Anda di halaman 1dari 10

AL QIYADAH WAL JUNDIAH

AL QIYADAH WAL JUNDIAH


(SYAIKH MUSHTHAFA MANSYHUR)
Salah satu karakter dakwah Islam adalah Rabbaniyah (berasal dari Tuhan), yaitu bahwa
dakwah pada seluruh prosesnya baik pada awal maupun pada akhir, dalam menggunakan sarana,
sistem maupun tujuan bersumber dari Allah SWT, sehingga terbentuk ketundukan secara
totalitas. Setiap muslim mempunyai kewajiban untuk menyebarkan dakwah Islam ini, sebagai
rahmatan lil ‘alamin dan sebagai upaya menegakkan kembali daulah islamiyah, suatu negara
Islam yang bersifat internasional. Tujuan besar ini tidak akan tercapai dengan usaha orang
perorangan karena Islam bukanlah agama individu, tujuan ini hanya akan tercapai dengan adanya
amal jama’i dan jamaah (QS Ali Imran : 103).
Ada tiga ciri rabbaniyatud dakwah, yaitu :
1) Rabbaniyatud risalah, yang meliputi : prinsip/sumber, pedoman, dan tujuan.
2) Rabbaniyatud rijal.
3) Rabbaniyatud jamaah, yang meliputi : qiyadah, jundiyah, dan ukhuwah.
Seorang pemimpin dalam satu jamaah Islam, ibarat kepala bagi tubuh, yang menentukan
seluruh tujuan. Selain itu, pemimpin merupakan lambang kekuatan, persatuan, keutuhan dan
disiplin shaff. Sehingga, apapun kedudukan, jabatan dan peringkatnya, seorang pemimpin tetap
dibebani amanah dan berbagai tanggung jawab. Beban ini bukanlah suatu kemegahan dan
kebanggaan karena pemimpin di gelanggang amal islami mempunyai tanggung jawab yang lebih
berat karena ia bergerak dalam gelanggang yang sangat luas dan penting. Seorang pemimpin,
menurut Hasan Al Banna adalah sebagai seorang ayah dalam ikatan hati, sebagai seorang guru
dalam kaitan mengajarkan ilmu yang bermanfaat, sebagai seorang syekh dalam kaitan
pendidikan ruhani dan sebagai pimpinan dalam mengendalikan kebijakan umum.
Amanah dan tanggung jawab yang diemban oleh pemimpin jamaah tidaklah ringan, oleh
karena itu ada beberapa hal yang harus diperhitungkan setiap pemimpin dalam menjalankan
tugasnya, yaitu :
1) Ikhlas (bukan yang meminta jabatan ataupun berambisi akan jabatan)
2) Ihsan
3) Dekat dengan Allah SWT
4) Memiliki keinginan untuk membuat jundinya lebih baik (memberikan perhatian terhadap masalah
tarbiyah kader)
5) Menjalin ukhuwah yang tulus
6) Visioner dan capable (mampu)
7) Mempunyai kemampuan leadership
Akhlak dan sifat-sifat yang harus dimiliki pemimpin :
1) Ikhlas.
2) Intelektual dalam berpikir .
3) Berperangai penyantun, kasih sayang, lemah lembut dan ramah (QS Ali Imran : 159)
4) Bersahabat.
5) Berani dan sportif.
6) Shidiq.
7) Tawadhu (QS Asy Syu’ara : 215, Al Fath : 29). Hadits : “Sesungguhnya Allah telah mewahyukan
kepadaku bahwa bertawadhulah kamu sehingga tidak ada orang yang membanggakan diri di
atas seseorang dan tidak ada seseorang menzhalimi seseorang” (HR Muslim)
8) Pemaaf dan berlaku ihsan. (QS Ali Imran : 134, Asy Syu’ara : 40, Fushshilat : 34)
9) Menepati janji dan sumpah setia. (QS Al Fath : 10, Al ahzab : 23-24)
10) Sabar. (QS Al Baqarah : 153, Ali Imran : 200)
11) ‘Iffah dan kiram. (QS Al Hasyr : 9)
12) Wara dan zuhud.
13) Adil dan jujur.
14) Lapang dada, tidak melayani pengumpat dan pengadu domba, tidak mengungkit-ungkit dan
tidak sombong.
15) Memelihara kemuliaan Allah. (QS Al Hajj : 30)
16) Tawakal.
17) Sederhana dalam segala hal.
18) Bertahan dalam kebenaran dengan teguh dan pantang mundur.
19) Menjauhi sikap pesimistis dan over estimasi
Pada dasarnya kaum muslimin merupakan satu angkatan yang bergerak dan berjuang
bersama untuk Islam. Oleh karena itu, setiap pribadi muslim menjadi anggota yang berguna dan
aktivitas yang berhasil guna dalam mewujudkan kesatuan umat dan tegaknya Daulah Islamiyah.
Persiapan anggota ini dilakukan secara berangsur-angsur (tajarrud) melalui tahap pengenalan
(ta’rif), pembentukan (takwin) dan pelaksanaan (tanfidz) agar terbentuk pribadi muslim yang
lurus akidahnya, benar ibadahnya, berakhlak mulia, berpikiran cerdas, bijak, berbadan sehat dan
kuat serta berguna bagi manusia, mampu bergerak dan berjuang, berdiplin dalam segala hal,
menjaga waktunya, bermujahadatun-nafs dan memiliki faktor-faktor asasi sebagai pejuang
muslim.
Seorang aktivis jamaah yang bertujuan mewujudkan prinsip-prinsip Islam harus memiliki
persyaratan pokok, yaitu :
 Memahami benar arti komitmennya kepada Islam
 Mengenali karakter tahapan dakwah yang sedang dijalaninya dengan segala tuntutannya
 Meyakini seyakin-yakinnya bahwa kembali kepada KitabuLlah dan Sunnah RasuluLlah SAW secara
benar dan serius adalah satu-satunya jalan untuk menyelamatkan umat manusia
 Yakin akan kewajiban bergerak membangkitkan iman di dalam jiwa manusia
 Mengetahui sejelas-jelasnya bahwa amal uasaha menegakkan daulah Islamiyah adalah kewajiban
semua muslim dan mengetahui bahwa kewajiban ini tidak akan terlaksana dan tercapai
dengan usaha perseorangan
 Mengingat kaidah ushul fikih yang berbunyi : “Maka amal jama’i dipandang sebagai persoalan
yang wajib ditunaikan sebelum melangkah membangun kembali Daulah Islamiyah. Sungguh
keliru orang yang mengatakan bahwa usaha ke arah itu dapat dilakukan dengan sendiri-
sendiri, tanpa jamaah yang memperjuangkannya”.
 Sebelum memilih suatu jamaah, seorang muslim terlebih dahulu meneliti sifat-sifat asasi terhadap
jamaah tersebut
 Mengetahui bahwa dasar Islam adalah kesatuan dan shaff
 Memlilih jamaah dengan kesadaran sendiri
 Mengetahui bahwa amal jama’i memiliki syarat dan keiltizaman
 Ikhlas
 Sadar akan pengawasan Allah SWT
Beberapa keharusan dan perilaku anggota yang harus ditegakkan :
1) Berusaha menjadi mukmin yang teguh dan yakin terhadap amal jama’i dengan segala
tuntunannya
2) Mengetahui secara mendalam segala ketentuan jamaah
3) Melengkapi diri dengan berbagai bidang kemampuan dan kelaikan agar menjadi tenaga yang
efektif, kuat dan baik
4) Totalitas dalm perjuangan
5) Beriltizam dengan pemahaman Islam yang benar dan menyeluruh yang menjadi landasan
jamaah, jauh dari penyimpangan dan pemahaman parsial
6) Beriltizam dengan cara gerakan dan seluruh langkahnya sebagaimana telah ditentukan jamaah
untuk mewujudkan tujuan yang agung, yaitu Daulah Islamiyah
7) Menjadi pelindung terpercaya terhadap tujuan jamaah
8) Berani menempatkan dirinya di barisan jihad fi sabiliLlah (QS At Taubah : 111)
9) Mengetahui martabat jihad
10) Melatih diri agar mudah berkorban di jalan Allah
11) Menyadari bahwa sesungguhnya ia berkedudukan di suatu daerah pertahanan yang strategis
12) Menyadari bahwa mihnah (ujian) adalah sunatuLlah dalam dakwah
13) Pembela aqidah dan prajurit dakwah harus senantiasa mengikhlaskan ketaatan dan kesetiannya
kepada dakwah Islam dan melepaskan kesetiaan kepada yang lain
14) Memperkuat ukhuwah Islamiyah
15) Membiasakan diri melaksanakan setiap perintah pimpinan jamaah
16) Memberikan kepercayaan penuh kepada pimpinan jamaah
17) Memperhatikan pembentukan pribadi muslim
18) Menjauhi cara-cara parpol yang jahat, berkelompok-kelompok, kedaerahan dan semacamnya
yang bertentangan dengan adab Islam dan ajarannya
19) Anggota jamaah dianggap sebagai pengawal di sebuah benteng pertahanan
20) Menjauhi segala tindakan yang mempersukar barisan di amal Islami
21) Beriltizam dengan sikap adil dan sederhana, tidak keterlaluan dan meremehkan
22) Mempergiat mekanisme saling nasihat-menasihati dan bersungguh-sungguh memperbaiki
hubungan dan komunikasi dengan sesama aktivis amal Islami
23) Berpegang pada semboyan : “Perbaiki diri dan seru orang lain kepada kebaikan”
24) Menjaga waktu dan disiplin
25) Memikirkan persoalan rumah tangga dan keluarganya
26) Menumbuhkan harapan bahwa masa depan adalah untuk Islam
27) Tidak pesimis dan putus asa. (QS Ali Imran : 139-142, 146)
Aturan dan adab pergaulan pimpinan dan anggota:
1) Saling menghormati dan menghargai
2) Memelihara adab perbincangan
3) Saling mempercayai dan berbaik sangka (QS Al Hujurat : 12)
4) Saling menasihati
5) Saling mencintai dan bersaudara
6) Mempererat hubungan antara pemimpin dan anggota
7) Jika terjadi pergantian pemimpin, maka pemimpin tersebut menerima dengan lapang dada.
Seorang anggota jamaah di manapun ia bertugas harus mempersiapkan diri untuk menjadi
panglima dan bersedia memikul amanah pimpinan jika tiba masanya untuk dipilh
8) Tunduk di bawah hukum Allah dan RasulNya
9) Mengkaji berbagai harakah dan mengembangakan pengalaman
Agar tujuan besar yaitu tegaknya Daulah Islamiayah tercapai sehingga tidak ada lagi fitnah
dan agama ini semata-mata hanya untuk Allah SWT, maka semua itu memerlukan pengerahan
tenaga, daya, kemampuan dan kelaikan untuk memujudkan seluruh harapan dan tujuan. Dan juga
memerlukan manajemen, sistem dan pengawasan yang baik dan benar. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam sistem dan peraturan, antara lain :
 Penyusunan peraturan dan mekanisme kerja harus berada dalam kerangka dasar-dasar Islam

 Sistem dan peraturan merupakan sarana dan alat untuk menyusun dan mengatur kerja dan
gerakan

 Jamaah bergerak sesuai hasil syuro, ketentuan, kebijakan pimpinan yang melambangkan jamaah

 Terbentuknya spesialisasi dan profesionalisasi


 Menghindai overlap tugas

 Peraturan harus mencakup cara perbaikan bagi setiap kesalahan dan kelalaian

 Memperhatikan keluwesan untuk mempermudah gerak dakwah

 Koordinasi dan harmonisasi antara pusat dan daerah

 Koordinasi untuk setiap peringkat kepemimpinan, misalnya cabang, biro, departemen dan
sebagainya

Jundi ane bermasalah nih akh…………ga taat, ga perform. Payah !!!”


“sebagai jundi antum harus taat akh!!”
Mungkin para aktivis dakwah sering mendengar kata-kata tersebut dikeluarkan oleh qiyadah-qiyadah-nya.
Bahkan kata-kata tersebut jadi semacam kata-kata sakti seorang qiyadah dakwah. Kita semua sepakat
Qiyadah wal jundiyah adalah keniscayaan dalam dakwah. Tanpa qiyadah wal jundiyah amal-amal dakwah
tidak akan berjalan. Tapi apakah konsep yang ideal itu telah diterapkan dengan “Benar” dalam aktivitas dan
amal kita sehari-hari. Masalah yang terjadi sekarang ini ialah banyak terjadi fenomena “pembangkangan”
yang dilakukan oleh aktivis dakwah terhadap jamaah atau qiyadahnya yang mengakibatkan performa
jamaah menjadi tidak maksimal. Sebelum membahas itu, kita lihat dulu arti dari qiyadah wal jundiyah.
Qiyadah bisa diartikan sebagai kepemimpinan dan jundiyah sebagai pengikut. Maka secara kasar qiyadah
wal jundiyah bisa diartikan sebagai hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin. Maka, qiyadah wal
jundiyah adalah hubungan timbal balik atau 2 arah antara si pemimpin dengan pengikutnya. Jika ini yang
terjadi, Pertanyaannya adalah, ketika seorang qiyadah menuntut haknya kepada pengikutnya, apakah ia
telah melaksanakan kewajibannya sebagai seorang qiyadah?
Menurut John C Maxwell, seorang leader atau pemimpin adalah “the one who knows the way, shows the
way and goes the way” berarti seorang pemimpin adalah orang yang tahu mau dibawa kemana
pengikutnya, menunjukkan arah dan jalannya serta pergi bersama pengikutnya menuju tujuan tersebut.
Menurut Jack Welch, seorang ahli change management dan mantan CEO General electric, yang dibutuhkan
adalah seorang “pemimpin di semua lini yang dapat memompa semangat, membangkitkan gairah dan
memberi inspirasi. Bukan yang membuat lesu, menimbulkan rasa tertekan dan menebar kontrol” atau kita
bisa lihat kriteria pemimpin menurut syaikh Mustapha Mansyur, seorang mursyid am gerakan islam terbesar
di dunia, ikhwanul muslimin. Dalam bukunya “al qiyadah wal jundiyah”, ia mengatakan bahwa kriteria
seorang qiyadah dakwah adalah :
• Ikhlas
• Peka terhadap pengawasan dan penjagaan Allah
• Selalu memohon pertolongan Allah SWT
• Memiliki tanggung jawab untuk menjaga diri dan amanah terhadap apa yang diembannya
• Memberikan porsi untuk pendidikan
• Menyiapkan regenerasi
• Menjalin ukhuwah antar seluruh anggota
• Mampu merencanakan program dengan tepat, menentukan tahapan strategi, sumber dana dan mengelola
orang sesuai kemampuannya
• Membangun iklim saling percaya dan khusnudzon
• menyalakan cita-cita, mengukuhkan tekad, dan membangkitkan harapan anggota
atau jika kita liat ciri-ciri seorang pemimpin menurut Peter Drucker (bapak scientific management), seorang
leader selain memiliki kapabilitas (pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan kerja yang bagus) ia juga
harus memiliki :
• memiliki keteguhan hati dan daya tahan yang tangguh
• memiliki standar kerja yang tinggi dan mampu memotivasi seluruh jajarannya untuk hanya menghasilkan
yang terbaik
• berani merekrut orang-orang terbaik menempatkan dan mempertahankan mereka di posisi yang tepat.
• Mampu membuat keputusan secara cepat, melaksanakannya dalam kerangka waktu yang ketat, dan
mengukur hasilnya.
• Memiliki passion terhadap apa yang dikerjakan.
• Melakukan segala sesuatu dengan tenang, tak banyak sesumbar.
• Rela menyalurkan ambisi untuk kemajuan organisasi, bukan pribadi.
• Hanya bersandar pada inspired standard dalam memotivasi
Jim collins dalam bukunya Good to great, menyatakan bahwa seorang pemimpin level-5 atau seorang
pemimpin hebat (great leader) adalah seorang pemimpin yang bisa membangun kehebatan yang bertahan
lama lewat bauran paradoks dari kerendahan hati pribadi dan kemauan professional.
Karena jundi kita adalah kaca diri kita, maka jika kita protes kalau jundi atau staf kita tidak taat dan tidak
bekerja sesuai yang kita inginkan, kita harus berkaca pada diri kita, apakah kita juga telah memenuhi
kriteria seorang pemimpin yang disebutkan para pakar leadership diatas? Apakah kita telah memaparkan
visi kita dengan baik kepada jundi kita sehingga mereka punya arahan dan tujuan yang jelas dalam
beramal? Seringkali yang kita berikan adalah rincian tugas, bukan visi. Bahkan seringkali kita mengatur hal-
hal teknis yang harus dilakukan seorang jundi dalam mengerjakan amanahnya. Sehingga jundi-jundi kita
didik untuk menjadi seorang robot yang hanya menjalankan perintah, bukan seorang pemimpin-pemimpin
baru yang kreatif dalam mengerjakan amanah dan mencapai tujuan jamaah.
Maka, Mulai sekarang yang kita berikan adalah apa yang ingin kita capai, bukan apa yang harus dia
kerjakan. Kita biarkan jundi-jundi kita berkreasi untuk mencapai visi bersama yang telah ditentukan
bersama sejak awal, jadi walaupun kontrol tetap kita lakukan namun jundi-jundi kita tetap bisa bebas
berekspresi dalam bergerak.
Seringkali karena kita berada di posisi puncak dan didukung oleh jamaah, kita menganggap jundi kita
sebagai robot yang siap diperintah sesuka hati kita. Kita lupa jika seorang jundi juga seorang manusia yang
mempunyai hati. Ia butuh sentuhan personal, ia butuh didengarkan dan juga ia butuh dihargai eksistensinya
sebagai seorang manusia. Kita tidak boleh menjadi seorang pemimpin berhati es yang tidak pernah
mendengarkan jundi kita. Yang menutup kuping terhadap keluhan dan kesulitan jundi kita. Menjadi seorang
otoriter dengan berlindung dibalik alasan kepentingan dakwah dan koordinasi. Tetapi kita harus menjadi
seorang pemimpin yang hangat. Yang mau mendengarkan keluhan dan kesulitan jundi kita. Seorang
pemimpin yang menghargai sang jundi sebagai manusia dengan mengajak mereka berdiskusi tentang hal-
hal yang berkaitan dengan organisasi terutama jika keputusan itu berkaitan dengan dirinya secara
langsung. Sudahkah kita?
Apakah rapat dan syuro yang kita lakukan bersama jundi kita merupakan sebuah sarana mencari solusi
bersama atau hanyalah ajang sosialisasi kebijakan? Jika merupakan sarana mencari solusi bersama, maka
kita harus mendengarkan pendapat jundi-jundi kita dengan baik dan menggunakannya sebagai sebuah opsi
solusi. Karena, bagaimanapun merekalah orang-orang yang paling mengerti kondisi di lapangan. Jika rapat
dan syuro kita hanya sebagi ajang sosialisasi kebijakan, cukup dengarkan pendapat mereka dan lupakan!!!
Kemudian kita berikan pendapat kita dan sahkan sebagai sebuah keputusan yang harus mereka taati.
Jika hal-hal diatas telah kita lakukan, maka tak ada alasan pembangkangan yang dilakukan oleh jundi dan
bawahan kita. Semoga ini akan membuat kita semua belajar untuk lebih baik lagi.
“teruntuk sahabat-sahabat di BTT, LP2i, serta semua qiyadah dan jundi di dalam jalan dakwah ini. Kita
harus banyak belajar untuk saling menghargai……….kerja besar untuk perubahan besar”

Badar, Saksi Indahnya Al-Qiyadah Wal


Jundiyah
Written By Admin BeDa on Minggu, 14 Maret 2010 | 17:13

“Rasulullah, engkau menyakitiku. Padahal Allah mengutusmu untuk menegakkan kebenaran


dan keadilan. Saya minta engkau memberiku kesempatan untuk membalas.” Kata-kata ini
pernah diucapkan seorang sahabat kepada Rasulullah. Sahabat ini termasuk ahli Badar. Dan
peristiwa ini memang terjadi saat perang Badar. Tepatnya, beberapa saat sebelum perang Badar
berkecamuk.

Sahabat itu adalah Sawad bin Ghaziyah. Saat itu ia terlihat lebih maju dibandingkan sahabat
lain yang berada dalam barisan yang sama ketika Rasulullah tengah meluruskan barisan
pasukan Badar. “Sawad, luruskan.” Perintah Rasulullah sambil mendorong perutnya dengan
anak panah.

Saat itulah, ia menyampaikan keberatannya pada Rasulullah dengan kalimat di atas.


“Rasulullah, engkau menyakitiku. Padahal Allah mengutusmu untuk menegakkan kebenaran
dan keadilan. Saya minta engkau memberiku kesempatan untuk membalas.”

Rasulullah tidak marah. Atau merasa gengsi dikritik. Justru Rasulullah menyingkap perut
beliau dan berkata, “Silahkan balas”. Apa yang terjadi kemudian? Apakah Sawad mendorong
perut Rasulullah dengan anak panah? Ternyata ia justru memeluk Rasulullah dan mencium
perut beliau.

Maka Rasulullah bersabda, “Apa yang mendorongmu berbuat demikian, wahai Sawad?”

Ia menjawab, “Wahai Rasulullah, telah terjadi apa yang engkau saksikan. Kuingin masa
terakhirku bersamamu, antara kulitku dan kulitmu saling bersentuhan. Akhirnya, Rasulullah
pun mendoakan kebaikan bagi Sawad.
Demikian indahnya implementasi Al-Qiyadah wal Jundiyah generasi pertama umat ini. Dan
untuk episode ini, Badar menjadi saksinya.

Rasulullah mengajarkan, seorang pemimpin (qiyadah) haruslah menjadi teladan (qudwah) bagi
para anggota(jundi)-nya. Maka, ketika Rasulullah dalam kesempatan pernah bersabda
“Barangsiapa pernah berbuat zalim kepada saudaranya, terhadap kehormatannya atau yang
lain, hendaknya meminta orang tersebut menghalalkan dirinya dari perbuatan aniaya tersebut
sebelum datang hari tidak ada uang dinar dan dirham." Beliau memberi contoh pertama kali.
Maka, saat Sawad menuntut "pembalasan" atas Rasulullah, beliau pun mempersilakan; tanpa
sikap marah maupun gengsi.

Rasulullah sebagai pemimpin (qiyadah) juga menunjukkan betapa beliau menyadari bisa saja
ada khilaf dalam setiap keputusannya, karenanya beliau meminta kelapangan dada dan
keikhlasan orang-orang seperti Sawad. Yang menjadi perhatian Rasulullah adalah keridhaan
Allah dan ampunan-Nya, bukan "kehormatannya" sebagai pemimpin atau "rasa malu"
"dikoreksi" oleh sahabatnya.

Qiyadah yang terbaik ini bertemu dengan jundi-jundi terbaik pula. Sawad tidak hendak mencari
kesalahan Rasulullah, tetapi justru menunjukkan cintanya. Demikian pula sahabat-sahabat
lain,radhiyallahu anhum. Sehingga kehidupan yang harmonis, begitu indah dan sangat
mengagumkan diabadikan dalam sejarah. Interaksi al-qiyadah wal jundiyah yang sangat
ideal.

Kita, dalam kehidupan ini –apapun peran kita dan di manapun lingkungan kita- sesungguhnya
juga tak pernah lepas dari al-qiyadah wal jundiyah. Hatta, kita hanya sebagai pemimpin
rumah tangga, atau ibu rumah tangga (bagi akhwat).

Maka keteladanan Rasulullah di atas hendaknya terpatri dalam pikiran kita, lalu mewujud
dalam sikap dan keputusan-keputusan kita. Jika ini yang terjadi, percayalah, sakinah
mawaddah wa rahmah dalam rumah tangga pasti terwujud. Demikian pula baldatun
thayyibatun wa Rabbun ghafur dalam kehidupan bernegara juga menjadi nyata.

Seorang kepala rumah tangga yang menjadi teladan serta menyayangi anak dan istri. Istri yang
taat pada suami. Ibu yang sangat mencintai anak-anaknya. Anak yang menurut pada orang tua.
Alangkah indahnya hidup seperti ini.

Demikian pula pemimpin (qiyadah) yang mencintai anggotanya. Anggota (jundi) yang
mencintai dan mentaati qiyadahnya. Qiyadah yang siap dikritik dan dikoreksi, tanpa "malu"
atau "gengsi". Jundiyah yang tidak mencari kesalahan-kesalahan qiyadahnya namun senantiasa
mendoakan kebaikan bagi mereka. Subhaanallah. Bagaimana menurut Anda? [Muchlisin]

TUJUAN
· Peserta memahami pengertian ma’iyatullah

· Peserta mengetahui pembagian ma’iyatullah beserta bukti-buktinya

· Peserta termotivasi untuk menimbulkan kebersamaannya dengan Allah

METODE PENDEKATAN
· Ceramah dan Diskusi

RINCIAN BAHASAN

Pengertian
Ma’iyatullah berarti kebersamaan Allah. Allah selalu bersama dan mengawasi
makhluk-Nya. Ma’iyatullah terbagi atas dua macam :

1. Ma’iyatullah Umum
Yaitu kebersamaan Allah yang meliputi seluruh makhluknya, baik manusia, binatang
maupun tumbuh-tumbuhan, muslim maupun kafir.

Kebersamaan Allah secara umum ini dapat dibuktikan dengan adanya:


a. Fenomena Petunjuk
Seluruh makhluk ciptaan, Allah dari atom yang terkecil sampai benda yang paling
besar, manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, semua mendapat petunjuk dari Allah
dalam menjalani hidupnya. Allah selalu bersama makhluk-Nya, ketika memberi
petunjuk pada bayi untuk menyusu pada ibunya, kepada anak ayam untuk mematuk
ketika akan keluar dari telurnya; ketika ayam betina membolak-balikkan telur yang
sedang dieraminya; juga ketika allah memberi petunjuk akar tumbuhan untuk
menyerap sari makanan dari dalam tanah.
b. Fenomena pengabulan do’a
Seluruh manusia baik beriman maupun kafir, pernah mengalami langsung fenomena
ini. Ketika seseorang mengalami kondisi kritis dalam fase kehidupannya yaitu ketika
ia ditimpa musibah yang membuat hatinya hancur, putus harapan, dengan serta merta
ia memohon kepada Allah dengan penuh harap dan cemas mengharapkan
pertolongan-Nya, ketika itu pula Allah mengabulkan doanya dan tiba-tiba musibah itu
hilang [10:12, 17:67, 6:47]. Fenomena ini merupakan bukti kebersamaan Allah
dengan manusia pada umumnya. Merupakan sunatullah bahwa Dia harus
mengabulkan doa orang yang terjepit, jika Dia berkehendak, walaupun orang tersebut
orang kafir selama ia selalu berdoa kepada-Nya [27:62, 6:63-64].

2. Ma’iyyatullah khusus
Artinya kebersamaan Allah yang ditujukan khusus untuk orang-orang yang beriman.
Kebersamaan Allah dengan orang-orang yang beriman ialah berupa :

a. Penjagaan dan pemeliharaan Allah


Berkata Abu Abbas Abdullah bin Abbas r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda :
Jagalah Allah, niscaya Ia akan menjagamu. Jagalah allah, niscaya engkau
mendapatkan-Nya di hadapanmu. Bila engkau meminta, mintalah kepada Allah. Dan
bila engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah..”(H.R.
Turmudzi).

b. Pertolongan dan kemenangan dari Allah


Salah satu bentuk kebersamaan Allah terhadap kaum mukmin ialah berupa dukungan-
Nya dalam bentuk pertolongan [47:2] dan pemenuhan janji-Nya [2:40].

Hakikat pertolongan dan kemenangan itu sendiri ialah :


(a) Hanya datang dari sisi Allah

· Orang yang dimenangkan Allah tidak mungkin bisa dikalahkan oleh siapapun dan
kapanpun meskipun seluruh isi bumi bersatu padu untuk mengalahkannya. Begitu
pula sebaliknya [3:160, 8:9-10].

(b) Allah hanya menolong orang yang menolong-Nya

· Siapa yang menolong diin-Nya maka barulah Allah akan menolongnya [47:7, 22:40]

(c) Pertolongan Allah dapat berupa kehancuran bagi orang-orang kafir, sebagaimana
kehancuran kaum pendusta para nabi dan rasul.

(d) Kekalahan merupakan pertolongan yang sebenarnya.


· Yang kita anggap sebagai kekalahan pada hakikatnya merupakan pertolongan yang
sebenarnya. Kekalahan tersebut dapat berupa terbubunuh, di penjara atau dianiaya.
Bukankah dengan terbunuhnya seorang mukmin dapat dikatakan bahwa ia telah
memperoleh syahadah dijalan Allah, seperti yang dicita-citakannya? [3:169, 36:26-27,
9:52]

(e) Kemenangan kaum mukmin tidak dibatasi oleh waktu dan tempat.

· Waktunya terbentang sejak kehidupan dunia hingga akhirat, dan tempatnyapun


terbentang di seluruh bumi Allah. Jika seorang penderita di suatu tempat, pada tempat
lain dia akan memperoleh kemenangan sebagaimana yang dialami oleh Rasulullah
SAW beserta para sahabatnya (memeperoleh kemenangan ketika hijrah ke Madinah).

Karakteristik orang-orang beriman yang akan mendapatkan pertolongan Allah


adalah :
(1) Menjaga perintah, batasan dan hak-hak Allah (H.R. Turmudzi)

(2) Kembali ke Islam yang murni seperti yang dibawa Rasulullah SAW memelihara
kemurnian Islam.

(3) Selalu berdakwah dan berjihad [29:69, 49:15].

(4) Berbuat ikhsan [16:168].

(5) Tabah dan sabar dalam menghadapi cobaan dakwah dan meyakini akan datangnya
pertolongan Allah [2:153].

REFERENSI
Aqidah seorang muslim, Al-Ummah
Al-Umr, Hakikat Pertolongan dan Kemenangan, GIP
Dr. Yusuf Qordhowi, Generasi Mendatang Generasi Yang Menang, GIP
Said Hawwa, Allah, Pustaka Mantiq
Majalah Ishlah, No.56/Th.IV/1996, hal.32

Anda mungkin juga menyukai