keikhlasan berkurang, seseorang akan mudah
tertimpa penyakit jenuh.

2. Maksiat
Sebab internal lain dari munculnya perasaan jenuh adalah seringnya seseorang
melakukan kemaksiatan. Semakin banyak kemaksiatan yang dilakukan seseorang,
semakin mudah ia tertimpa penyakit jenuh. Sebaliknya, semakin bersih seseorang dari
kemaksiatan, semakin sulit ia tertimpa penyakit jenuh. Itulah sebabnya Nabi
Muhammad saw tidak pernah jemu melakukan qiyamul lail setiap malam. Hal ini
juga berlaku pada halaqoh/usroh. Jika peserta halaqoh/usroh banyak melakukan
kemaksiatan (kecil atau besar), maka kecenderungan untuk munculnya rasa jemu
akan lebih besar dibandingkan jika peserta menjaga dirinya dari kemaksiatan.

3. Kurangnya pemahaman
Kejemuan juga bisa muncul dari kurangnya pemahaman tentang pentingnya suatu
pekerjaan. Orang yang cepat bosan melakukan suatu pekerjaan biasanya karena
kurang paham manfaat dari pekerjaan tersebut. Misalnya, peserta yang menyadari
pentingnya halaqoh/usroh tentu akan lebih sulit tertimpa penyakit jemu daripada
peserta yang mengikuti halaqoh/usroh karena ikut-ikutan tanpa mengetahui urgensi
dari halaqoh/usroh itu sendiri.

Tahap-Tahap Kejenuhan Dalam Halaqoh/Usroh

Kita juga perlu mengetahui bahwa kejenuhan di dalam halaqoh/usroh tidak


berlangsung secara tiba-tiba. Ada proses yang panjang sehingga suasana jenuh betul-
betul terjadi dalam halaqoh/usroh. Tahapan-tahapan terjadinya kejenuhan dalam
halaqoh/usroh sebagai berikut :
1. Monoton
Suasana yang monoton adalah tahap awal dari kejenuhan yang terjadi dalam
halaqoh/usroh. Monoton ditandai dengan suasana yang itu-itu saja. Tidak banyak
berubah, baik dalam metode, waktu, tempat, suasana, materi, dan lain-lain.

2. Eliminasi makna
Jika suasana monoton tidak segera diperbaiki, murobbi/naqib dan peserta mulai
merasa bahwa halaqoh/usroh tidak lagi memberi nilai tambah pada dirinya. Terjadi
eliminasi (kemerosotan) makna halaqoh/usroh. Murobbi/naqib atau peserta tidak lagi
merasakan manfaat dari kehadirannya di halaqoh/usroh. Mereka mulai membanding-
bandingkan kehadirannya di halaqoh/usroh dengan kehadirannya di tempat lain yang
mungkin dianggapnya lebih bermanfaat daripada halaqoh/usroh.

3. Penghindaran
Jika makna halaqoh/usroh sudah merosot, tahap berikutnya adalah munculnya
keinginan untuk menghindar dari pertemuan halaqoh/usroh. Hal ini ditandai dengan
ketidakhadiran yang semakin sering atau hadir tapi sering terlambat. Mungkin
murobbi/naqib atau peserta yang jemu tadi menyampaikan seribu satu alasan yang
kelihatannya syar‘i dan logis untuk membenarkan ketidakhadiran atau
keterlambatannya dalam halaqoh/usroh. Namun alasan yang sebenarnya adalah
karena ia sudah jemu dengan halaqoh/usroh.

4. Ketidaknyamanan
Tahap berikutnya adalah munculnya perasaan tidak nyaman untuk berada di
halaqoh/usroh. Kehadirannya di halaqoh/usroh semata-mata hanya untuk memenuhi
kewajiban (terpaksa). Tidak ada lagi perasaan nyaman dan rindu dengan
halaqoh/usroh. Nikmatnya ukhuwah menjadi semakin jauh untuk terealisir.

5. Apatis
Tahap puncak dari kejemuan dalam halaqoh/usroh adalah munculnya sifat apatis
terhadap apa yang terjadi. Ia tak lagi peduli dengan tugas atau program
halaqoh/usroh. Jika pun ia melaksanakannya, maka tugas atau program itu
dilaksanakannya dengan perasaan terpaksa dan ogah-ogahan. Bahkan ia akan
berusaha sebisa mungkin untuk menghindar dari tugas atau program halaqoh/usroh.
Ia mulai banyak absen dalam pertemuan halaqoh/usroh. Jika pun hadir, biasanya
terlambat dan lebih banyak bersikap pasif serta tidak mau terlibat lebih jauh. Ia hanya
peduli dengan apa-apa yang terkait erat dengan kepentingan pribadinya. Tidak ada
lagi idealita untuk memikirkan orang lain atau memperjuangkan Islam.

Jika tahap apatis ini dibiarkan, ada dua hal yang akan terjadi. Pertama, banyak dari
peserta yang akan keluar atau pindah dari halaqoh/usroh tersebut. Kedua, kebanyakan
peserta akan tetap bertahan dalam halaqoh/usroh tapi perkembangan mereka sangat
lambat. Bahkan boleh dikatakan mereka ‗berjalan di tempat‘. Sebab tidak ada
kemajuan yang berarti dalam diri mereka.
===(ada bagan)==

Macam-Macam Kejenuhan Dalam Halaqoh/Usroh

Ada beberapa macam kejenuhan yang mungkin terjadi dalam halaqoh/usroh. Macam-
macan kejenuhan tersebut antara lain :

1. Kejenuhan berdasarkan jumlah peserta


a. Kejenuhan induvidual, yaitu kejenuhan yang terjadi pada satu atau lebih
peserta halaqoh/usroh. Kejenuhan ini terjadi pada minoritas dari jumlah
seluruh peserta halaqoh/usroh.
b. Kejenuhan komunal, yaitu kejenuhan yang terjadi pada sebagian besar
(mayoritas) peserta halaqoh/usroh. Kejenuhan komunal lebih sulit diatasi
daripada kejenuhan induvidual.

2. Kejenuhan berdasarkan waktu :


a. Kejenuhan temporer, yaitu kejenuhan di dalam halaqoh/usroh yang terjadi
hanya pada waktu-waktu tertentu. Misalnya, suasana membosankan yang
berlangsung ketika murobbi/naqib tidak hadir karena sedang menempuh
ujian kuliah. Namun setelah murobbi/naqib hadir kembali, suasana
membosankan itu hilang.
b. Kejenuhan permanen, yaitu kejenuhan yang terjadi ketika halaqoh/usroh
merasakan kejenuhan dalam waktu yang lama. Kejenuhan permanen lebih
sulit diatasi daripada kejenuhan temporer.

3. Kejenuhan berdasarkan peran :


a. Kejenuhan peserta, yaitu kejenuhan yang terjadi pada diri peserta
halaqoh/usroh.
b. Kejenuhan murobbi/naqib, yaitu kejenuhan yang terjadi pada diri
murobbi/naqib. Kejenuhan murobbi/naqib lebih berbahaya daripada
kejenuhan peserta.

4. Kejenuhan berdasarkan objek :


a. Kejenuhan sistem belajar, yaitu kejenuhan yang diakibatkan oleh tidak
pernah berubahnya sistem belajar. Misalnya, sistem belajar yang
dilakukan hanya berupa gaya lesehan di dalam ruangan. Padahal
semestinya bisa berubah-ubah dalam bentuk sistem kelas, belajar di ruang
terbuka, metode majelis ta‘lim di mesjid, dan lain-lain.
b. Kejenuhan metode penyampaian, yaitu kejenuhan yang diakibatkan karena
penyampaian materi/madah yang monoton (hanya dengan satu metode
belajar saja). Misalnya, hanya dengan menggunakan metode ceramah,
tidak berubah dengan menggunakan metode-metode lainnya seperti
diskusi, seminar, games, studi kasus, simulasi, bedah buku, dan lain-lain.
c. Kejenuhan media/alat belajar, yaitu kejenuhan yang diakibatkan
penggunaan sarana belajar yang monoton. Misalnya, hanya menggunakan
lembaran foto kopi, padahal sebenarnya bisa menggunakan sarana belajar
lain, seperti papan tulis, OHP (Over head Projector), LCD, lembar peraga,
alat demo/simulasi, dan lain-lain.
d. Kejenuhan materi/madah, yaitu kejenuhan yang diakibatkan oleh isi
materi yang monoton. Walau materi berbeda-beda, tapi penjabaran,
ilustrasi, dalil, atau contoh diberikan secara monoton dan berulang-ulang.
e. Kejenuhan agenda acara, yaitu kejenuhan yang diakibatkan oleh
monotonnya susunan dan jenis agenda acara dalam setiap pertemuan
halaqoh/usroh.
f. Kejenuhan waktu pertemuan, yaitu kejenuhan yang diakibatkan tidak
pernah berubahnya waktu pertemuan. Misalnya, waktu pertemuan selalu
dilakukan setiap malam jum‘at.
g. Kejenuhan tempat pertemuan, yaitu kejenuhan yang diakibatkan tidak
pernah berubahnya tempat pertemuan. Misalnya, tempat pertemuan selalu
dilakukan di rumah murobbi/naqib.
h. Kejenuhan komposisi peserta, yaitu kejenuhan yang diakibatkan oleh tidak
pernah berubahnya komposisi peserta. Peserta yang mengikuti suatu
halaqoh/usroh tidak pernah berubah selama bertahun-tahun. Tidak ada
yang dimutasikan dan tidak ada peserta pindahan dari halaqoh/usroh
lainnya.

Tidak semua kejenuhan tersebut ada di dalam halaqoh/usroh. Sebaiknya setiap


halaqoh/usroh perlu berupaya agar berbagai macam kejenuhan tersebut tidak terjadi
di dalam halaqoh/usrohnya. Sebab semakin banyak macam kejenuhan yang ada di
dalam halaqoh/usroh, maka semakin tinggi tingkat kejenuhan yang terjadi dan
semakin besar upaya yang harus dilakukan untuk mengatasi kejenuhan tersebut.

Dampak Kejenuhan Halaqoh/Usroh

Murobbi/naqib dan peserta perlu berupaya mengatasi berbagai kejenuhan yang terjadi
dalam halaqoh/usroh. Sebab jika tidak segera diatasi, tingkat kejenuhan yang tadinya
kecil akan berubah menjadi besar dan merambat pada berbagai kejenuhan lainnya.
Persis seperti penyakit pada tubuh yang apabila tidak segera diobati akan menjalar
pada bagian tubuh lainnya. Kejenuhan yang terjadi dalam halaqoh/usroh akan
berdampak negatif bagi:

- Peserta halaqoh/usroh berupa :

1. Kehadiran yang tidak rutin


Peserta yang jenuh akan sering tidak hadir dalam halaqoh/usroh. Ia sepertinya
mempunyai ‗jadwal tersendiri‘ untuk hadir di halaqoh/usroh. Misalnya, dua pekan
hadir, pekan ketiga tidak hadir; atau pekan ini hadir, pekan depan tidak hadir.
Biasanya ia tidak pernah minta izin lebih dahulu mengapa tidak hadir dalam
halaqoh/usroh. Ia baru menyampaikan alasan kalau ditanya. Alasan yang diajukannya
juga singkat dan meragukan alasannya. Namun lama kelamaan orang yang jenuh
semakin pandai membuat alasan, sehingga semakin lama alasannya semakin nampak
logis dan syar‘i. Ia semakin terbiasa untuk tidak hadir secara rutin dalam
halaqoh/usroh tanpa merasa bersalah.

2. Kedisiplinan yang menurun


Peserta yang jenuh juga akan menurun tingkat kedisiplinannya. Indikasi yang jelas
adalah seringnya ia terlambat menghadiri halaqoh/usroh. Walau tidak semua
keterlambatan disebabkan oleh rasa jenuh, tapi jika keterlambatan itu menjadi suatu
kebiasaan cenderung disebabkan karena kejenuhan yang terjadi pada diri peserta
tersebut. Kedisiplinan yang menurun juga tampak pada pelaksanaan tugas. Sering
absen atau mengabaikan tugas-tugas yang membutuhkan kehadirannya di luar waktu
halaqoh/usroh. Sering mengantuk dan lupa dengan apa yang semestinya dibawa
dalam pertemuan halaqoh/usroh juga merupakan indikasi dari kejenuhan yang
melanda diri peserta.

3. Keterlibatan yang minim


Peserta yang jenuh juga akan minim keterlibatannya dalam halaqoh/usroh. Ketika
hadir tidak begitu banyak terlibat dalam diskusi atau pengambilan keputusan. Lebih
banyak menjadi pendengar pasif saja. Ketika diberikan tugas juga banyak menolak
atau meminta peserta lain yang mengerjakannya. Kejenuhan pada halaqoh/usroh juga
bisa berdampak pada keterlibatan yang minim dalam acara-acara da‘wah di luar
halaqoh/usroh, baik yang diselenggarakan oleh halaqoh/usroh itu sendiri maupun
oleh jama’ah.

4. Ketidakpuasan yang meningkat


Kejenuhan juga berdampak pada kegairahan yang menurun untuk hadir dan terlibat
dalam kegiatan halaqoh/usroh. Semangat dan motivasi untuk mengikuti kegiatan
halaqoh/usroh menjadi berkurang, sehingga berdampak pada perasaan tidak nyaman
dan tidak puas dengan pertemuan-pertemuan halaqoh/usroh. Ketidakpuasan pada
acara halaqoh/usroh dapat berdampak pada keinginan untuk mencari ‗pelarian‘
berupa acara lain yang lebih memuaskan dirinya. Disinilah mungkin seorang peserta
akan lebih suka hadir di acara-acara lain dibandingkan acara halaqoh/usroh ketika
waktunya berbenturan. Halaqoh/usroh tidak lagi menjadi prioritas utama dalam
agenda kegiatannya.

5. Kemaksiatan yang muncul


Peserta yang jenuh juga rentan dengan kemaksiatan. Orang yang jenuh akan lebih
rentan mengalami penurunan iman. Dan turunnya iman akan membuat seseorang
lebih rentan melakukan kemaksiatan. Misalnya, karena jenuh mungkin saja peserta
mulai mencari ‗pelarian‘ dengan melakukan kegiatan yang batil, seperti menonton
konser musik rock, membaca buku-buku porno, berjalan-jalan tanpa tujuan,
berpacaran, dan merokok.

6. Konflik/permasalahan yang bertambah


Kejenuhan juga bisa berdampak pada keringnya rasa ukhuwah di antara peserta. Hal
ini berdampak lebih jauh pada rentannya peserta terhadap masalah dan konflik. Mulai
ada keinginan untuk memperbesar masalah yang kecil. Mulai muncul
ketersinggungan karena perkataan atau perbuatan dari peserta lain yang tadinya tidak
dipermasalahkan. Gara-gara jemu dengan halaqoh/usroh bisa saja seorang peserta
marah ketika peserta lainnya menanyakan alasan ketidakhadirannya pada acara
halaqoh/usroh.

7. Keterlambatan pencapaian tujuan


Akibat yang paling fatal dari kejemuan yang melanda peserta adalah lambatnya
tujuan pembinaan pada diri peserta tersebut. Perkembangan peserta menjadi lambat,
bahkan mungkin menurun. Tujuan pembinaan yang semestinya sudah dicapai tak
pernah tercapai. Mungkin ia juga menyadari perkembangan dirinya yang lambat,
sehingga muncul perasaan rendah diri karena merasa tertinggal dengan teman-teman
seangkatannya. Mungkin juga ia merasa stres dan frustasi karena merasa tidak ada
perubahan yang signifikan pada dirinya. Perasaan ini bisa berdampak pada keinginan
untuk mengundurkan diri dari halaqoh/usroh dan dakwah.

Jika kejenuhan tersebut terjadi pada diri seorang murobbi/naqib, maka selain berbagai
dampak di atas, murobbi/naqib juga dapat mengalami berbagai dampak negatif
seperti berikut :

1. Enggan melakukan persiapan


Karena jenuh, murobbi/naqib menjadi malas melakukan persiapan yang diperlukan
sebelum menghadiri halaqoh/usroh. Ia enggan melakukan persiapan materi yang akan
disampaikan. Enggan untuk mempersiapkan berbagai hal yang diperlukan untuk
membuat halaqoh/usroh berjalan lancar dan menggairahkan. Ia juga enggan
melakukan persiapan mental (ruhiyah) dan fisik. Hal ini berdampak pada
‗penampilannya‘ yang tidak prima dalam halaqoh/usroh. Peserta akhirnya tidak
mendapatkan sesuatu yang berharga dari kehadiran murobbi/naqib dalam
halaqoh/usroh. Pepatah mengatakan: ―Barangsiapa yang tidak memiliki kelebihan, ia
tidak bisa memberikan apa-apa‖.

2. Penyampaian yang kurang ‗berisi‘


Kejemuan yang melanda murobbi/naqib dapat berdampak pada kurangnya pengaruh
(atsar) yang disampaikan murobbi/naqib kepada peserta. Hal ini karena kejemuan
berdampak pada keringnya hati. Hati yang kering menyebabkan pembicaraan menjadi
kurang ‗berisi‘, sehingga apa yang disampaikan murobbi/naqib kurang memiliki
pengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku peserta.

3. Lupa pada tujuan


Kejemuan yang melanda murobbi/naqib juga dapat berdampak pada pencapaian
tujuan halaqoh/usroh. Murobbi/naqib tidak lagi begitu peduli mau kemana
halaqoh/usroh yang dipimpinnya berjalan. Yang penting baginya sekedar
menjalankan halaqoh/usroh sebagai kewajiban. Bukan lagi peduli apakah tujuan
halaqoh/usroh tercapai atau tidak. Apalagi peduli apakah tujuan halaqoh/usroh bisa
dicapai dengan lebih cepat atau tidak. Semua itu sudah terlupakan, karena
murobbi/naqib sudah jemu sehingga tak lagi memiliki semangat untuk mengelola
halaqoh/usroh.

Begitu banyaknya dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari kejenuhan dalam
halaqoh/usroh semestinya menyadarkan setiap murobbi/naqib dan peserta akan
pentingnya mendinamiskan perjalanan halaqoh/usroh. Jika murobbi/naqib dan
peserta menyepelekan hal ini maka kualitas pembinaan akan terus menurun, sehingga
pembinaan melalui halaqoh/usroh tidak lagi memiliki keistimewaan yang mampu
melahirkan kader-kader Islam yang tangguh. Hal ini tentu tak bisa terus dibiarkan,
jika kita masih memiliki komitmen untuk membangun kejayaan Islam.

Ciri-Ciri Halaqah/Usroh yang Dinamis

Setelah kita mengetahui begitu banyaknya dampak negatif yang muncul dari
halaqoh/usroh yang tidak dinamis (menjemukan), lalu bagaimana caranya menilai
sebuah halaqoh/usroh dinamis atau tidak? Apa ciri-ciri sebuah halaqoh/usroh yang
dinamis? Tidak mudah memang mendeteksi sebuah halaqoh/usroh dinamis atau
tidak. Dibutuhkan pengamatan yang mendalam dan waktu yang lama untuk
mengidentifikasikan kedinamisan sebuah halaqoh/usroh. Sebenarnya yang paling
tepat menilai dinamisasi sebuah halaqoh/usroh adalah mereka yang berada di
dalamnya. Orang luar mungkin hanya bisa mengira-ngira kualitas kedinamisan
sebuah halaqoh/usroh.

Namun di bawah ini, ada beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur
kedinamisan sebuah halaqoh/usroh. Kriteria tersebut adalah :

1. Suasana yang inovatif


Halaqoh/usroh yang dinamis ditandai oleh perubahan-perubahan yang sering terjadi
di dalam perjalanan halaqoh/usroh itu sendiri. Perubahan ini bukan berarti
halaqoh/usroh terus menerus ‗bongkar pasang‘ peserta, tetapi karena ada kreativitas
dari murobbi/naqib dan peserta untuk melakukan berbagai cara baru agar pertemuan
halaqoh/usroh berlangsung menggairahkan dan menarik. Mereka melakukan inovasi
dalam berbagai hal. Misalnya, dalam sistem belajar, metode penyampaian, alat/media
belajar, tempat pertemuan, waktu pertemuan, pembahasan madah/materi, agenda
acara, dan lain-lain. Pokoknya murobbi/naqib dan peserta tidak terjebak dengan
pakem tertentu dalam menjalankan halaqoh/usroh. Mereka gemar melakukan inovasi
agar pertemuan halaqoh/usroh tidak berlangsung dalam suasana yang membosankan
dan monoton.

2. Komentar-komentar ‗kerinduan‘
Munculnya komentar-komentar ‗kerinduan‘, baik secara implisit maupun eksplisit
bisa juga menjadi indikator kedinamisan sebuah halaqoh/usroh. Komentar yang
bersifat implisit contohnya, menanyakan kapan lagi bertemu atau mengapa
halaqoh/usroh tidak dilakukan lebih sering lagi. Komentar eksplisit bisa berupa
perkataan, ―saya sudah kangen dengan halaqoh‖ atau komentar-komentar yang
semacam itu. Komentar tersebut tidak mesti disampaikan kepada murobbi/naqib, tapi
mungkin saja disampaikan kepada sesama peserta.

3. Ingin berlama-lama
Indikator berikutnya dari halaqoh/usroh yang dinamis biasanya muncul dari
keinginan untuk berlama-lama dalam halaqoh/usroh. Walau waktu pertemuan
dibatasi hanya 2 jam, misalnya, tapi peserta tidak begitu kaku dengan pembatasan jam
tersebut. Murobbi/naqib dan peserta sering hadir lebih awal dan pulang lebih lambat
dari jam yang telah ditentukan. Mereka masih ingin berlama-lama bercengkrama dan
membahas berbagai program atau persoalan da‘wah yang ada. Peserta tidak sering
melakukan interupsi untuk mengingatkan waktu halaqoh/usroh yang sudah habis.
Mereka terlalu asyik mengikuti acara halaqoh/usroh, sehingga tidak terlalu kaku
dalam waktu.

4. Kehadiran yang rutin


Indikator yang paling nyata dari kedinamisan halaqoh/usroh dapat dilihat dari
kehadiran peserta yang rutin. Tidak ada peserta yang ‗hobi‘ untuk datang terlambat
atau sering tidak hadir. Kalau pun ada peserta yang tidak hadir biasanya jumlahnya
sedikit (hanya 1-2 orang). Itu pun bukan pada orang yang sama setiap pekannya.
Mereka tidak hadir atau terlambat semata-mata karena ada halangan syar‘i, bukan
karena alasan yang dibuat-dibuat agar kelihatan logis dan syar‘i. Peserta tidak
berupaya untuk mencari-cari alasan agar tidak hadir dalam halaqoh/usroh.

Semakin banyak ciri-ciri di atas ada dalam sebuah halaqoh/usroh maka berarti
semakin dinamis halaqoh/usroh tersebut. Sebaliknya, jika ciri-ciri tersebut semakin
tidak ada, bahkan yang ada malah kondisi sebaliknya, yaitu :

1. Adanya kondisi yang monoton;


2. tidak ada komentar-komentar ‗kerinduan‘;
3. tidak ada keinginan untuk berlama-lama;
4. dan kehadiran yang tidak rutin

berarti halaqoh/usroh berada dalam kondisi jenuh, sehingga perlu ada upaya segera
untuk mengatasinya. Jika tidak, maka ‗nasib‘ halaqoh/usroh tersebut akan semakin
parah. Cita-cita untuk menjadi halaqoh/usroh yang muntijah (sukses) hanya akan
menjadi utopi.
HALAQOH/USROH PRODUKTIF

Tujuan usroh adalah menyiapkan orang-orang pilihan untuk


memikul tanggung jawab yang amat besar‖
(Dr. Ali Abdul Halim Mahmud)

Halaqoh yang muntijah tidak akan terwujud tanpa tercapainya produktivitas.


Produktivitas merupakan indikator yang penting untuk mengukur keberhasilan
halaqoh/usroh. Tanpa produktivitas, halaqoh/usroh akan kehilangan esensinya sebagai
wadah pengkaderan yang mumpuni. Halaqoh/usroh yang tidak produktif pada
hakekatnya telah berubah fungsi menjadi tempat berkumpul biasa, seperti paguyuban
belaka. Ia tak lagi memiliki keistimewaan sebagai marokiz taghir (wadah perubahan)
bagi umat dan bangsa.

Produktivitas berbeda dengan dinamika. Jika dinamisasi terjadi dalam tataran proses,
produktivitas terjadi dalam tataran tujuan (output). Ketika kita berbicara tentang
produktivitas, kita berbicara tentang sejauh mana tujuan yang telah direncanakan dapat
tercapai. Semakin banyak tujuan yang kita dapatkan, maka semakin produktivitas kita.
Sebaliknya, semakin sedikit atau tidak terealisirnya tujuan yang diharapkan, maka
semakin tidak produktif kita.

Dua hal tersebut --produktivitas dan dinamisasi— sama-sama penting dalam mengukur
keberhasilan halaqoh/usroh. Halaqoh/usroh yang dinamis tak ada artinya tanpa
produktivitas. Sebaliknya, halaqoh/usroh yang produktif tak ada artinya tanpa
dinamisasi. Produktivitas dan dinamisasi sama pentingnya karena halaqoh/usroh adalah
kumpulan manusia yang membutuhkan kedua hal tersebut (produktivitas dan dinamisasi).

Produktivitas memenuhi kebutuhan manusia untuk mencapai tujuan. Keinginan untuk


lebih baik dari sebelumnya. Barangkali tidak ada manusia di dunia ini yang tak ingin
maju. Semua manusia menginginkan kemajuan. Sedang dinamisasi memenuhi kebutuhan
manusia untuk menikmati apa yang tengah dialaminya. Tidak ada manusia yang ingin
apa yang dialaminya berlangsung secara membosankan atau mengecewakan. Manusia
ingin merasa nyaman dan bergairah ketika melakukan sesuatu. Dinamisasi memenuhi
kebutuhan rasa nyaman dan bergairah ketika kita melakukan sesuatu. Dinamisasi
memenuhi kebutuhan kita akan ukhuwah (rasa persaudaraan) jika kita melakukan sesuatu
bersama orang lain. Dinamisasi menjawab kebutuhan kita akan soliditas dan harmonisasi
ketika kita bekerjasama dengan orang lain.

Halaqoh/usroh membutuhan produktivitas dan dinamisasi tersebut. Sebab halaqoh/usroh


adalah kumpulan manusia yang ingin maju (produktif) dan ingin merasakan nikmatnya
ukhuwah (dinamisasi). Allah berfirman : ―Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali
kamu mati melainkan dalam keadaan Islam‖ (QS. 3 : 102). Ayat ini berbicara tentang
produktivitas. Setiap orang perlu bergerak maju; dari iman, takwa, sebenarnya-benarnya
taqwa sampai kepada Islamiyatul hayah (mengislamisasi kehidupan). Namun Allah SWT
menyambung ayat tersebut dengan ayat lain tentang pentingnya ukhuwah (dinamisasi)
dalam mencapai tujuan (produktivitas). ―Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali
(agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni’mat Allah
kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah
menjinakkan antara hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni’mat Allah orang-orang
yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamtkan
kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar
kamu mendapat petunjuk‖ (QS. 3 : 103).

Jadi, dari dua ayat tersebut dapat diambil pelajaran bahwa pencapaian produktivitas harus
diiringi dengan pencapaian dinamisasi. Keduanya sama-sama penting bagi setiap
induvidu dan kelompok. Oleh karena itu jika kita ingin mengukur kesuksesan sebuah
halaqoh/usroh, kita tak bisa lepas dari dua indikator : sampai sejauh mana produktivitas
halaqoh/usroh tercapai dan sampai sejauh mana dinamisasi halaqoh/usroh tercapai.
Tanpa mengukur kedua hal tersebut, kita tak dapat mengukur kesuksesan (muntijah)
sebuah halaqoh/usroh.

Pengertian Produktivitas Halaqoh/Usroh

Produktivitas adalah banyaknya hasil (tujuan) yang dicapai oleh seseorang/sekelompok


orang. Produktivitas dapat dilihat dari dua sisi : kuantitas dan kualitas. Halaqoh/usroh
yang produktif berarti halaqoh/usroh yang berhasil mencapai kuantitas dan kualitas dari
tujuan yang ditetapkan. Semakin banyak dan berkualitas sasaran-sasaran yang dicapai
oleh sebuah halaqoh/usroh berarti semakin produktif halaqoh/usroh tersebut. Sebaliknya,
semakin sedikit dan tidak berkualitas sasaran-sasaran yang dicapai oleh sebuah
halaqoh/usroh berarti semakin tidak produktif halaqoh/usroh tersebut.

Halaqoh/usroh telah mempunyai tujuan yang pasti. Para mufakir (pemikir) da‘wah telah
merumuskan apa saja tujuan yang mesti dicapai oleh halaqoh/usroh. Di bawah ini ada
intisari dari tujuan halaqoh/usroh yang pernah dikemukakan dalam berbagai buku dan
pemikiran para mufakir da‘wah. Intisari ini dengan maksud agar lebih mudah dipahami
dan diingat oleh segenap aktivis da‘wah, terutama oleh murobbi/naqib dan peserta
halaqoh/usroh. Tujuan (sasaran) halaqoh/usroh adalah :

1. Tercapainya kenaikan jenjang


Produktivitas halaqoh/usroh diukur dari seberapa banyak peserta berhasil naik ke jenjang
(marhalah) berikutnya. Kenaikan jenjang diukur dari sejauh mana peserta mencapai
muwashofat yang telah ditetapkan sesuai dengan jenjangnya. Halaqoh/usroh memiliki
berbagai jenjang yang di setiap jenjang mempunyai muwashofat yang berbeda-beda.
(lihat pada lampiran). Sebagai wadah pengkaderan, halaqoh/usroh memiliki ukuran
tentang karakter seperti apa yang perlu diwujudkan bagi orang-orang yang dibinanya.
Karakter yang perlu diwujudkan itulah yang disebut dengan muwashofat (sifat-sifat).
Tugas murobbi/naqib adalah membimbing peserta untuk mencapai muwashofat yang
telah ditetapkan, sehingga peserta berhasil naik ke jenjang berikutnya. Semakin banyak
peserta yang berhasil naik ke jenjang berikutnya berarti semakin produktif halaqoh/usroh
tersebut. Sebaliknya, semakin sedikit peserta yang berhasil naik ke jenjang berikutnya
berarti semakin tidak produktif halaqoh/usroh tersebut.

Perlu dipahami disini bahwa naik ke jenjang berikutnya semestinya diukur secara
obyektif dengan menggunakan muwashofat yang telah ditetapkan. Kenaikan jenjang
semestinya tidak boleh dilakukan dengan ukuran yang subyektif (mengira-ngira) atau
karena unsur like and dislike (suka atau tidak suka).

Kenaikan jenjang menjadi tujuan halaqoh/usroh karena jenjang adalah cara untuk
menempatkan orang sesuai dengan tempatnya (the right man on the right place) di dalam
tatanan jama’ah. Cara yang relatif lebih obyektif untuk mengukur kapasitas seseorang
dalam memikul beban dakwah. Sebagai bagian dari pengkaderan jama’ah terhadap
anggotanya, halaqoh/usroh perlu membantu jama’ah dalam menata kapasitas
anggotanya, sehingga jama’ah tidak berlaku zalim dengan menempatkan orang yang
tidak cocok pada tempatnya. Kenaikan jenjang adalah cara bagi jama’ah untuk menata
rapi kapasitas anggotanya. Sebab tanpa penataan yang rapi tidak mungkin jama’ah
mampu mengemban tugas dakwah yang besar dan berat seperti yang dituntut saat ini.

2. Tercapainya pembentukan murobbi


Sebagai wadah pengkaderan, produktivitas halaqoh/usroh diukur dari sejauh mana
peserta berhasil menjadi murobbi. Halaqoh/usroh tidak bisa memisahkan diri dari sasaran
pembentukan murobbi. Alasannya, ada dua. Pertama, karena tidak ada lembaga lain yang
dapat melahirkan murobbi kecuali halaqoh/usroh. Kedua, karena halaqoh/usroh tidak
akan menyebar ke banyak kalangan jika tidak lahir murobbi-murobbi baru yang akan
menyebarkan pembinaan melalui halaqoh/usroh. Itulah sebabnya Dr. Abdullah Qadiri Al
Ahdal, seorang mufakir (pemikir) dakwah menyimpulkan : ―Sesungguhnya seorang
ikhwan yang benar tidak bisa tidak kecuali dia harus menjadi murobbi‖. Musthafa
Masyhur juga pernah berkata : ―Murobbi harus membiasakan binaannya untuk
memberikan kontribusi,menyeru orang lain kepada Allah dan menyampaikan berbagai
pelajaran. Bahkan ia harus mengkader mereka untuk menjadi murobbi yang melakukan
tugas seperti dia bagi binaan-binaan yang baru‖.

Hal ini mengharuskan murobbi/naqib untuk mampu mencetak peserta agar mau dan
mampu menjadi murobbi. Tidak ada alasan bagi peserta untuk tidak mau menjadi
murobbi. Kaidah fiqih mengatakan : ―Jika untuk mewujudkan sesuatu yang wajib
dibutuhkan sesuatu, maka sesuatu itu menjadi wajib‖. Membentuk umat (takwinul
ummah) yang Islami adalah wajib, karena itu cara mewujudkannya juga menjadi wajib.
Cara yang efektif untuk mewujudkan takwinul ummah adalah mentarbiyah umat melalui
halaqoh/usroh. Hal ini menyebabkan pembentukan murobbi menjadi wajib. Karena tidak
mungkin halaqoh/usroh itu ada jika tidak ada murobbi.

Allah SWT juga memerintahkan kita menjadi pribadi Robbani yang cirinya adalah ‗selalu
mengajarkan Al Kitab dan tetap mempelajarinya‘ (QS. 3 : 79). Tidak boleh seorang
muslim hanya mau menjadi pelajar (mad’u), tanpa mau menjadi pengajar (da’i). Namun
peserta halaqoh/usroh tidak cukup sekedar menjadi da’i biasa, tapi da’i yang mampu
mengelola halaqoh/usroh (menjadi murobbi). Sebab hanya murobbi yang berpeluang
besar untuk merubah orang berkepribadian Islami. Jika hanya mengandalkan forum-
forum da‘wah ‘ammah, seperti tabligh, ceramah, baca buku, seminar, dan lain-lain,
da‘wah hanya memiliki peluang kecil untuk merubah orang agar berkepribadian Islami.
Hal ini sudah dibuktikan oleh perjalanan panjang da‘wah di segenap tempat dan zaman.

Jadi, produktivitas juga diukur dari seberapa banyak peserta di dalam halaqoh/usroh
tersebut mampu menjadi murobbi. Idealnya, semakin tinggi jenjang keanggotaan peserta
semakin banyak dan mumpuni ia dalam membina. Bukan malah sebaliknya, semakin
sedikit --bahkan sama sekali tidak membina-- dan semakin menurun kualitasnya dalam
membina. Oleh karena itu, semakin banyak peserta yang berhasil menjadi murobbi, maka
semakin produktif halaqoh/usroh tersebut. Sebaliknya, semakin sedikit peserta yang
berhasil menjadi murobbi, maka semakin tidak produktif halaqoh/usroh tersebut.

3. Tercapainya pengembangan potensi


Halaqoh/usroh yang produktif juga diukur dari sejauh mana peserta berhasil
mengembangkan potensinya. Potensi adalah keunggulan terpendam yang dimiliki
seseorang. Potensi ada dua macam, yaitu potensi umum dan khusus. Potensi umum
adalah potensi yang dimiliki semua orang. Misalnya, potensi kreativitas, komunikasi, dan
kepemimpinan. Hampir semua orang memiliki potensi tersebut. Sedang potensi khusus
adalah bakat. Yakni, keunggulan unik yang tidak dimiliki semua orang, seperti
kemampuan bisnis, komputer, menulis, matematika, kedokteran, kimia, fisika, dan lain-
lain.

Tugas murobbi/naqib adalah membantu peserta untuk menemukan dan mengembangkan


potensinya, baik potensi umum maupun khusus. Tugas ini tidak mudah dan
membutuhkan ketekunan tersendiri. Realita di lapangan menunjukkan tidak sedikit
murobbi/naqib yang mengabaikan tugas ini. Mereka menganggap sasaran yang ketiga ini
bukanlah termasuk sasaran halaqoh/usroh. Padahal banyak sekali isyarat dari Imam
Assyahid Hasan Al Banna maupun para mufakir da‘wah lainnya tentang pentingnya
pengembangan potensi ini. Ada baiknya kita merenungkan kata-kata Dr. Ali Abdul
Halim Mahmud di bawah ini : ―Pada dasarnya Allah telah meletakkan pada diri setiap
hamba potensi, bakat, dan kemampuan yang membedakannya dari orang lain. Dalam
kaitan ini, usroh sesungguhnya merupakan wahana yang tepat untuk menyingkap,
mengembangkan, mengarahkan dan mendayagunakan potensi anggotanya untuk
berkhidmat pada agama, jama‘ah, dan diri sendiri‖. Apalagi setiap anggota usroh adalah
seorang da‘i yang sangat membutuhkan pelatihan berbagai keterampilan yang dapat
mendukung kegiatan da‘wahnya‖.

Pengabaian terhadap sasaran ini akan berdampak pada lambatnya perkembangan potensi
peserta. Hal ini berdampak lebih jauh pada penataan (tanzhim) jama‘ah. Peserta sebagai
SDM bagi jama’ah menjadi tidak maksimal dalam memberikan kontribusi potensinya
kepada jama‘ah. Jama‘ah kehilangan potensinya untuk bergerak lebih cepat dan
profesional dalam menghadapi perubahan lingkungan yang semakin cepat saat ini. Hal ini
terjadi karena halaqoh/usroh sebagai ‗batu bata‘ jama‘ah mengabaikan perannya yang
strategis sebagai wadah pengembangan potensi peserta. Peserta lebih banyak dibiarkan
sendiri untuk mengembangkan potensinya, tanpa bimbingan dan penataan dari
halaqoh/usrohnya.

Oleh karena itu, halaqoh/usroh yang produktif adalah halaqoh/usroh yang membantu
pengembangan potensi pesertanya. Semakin banyak peserta yang berkembang sesuai
dengan potensinya, maka semakin produktif halaqoh/usroh tersebut. Sebaliknya, semakin
sedikit peserta yang berkembang sesuai dengan potensinya –bahkan peserta tidak tahu
potensinya apa-- maka semakin tidak produktif halaqoh/usroh tersebut. Idealnya,
semakin tinggi jenjang keanggotaan peserta semakin berkembang potensinya. Bukan
sebaliknya, malah semakin tidak berkembang potensinya, sehingga potensinya tidak
dapat dimanfaatkan oleh jama’ah.

Tiga sasaran inilah yang perlu dituju untuk mencapai produktivitas halaqoh/usroh.
Ketiga-tiganya sama pentingnya dan sama prioritasnya untuk dijadikan tujuan. Tidak
boleh murobbi/naqib dan peserta memprioritaskan yang satu dan mengabaikan yang lain.
Pengabaian terhadap salah satu dari ketiga sasaran itu akan mengurangi nilai keberadaan
halaqoh/usroh itu sendiri. Halaqoh/usroh akan semakin jauh dari idealitanya untuk
menjadi halaqoh/usroh yang muntijah.

==ada bagan==

Manfaat Halaqah/Usroh yang Produktif

Produktivitasnya sebuah halaqoh/usroh tentu akan memberikan manfaat yang banyak,


baik bagi murobbi/naqib, peserta maupun jama’ah dan umat. Bagi murobbi/naqib,
halaqoh/usroh yang produktif akan membuat munculnya perasaan ‗berhasil‘. Perasaan ini
amat dibutuhkan untuk menumbuhkan kepercayaan diri dalam membina. Murobbi/naqib
yang merasa berhasil membawa halaqoh/usrohnya menuju sasaran akan lebih percaya
diri untuk membawa peserta menuju sasaran yang lebih besar lagi. Hal ini tentu akan
menguntungkan bagi peserta karena ia dipimpin oleh murobbi/naqib yang bukan saja
paham tentang pentingnya produktivitas halaqoh/usroh, tapi juga percaya diri untuk
membimbing peserta melangkah maju menuju sasaran yang lebih besar lagi. Namun jika
halaqoh/usroh dipimpin oleh murobbi/naqib yang mengabaikan produktivitas, maka
suasana halaqoh/usroh menjadi tanpa arah. Mungkin banyak kegiatannya, tapi kegiatan
tersebut tidak terfokus pada pencapaian sasaran, sehingga peserta dan murobbi/naqib
tidak merasakan adanya kemajuan. Tidak ada rasa ‗berhasil‘ dalam mengikuti
halaqoh/usroh. Perasaan ini akan berpengaruh kepada rasa percaya diri untuk mencapai
sasaran berikutnya. Murobbi/naqib dan peserta akhirnya pasrah dan pesimis dengan
keberhasilan perjalanan halaqoh/usroh. Hal ini tentu berdampak pada kualitas
halaqoh/usroh sendiri yang kurang berhasil dalam membentuk kader-kader Islam yang
tangguh.

Bagi jama’ah dan umat, halaqoh/usroh yang produktif akan memberi dampak pada
akselerasi peningkatan kualitas jama’ah dan umat. Jama’ah akan memiliki kader-kader
yang berkualitas dan paham tentang misinya sebagai anggota jama’ah. Mereka tidak lagi
bersikap ‗menunggu‘ untuk melaksanakan program yang dibutuhkan jama’ah dan umat.
Mereka proaktif dan progresif terhadap masalah umat karena sudah terlatih untuk
bersikap produktif di dalam halaqoh/usroh. Watak mereka untuk maju dan produktif
akan sangat bermanfaat bagi pembangunan umat pada umumnya. Umat akan memiliki
para pelopor (anashirut taghir) yang tangguh untuk membawa umat keluar dari
keterpurukannya. Masa depan Islam akan cerah karena umat telah memiliki kader-kader
yang produktif dan ‗haus‘ akan kemajuan menuju ridho Allah SWT.

Sebab-Sebab Tidak Produktivitasnya Halaqoh/Usroh

Permasalahannya adalah mengapa ada halaqoh/usroh yang tidak produktif? Apa sebab
dari tidak produktivitasnya sebuah halaqoh/usroh? Sebab-sebabnya ada dua; sebab
internal dan eksternal. Beberapa sebab internal adalah :

1. Tidak memahami tujuan


Murobbi/naqib dan peserta yang tidak memahami tujuan halaqoh/usroh tidak mungkin
dituntut untuk produktif. Bagaimana bisa produktif kalau tujuan halaqoh/usroh belum
dipahami secara baik? Halaqoh/usroh menjadi asal jalan tanpa arah yang jelas mau
kemana. Jadi, tidak mengetahui tujuan halaqoh/usroh secara jelas akan membuat sebuah
halaqoh/usroh menjadi tidak produktif.

2. Terlena dengan proses


Sebab yang kedua dari tidak produktifitasnya halaqoh/usroh adalah terlena dengan
proses. Mungkin murobbi/naqib dan peserta terlalu berorientasi pada hubungan (human
oriented), sehingga kelompok sangat memperhatikan harmonisasi dan kekompakan.
Namun karena terlalu menikmati proses yang nyaman dalam hubungan antar personil
halaqoh/usroh, sehingga mereka terlena dan lupa untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Mungkin mereka asyik dengan berbagai kegiatan dan program, tetapi lupa
mengkritisi apakah kegiatan atau program tersebut sesuai atau tidak dengan pencapaian
tujuan. Akhirnya, halaqoh/usroh menjadi tidak produktif karena murobbi/naqib dan
peserta terlena dengan nikmatnya pergaulan dan soliditas di antara mereka.

3. Kurangnya semangat bersaing


Kurangnya semangat bersaing bisa menjadi sebab tidak produktivitasnya halaqoh/usroh.
Hilangnya etos bersaing membuat suatu kelompok merasa dalam kondisi ‗baik‘, sehingga
tidak perlu meningkatkan produktivitasnya. Sebaliknya, tumbuhnya semangat bersaing
membuat suatu kelompok bersemangat untuk meningkatkan produktivitas. Sebab mereka
paham kalau kalah bersaing ‗nasib‘ mereka akan tergilas oleh pesaingnya.

Halaqoh/usroh perlu memiliki semangat bersaing, sehingga mereka terpacu untuk


meningkatkan produktivitas. Pesaing mereka secara internal adalah halaqoh/usroh
lainnya. Sesama halaqoh/usroh semestinya memiliki semangat bersaing untuk
meningktakan kualitas. Sedang secara eksternal adalah kelompok-kelompok kajian yang
dibuat oleh jama’ah atau organisasi lain. Bersaing adalah etos yang perlu dimiliki oleh
kader Islam sesuai dengan perintah Allah SWT, ―Maka berlomba-lombalah kamu (dalam
berbuat) kebaikan‖ (QS. 2 : 148). Hilangnya semangat bersaing akan membuat sebuah
halaqoh/usroh menjadi kurang produktif karena merasa tidak ada tantangan dan ancaman
yang membahayakan eksistensi keberadaan halaqoh/usroh itu sendiri. Padahal di sekitar
kita saat ini sudah banyak bermunculan kelompok-kelompok kajian seperti
halaqoh/usroh yang memiliki semangat tinggi untuk merekrut massa. Jika halaqoh/usroh
tidak produktif, maka orang tidak akan merasakan manfaatnya mengikuti halaqoh/usroh.
Mereka mungkin akan beralih mengikuti kelompok-kelompok kajian lainnya yang dibuat
oleh organisasi lain, baik yang beraliran Islam maupun non Islam.

4. Percaya dengan ‗takdir‘ yang salah


Ada sebagian murobbi/naqib yang percaya bahwa maju atau tidaknya seorang peserta
tergantung dari kehendak Allah. Hal ini tidak sepenuhnya benar. Memang segala sesuatu
di dunia ini terjadi karena kehendak (takdir) Allah, tetapi manusia mempunyai ikhtiar
agar takdir Allah tersebut menjadi baik untuk dirinya. Maju atau mundurnya kualitas
peserta tergantung pada ikhtiar murobbi/naqib dan peserta itu sendiri untuk merubah
dirinya. Seorang murobbi/naqib yang baik akan terus berusaha dengan tekun dan sabar
untuk meningkatkan produktivitas peserta dan tidak buru-buru pasrah dengan berlindung
pada pengertian takdir Allah yang salah. Murobbi/naqib yang cepat mengambil
kesimpulan bahwa peserta yang dibinanya tidak maju karena kehendak Allah akan
menyebabkan rendahnya produktivitas halaqoh/usroh. Hal ini karena ia sudah terlebih
dahulu pesimis, sehingga tidak bersemangat lagi untuk meningkatkan kualitas peserta
halaqoh/usroh.

Ada pun sebab-sebab eksternal dari tidak produktivitasnya sebuah halaqoh/usroh adalah :

1. Kurangnya motivasi
Murobbi/naqib dan peserta tidak saling memotivasi untuk meningkatkan produktivitas.
Mereka mungkin sudah putus asa karena telah mencoba berulang kali untuk
meningkatkan produktivitas tetapi selalu hasilnya tidak sesuai dengan harapan. Akibatnya
mereka merasa kecewa dan tidak bersemangat lagi untuk saling mengingatkan
pentingnya produktivitas halaqoh/usroh.

2. Kurangnya penjelasan tentang tujuan


Sebab yang kedua bisa jadi karena peserta tidak memahami apa itu tujuan halaqoh/usroh.
Ketidakjelasan tersebut membuat peserta tidak termotivasi untuk produktif. Hal ini
mungkin karena murobbi/naqib sendiri juga tidak tahu secara jelas apa itu tujuan
halaqoh/usroh. Atau karena murobbi/naqib kurang memberikan penjelasan secara
berulang-ulang dalam berbagai kesempatan, sehingga peserta melupakan tujuan
halaqoh/usroh.

Tahap-Tahap Tidak Produktivitasnya Halaqoh/Usroh


Berkurangnya produktivitas halaqoh/usroh tidak terjadi dengan seketika. Ada berbagai
tahapan yang dilalui sebuah halaqoh/usroh hingga akhirnya mereka menjadi tidak
produktif. Tahapan tersebut adalah :

1. Tidak jelasnya tujuan


Tidak produktivitasnya suatu halaqoh/usroh biasanya berawal dari ketidakjelasan tujuan.
Murobbi/naqib dan peserta kurang memahami secara jelas apa itu sasaran halaqoh/usroh.
Mungkin mereka tidak bisa merumuskan tujuan halaqoh/usroh dengan bahasa yang
sederhana dan mudah diingat, sehingga bingung dan bias dalam memahami tujuan
halaqoh/usroh.

2. Terjebak dengan tujuan ‗palsu‘


Tidak jelasnya tujuan membuat murobbi/naqib dan peserta terjebak dengan tujuan-tujuan
‗palsu‘, yaitu tujuan yang sebenarnya bukan tujuan halaqoh/usroh. Mereka terjebak
dengan membuat tujuan-tujuan tertentu yang sebenarnya mungkin hanya bagian kecil
atau tujuan antara dari tujuan halaqoh/usroh yang sebenarnya. Beberapa contoh tujuan
‗palsu‘ adalah meningkatkan ukhuwah (ukhuwah bukan tujuan tapi proses),
meningkatkan ekonomi peserta (tujuan ini hanya bagian kecil dari muwashofat),
mencetak para da’i (tujuan ini bukan tujuan sebenarnya, yang benar adalah mencetak
murobbi yang da’i – da’i yang murobbi). Terjebaknya mereka pada tujuan ‗palsu‘
disebabkan mereka berupaya merumuskan sendiri tujuan halaqoh/usroh tanpa berupaya
merujuk pada manhaj tarbiyah yang ada.

3. Disorientasi
Karena terjebak dengan tujuan ‗palsu‘, halaqoh/usroh menyia-nyiakan waktu dan tenaga
mereka untuk ‗berputar-putar‘ pada tujuan ‗palsu‘. Hal ini suatu ketika akan mereka
sadari. Mereka akan mempertanyakan kembali apa tujuan dari berkumpulnya mereka di
halaqoh/usroh. Mungkin di antara mereka kemudian mengalami distorsi makna (tidak
merasakan lagi manfaatnya berkumpul di halaqoh/usroh). Akhirnya, sebagian atau
seluruh personil halaqoh/usroh secara terang-terangan atau diam-diam mulai mengalami
disorientasi (bingung terhadap tujuan). Hal ini dapat berdampak lebih jauh pada semangat
mereka untuk mengikuti halaqoh/usroh. Mereka menjadi tidak bergairah dan apatis
mengikuti perjalanan halaqoh.usroh.

4. Stagnan
Akhirnya, tahap puncak dari tidak produktivitasnya halaqoh/usroh adalah munculnya
kondisi stagnan (jumud). Halaqoh/usroh kehilangan semangat untuk meningkatkan
kualitas. Mereka juga tertatih-tatih untuk tetap bertahan. Kejemuan menjadi penyakit
umum yang melanda seluruh personil halaqoh/usroh. Disini ada dua kemungkinan yang
terjadi: halaqoh/usroh bubar atau tetap bertahan tapi sekedar menjalankan kewajiban
tanpa memiliki ruh lagi untuk bergerak maju.

(ada bagan)
Peran Murobbi/Naqib dalam Meningkatkan Produktivitas Halaqoh/Usroh

Murobbi/Naqib memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan produktivitas.


Ia bertindak sebagai motivator, koordinator, dan evaluator dalam mencapai tujuan
halaqoh/usroh. Ia ibarat dirigen dalam sebuah konser musik yang memimpin peserta
untuk mencapai harmonisasi pencapaian tujuan. Di tangan murobbi/naqib, ketiga tujuan
halaqoh/usroh dapat tercapai secara simultan atau tidak. Peserta biasanya sekedar
mengikuti bimbingan dan arahan dari murobbi/naqibnya.

Oleh karena itu, tanggung jawab murobbi/naqib untuk meningkatkan produktivitas


halaqoh/usroh jauh lebih besar daripada tanggung jawab peserta. Tugas peserta
sebenarnya lebih banyak mengingatkan dan mendukung program peningkatan
produktivitas di halaqoh/usrohnya. Memang ada beberapa kasus dimana murobbi/naqib
berupaya keras untuk meningkatkan produktivitas halaqoh/usrohnya tapi tidak
mendapatkan respon seimbang dari peserta. Hal ini tentu akan memperlambat pencapaian
produktivitas halaqoh/usroh. Idealnya, murobbi/naqib dapat bekerjasama dengan peserta
untuk meningkatkan produktivitas halaqoh/usroh.

Tes Halaqoh/Usroh Muntijah

Apakah Anda ingin mengetahui seperti apa tipe halaqoh/usroh yang Anda tangani atau
yang Anda menjadi peserta di dalamnya? Di bawah ini ada tes sederhana untuk
mengetahui tipe halaqah/usroh Anda.

Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan ―Ya‖ (Y) atau ―Tidak‖ (T) sesuai
dengan apa yang Anda anggap paling sesuai dengan kondisi halaqoh/usroh Anda.
Jawablah secara jujur dan spontan menurut pendapat pribadi Anda, bukan menurut
pendapat orang lain.

1. Sebagian peserta halaqoh/usroh tidak memahami tujuan halaqoh/usroh


2. Sebagian besar peserta merasakan manisnya/indahnya ukhuwah dalam
halaqoh/usroh
3. Tidak sering melakukan variasi acara dalam pertemuan halaqoh/usroh
4. Halaqoh/usroh berjalan monoton dan tanpa arah
5. Ada figuritas terhadap orang tertentu dalam halaqoh/usroh
6. Sebagian besar peserta telah mencapai muwashofat dan sepertinya sudah
memenuhi syarat untuk naik jenjang
7. Ada konflik berkepanjangan di antara sebagian peserta halaqoh/usroh
8. Halaqoh/usroh tidak memiliki program kerja
9. Sebagian peserta halaqoh/usroh kurang bersemangat untuk mencapai tujuan
halaqoh/usroh
10. Sebagian besar anggota merasa halaqoh/usroh membantu pengembangan
potensinya
11. Sebagian besar program halaqoh/usroh yang direncanakan tidak berjalan
12. Sebagian besar peserta halaqoh/usroh hadir ke usroh sekedar untuk menunaikan
kewajiban
13. Sebagian besar peserta memiliki tugas struktural dalam dakwah
14. Rata-rata kehadiran peserta di bawah 80% dari jumlah peserta seharusnya
15. Sebagian besar peserta telah menjadi murobbi (memiliki binaan)
16.Murobbi/naqib kurang memberikan keteladanan, terutama dalam kehadiran
17.Murobbi/naqib jarang memberikan arahan dan tidak mampu bersikap tegas
18.Halaqoh/usroh sering berjalan tanpa agenda yang jelas
19. Ada beberapa peserta yang memiliki kebiasaan sering tidak hadir dalam
halaqoh/usroh
20.Semakin besar peserta merasa halaqoh/usrohnya solid dan kompak

Kunci Jawaban :
Berilah nilai jawaban ‗ya‘ dengan nilai 1 dan jawaban ‗tidak‘ dengan nilai 0.
Jumlahkan nilai setiap jawaban pada tempat yang telah disediakan. Jumlah nilai yang
tertinggi menunjukkan tipe halaqoh/usroh Anda.

Jenuh:
9. ……
9. …….
12. ……
16. …..
19……
……….

Paguyuban :
1. ….
5. …..
11. ….
18. …..
20. …..
………

Rendah:
4. ….
7. ….
8. …..
14. ….
17. …..
……..

Sukses :
2. …..
6. …..
10. …..
13. …..
16. …..
………
KESEIMBANGAN DINAMISASI DAN
PRODUKTIVITAS HALAQOH/USROH

―Jika kalian mampu menunaikan kewajiban-kewajiban ini, baik yang bersifat induvidul,
sosial maupun finansial, maka pila-pilar sistem usroh ini pasti akan eksis. Akan tetapi
apabila kalian menyia-nyiakannya, maka ia pun akan melemah dan akhirnya hancur.
Pada kehancurannya ini ada kerugian besar bagi da’wah ini, padahal pada saat ini ia
menjadi harapan Islam dan kaum muslimin‖
(Imam As Syahid Hasan Al Banna)

Dinamisasi dalam melakukan proses dan produktif dalam mencapai tujuan


merupakan indikator dari halaqoh/usroh yang muntijah (sukses). Tanpa dinamisasi
dan produktivitas tidak mungkin sebuah halaqoh/usroh dapat memperoleh
kesuksesan. Keduanya sama-sama penting dan sama-sama perlu dicapai secara
seimbang jika sebuah halaqoh/usroh ingin sukses.

Dalam kenyataannya, tidak semua halaqoh/usroh mempunyai perhatian yang


seimbang dalam mengembangkan dinamisasi dan produktivitas. Ada halaqoh/usroh
yang lebih menitikberatkan programnya pada peningkatan dinamisasi. Akan tetapi
ada juga halaqoh/usroh yang lebih mementingkan program yang terkait dengan
produktivitas saja. Ketidakseimbangan dalam dinamisasi dan produktivitas cepat atau
lambat akan membahayakan keberadaan halaqoh/usroh itu sendiri. Halaqoh/usroh
bisa berubah menjadi sekedar wadah bernama ‗halaqoh/usroh‘, tapi sebenarnya telah
kehilangan esensinya. Sebab esensi keberadaan halaqoh/usroh untuk mencetak kader
Islam yang tangguh tak mungkin terwujud tanpa menyeimbangkan faktor dinamisasi
dan produktivitas secara seimbang.

Bahaya Hanya Berorientasi pada Dinamisasi

Seperti yang terlihat pada bagan…(hal…..), halaqoh/usroh yang lebih berfokus pada
dinamisasi dan mengabaikan produktivitas akan berubah menjadi halaqoh/usroh
‗paguyuban‘. Halaqoh/usroh seperti itu terasa nikmat untuk diikuti karena
suasananya yang akrab, ceria dan penuh dengan persaudaraan. Namun berasyik-asyik
dengan suasana akrab dan bersaudara dapat membuat halaqoh/usroh lupa akan
kewajibannya untuk mencapai tujuan.

Ada beberapa bahaya yang dapat terjadi jika halaqoh/usroh hanya berorientasi pada
dinamisasi dan mengabaikan produktivitas. Bahaya-bahaya tersebut antara lain :

1. Lambat mencapai tujuan


Terlalu berfokus pada pembentukan suasana yang akrab dan dinamis bisa membuat
halaqoh/usroh lambat untuk mencapai tujuannya. Tujuan yang seharusnya bisa
dicapai pada periode tertentu bisa menjadi lebih lama karena murobbi/naqib dan
peserta lebih mementingkan pembentukan suasana ‗ukhuwah‘. Halaqoh/usroh terlalu
banyak menghabiskan waktunya untuk membicarakan hal-hal yang bersifat human
oriented (membina hubungan baik dengan orang lain). Terlalu banyak waktunya
habis untuk ‗bermanis-manis‘ dan bersenda gurau dalam rangka mempererat
pergaulan. Terlalu banyak mengadakan acara-acara yang sifatnya pengakraban.
Semua itu dapat membuat halaqoh/usroh kurang memiliki waktu yang cukup untuk
membahas berbagai program untuk mencapai tujuan. Akhirnya, karena waktu untuk
membahas program kurang, halaqoh/usroh menjadi lambat atau bahkan tidak
mencapai tujuannya.

2. Mengabaikan prioritas
Terlalu asyik dengan suasana yang menyenangkan bisa berdampak lebih jauh pada
pengabaian prioritas. Halaqoh/usroh menjadi abai bahwa prioritas utama yang perlu
dibicarakan adalah program dan persoalan yang terkait dengan pencapaian tujuan.
Mereka lebih sibuk membahas program dan persoalan yang tak ada hubungannya
dengan pencapaian tujuan. Mungkin saking banyaknya yang perlu dibahas, mereka
jadi bingung menentukan skala prioritas agenda pembicaraan. Hal-hal yang mestinya
dibahas menjadi terabaikan. Sebaliknya, persoalan yang semestinya tak perlu
dibicarakan panjang lebar justru menyita waktu yang banyak, sehingga halaqoh/usroh
kehilangan skala prioritas dalam membuat program dan kegiatan.

3. Keberhasilan semu
Bahaya berikutnya dari halaqoh/usroh yang terlalu mementingkan dinamisasi adalah
munculnya keberhasilan yang semu. Sebagai contoh, ketika murobbi/naqib atau
peserta ditanya oleh ikhwah lain tentang kondisi halaqoh/usrohnya mereka menjawab
halaqoh/usrohnya dalam kondisi baik. Kalau ditanya lebih lanjut apa alasannya
mengatakan kondisi halaqoh/usrohnya baik, mereka menjawab karena personil
halaqoh/usroh akrab satu sama lain, betah dan rutin kehadirannya. Jawaban semacam
itu tidak sepenuhnya benar. Jawaban tersebut menunjukkan murobbi/naqib atau
peserta terjebak pada keberhasilan yang semu. Hal itu karena indikator keberhasilan
sebuah halaqoh/usroh bukan hanya ditunjukkan oleh akrab dan rutinnya kehadiran
para personilnya, tapi juga oleh produktivitas yang dihasilkannya. Sampai sejauh
mana halaqoh/usroh berhasil mencapai tujuannya juga harus dijadikan perhatian oleh
murobbi/naqib dan peserta dalam menilai kondisi halaqoh/usroh. Perasaan berhasil
yang semu akan muncul jika halaqoh/usroh terlalu asyik dengan kegiatan berorientasi
dinamisasi dan pada saat yang sama lalai dengan kegiatan yang berorientasi pada
produktivitas.

4. Fanatisme/figuritas
Halaqoh/usroh yang mementingkan dinamisasi dan mengabaikan produktivitas juga
dapat menjadi fanatik kepada kelompoknya. Hal ini disebabkan mereka menjadi
terlalu betah dengan kelompoknya. Mereka merasa senang dan suka dengan
kelompoknya. Perasaan ini bisa berdampak pada pembelaan kelompok yang
berlebihan. Akhirnya berlaku prinsip ―right or wrong is my team‖ (benar atau salah
saya tidak peduli, yang penting dia adalah kelompok saya).
Orientasi kepada dinamisasi yang berlebihan juga berdampak pada figuritas, terutama
kepada murobbi/naqib. Peserta menjadi tidak kritis lagi terhadap sikap dan perilaku
murobbi/naqib. Apa yang disampaikan murobbi/naqib pasti dianggap benar. Padahal
murobbi/naqib juga bisa salah dalam mengemukakan pendapatnya. Mereka juga
terlalu mengidolakan murobbi/naqibnya. Mereka menjadi terlalu tergantung pada
murobbi/naqib, sehingga tidak bisa mandiri dan kreatif tanpa ada campur tangan
langsung dari murobbi/naqib.

Padahal yang diharapkan dari pembinaan di dalam halaqoh/usroh adalah lahirnya


pribadi-pribadi yang tidak berpandangan sempit terhadap kelompoknya (ashobiyyah).
Tidak menganggap hanya kelompoknya saja yang paling baik, sedang kelompok
lainnya pasti lebih buruk. Halaqoh/usroh juga tidak menginginkan tampilnya pribadi-
pribadi yang mengidolakan orang tertentu (termasuk mengidolakan murobbi/naqib),
kecuali hanya mengidolakan Nabi Muhammad saw. Yang diinginkan adalah
tampilnya pribadi-pribadi yang berpandangan luas dan mau menerima kebenaran dari
mana saja. Mandiri dan kreatif dalam mengambil keputusan. Tidak tergantung pada
orang tertentu dan siap menjadi kader penerus estafeta perjuangan.

Fanatisme dan figuritas yang berlebihan juga bisa menjadi problem dalam amal
jama’i. Orang yang fanatik pada kelompoknya dan berfigur pada orang tertentu
menjadi sulit untuk beramal jama’i dengan orang lain. Ia akan memilih-milih kepada
siapa ia akan bekerja sama. Peserta yang fanatik dan berfigur juga menjadi sulit untuk
dipindahkan kepada murobbi/naqib lain, sehingga bisa mempersulit proses kenaikan
jenjang dan sistem penataan jama’ah.

Bahaya Hanya Berorientasi pada Produktivitas

Sebaliknya, jika halaqoh/usroh terlalu berorientasi pada produktivitas dan


mengabaikan pentingnya dinamisasi akan timbul berbagai bahaya berikut :

1. Kejenuhan yang kronis


Halaqoh/usroh yang terlalu berorientasi pada produktivitas dapat berdampak pada
hilangnya suasana persaudaraan. Keakraban menjadi hambar dan keceriaan menjadi
langka. Suasana tersebut menimbulkan perasaan bosan. Apalagi jika di tengah-tengah
perasaan bosan tersebut peserta dituntut untuk terus menerus mengejar target-target
tertentu (produktif), maka perasaan bosan tersebut akan semakin memuncak lagi. Jika
suasana tersebut berlangsung dalam waktu yang lama, perasaan bosan akan berubah
menjadi kejenuhan yang kronis. Peserta atau murobbi/naqib yang mengalami
kejenuhan kronis akan semakin sulit dan lama untuk diobati. Mungkin malah tidak
dapat disembuhkan sehingga walau suasana halaqoh/usroh telah berubah menjadi
dinamis, personil halaqoh/usroh yang telah mengalami kejenuhan kronis tidak lagi
dapat menikmati suasana halaqoh/usroh.

2. Hilangnya antusiasme
Kejenuhan dalam perjalanan halaqah/usroh akan berdampak pada hilangnya
antusiasme. Bukan hanya hilangnya antusias pada diri peserta, tapi juga
murobbi/naqib. Peserta dan murobbi/naqib akan kehilangan gairah untuk mengikuti
jalannya halaqah/usroh, sehingga akhirnya agenda-agenda halaqah diselesaikan asal
jalan.
Ketika personil halaqah/usroh membuat tugas dan program, maka pembuatannya
tanpa keterlibatan penuh dari seluruh peserta. Ada yang aktif memberikan usulan dan
ada juga yang tidak. Bahkan mungkin ada peserta yang masa bodo terhadap tugas dan
program yang dibuat.

Peserta dan murobbi/naqib juga menjadi enggan untuk terlibat lebih jauh dengan
permasalahan yang muncul dalam halaqah/usroh. Bahkan mungkin jika ada
permasalahan yang cukup berat, para personil halaqah/usroh enggan untuk
membahasnya sampai tuntas. Mungkin malah persoalan tersebut dikembalikan
penyelesaiannya kepada yang memiliki masalah tanpa kegairahan dari yang lain
untuk membantunya.

3. Kehadiran yang tidak rutin


Dampak yang paling konkrit dari kejenuhan yang melanda halaqoh/usroh adalah
kehadiran yang tidak rutin dari para personilnya. Kalau pun hadir, biasanya datang
terlambat. Peserta dan murobbi/naqib berubah menjadi orang-orang yang ‗pintar‘
membuat dalih agar dapat absen atau terlambat menghadiri halaqoh/usroh.
‗Kepintaran‘ mereka tampak dari berbagai alasan yang tampak logis dan sesuai syar‘i.
Namun hati kecil mereka sebenarnya tahu bahwa ketidakhadiran atau keterlambatan
mereka disebabkan jemu dengan halaqoh/usroh. Barangkali mereka juga tidak
menyadari bahwa alasan ketidakhadiran atau keterlambatan mereka sebenarnya
sudah tidak logis atau tidak syar‘i lagi. Mereka mungkin malah tersinggung jika
ditegur atau diberitahu. Biasanya kejenuhan memang membuat orang melakukan
rasionalisasi tentang perbuatannya, yang akhirnya diyakini oleh orang tersebut
sebagai kebenaran.

4. Keringnya iman dan lemahnya kontrol diri


Kejenuhan yang terjadi akibat terlalu berorientasi pada produktivitas juga dapat
berdampak pada keringnya iman para personil halaqoh/usroh. Mereka tidak lagi
dapat merasakan siraman rohani yang menyejukkan hati. Acara halaqoh/usroh
berubah menjadi acara rapat organisasi biasa yang penuh dengan pembahasan
program. Tidak ada lagi suasana yang menggetarkan kalbu dan mengakrabkan hati-
hati mereka. Pertemuan menjadi kering dari nilai-nilai ruhiyah.

Keringnya iman dapat berdampak pada lemahnya kontrol diri. Kewaspadaan untuk
tidak berbuat maksiat semakin melemah. Keinginan untuk berbuat maksiat semakin
tinggi. Pada kondisi ini mungkin saja seorang personil halaqoh/usroh terjerumus
pada perbuatan maksiat. Sebagian dari kasus tentang aktivis da‘wah yang melakukan
kemaksiatan mengindakasikan adanya hubungan antara kemaksiatan yang dilakukan
dengan kejenuhan di dalam halaqoh/usroh. Hal ini menunjukkan bahwa peran
halaqoh/usroh memang cukup besar dalam menjaga iman seorang aktivis da‘wah.
Ketika halaqoh/usroh kehilangan daya ruhnya, maka kontrol diri personil
halaqoh/usroh terhadap godaan kemaksiatan menjadi semakin lemah. Sebaliknya,
ketika halaqoh/usroh mempunyai daya ruh yang kuat dalam memelihara iman para
personilnya, maka kontrol diri personil halaqoh/usroh terhadap godaan kemaksiatan
juga menjadi semakin kuat. Ini adalah hal yang wajar karena halaqoh/usroh pada
umumnya dianggap oleh para aktivis da‘wah sebagai tempat rehabilitasi mental yang
utama.

5. Tumpulnya kreativitas
Semakin jenuh perasaan seseorang biasanya semakin tumpul daya kreativitasnya. Jika
para personil halaqoh/usroh sering dilanda kejenuhan, maka kemampuan mereka
untuk bersikap kreatif juga menjadi tumpul. Kreativitas tidak mungkin dibangun
dalam suasana yang monoton dan membosankan. Kreativitas hanya tumbuh pada
suasana yang dinamis. Dimana setiap orang bebas dan nyaman untuk menyampaikan
ide-idenya. Suasana yang membosankan harus diubah dulu menjadi suasana yang
dinamis untuk memancing munculnya sikap dan kebiasaan yang kreatif. Tanpa
pengkondisian suasana yang dinamis tidak mungkin kreativitas akan tumbuh dengan
subur.

6. Lemahnya ikatan ukhuwah


Tentu saja kejenuhan yang melanda halaqoh/usroh juga akan berdampak pada ikatan
ukhuwah. Rasa persaudaraan di antara personil halaqoh/usroh menjadi renggang dan
hambar. Keluhan yang sering muncul biasanya adalah keluhan tentang kurangnya
rasa ukhuwah di antara personil halaqoh/usroh. Ukhuwah berubah menjadi slogan
belaka. Tanpa dapat dirasakan manisnya oleh para personil halaqoh/usroh.

7. Kalah bersaing
Saat ini model pembinaan halaqoh/usroh mendapat saingan dari kelompok-kelompok
Islam ekstrim, sekuler, sosialis, dan Nasrani. Kelompok-kelompok tersebut juga
membina anggotanya dengan model halaqoh/usroh. Mereka juga merekrut massa
(mad’u) dengan cara pembinaan seperti dalam halaqoh/usroh. Jika murobbi/naqib
tidak mampu membuat peserta senang dan betah dalam halaqoh/usroh bisa jadi
peserta akan ‗lari‘ kepada kelompok lain yang model pembinaannya seperti
halaqoh/usrohnya tetapi mampu berjalan dinamis. Hal ini perlu dijadikan peringatan
oleh para aktivis da‘wah, khususnya para murobbi/naqib, bahwa model pembinaan
yang membosankan dan monoton bisa jadi membuat mad’u mencari ‗pelarian‘ di
organisasi atau jama’ah lain. Aktivis da‘wah bisa kalah bersaing dengan organisasi
atau jama’ah lain dalam merekrut massa (mad’u).

8. Prestasi yang tidak maksimal


Akhirnya, kejenuhan yang terjadi dalam halaqoh/usroh dapat berdampak pada
ketidaksungguhan personil untuk menyelesaikan tugas dan program. Tidak ada
keinginan dari personil halaqoh/usroh untuk memperoleh prestasi maksimal. Karena
kejenuhan yang dialami, mereka cukup puas hanya dengan hasil yang minimal atau
tanggung. Bahkan mungkin ketika tugas dan program tersebut tidak berjalan, tidak
ada penyesalan atau rasa bersalah yang muncul. Mereka menjadi cepat puas dan tidak
mempunyai antusiasme untuk meraih prestasi maksimal.

Hal-hal yang dikemukakan di atas bisa saja terjadi jika halaqoh/usroh hanya
berorientasi pada satu dari dua dimensi kesuksesan halaqoh/usroh, yaitu hanya
berorientasi pada dinamisasi atau pada produktivitas saja.

Bahaya-bahaya yang disebutkan di atas akan semakin besar peluang terjadinya jika
halaqoh/usroh lemah pada kedua dimensi. Lemah pada dinamisasi, sekaligus lemah
pada produktivitas. Jika hal itu yang terjadi, maka halaqoh/usroh telah gagal
mewujudkan misinya sebagai wadah pengkaderan aktivis Islam yang mumpuni.
RUMUS MENINGKATKAN
DINAMISASI HALAQOH/USROH

―Para pewaris da’wah, baik dari kalangan muda maupun tua,


sangat membutuhkan perhatian ekstra, pengarahan yang baik dan pembekalan
dengan wawasan pengetahuan yang memadai. Semua ini merupakan amanat besar yang
tidak seorang pun sanggup mengembannya kecuali yang disiapkan dalam usroh
serta lebur dalam sistem dan program-programnya‖
(DR. Ali Abdul Halim Mahmud)

Pembahasan yang agak panjang lebar tentang dinamisasi dan produktivitas serta
berbagai dampak yang menyertainya mudah-mudahan menyadarkan kita tentang
pentingnya memperhatikan kedua masalah ini (dinamisasi dan produktivitas) secara
lebih serius dalam perjalanan halaqoh/usroh.

Sekarang masalahnya bagaimana cara meningkatkan dinamisasi dan produktivitas


halaqoh/usroh? Tentu ada banyak cara yang dapat dilakukan. Salah satunya dengan
menggunakan rumus di bawah ini :

- Rumus Dinamisasi Halaqoh/Usroh :

D = n(Pb) (I + K + T)

Keterangan :
D = Dinamisasi
n(Pb) = Jumlah Variasi Perubahan
I = Keikhlasan
K = Keteladanan
T = Semangat mencapai Tujuan

- Rumus Produktivitas Halaqoh/Usroh

Buat dalam Piramid :


Evaluasi
Kemenangan Kecil
Tujuan

Penjelasan terhadap rumus di atas akan dibahas kemudian. Kita awali terlebih dahulu
dengan menjelaskan bagaimana cara terjadinya kejenuhan dalam halaqoh/usroh.
Formula Terjadinya Kejenuhan dalam Halaqoh/Usroh

Lawan dari dinamisasi adalah kejenuhan. Kejenuhan terjadi ketika variasi/perubahan


dalam pertemuan halaqoh/usroh jarang dilakukan. Ditambah tidak adanya keikhlasan,
keteladanan dan semangat untuk mencapai tujuan. Formulasinya sebagai berikut :

J = n(Pt) / n(Pb) – (I + K + T)

Keterangan :
J = Kejenuhan
n(Pt) = Jumlah Pertemuan
n(PB) = Jumlah Variasi Perubahan
I = Keikhlasan
K = Keteladanan
T = Semangat mencapai Tujuan

Dari formulasi/rumus di atas dapat terlihat bahwa tingkat kejenuhan di dalam


halaqoh/usroh tergantung pada lima variabel, yaitu jumlah pertemuan, jumlah variasi
perubahan yang dilakukan dalam pertemuan, keikhlasan, keteladanan dan semangat
untuk mencapai tujuan.

Jumlah pertemuan ( n(Pt) ) adalah banyaknya pertemuan yang dilakukan oleh sebuah
halaqoh/usroh dalam jangka waktu tertentu. Sedang jumlah variasi perubahan ( n(Pb)
) adalah banyaknya perubahan-perubahan yang dilakukan dalam pertemuan
halaqoh/usroh. Variasi perubahan tersebut berupa inovasi yang dilakukan
murobbi/naqib dan peserta untuk membuat halaqoh/usroh berlangsung secara
dinamis. Variasi perubahan tersebut bisa terjadi dalam :

1. Sistem belajar.
Sistem belajar yang dilakukan tidah hanya berupa gaya lesehan di dalam ruangan
tetapi diubah-ubah dalam setiap pertemuan. Misalnya, menjadi sistem kelas, belajar
di ruang terbuka, metode majelis ta‘lim di mesjid, dan lain-lain.
2. Metode penyampaian.
Penyampaian materi/madah tidak melulu berupa ceramah, tetapi diubah-ubah dalam
setiap pertemuan menjadi diskusi, seminar, games, studi kasus, simulasi, bedah buku,
dan lain-lain.
3. Media/alat belajar.
Misalnya, penggunaan sarana belajar tidak melulu menggunakan lembaran foto copy,
tetapi diubah-ubah dalam setiap pertemuan dengan menggunakan sarana belajar lain,
seperti papan tulis, OHP (Over head Projector), LCD, lembar peraga, alat
demo/simulasi, dan lain-lain.
4. Materi/madah.
Materi tidak disampaikan secara monoton, tetapi diubah-ubah penjabarannya dalam
setiap pertemuan dengan menggunakan berbagai ilustrasi, dalil, atau contoh yang
berbeda dalam setiap pertemuan halaqoh/usroh.
5. Agenda acara.
Sistematika dan jenis agenda acara dalam setiap pertemuan tidak statis, tetapi diubah-
ubah dalam setiap pertemuan. Misalnya, penyampaian madah bisa disampaikan di
awal atau di akhir halaqoh/usroh; pembahasan program bisa dilakukan di awal atau di
pertengahan acara halaqoh/usroh. Contoh lainnya, pertemuan pekan ini ada agenda
acara tentang evaluasi program, pekan depan tidak ada dan diganti dengan agenda
acara lain berupa setoran hapalan ayat (muroja’ah).
6. Waktu pertemuan.
Waktu pertemuan tidak melulu berlangsung dalam waktu dua jam, tetapi berubah-
ubah, misalnya, menjadi satu jam pada pekan ini dan menjadi 3-4 jam pada pekan
depan. Atau waktu pertemuan diubah tidak selalu malam Rabu, misalnya, tetapi
diubah-ubah menjadi pagi atau malam lainnya.
7. Tempat pertemuan
Tempat pertemuan, misalnya, tidak melulu di rumah murobbi/naqib, tetapi berubah-
ubah dalam setiap pertemuan menjadi di rumah peserta A, B, C, dan lain-lain.
8. Komposisi peserta
Komposisi peserta sewaktu-waktu perlu diubah agar tidak menimbulkan kebosanan.
Ada yang dimutasikan ke halaqoh/usroh lain atau ada pindahan peserta dari
halaqoh/usroh lain.

Sedang yang dimaksud Keikhlasan (K) adalah upaya yang dilakukan setiap personil
untuk selalu memelihara keikhlasan dalam setiap pertemuan halaqoh/usroh. Upaya
ini perlu selalu diingatkan oleh murobbi/naqib, sehingga peserta terdorong untuk
memelihara keikhlasannya.

Variabel Keteladanan (K) adalah perkataan dan perbuatan yang dilakukan


murobbi/naqib atau peserta yang dapat menjadi contoh bagi yang lainnya. Baik hal
tersebut menyangkut kedisiplinan, kejujuran, kedermawanan, pengorbanan, dan lain-
lain.

Variabel semangat untuk mencapai Tujuan (T) adalah kejelasan tujuan yang diiringi
oleh semangat dari personil halaqoh/usroh untuk mencapai tujuan tersebut, yaitu :
a. Kejelasan dan semangat untuk mencapai muwashofat yang telah ditentukan
b. Kejelasan dan semangat untuk mencapai terbentuknya murobbi-murobbi yang
handal
c. Kejelasan dan semangat untuk mencapai pengembangan potensi yang maksimal

Jika kita ingin mengetahui sampai sejauh mana tingkat kejenuhan (J) sebuah
halaqoh/usroh, maka kelima variabel di atas perlu diukur. Namun karena
halaqoh/usroh merupakan sistem sosial kita tidak dapat mengukurnya secara eksak
(pasti), tetapi secara relatif melalui perkiraan saja. Misalnya, jumlah pertemuan dalam
setahun ( n (Pt) ) 50 kali, jumlah variasi perubahan ( n (Pb) ) diperkirakan sebanyak
25 kali (hal ini bisa dilihat dari berbagai perubahan dalam berbagai sisi seperti yang
telah dikemukakan di atas dalam setiap pertemuan halaqoh/usroh). Kemudian tingkat
Keikhlasan (K), Keteladanan (K) dan semangat mencapai Tujuan (T) kita perkirakan
tinggi (misalnya : nilai 3 untuk tinggi; 2 untuk sedang; 1 untuk kurang), maka tingkat
kejenuhan yang terjadi pada halaqoh/usroh tersebut adalah :
50/25 – (3+3+3) = -7

Semakin kecil nilai kejenuhan, maka semakin rendah tingkat kejenuhan yang terjadi
pada halaqoh/usroh. Artinya, semakin baik dinamisasi yang terjadi dalam
halaqoh/usroh. Sebaliknya, semakin besar nilai kejenuhan, maka semakin tinggi
tingkat kejenuhan yang terjadi dalam halaqoh/usroh. Hal ini berarti semakin tidak
baik dinamisasi yang terjadi di dalam halaqoh/usroh tersebut.

Sebaiknya agar evaluasi bisa lebih obyektif, maka perlu disepakati besaran nilai untuk
setiap variabel oleh seluruh personil halaqoh/usroh, sehingga setiap personil tidak
memiliki perbedaan pendapat tentang tingkat kejenuhan yang terjadi dalam
halaqoh/usrohnya. Kemudian untuk menilai kemajuan atau kemunduran tingkat
kejenuhan yang terjadi, maka sebaiknya bandingkan hasil tingkat kejenuhan tersebut
dengan hasil tingkat kejenuhan pada periode yang lalu (misalnya setahun atau 6 bulan
yang lalu).

Penjelasan tentang Rumus Mendinamiskan Halaqoh/Usroh

Seperti yang telah dikemukakan di atas, rumus mendinamiskan halaqoh/usroh adalah:

D = n(Pb) (I + K + T)

Keterangan :
D = Dinamisasi
n(Pb) = Jumlah Variasi Perubahan
I = Keikhlasan
K = Keteladanan
T = Semangat mencapai Tujuan

Hal ini berarti cara untuk meningkatkan dinamisasi halaqoh/usroh adalah dengan
meningkatkan nilai dari masing-masing variabel. Tugas seorang murobbi/naqib dan
peserta adalah bagaimana agar pertemuan halaqoh/usroh selalu bervariasi, sehingga n
(Pb)-nya meningkat. Bagaimana agar Keikhlasan (I) selalu terpelihara, Keteladanan
(K) selalu ada, dan semangat untuk mencapai Tujuan (T) selalu terjaga, sehingga nilai
dari masing-masing variabel tersebut menjadi tinggi.

Disini perlu dijelaskan dikalikannya n (PB) dengan I+K+T menunjukkan bahwa


Keikhlasan (I), Keteladanan (K), dan semangat mencapai Tujuan (T) bobotnya lebih
besar daripada jumlah variasi perubahan ( n(Pb) ). Artinya, walau jumlah variasi
perubahan ( n(Pb) ) kecil, tapi jika Keikhlasan (I), Keteladanan (K), dan semangat
mencapai Tujuan (T) besar, maka halaqoh/usroh tetap bisa mencapai dinamisasi. Hal
itu karena Keikhlasan (I), Keteladanan (K), dan semangat mencapai Tujuan (T)
memang memiliki peranan yang lebih besar dalam mendinamiskan perjalanan
halaqoh/usroh. Jika ketiga hal tersebut tetap tinggi di dalam halaqoh/usroh biasanya
suasana dinamis tetap terpelihara, walau jumlah variasi perubahan ( n (PB) ) kecil.

Jika disimak lebih jauh, mana dari ketiga variabel (Keikhlasan, Keteladanan, dan
semangat mencapai Tujuan) yang lebih besar nilainya, jawabannya adalah Keikhlasan
(I) menempati urutan pertama, Keteladanan (K) menempati urutan kedua, dan
semangat mencapai Tujuan (T) menempati urutan ketiga. Ini artinya murobbi/naqib
dan peserta perlu memprioritaskan upaya peningkatan Keikhlasan (I), setelah itu
Keteladanan (K) dan terakhir semangat mencapai Tujuan (T) agar halaqoh/usroh
dapat berjalan dinamis.

Namun perlu diingatkan disini bahwa melakukan variasi perubahan ( n (Pb) ) bukan
kemudian menjadi tidak penting, n (Pb) justru bisa menjadi alat untuk menstimulus
munculnya Keikhlasan (I), Keteladanan (K), dan semangat mencapai Tujuan (T).
Dengan suasana yang variatif, halaqoh/usroh bisa memotivasi munculnya keikhlasan,
keteladanan dan semangat mencapai tujuan yang variatif pula, sehingga personil
halaqoh/usroh menjadi lebih kaya dengan wawasan dan pengalaman dalam
meningkatkan Keikhlasan (I), Keteladanan (K), dan semangat mencapai Tujuan (T)
tersebut.

Kiat Meningkatkan Nilai n (PB)

Meningkatkan nilai n (PB) berarti memperbanyak jumlah variasi perubahan yang


dilakukan dalam halaqoh/usroh. Ada banyak cara yang dapat dilakukan, baik itu yang
menyangkut sistem belajar, metode penyampaian, agenda acara, alat belajar, dan lain-
lain. Yang penting inovasi yang dilakukan itu tidak bertentangan dengan syar‘i.

Modal utama yang dibutuhkan dalam meningkatkan nilai n (Pb) adalah kreativitas.
Yaitu, kemampuan untuk berani menghadirkan cara-cara baru dalam mendinamiskan
halaqoh/usroh. Namun sayangnya tidak semua murobbi/naqib memiliki kemampuan
kreatif. Kurang kreatifnya murobbi/naqib disebabkan beberapa hal, diantaranya
adalah :

1. Kurangnya waktu untuk mengadakan persiapan mengisi halaqoh/usroh.


2. Kurangnya wawasan dan pengalaman menjadi murobbi/naqib.
3. Kurangnya kesadaran tentang pentingnya membina halaqoh/usroh secara kreatif.
4. Kurang terbiasanya melakukan aktivitas harian secara kreatif.
5. Kurangnya motivasi untuk membina secara serius (halaqoh/usroh hanya sekedar
jalan).

Pada lampiran buku ini disertakan beberapa contoh kegiatan variatif yang bisa
dilakukan halaqoh/usroh. Masih banyak lagi bentuk-bentuk kreativitas lain yang bisa
dilakukan oleh halaqoh/usroh selama mereka serius mau mewujudkannya.
Sesungguhnya tidak ada batasan bagi murobbi/naqib dan peserta mengkreasikan
acara halaqoh/usroh. Yang penting kreativitas tersebut tidak bertentangan dengan
syar‘i dan tetap mengarah pada pencapaian tujuan halaqoh/usroh.

Selain itu, agar kreativitas dapat menjadi kultur baru dalam halaqoh/usroh, maka
murobbi/naqib perlu melakukan berbagai cara, antara lain :

1. Memberikan motivasi terus menerus kepada peserta agar meningkatkan


kreativitas.
2. Melakukan kegiatan-kegiatan di dalam halaqoh/usroh yang dapat menambah
keakraban dan keterbukaan.
3. Membuat suasana halaqoh/usroh yang santai dan menyenangkan, tapi tetap serius
agar peserta berani menyampaikan ide-idenya.
4. Menghargai prakarsa dan kritik peserta serta tidak melulu melakukan kecaman
atau celaan terhadap pendapat-pendapat mereka.
5. Membudayakan musyawarah/mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
6. Menumbuhkan suasana saling mempercayai dan memelihara sikap adil (tidak
berat sebelah).
7. Melakukan pengawasan secara wajar (tidak terlalu ketat).
8. Membuat mekanisme komunikasi yang terbuka di dalam maupun di luar halaqoh.
9. Memberikan keteladanan kepada peserta tentang kreativitas (murobbi/naqib
sendiri harus menunjukkan kreativitasnya kepada peserta).

Cara-cara menumbuhkan budaya kreatif di atas akan memancing munculnya ide-ide


baru yang dapat meningkatkan variasi perubahan ( n(Pb) ) di dalam halaqoh/usroh.

Perlu juga diingatkan disini bahwa inisiatif melakukan variasi perubahan tidak mesti
datangnya dari murobbi/naqib, tapi bisa juga datang dari peserta. Murobbi/naqib
semestinya dapat menerima berbagai usulan variasi perubahan dari peserta tanpa
takut ‗kekuasaannya‘ merasa diinvasi oleh peserta. Selama usulan tersebut baik tak
ada salahnya bagi murobbi/naqib untuk menerimanya. Bahkan hal tersebut dapat
menumbuhkan sense of belonging (rasa memiliki) dari peserta untuk meningkatkan
dinamisasi halaqoh/usroh.

Kiat Meningkatkan Nilai Keikhlasan (I)

Mengapa keikhlasan dapat meningkatkan kedinamisan dalam halaqoh/usroh? Sebab


dengan ikhlas, hati menjadi bersih dari penyakit hati. Niat kita beramal hanya semata-
mata untuk taqorubub ilaLlah (mendekatkan diri kepada Allah). Imam Ghazali
berjata : ―Orang yang ikhlas ialah orang yang tidak ada motivasi yang
membangkitkannya kecuali mencari taqorrub kepada Allah‖. Sedang perasaan bosan
adalah penyakit hati. Dengan ikhlas, kita terhindar dari penyakit hati berupa
kebosanan walau kita berada dalam suasana monoton sekali pun. Itulah sebabnya,
Allah SWT dan Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk selalu ikhlas dalam
beribadah. Sebab dengan ikhlas, ibadah yang dilakukan berulang-ulang dan monoton
seperti sholat tidak terasa menjemukan. Bahkan menjadi mengasyikan dan
menentramkan. Syaratnya adalah hadirnya keikhlasan.

Hal ini juga berlaku dalam amal lain, termasuk dalam halaqoh/usroh. Dengan
hadirnya keikhlasan, kita akan lebih betah berada di dalam halaqoh/usroh walau
suasananya monoton. Namun hal ini membutuhkan keikhlasan yang tinggi. Ketika
keikhlasan kita tercemar, perasaan bosan akan mudah muncul jika halaqoh/usroh
berjalan monoton.

Sebenarnya dengan keikhlasan saja kita dapat betah (tidak bosan) mengikuti
halaqoh/usroh. Permasalahannya adalah menjaga keikhlasan yang prima itu
seringkali sulit. Apalagi kalau kita pernah memiliki masalah atau pernah mengalami
kekecewaan dengan personil lain di dalam halaqoh/usroh. Oleh karena itu, variabel
keikhlasan saja tidak cukup, perlu ada variabel lain (yaitu : variasi perubahan,
keteladanan dan semangat mencapai tujuan) untuk membantu kita agar betah dan
tidak jenuh mengikuti halaqoh/usroh.

Untuk meningkatkan nilai Keikhlasan (I), ada berbagai cara yang dapat dilakukan.
Para ulama di berbagai masa telah mengajarkan kepada kita bagaimana cara
meningkatkan keikhlasan. Mungkin disini cukuplah diberikan satu contoh saja cara
meningkatkan keikhlasan menurut Dr. Sayyid Muhammad Nuh dalam bukunya
Terapi Mental Aktivis Harakah :

1. Harus mengingat akibat yang ditimbulkannya, baik di dunia maupun di akhirat.


Akibatnya, antara lain :
- Tidak mendapatkan taufik dan hidayah
- Gangguan psikologis
- Tidak berwibawa
- Tidak dipedulikan orang lain
- Tidak tekun beramal
- Terungkap kejelekannya di dunia dan akan dapat disaksikan pada hari
kiamat
- Terjerumus kepada tipu daya ujub, lantas tertipu oleh dirinya sendiri dan
takabbur
- Amal menjadi batil
- Siksa yang besar di akhirat
2. Menjauhkan diri dari pergaulan orang-orang yang suka riya‘ (suka memamerkan
amal) dan sum’ah (suka agar kebaikannya didengarkan orang lain).
3. Mengenal Allah dengan sebenar-benarnya.
4. Melawan hawa nafsu, sehingga terlepas dari dorongan-dorongan yang membawa
kepada riya’ dan sum’ah.
5. Berpegang teguh dengan akhlak Islam dalam pergaulan, tidak berlebihan dalam
memberi hormat dan penghargaan. Namun tidak pula bersikap kurang hormat dan
penghargaan. Bersikap sewajarnya saja.
6. Senantiasa mendengarkan dan memperhatikan nash-nash Al Qur‘an dan hadits
yang mendorong amal secara ikhlas.
7. Menghisab diri terlebih dahulu sebelum mengoreksi orang lain.
8. Bersandar secara sempurna kepada Allah dan bermohon kepada-Nya.

Kiat Meningkatkan Nilai Keteladanan (K)

Mengapa keteladanan menjadi faktor yang menentukan kedinamisan halaqoh/usroh?


Hal itu karena keteladanan membuat seseorang percaya kepada orang lain.
Kepercayaan itu akan membuat orang betah berlama-lama dengan orang yang
dipercayainya. Para sahabat betah berlama-lama di sekeliling Nabi SAW karena
beliau dapat memberikan keteladanan kepada para sahabatnya.

Untuk membuat halaqoh/usroh berlangsung dinamis, keteladanan menjadi faktor


yang penting. Namun tidak ada cara yang cepat dan instan untuk membuat orang bisa
saling menteladani satu sama lain. Dibutuhkan waktu saling mengenal yang lama
untuk menumbuhkan budaya keteladanan.

Keteladanan adalah perbuatan yang membuat orang percaya kepada kita. Mereka
percaya karena kita konsisten melakukan apa yang kita katakan atau yakini. Para nabi
dan para pemimpin dunia yang melegenda, seperti Abu Bakar Shiddiq ra, Umar bin
Khatab ra, Ali bin Abu Thalib, Mahatma Gandhi, atau Abraham Lincoln adalah
orang-orang yang konsisten melakukan apa yang mereka yakini kebenarannya.
Mereka rela berkorban apa saja, termasuk nyawa mereka sendiri, untuk
mempertahankan konsistensi antara kata dengan perbuatan. Mereka mampu
memberikan keteladanan.

Keteladanan membutuhkan dua hal, yaitu inisiatif dan integritas. Tanpa ada keduanya
tidak ada yang dinamakan keteladanan (qudwah). Inisiatif adalah melakukan sesuatu
sebelum orang lain melakukannya. Integritas adalah konsisten dengan apa yang
semestinya kita lakukan dalam peran tertentu. Integritas seorang murobbi/naqib
adalah konsisten dengan tuntutan peran sebagai murobbi/naqib. Jika murobbi/naqib
adalah pemimpin, maka ia harus menunjukan watak kepemimpinannya, seperti
percaya diri, jujur, disiplin, berani, kreatif, dan sifat-sifat mulia pemimpin lainnya.

Lalu bagaimana agar halaqoh/usroh dapat meningkatkan budaya keteladanan? Hal ini
membutuhkan pionir (orang yang pertama kali memberikan keteladanan). Orang
tersebut adalah murobbi/naqib. Murobbi/naqib menjadi orang yang wajib pertama
kali untuk memberikan keteladanan. Tanpa ada keteladanan dari murobbi/naqib sulit
rasanya bagi halaqoh/usroh menumbuhkan budaya keteladanan. Mengharapkan
keteladanan dari peserta saja efeknya jauh lebih kecil dalam mendinamiskan
halaqoh/usroh daripada jika keteladanan itu langsung datang dari murobbi/naqib.

Disinilah dibutuhkan morobbi/naqib teladan. Murobbi/naqib yang satu kata dengan


perbuatan. Bukan sebaliknya, murobbi/naqib yang kaya berbicara, tapi miskin
perbuatan. Beberapa contoh kurangnya keteladanan dari murobbi/naqib adalah:
- Meminta peserta agar hadir rutin dan tepat waktu, tapi ia sendiri sering
tidak hadir atau datang terlambat.
- Mengajarkan sifat-sifat kebaikan, tapi ia sendiri memiliki sifat kurang baik
(pemarah, pendengki, penakut, dan lain-lain).
- Mengajarkan pentingnya menambah ilmu, tapi ia sendiri malas
meningkatkan ilmunya.
- Meminta peserta untuk rajin menghapal ayat/hadits tertentu, tapi ia sendiri
tidak menghapal ayat/hadits tersebut.
- Meminta peserta untuk tidak pelit berinfaq, tapi ia sendiri pelit berinfaq
- Meminta peserta untuk melaksanakan hak-hak ukhuwah, tapi ia sendiri
mengabaikannya.
- Mengajarkan agar peserta bersungguh-sungguh memperhatikan pendapat
atau taujih (arahan) dari orang lain, tapi ia sendiri acuh ketika peserta
menyampaikan pendapat atau taujihnya.
- Meminta peserta hadir dengan persiapan yang matang, tapi ia sendiri hadir
tanpa persiapan.
- Meminta peserta berani dan tegas dalam mengambil keputrusan, tap ia
sendiri kurang berani dan tidak tegas dalam mengambil keputusan.
- Mengajarkan keadilan, tapi ia sendiri bersikap berat sebelah dan tidak adil
kepada peserta.
- dan lain-lain.

Kiat Meningkatkan Nilai Semangat Mencapai Tujuan (T)

Semangat mencapai tujuan penting dalam mendinamiskan halaqoh/usroh. Namun hal


itu hanya terjadi jika tujuan dipahami dan sesuai dengan kebutuhan personil
halaqoh/usroh. Para sahabat Rasul SAW rela menerima cobaan dan ujian yang
dilakukan musuh-musuh Islam waktu itu karena mereka paham tentang tujuan yang
akan diraih dan merasa tujuan tersebut sesuai dengan kebutuhannya. Namun jika
tujuan tidak dipahami dan tidak sesuai kebutuhan, maka orang menjadi malas dan
tidak tertarik untuk memperjuangkannya. Dengan kata lain, tujuan yang tidak jelas
dan tidak sesuai dengan kebutuhan peserta akan kurang berpengaruh secara signifikan
dalam meningkatkan dinamisasi halaqoh/usroh.

Oleh karena itu, tugas murobbi/naqib adalah membuat agar tujuan menjadi jelas dan
menarik bagi peserta, sehingga mereka bersemangat untuk mencapainya. Tujuan yang
menarik akan membuat mereka betah untuk menjalani proses yang mungkin
membosankan dalam mencapainya. Apalagi jika suasana tidak membosankan, maka
mereka akan semakin bersemangat untuk mencapai tujuan.

Untuk meningkatkan semangat mencapai tujuan, ada beberapa hal yang perlu
dilakukan murobbi/naqib, antara lain :

1. Memecah-mecah tujuan halaqoh/usroh menjadi tujuan antara yang sesuai dengan


kebutuhan peserta. Misalnya, tujuan halaqoh/usroh adalah terbentuknya murobbi
yang handal. Akan tetapi mungkin hal ini kurang sesuai dengan kebutuhan peserta
saat itu. Peserta belum tertarik untuk menjadi murobbi, maka tujuan tersebut perlu
dipecah menjadi tujuan antara yang sesuai dengan kebutuhan peserta, yaitu tujuan
untuk pandai berbicara di depan umum.
2. Mengkomunikasikan tujuan secara berulang-ulang dengan pendekatan yang
berbeda-beda agar tujuan tetap menarik untuk dicapai. Misalnya, sekali waktu
menggunakan ilustrasi ‗orang yang naik kendaraan‘ untuk menjelaskan tujuan.
Waktu yang lain menggunakan ilustrasi ‗orang yang berlayar‘ untuk menjelaskan
tujuan.
3. Memberikan motivasi secara berulang-ulang tentang urgensi pencapaian tujuan
dengan pendekatan yang berbeda-beda. Misalnya, sekali waktu menggunakan
dalil Al Qur‘an untuk menekankan pentingnya pencapaian tujuan. Akan tetapi di
lain kali menggunakan dalil Siroh Nabawiyah untuk menjelaskan pentingnya
pencapaian tujuan.
4. Memusyawarahkan tujuan dengan peserta agar mereka mempunyai rasa memiliki
(sense of belonging) terhadap tujuan. Disini dibutuhkan kemampuan komunikasi
dari murobbi/naqib untuk mempengaruhi peserta agar tujuan yang telah
ditetapkan seolah-olah dianggap oleh peserta sebagai tujuan yang mereka buat,
bukan tujuan yang didiktekan murobbi/naqib.
5. Menerjemahkan tujuan menjadi program dan kegiatan yang menarik bagi peserta.
Peserta bukan hanya tertarik dengan program, tapi juga yakin bahwa kesulitan dan
hambatan yang menghadang dalam melaksanakan program itu tidak akan sia-sia.
Termasuk yakin bahwa kondisi yang membosankan dalam menjalani program
tersebut akan mengantarkan mereka kepada tujuan yang mereka harapkan.
6. Membuat sistem penghargaan dan sangsi (reward dan punishment) yang mampu
membangkitkan semangat peserta untuk mencapai tujuannya.

Bentuk kongkrit dari tingginya nilai semangat untuk mencapai Tujuan (T) adalah
keyakinan bahwa proses yang panjang, sulit dan melelahkan untuk mencapai tujuan
halaqoh/usroh adalah hal yang wajar. Personil halaqoh/usroh tidak cepat patah
semangat untuk mencapai tujuan. Mereka terus mencoba mencapai tujuan dan tidak
begitu peduli dengan suasana dalam proses (menjemukan atau dinamis) dalam
mencapai tujuan. Keyakinan ini begitu penting bagi personil halaqoh/usroh dalam
membuat mereka betah mengikuti perjalanan halaqoh/usroh.
RUMUS MENINGKATKAN
PRODUKTIVITAS HALAQOH/USROH

―Murobbi harus mendidik binaannya agar memahami cara beramal jama’i atau tabiat
amal dalam sebuah jama’ah serta tuntutan-tuntutan dan syarat-syarat yang harus
dipenuhi, agar terjanimen keselamatn dalam perjalanan, potensi tersatukan, dan
produktivitas dapat ditingkatkan‖
(Musthafa Masyhur)

Seperti yang telah disebutkan pada bab sebelumnya rumus meningkatkan produktivitas
halaqoh/usroh adalah sebagai berikut :

Buat dalam bentuk piramida :

1. Evaluasi
2. Kemenangan kecil
3. Tujuan

Rumus tersebut sengaja dibuat dalam bentuk piramida yang terbagi tiga untuk
menggambarkan hubungan antar bagian satu dengan yang lain dimana antar bagian
memiliki porsi yang berbeda.

Pada dasar piramida, ada tujuan yang porsinya paling besar. Tujuan adalah fundamen dari
produktivitas. Tanpa ada tujuan tidak mungkin ada produktivitas. Tujuan merupakan
langkah pertama yang perlu dibuat sebelum kita berbicara tentang produktivitas.

Tujuan dalam halaqoh/usroh –seperti yang telah dibahas di muka—adalah :

1. Tercapainya muwashofat
2. Tercapainya pembentukan murobbi
3. Tercapainya pengembangan potensi

Tujuan inilah yang menjadi dasar dari pencapaian produktivitas halaqoh/usroh. Tujuan
inilah yang berfungsi untuk melakukan langkah berikutnya, yaitu membuat
‗kemenangan-kemenangan kecil‘ dan melakukan evaluasi.

Selain itu, tujuan memiliki empat fungsi dalam perjalanan halaqoh/usroh, yaitu :
1. Memberikan arah perjalanan halaqoh/usroh
2. Memfokuskan program dan kegiatan halaqoh/usroh
3. Pedoman dalam pengambilan keputusan
4. Mengontrol perjalanan halaqoh/usroh
Kemudian apa yang dimaksud dengan ‗kemenangan kecil‘ pada bagian kedua dari
piramida produktivitas halaqoh/usroh? Kemenangan kecil adalah istilah lain dari
tujuan/sasaran antara. Yaitu, tujuan/sasaran yang perlu dicapai secara bertahap untuk
mencapai tujuan halaqoh/usroh yang sebenarnya. Tujuan/sasaran antara persis seperti
anak tangga ketika kita menaiki tangga untuk mencapai tempat tertentu. Tanpa menginjak
anak tangga sulit bagi kita untuk menaiki tangga. Namun tujuan antara yang perlu dibuat
dalam halaqoh/usroh semestinya adalah tujuan yang sudah diperhitungkan akan mampu
dijangkau oleh peserta. Hal ini dengan maksud agar mereka memiliki rasa ‗berhasil‘
untuk mencapai tujuan. Perasaan berhasil ini penting bagi peserta karena akan
meningkatkan kepercayaan diri untuk mencapai tujuan sebenarnya.

Perasaan berhasil yang meningkatkan kepercayaan diri inilah yang dimaksud


‗kemenangan kecil‘ dalam piramida di atas. Disebut ‗kemenangan kecil‘ karena
diharapkan peserta merasa seperti menang dalam perlombaan. Perasaan menang ini
penting untuk meningkatkan kepercayaan diri mereka untuk mencapai tujuan berikutnya
yang lebih sulit lagi, sehingga akhirnya mereka berhasil mencapai tujuan sebenarnya
(‗kemenangan besar‘).

Sebagai contoh, tujuan antara yang perlu dibuat untuk mencapai muwashofat menghapal
juz 30 (juz ‘amma) adalah menghapal satu surat pendek dari juz 30. Tujuan antara ini
relatif lebih sanggup dilakukan peserta daripada langsung dibuat tujuan menghapal juz
‘amma secara keseluruhan. Karena peserta sanggup mencapai tujuan antara ini, mereka
akan merasa berhasil dan percaya diri untuk menghapal surat-surat berikutnya dari juz
‘amma. Mereka merasa memperoleh ‗kemenangan kecil‘. Lalu tujuan antara berikutnya
adalah menghapal surat-surat lain dari juz ‘amma secara bertahap dan sesuai dengan
kesanggupan peserta. Hal ini agar mereka terus merasa memperoleh ‗kemenangan-
kemenangan kecil‘, sehingga tanpa disadari akhirnya mereka mencapai tujuan sebenarnya
yaitu menghapal seluruh surat dalam juz ‘amma.

Teknik memperoleh ‗kemenangan-kemenangan kecil‘ ini juga dapat dilakukan untuk


mencapai muwashofat lainnya atau untuk mencapai tujuan pembentukan murobbi dan
tujuan pengembangan potensi. Mudah-mudahan dengan teknik ini tujuan menjadi lebih
menarik untuk dicapai oleh peserta karena mereka merasa sanggup untuk melakukannya.

Tugas murobbi/naqib (dibantu oleh peserta) adalah membuat tujuan antara yang dapat
dirasakan sebagai ‗kemenangan kecil‘ oleh peserta, sehingga mereka antusias untuk
mencapai tujuan berikutnya. Sebaliknya perlu dihindari cara-cara murobbi/naqib yang
dalam membuat tujuan antara terasa sulit dilakukan oleh peserta. Selain tujuan tersebut
menjadi tidak menarik bagi peserta, juga membuat mereka pesimis dan akhirnya betul-
betul gagal dalam memperolehnya. Mereka bukan mendapatkan ‗kemenangan kecil‘ tapi
malah ‗kekalahan kecil‘. ‗Kekalahan kecil‘ ini akan membuat mereka minder (tidak
percaya diri) untuk melangkah pada tujuan selanjutnya.

Langkah berikutnya dari peningkatan produktivitas adalah melakukan evaluasi. Evaluasi


adalah membandingkan antara tujuan yang ditetapkan dengan realita yang ada. Jika
realita sesuai dengan tujuan berarti halaqoh/usroh berhasil mencapai tujuan. Berarti
halaqoh/usroh siap untuk melangkah lebih lanjut dalam mencapai tujuan berikutnya.
Sebaliknya, jika realita tidak sesuai dengan tujuan berarti halaqoh/usroh tersebut gagal
mencapai tujuan, sehingga perlu ada analisa lebih jauh tentang penyebab dari kegagalan
tersebut. Kemudian mencari solusi agar kegagalan tidak terjadi di masa berikutnya.

Tiga langkah dalam meningkatkan produktivitas ini (Tujuan, Kemenangan Kecil dan
Evaluasi) perlu dilakukan secara serius dan konsisten oleh halaqoh/usroh jika mereka
betul-betul ingin produktif. Tanpa keseriusan dan langkah berkesinambungan untuk
menerapkan tiga langkah di atas tidak mungkin halaqoh/usroh dapat mencapai
produktivitas yang maksimal.

Di bawah ini disertakan contoh penerapan tiga langkah produktivitas dalam


halaqoh/usroh :

Tujuan Kemenangan Kecil Evaluasi


(Tujuan Antara)
Tercapainya - Membaca Al Qur‘an 1 - Peserta berhasil membaca
Muwashofat halaman/hari Al Qur‘an 1 halaman/hari
- Menghapal 1 hadits arba‘in - Peserta berhasil
menghapal 1 hadits
arba‘in
- Menetapkan infaq - Peserta berhasil berinfaq
Rp500/pertemuan Rp500/pertemuan

Tercapainya - Keberanian mengemukakan - Peserta berani


Pembentukan pendapat mengemukakan pendapat
Murobbi - Kemampuan berbicara di depan - Peserta mampu berbicara
umum di depan umum
- Tugas menjadi muwajih di acara - Peserta berhasil menjadi
dauroh muwajih di acara dauroh
- Tugas menjadi muwajih di acara - Peserta berhasil menjadi
halaqoh muwajih di acara halaqoh
- Tugas merekrut 1 orang - Peserta berhasil merekrut
1 orang
Tercapainya - Tugas memimpin kepanitiaan - Peserta berhasil
Pengembangan (untuk meningkatkan potensi memimpin kepanitiaan
Potensi umum)
- Acara berupa menceritakan - Peserta mengetahui apa
prestasi masa lalu (untuk potensinya
mengetahui potensi khusus)
- Tugas membuat desain brosur - Peserta berhasil membuat
kegiatan Ramadhan (untuk brosur untuk
mengembangkan potensi meningkatkan potensinya
khusus) di bidang desain grafis
KESIMPULAN DAN TINDAK LANJUT

―Dahulu kami berupaya keras memacu laju da’wah ini dan memaksimalkan
penyebarannya, namun kini justru laju da’wah tersebut yang mendahulu kami.
Ia merambah segenap penjuru dan desa dan memaksa kami menanganinya
dengan serius, meskipun untuk itu kami harus menghadapi berbagai
persoalan berat yang sangat melelahkan‖
(Imam As Syahid Hasan Al Banna)

Saat ini laju da‘wah bergerak semakin cepat. Dibutuhkan keseriusan untuk
menanganinya. Da‘wah yang serius hanya bisa ditangani oleh orang yang serius pula.
Tanpa keseriusan, da‘wah tidak mungkin berhasil (muntijah).

Selanjutnya, da‘wah yang muntijah adalah da‘wah yang berbasiskan halaqoh/usroh yang
muntijah. Tanpa lahirnya halaqoh/usroh yang muntijah, da‘wah berubah menjadi syi‘ar
belaka yang kurang banyak artinya bagi pembentukan umat yang tangguh (takwinul
ummah). Padahal hanya dengan takwinul ummah, umat Islam dapat maju dan berjaya
melawan musuh-musuhnya.

Oleh karena itu, pembentukan halaqoh/usroh yang muntijah menjadi urgen adanya. Ada
dua hal penting yang perlu kita lakukan jika ingin melahirkan halaqoh/usroh yang
muntijah. Meningkatkan dinamisasi dan mencapai produktivitas halaqoh/usroh.
Dinamisasi adalah proses yang nyaman dan menyenangkan, sehingga nikmat ukhuwah
(ni’matul ukhuwah) dirasakan oleh para personil sepanjang perjalanan menuju tujuan
halaqoh/usroh. Produktivitas adalah hasil (output) yang sesuai dengan tujuan
halaqoh/usroh. Dinamisasi dan produktivitas memiliki peran yang sama penting. Kedua-
keduanya harus dilakukan secara simultan untuk mencapai kesuksesan halaqoh/usroh.
Terbengkalainya salah satu atau kedua hal tersebut akan menyebabkan berbagai dampak
negatif bagi perjalanan halaqoh/usroh. Yang akhirnya, dapat berdampak pada eliminasi
makna halaqoh/usroh, sehingga halaqoh/usroh tidak mampu lagi mencetak kader-kader
yang tangguh untuk da‘wah dan umat.

Untuk mengaplikasikan prinsip-prinsip halaqoh/usroh yang muntijah dalam setiap


pertemuan halaqoh/usroh, berikut ini ada formula yang mudah untuk diingat dan dihapal.
Formula tersebut adalah formula 6 K :

1. Keseimbangan Pencapaian Tujuan


Dalam setiap pertemuan halaqoh/usroh, semua personil halaqoh/usroh, terutama
murobbi/naqib, perlu merancang agenda acara yang seimbang antara tiga pencapaian
tujuan halaqoh/usroh, yaitu pencapaian muwashofat, pembentukan murobbi dan
pengembangan potensi. Keseimbangan bukan berarti memberikan porsi dengan
waktu yang sama, tapi menyediakan kesempatan yang sama sesuai dengan kebutuhan
saat itu untuk membahas dan melakukan kegiatan yang terkait dengan pencapaian
tiga tujuan halaqoh/usroh.

2. Keteladanan
Setiap personil halaqoh/usroh, terutama murobbi/naqib, perlu menyadari bahwa
setiap pertemuan halaqoh/usroh merupakan ajang untuk memberikan contoh
keteladanan kepada yang lain. Karena itu, setiap personil halaqoh/usroh perlu
bijaksana dalam berkata dan berbuat agar tidak menjadi contoh yang buruk bagi yang
lainnya. Disadari atau tidak, lontaran-lontaran pendapat dan perilaku yang spontan
dari setiap personil di dalam pertemuan halaqoh/usroh dapat menjadi contoh yang
baik atau buruk bagi personil lainnya.

3. Kemenangan kecil
Para personil, terutama murobbi/naqib, di dalam setiap pertemuan halaqoh/usroh
perlu menghidupkan suasana dan melakukan kegiatan yang memberikan
‗kemenangan kecil‘. Yaitu, suasana atau kegiatan yang membangkitkan rasa percaya
diri untuk mencapai tujuan halaqoh/usroh. Kebiasaan saling menghargai, saling
percaya, dan saling memberikan harapan yang optimis merupakan hal yang perlu
dihidupkan dalam setiap pertemuan halaqoh/usroh agar para personil merasakan
‗kemenangan kecil‘. Perasaan berhasil karena memperoleh ‗kemenangan kecil‘ inilah
yang membuat para personil tetap dapat merasakan nilai tambah dari kehadiran
mereka di dalam halaqoh/usroh.

4. Kedinamisan
Di dalam setiap pertemuan halaqoh/usroh, perlu diupayakan adanya kedinamisan
dengan cara melakukan variasi perubahan pada berbagai sisi acara halaqoh/usroh.
Disini dibutuhkan kemampuan kreativitas dari para personil, terutama dari
murobbi/naqib, untuk berani menghadirkan cara-cara baru yang tidak bertentangan
dengan syar‘i, sehingga halaqoh/usroh terhindar dari suasana monoton yang
menjemukan.

5. Keaktualan
Perlu diupayakan dalam setiap pertemuan halaqoh/usroh, agar pembahasan, termasuk
penyampaian materi, selalu bernuansa aktual. Nuansa yang realistis dan sesuai
dengan tantangan dakwah ke depan. Bukan sebaliknya, nuansa yang kering dari isyu-
isyu aktual, sehingga pembahasan menjadi tidak ‗membumi‘ dan tidak menyentuh
permasalahan yang dihadapi para personil halaqoh/usroh. Hal ini dapat menyebabkan
pertemuan menjadi membosankankan dan tidak menarik.

6. Keikhlasan
Para personil, terutama murobbi/naqib, di dalam setiap pertemuan halaqoh/usroh
perlu menghidupkan suasana keikhlasan. Niat yang tulus semata-mata karena
mengharapkan ridho Allah, baik dalam pembicaraan, perbuatan maupun infaq.
Suasana keikhlasan ini yang membuat halaqoh/usroh terhindar dari konflik dan
permusuhan. Membuat suasana menjadi tentram dan tawadhu‘. Tidak ada keriya‘an
dan ketakaburan.
Lakukan 6 K ini dalam setiap pertemuan halaqoh/usroh. Konsisitensi dalam
melaksanakan 6 K ini yang Insya Allah akan membawa halaqoh/usroh kepada
kesuksesannya.

Selain itu, murobbi/naqib sebagai pemimpin halaqoh/usroh juga mesti melakukan


persiapan sebelum datang ke halaqoh/usroh agar prinsip 6 K di atas bisa berjalan dengan
baik. Tegasnya, agar halaqoh/usroh bisa menjalankan dinamisasi dan mencapai
produktivitas yang tinggi pada setiap pertemuan halaqoh/usroh. Beberapa persiapan yang
perlu dilakukan seorang murobbi/naqib sebelum datang ke halaqoh/usroh adalah :

1. Menentukan bentuk ‗kemenangan kecil‘


Sebelum datang ke halaqoh/usroh, murobbi/naqib perlu mempersiapkan
‗kemenangan kecil‘ seperti apa yang akan dilakukannya di dalam halaqoh/usroh.
Bentuknya bisa dengan membuat kegiatan yang sanggup dan menarik untuk
dilakukan peserta. Bisa juga dengan memberikan motivasi atau taujih yang
membangkitkan semangat dan kepercayaan diri. Bisa juga dengan membuat tugas
yang menarik dan mudah dilakukan peserta. Namun perlu diingat, ‗kemenangan
kecil‘ sebenarnya adalah tujuan/sasaran antara untuk menuju tujuan halaqoh/usroh
yang sebenarnya.

2. Mempersiapkan surprise (kejutan)


Yang dimaksud surprise disini adalah kejutan dari murobbi/naqib berupa kegiatan,
acara, tugas, atau apa saja yang variatif. Berupa berbagai aktivitas atau penyampaian
yang sebelumnya tidak diduga oleh peserta. Bentuknya bisa bermacam-macam
tergantung dari kreativitas murobbi/naqib. Waktunya bisa sebentar, bisa juga lama
tergantung dari kebutuhan. Sebaiknya dalam setiap pertemuan ada unsur kejutan yang
berbeda-beda, sehingga peserta merasa bahwa halaqoh/usroh berjalan dinamis dan
tidak monoton. Namun yang penting surprise tidak boleh bertentangan dengan syar‘i
dan tetap sesuai dengan pencapaian tujuan halaqoh/usroh. Contoh surprise adalah
memberikan hadiah kepada peserta tanpa diketahui sebelumnya, mengubah tempat
pertemuan secara mendadak, merubah-ubah susunan agenda acara secara spontan,
meminta agar peserta melakukan tugas dadakan, menyampaikan materi dengan cara
yang berbeda, memperlama atau menyingkatkan waktu pertemuan secara mendadak,
dan lain-lain. Surprise bukan berarti meniadakan agenda acara yang telah ditetapkan
oleh manhaj tarbiyah atau jama’ah, tapi merubah atau ‗mengemasnya‘ agar lebih
menarik.

3. Mempersiapkan taujih
Murobbi/naqib juga perlu mempersiapkan taujih (arahan) yang akan disampaikannya.
Hal ini agar taujih tidak terasa kering karena kurang memberikan dalil, ilustrasi,
contoh dan penjelasan yang jelas. Taujih yang tidak dipersiapkan akan dirasakan oleh
peserta sebagai taujih yang kurang ‗berbekas‘ dan tidak memberikan nilai tambah
bagi mereka.
4. Mempersiapkan evaluasi
Murobbi/naqib juga perlu mempersiapkan evaluasi apa saja yang akan dilakukan
dalam setiap pertemuan halaqoh/usroh. Evaluasi yang menyangkut pencapaian tujuan
halaqoh/usroh, baik pencapaian muwashofat, pembentukan murobbi maupun
pengembangan potensi.

5. Mempersiapkan ta’limat dan agenda khusus


Perlu juga dipersiapkan ta’limat (pengumuman) apa saja yang perlu disampaikan
kepada peserta. Ta’limat biasanya datang dari jama’ah, tapi bisa juga datang dari
murobbi/naqib sendiri asalkan tidak bertentangan dengan kebijakan jama’ah. Sedang
agenda khusus yang perlu dipersiapkan adalah hal-hal yang ingin dibicarakan atau
disampaikan kepada peserta tertentu. Misalnya, murobbi/naqib ingin membicarakan
masalah pernikahan si A, atau ingin menyampaikan informasi khusus kepada si B.
Agenda khusus biasanya disampaikan sebelum atau setelah acara halaqoh/usroh
ditutup. Mempersiapkan agenda khusus perlu dilakukan supaya murobbi/naqib tidak
lupa dengan masalah-masalah khusus yang terjadi di dalam halaqoh/usroh. Kelupaan
menyelesaikan agenda khusus bisa berdampak pada lambatnya murobbi/naqib dalam
menyelesaikan masalah, sehingga bisa berdampak lebih jauh pada dinamisasi dan
produktivitas halaqoh/usroh.

6. Menghadirkan keikhlasan
Murobbi/naqib juga perlu menghadirkan keikhlasan sebelum datang ke
halaqoh/usroh. Keikhlasan akan berpengaruh terhadap kelancaran jalannya
halaqoh/usroh. Sesungguhnya hasil pembinaan tidak semata-mata karena upaya
murobbi/naqib, tapi juga pertolongan dan kehendak Allah SWT. Dengan ikhlas,
Allah akan menolong upaya murobbi/naqib untuk membawa halaqoh/usroh menuju
kesuksesannya.

7. Membugarkan tubuh
Hadir dengan tubuh yang segar dan bugar menjadi hal yang penting untuk dilakukan
murobbi/naqib. Keikhlasan yang dipadu dengan kesegaran tubuh akan berdampak
pada penampilan yang menarik simpati peserta. Membuat murobbi/naqib tampil
dengan penuh semangat, sehingga peserta juga menjadi bersemangat mengikuti
halaqoh/usroh. Sebaliknya, penampilan yang loyo karena tubuh tidak bugar akan
berpengaruh terhadap penampilan yang tidak membangkitkan semangat. Hal ini dapat
berpengaruh lebih jauh pada jalannya halaqoh/usroh yang menjadi tidak menarik dan
menjemukan.

Murobbi/naqib perlu meluangkan waktu untuk melakukan persiapan. Jangan hadir ke


dalam halaqoh/usroh tanpa persiapan dengan anggapan hanya akan bertemu peserta
yang sudah tsiqoh (percaya) dan terikat dengan da‘wah. Ketahuilah, semakin kurang
persiapan, maka semakin rendah pula kualitas pembinaan kita. Mungkin disini kita
perlu mengingat kembali sebuah pepatah yang mengatakan: ―Barangsiapa yang naik
panggung tanpa persiapan, maka ia akan turun panggung dengan kehinaan‖.
Akhirnya, lakukan prinsip 6 K dan 7 Persiapan Murobbi/Naqib ini secara konsisten
agar sistem halaqoh/usroh yang kita cintai ini dapat berjalan dengan sukses
(muntijah). Semoga langkah-langkah kita dalam membina halaqoh/usroh selalu
mendapat ridho Allah SWT. Amin ya Robbal ‘Alamin.
Lampiran I :

99 Contoh Aktivitas Untuk Mendinamiskan dan


Menghilangkan Kejenuhan dalam Halaqoh (Usroh)
I. AKTIVITAS DI DALAM HALAQOH/USROH

A. Aktivitas Utama
1. Ceramah
2. Tanya Jawab
3. Diskusi
4. Demonstrasi
5. Eksperimen
6. Simulasi
7. Partisipasi
8. Penggunaan Alat
9. Latihan
10. Penugasan
11. Sosiodrama
12. Pengalaman Terstruktur
13. Pengembangan Kelompok
14. Seminar
15. Role Play
16. Games
17. Bedah buku (Presentasi buku secara bergiliran)
18. Brainstorming (Sumbang Saran)

B. Aktivitas Variatif
1. Latihan pidato/presenter/khotib secara bergilir.
2. Presentasi bidang keahlian tertentu (misal, peserta dengan latar belakang akuntan
menjelaskan bagaimana cara membuat pembukuan keuangan secara praktis)
3. Pembacaan hadits secara bergilir (bisa juga dengan arti dan/atau syarahnya)
4. Membaca terjemahan Al Qur‘an secara bergilir
5. Menterjemahkan Al Qur‘an secara per kata (bisa dengan menggunakan buku
Terjemahan Al Qur’an secara Lafzhiyah)
6. Mengisi Berbagai Test Kemampuan Diri (misal: test kepercayaan diri,
kepemimpinan, pengendalian emosi, dan lain-lain. Bahannya bisa didapat di buku
atau majalah)
7. Sebelum dan/atau setelah acara halaqoh/usroh melakukan sholat berjama‘ah
8. Membahas studi kasus tertentu (misal, studi kasus pernikahan yang tidak Islami)
9. Evaluasi ibadah harian (yaumiah), baik secara lisan maupun tertulis.
10. Evaluasi/laporan perkembangan binaan, baik secara lisan mamupun tertulis.
11. Evaluasi/laporan kegiatan anggota, baik secara lisan maupun tertulis.
12. Mengumpulkan dan membacakan secara bergilir kata-kata mutiara dari tokoh.
13. Membacakan secara bergilir biografi tokoh tertentu.
14. Membaca makalah/bagian buku tertentu secara bergilir.
15. Presentasi secara bergilir bagaimana kiat merekrut.
16. Presentasi secara bergilir tentang materi halaqoh/usroh yang telah diberikan.
17. Memberikan hadiah (surprise) kepada peserta atas prestasi tertentu.
18. Program tukar menukar hadiah.
19. Mempersaudarakan peserta halaqoh/usroh secara berpasang-pasangan (seperti
yang dilakukan Rasulullah saw ketika hijrah ke Madinah).
20. Evaluasi perjalanan halaqah/usroh, baik secara lisan maupun tertulis.
21. Latihan nasyid.
22. Latihan drama satu babak/role play.
23. Memindahkan tempat halaqoh/usroh secara insidental keluar ruangan
(pekarangan rumah/taman/kebun, dll).
24. Memindahkan posisi lesehan dalam halaqoh/usroh menjadi duduk di kursi
(insidental).
25. Evaluasi lahan dakwah, baik secara lisan maupun tertulis.
26. Mendiskusikan kiat bisnis.
27. Mendiskusikan kiat mencari jodoh/keluarga harmonis.
28. Mendiskusikan kiat berkarir di tempat kerja.
29. Kultum (kuliah tujuh menit secara bergilir)
30. Tadabbur ayat secara bergilir.
31. Menonton/mendengarkan secara bersama-sama film/ceramah tertentu.
32. Renungan tentang akhirat (zikrul maut), kalau perlu dengan memindahkan tempat
pertemuan ke kuburan.
33. Mengundang ―bintang tamu‖ (bisa ustadz berkafa‘ah syar‘i, ikhwah dengan
keahlian tertentu, orang yang mempunyai pengalaman menarik, dan sebagainya).
34. Mengadakan ujian/test mengenai materi tertentu yang telah diberikan.
35. Setoran hapalan Al Qur‘an/Hadits.
36. Mengundang isteri/suami peserta dalam acara halaqoh/usroh tertentu (siapkan
agenda acara yang sesuai).
37. Membaca ma’tsurot (zikir) bersama.
38. Membuat makalah dan membahasnya (bisa bergilir)
39. Simulasi dengan tema tertentu (memandikan jenazah, merawat bayi, memasak,
memperbaiki motor, dan lain-lain)
40. Membuat acara kuis/cerdas cermat (seperti acara cerdas cerdas di TV).
41. Membaca/membuat puisi.
42. Menyepakati untuk hadir di halaqoh/usroh dengan pakaian seragam (untuk
memupuk semangat kebersamaan).
43. Membuka dan menutup acara secara bergilir.
44. Membuat struktur organisasi halaqoh/usroh untuk periode tertentu.
45. Membuat kliping koran/majalah untuk tema tertentu.
46. Buka puasa (ifthor) atau sahur bersama.
47. Melakukan acara curhat (masing-masing menyampaikan isi hatinya secara bebas).
48. Proyek bisnis musiman/permanen.
49. Acara ta‘aruf (perkenalan) yang dilakukan setiap periode tertentu.
50. Evaluasi/laporan rekrutmen, baik secara lisan maupun tertulis.
51. Membuat perpustakaan halaqoh/usroh.
52. Studi lapangan (laporan untuk peristiwa tertentu).
53. Membuat jarkom (jaringan komunikasi) antar personil halaqoh/usroh.

II. AKTIVITAS DI LUAR HALAQOH (USROH)


1. Mabit
2. Rihlah Kecil (hanya personil halaqoh/usroh)
3. Rihlah Besar (Personil halaqoh/usroh beserta isteri/suami serta anak-anaknya)
4. Tasqif
5. Mukhoyyam (berkemah)
6. Outbound
7. Training
8. Muzhoharoh (aksi damai)
9. Silaturahmi
10. Dauroh Tarkiyah (Dauroh Peningkatan Kualitas)
11. Dauroh Tausi‘ah (Dauroh Rekrutmen)
12. Kunjungan ke Tokoh Internal/Eksternal
13. Diskusi dengan Pakar di bidang tertentu
Lampiran II :

Daftar Muwashofat Peserta Halaqoh/Usroh


(Salin dari buku lain)
Daftar Pustaka

Al Qur‘anul Karim

Al Banna, Hasan, Risalah Pergerakan (Majmu’atur Rosail), Solo : Era Intermedia,


1997

Mahmud, Ali Abdul Halim, Perangkat-Perangkat Tarbiyah Ikhwanul Muslimin, Solo


: Era Intermedia, 2000

Al Wa‘iy, Taufik Yusuf, Kekuatan Sang Murobbi, Jakarta : Al I‘tishom, 2003

Ridho, Abu, Urgensi Tarbiyah dalam Islam, Jakarta : Inqilab Press, 1994

Robbins, Stephen. P, Perilaku Organisasi, Jakarta : Prenhallindo, 1996

Stoner, James A.F, Manajemen, Jakarta : Prenhallindo, 1996

Lubis, Satria Hadi, Menjadi Murobbi Sukses, Jakarta : Kreasi Cerdas Utama, 2003

Lubis, Satria Hadi, 77 Problematika Aktual Halaqoh Jilid I, Jakarta: Kreasi Cerdas
Utama, 2002

Lubis, Satria Hadi, Burn Your Self, Jakarta : Kreasi Cerdas Utama, 2002
Biografi Singkat Penulis (untuk di buku):

Satria Hadi Lubis, MM., MBA lahir di Jakarta pada 19 September 1965 adalah
Direktur Eksekutif Lembaga Manajemen Syari’ah LP2U yang bergerak dalam bidang
pemberdayaan manusia (Human Resources). Selain sebagai dosen di STAN (Sekolah
Tinggi Akuntansi Negara), aktivitas ayah dari enam orang anak ini juga menjadi trainer
pelatihan tentang manajemen dan kepemimpinan dengan lebih dari 4000 jam pelatihan,
penceramah (antara lain di LATIVI) dan pembicara di berbagai seminar. Ia juga
menjadi wiraniaga di berbagai usaha yang saat ini sedang dikembangkan. Peraih gelar
Magister Manajemen (MM) dan Master of Business Administartion (MBA) ini aktif di
berbagai kegiatan dan organisasi sejak mahasiswa tahun pertama. Termasuk aktif
membina berbagai halaqah selama lebih kurang 15 tahun (1988 sampai sekarang).
Sekarang ia juga menjadi salah seorang staf di Departemen Kaderisasi DPP Partai
Keadilan Sejahtera. Selain buku ini, ia juga telah menulis buku lainnya: Breaking The
Time, 77 Problematika Aktual Halaqah Jilid I dan II, Menjadi Murobbi Sukses, Direct
Selling for Vote!, Yang Nyata dari PK Sejahtera, Burn Your Self, Agenda Besar
Kemenangan Da’wah, Unstoppable Succsess dan The Habits for Success. Buku lain yang
tengah disusunnya, antara lain : Manajemen Kehidupan, Murobbi Skills, dan Amazing
Creativity.

--
1. cari dalil al qur‘an dan haditsnya
2. cara istilah bahasa arabnya

Anda mungkin juga menyukai