Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN KDP

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN


OKSIGENASI PADA “Tn. Q” DENGAN DIARE AKUT
DIRUANG TERATAI RUMKIT TINGKAT III
BALADHIKA HUSADA
JEMBER

OLEH:

Raras Rahmatichasari
N I M 122311101011

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
2016
LAPORAN PENDAHULUAN
OKSIGENASI
Oleh : Raras Rahmatichasari

A. Definisi Gangguan Kebutuhan Dasar


Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme
untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh. Secara normal elemen
ini diperoleh dengan cara menghirup O2 ruangan setiap kali bernafas. Oksigenasi adalah
tindakan, proses, atau hasil pengambilan oksigen. Oksigenasi adalah proses
penambahan oksigen O2 ke dalam sistem (kimia atau fisika). Oksigenasi merupakan gas
tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme sel.
Sebagai hasilnya, terbentuklah karbon dioksida, energi, dan air. Akan tetapi
penambahan CO2 yang melebihi batas normal pada tubuh akan memberikan dampak
yang cukup bermakna terhadap aktifitas sel (Wahit Iqbal Mubarak, 2007).
Kebutuhan fisiologis oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang
digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh, untuk mempertahankan
hidupnya, dan untuk aktivitas berbagai organ atau sel (Ardhiyanti dkk, 2014).
Seseorang yang selama lebih dari 4 menit orang tidak mendapatkan oksigen maka akan
berakibat pada kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki dan biasanya pasien akan
meninggal (Asmadi, 2008).
Terapi oksigen merupakan salah satu terapi pernafasan dalam mempertahankan
oksigenasi. Tujuan dari terapi oksigen adalah untuk memberikan transpor oksigen yang
adekuat dalam darah sambil menurunkan upaya bernafas dan mengurangi stress pada
miokardium. Beberapa metode pemberian oksigen:
1. Low flow oxygen system
Hanya menyediakan sebagian dari udara inspirasi total pasien. Pada umumnya
sistem ini lebih nyaman untuk pasien tetapi pemberiannya bervariasi menurut pola
pernafasan pasien. Pemberian O2 sistem aliran rendah ini ditujukan untuk klien
yang memerlukan O2 tetapi masih mampu bernafas dengan pola pernafasan
normal, misalnya klien dengan Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan
16 – 20 kali permenit (Harahap, 2005). Yang termasuk dalam sistem aliran rendah
yaitu kataeter nasal, kanula nasal, sungkup muka sederhana, sungkup muka dengan
kantong rebreathing, sungkup muka dengan kantong non rebreathing.
a. Kateter nasal
Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 1-6. Keuntungan pemberian O2
stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara, murah dan nyaman serta
dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap. Kerugian Tidak dapat
memberikan konsentrasi O2 lebih dari 45%, tehnik memasuk kateter nasal
lebih sulit dari pada kanula nasal, dapat terjadi distensi lambung, dapat terjadi
iritasi selaput lendir nasofaring, aliran lebih dari 6 L/mnt dapat menyebabkan
nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung, kateter mudah tersumbat
(Harahap, 2005).
b. Kanul nasal
Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 1-6. Keuntungan Pemberian O2
stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur, mudah memasukkan
kanul dibanding kateter, klien bebas makan, bergerak, berbicara, lebih mudah
ditolerir klien. Kerugian tidak dapat memberikan konsentrasi O2 lebih dari
44%, suplai O2 berkurang bila klien bernafas lewat mulut, mudah lepas karena
kedalam kanul hanya 1 cm, mengiritasi selaput lender (Harahap, 2005).
c. Sungkup muka sederhana
Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 5-8. Keuntungan konsentrasi O2
yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal, system humidifikasi
dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlobang besar, dapat
digunakan dalam pemberian terapi aerosol. Kerugian Tidak dapat memberikan
konsentrasi O2 kurang dari 40%, dapat menyebabkan penumpukan CO2 jika
aliran rendah (Harahap, 2005).
d. Sungkup muka dengan kantong rebreathing
Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 8-12. Keuntungan Konsentrasi O2
lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak mengeringkan selaput lender.
Kerugian Tidak dapat memberikan O2 konsentrasi rendah, jika aliran lebih
rendah dapat menyebabkan penumpukan CO2, kantong O2 bisa terlipat
(Harahap, 2005).
e. Sungkup muka dengan kantong non rebreathing
Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 8-12. Keuntungan konsentrasi O2
yang diperoleh dapat mencapi 100%, tidak mengeringkan selaput lendir.
Kerugian kantong O2 bisa terlipat (Harahap, 2005).

2. High flow oxygen system (ventury mask)


Menyediakan udara inspirasi total untuk pasien. Pemberian oksigen dilakukan
dengan konsisten, teratur, teliti dan tidak bervariasi dengan pola pernafasan pasien.
Prinsip pemberian O2 dengan alat ini yaitu gas yang dialirkan dari tabung akan
menuju ke sungkup kemudian dihimpit untuk mengatur suplai O2 sehingga tercipta
tekanan negatif, akibat udara luar dapat diisap dan aliran udara yang dihasilkan
lebih banyak. Aliran udara pada alat ini ± 4–14 L/mnt dan konsentrasi 30 – 55%
(Harahap, 2005).

B. Epidemiologi
Penyakit ini ditularkan secara fekal oral melalui makanan atau minuman yang
tercemar. Di negara berkembang tingginya prevalensi penyakit diare merupakan
kombinasi dari sumber air yang tercemar, kekurangan protein dan kalori yang
menyebabkan turunnya daya tahan tubuh.
Dalam penelitian di Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta Timur 1993 – 1994)
terhadap 123 pasien diare dewasa yang di rawat di bangsal diare akut didapatkan hasil
isolasi dengan E. coli (38,29%), V cholerae (18,29%), Aeromonas sp (14,29%) sebagai
tiga penyebab terbanyak.

C. Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkanklien mengalami gangguan oksigenasimenurut
NANDA 2015-2016 yaitu:
1. Hypoxia
Merupakan kondisi ketidakcukupan oksigen dalam tubuh, dari gas yang diinspirasi ke
jaringan. Penyebab terjadinya hipoksia :
a. gangguan pernafasan
b. gangguan peredaran darah
c. gangguan sistem metabolism
d. gangguan permeabilitas jaringan untuk mengikat oksigen (nekrose).
2. Hyperventilasi
Jumlah udara dalam paru berlebihan. Sering disebut hyperventilasi elveoli, sebab
jumlah udara dalam alveoli melebihi kebutuhan tubuh, yang berarti bahwa CO2 yang
dieliminasi lebih dari yang diproduksi → menyebabkan peningkatan rata – rata dan
kedalaman pernafasan menjadi lebih cepat dari biasanya dan menyebabkan
kehilangan abnormal dari karbon dioksida dalam darah sehingga terjadi peningkatan
alkalinitas darah. Tanda dan gejala :
a. pusing
b. nyeri kepala
c. henti jantung
d. koma
e. ketidakseimbangan elektrolit
3. Hypoventilasi
Ketidak cukupan ventilasi alveoli (ventilasi tidak mencukupi kebutuhan tubuh),
sehingga CO2 dipertahankan dalam aliran darah. Hipoventilasi terjadi jika ventilasi
tidak memadai untuk melakukan pertukaran gas yang diperlukan karena menahan
nafas oleh kondisi medis tertentu.Hipoventilasi dapat menyebabkan asidosis
respiratorik akibat retensi tertahannya CO 2 di dalam paru-paru, sehingga pH akan
turun dan total volume paru-paru berkurang yang dapat ditemukan pada seseorang
yangbernapas cepat dan dangkal. Hypoventilasi dapat terjadi sebagai akibat dari
kollaps alveoli, obstruksi jalan nafas, atau efek samping dari beberapa obat. Tanda dan
gejala:
a. napas pendek
b. nyeri dada
c. sakit kepala ringan
d. pusing dan penglihatan kabur
4. Cheyne Stokes
Bertambah dan berkurangnya ritme respirasi, dari perafasan yang sangat dalam,
lambat dan akhirnya diikuti periode apnea, gagal jantung kongestif, dan overdosis
obat. Terjadi dalam keadaan dalam fisiologis maupun pathologis. Fisiologis :
a. orang yang berada ketinggian 12000-15000 kaki
b. pada anak-anak yang sedang tidur
c. pada orang yang secara sadar melakukan hyperventilasi
d. Pathologis :
e. gagal jantung
f. pada pasien uraemi ( kadar ureum dalam darah lebih dari 40mg%)
5. Kussmaul’s ( hyperventilasi )
Peningkatan kecepatan dan kedalaman nafas biasanya lebih dari 20 x per menit.
Dijumpai pada asidosisi metabolik, dan gagal ginjal.
6. Apneu
Henti nafas , pada gangguan sistem saraf pusat
7. Biot’s
Nafas dangkal, mungkin dijumpai pada orang sehat dan klien dengan gangguan
sistem saraf pusat. Normalnya bernafas hanya membutuhkan sedikit usaha. Kesulitan
bernafas disebut dyspnea.

D. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala klien yang mengalami masalah oksigenasi berdasarkan NANDA
2015-2016:
1. Kesulitanbernafas
2. Nyeri dada
3. Sesaknafas
4. Terlihat adanya penggunaan otot bantu pernafasan dan cuping hidung
5. Kesulitanberbicara
6. Iramatidakteratur
7. Sianosis
8. Hipoksia
9. Pusing

E. Patofisiologi dan Clinical Pathway


Salah satu masalah oksigenasi adalahadanya keluhan sesak nafas (Asmadi, 2008).
Keluhan sesak nafas dapat terjadi pada seseorang yang mengalami gangguan pada sistem
pernafasan. Sesak nafas juga ditermukan pada pasien dengan gangguan pencernaan, yaitu
pada pasien yang memiliki riwayat infeksi lambung. Diare berat pun juga dapat
mengakibatkan sesak napas sehingga mengkibatkan dehidrasi yang memicu terjadinya
gangguan asam basa dalam tubuh. Penyebab sesak napas lainnya seperti psikis karena
panik sering terjadi dan dialami masyarakat. Hal ini karena Asam lambung bisa
mengalami regurgitasi / naik ke arah kerongkongan akibat lemahnya otot sfingter
lambung bagian atas. Rasa sesak nafas yang Anda rasakan bisa berasal dari kondisi
GERD diatas atau karena iritasi / tekanan pada diafragma ke arah atas (paru) akibat
kondisi lambung yang sakit/ kembung. Tekanan ke paru akan membuat pasru sulit
mengembang sehingga kana terasa keluhan sesak nafas.
Diare sekresi merupakan diare dengan volume banyak yang disebabkan oleh
peningkatan produksi dan sekresi air serta elektrolit oleh mukosa usus ke dalam lumen
usus. Diare osmotik terjadi bila air terdorong ke dalam lumen usus oleh tekanan osmotik
dari partikel yang tidak dapat diabsorpsi, sehingga reabsorpsi air menjadi lambat.
Sebagai akibat dari diare baik akut maupun kronik akan terjadi :
a. Kehilangan air (dehidrasi). Dehidrasi terjadi akibat pengeluaran air lebih banyak dari
pemasukan air, merupakan penyebab kematian pada diare.
b. Gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik), terjadi karena kehilangan
natrium bikarbonat bersama tinja, penimbunan asam laktat karena anoksia jaringan,
produk metabolism yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan
ginjal (oligouria/anuria), pemindahan ion natrium dari ekstrasel kedalam intrasel.
Secara klinis asidosis dapat dilihat dari pernapasan Kussmaul.
c. Gangguan sirkulasi. Sebagai akibat diare dengan atau tanpa muntah, dapat terjadi
gangguan sirkulasi berupa renjatan (shock) hipovolemik. Akibatnya perfusi jaringan
berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat dan dapat mengakibatkan
perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak ditangani segera akan terjadi
kematian.
Infeksi lambung, Hiperperistaltik, Toksin

Peningkatan sekresi cairan ke lumen usus

Diare sekresi

Diare akut

Peningkatan frek. Defekasi dan feses cair


Penekanan
diagfragma oleh
asam lambung Defekasi tidak terkontrol

Keluarnya elektrolit berlebih


Paru-paru ikut
terdesak
Defisit volume cairan, asidosis metabolik

Ekspansi dada kurang


maksimal Syok, suplai darah O2 kurang

Sesak nafas

Ketidakefektifan Gangguan Ketidakefektifan Bersihan


pola nafas pertukaran gas jalan nafas
F. Penatalaksanaan Medis
1. Pemeriksaan fungsi paru
Untuk mengetahui kemampuan paru dalam melakukan pertukaran gas secara
efisien.
2. Pemeriksaan gas darah arteri
Untuk memberikan informasi tentang difusi gas melalui membrane kapiler alveolar
dan keadekuatan oksigenasi.
3. Oksimetri
Untuk mengukur saturasi oksigen kapiler
4. Pemeriksaan sinar X dada
Untuk pemeriksaan adanya cairan, massa, fraktur, dan proses-proses abnormal.
5. Bronkoskopi
Untuk memperoleh sampel biopsy dan cairan atau sampel sputum/benda asing
yang menghambat jalan nafas.
6. Endoskopi
Untuk melihat lokasi kerusakan dan adanya lesi.
7. Fluoroskopi
Untuk mengetahui mekanisme radiopulmonal, misal: kerja jantung dan kontraksi
paru.
8. CT-SCAN
Untuk mengintifikasi adanya massa abnormal.

G. Penatalaksanaan Keperawatan (NIC)


1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
a. Pembersihan jalan nafas
b. Latihan batuk efektif
c. Suctioning
d. Jalan nafas buatan
2. Pola Nafas Tidak Efektif
a. Atur posisi pasien ( semi fowler )
b. Pemberian oksigen
c. Teknik bernafas dan relaksasi
3. Gangguan Pertukaran Gas
a. Atur posisi pasien ( posisi fowler )
b. Pemberian oksigen
c. Suctioning

H. Diagnosa Keperawatan yang Sering Muncul (PES)


1. Ketidakefektifan pola nafas b.d gangguan keseimbangan asam basa, proses
penyakit ditandai dengan adanya dispnea, penggunaan otot bantu pernafasan,
pernafasan cuping hidung.
2. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi ditandai dengan
adanya dispnea dan hipoksia serta ditemukaan abnormalitas nilai PaO2 dan PCO2
3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d akumulasi cairan pada saluran nafas
ditandai dengan adanya dispneadan batuk
4. Perencanaan/Nursing Care Plan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi Keperawatan (NIC)
1. Ketidakefektifan pola nafas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama NIC: Status pernafasan dan manajemen jalan nafas
b.d gangguan kardiovaskuler 2 x 24 jam, diharapkan pola nafas efektifdengan 1. Posisikan klien semifowler atau
ditandai dengan adanya kriteria hasil: fowler sesuai indikasi
dispnea, penggunaan otot NOC : Status Pernafasan 2. Kaji tanda-tanda vital klien terutama
bantu pernafasan, pernafasan 1. Frekuensi frekuensi, irama dan kedalamanpernafasan
cuping hidung pernafasan (16-20 x/menit) 3. Auskultasi bunyi paru dan jantung
2. Irama secara periodik
pernafasan (reguler) 4. Ajarkan teknik relaksasi untuk
2. Kedalaman inspirasi dalam batas normal meningkatkan pola nafas efektif seperti nafas
3. Suara auskultasi nafas (tidak ada suara dalam
5. Kolaborasi dengan tim medis terkait
tambahan)
berikan terapi O2
6. Observasi konsentrasi pemberian
terapi O2 yang telah diberikan
7. Monitor status pernafasan dan
oksigenasi secara periodik.

2. Gangguan pertukaran gas b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC:Monitor Pernafasan
ketidakseimbangan ventilasi- selama 2 x 24 jam, diharapkan gangguan 1. Kaji frekuensi,
perfusi ditandai dengan pertukaran gas teratasi dengan kriteria hasil: iramaa, kedalaman dan kesulitan bernafas.
adanya dispnea dan hipoksia NOC : Status pernafasan 2. Catat adanya
serta ditemukaan abnormalitas 1. Tekanan partial oksigen pergerakan dada, ketidaksimetrisan dada saat
nilai PaO2 dan PCO2 dalam darah arteri (PaO2) : 95-100 mmHg inspirasi-ekspirasi, penggunaan otot bantu
dan karbondioksida dalam darah arteri pernafasan
(PaCO2): 35-45 mmHg dalam batas normal 3. Monitor pola nafas
2. pH arteri dalam batas (seperti bradipnea, takipnea, hierventilasi,
normal (Penurunan keasaman pH darah < kusmaul.
7,35 disebut asidosis, sedangkan 4. Monitor saturasi
peningkatan keasaman (pH) >7,45 disebut oksigen (SaO2, SvO2, dan SpO2)
alkalosis) 5. Auskultasi suara
3. Saturasi oksigen (95- nafas tambahan
100%)

3. Ketidakefektifan bersihan Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC: Manajemen Jalan Nafas
jalan nafas b.d akumulasi selama 2 x 24 jam, diharapkan pola nafas 1. Pos
cairan pada saluran nafas efektif dengan kriteria hasil: isikan semifowler-fowler sesuai kenyamanan
ditandai dengan adanya NOC : Status Pernafasan (Kepatenan jalan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
dispnea dan batuk nafas) 2. Kaj
1. Frekue i tanda-tanda vital klien terutama frekuensi,
nsi pernafasan (16-20 x/menit) irama dan kedalaman pernafasan
2. Irama 3. Aus
pernafasan (reguler) kultasi adanya suara nafas tambahan
3. Kedala 4. Kol
man inspirasi aborasikan terkait pemberian oksigen tambahan
5. Mo
nitor status pernafasan dan oksigenasi secara
periodik
5. Daftar Pustaka
Capriyandti, Yusi. 2015. Tukak Lambung
http://www.alodokter.com/komunitas/topic/tukak-lambung diakses pada 13
September pukul 23.05 WIB

Asmadi. 2008. Tekhnik Prosedural Keperawatan, Konsep, Dan Aplikasi Kebutuhan


Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika

Ardhiyanti, Yulrina dkk. 2014. Panduan Lengkap Keterampilan Dasar Kebidanan I.


Yogyakarta: EGC.

Bulechek, dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC), Edisi Keenam.


Singapore: CV Mocomedia-Elsivier Inc.

Harahap. (2005). Oksigenasi Dalam Suatu Asuhan Keperawatan. Jurnal Keperwatan


Rufaidah Sumatera Utara Volume 1

Herdman, T. Heather. 2015. Nanda International Inc, Diagnosis Keperawatan:


Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.

Moorhead, dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC): Pengukuran


Outcomes Kesehatan, Edisi Kelima. Singapore: CV Mocomedia-Elsivier Inc.

Mubarak, Wahit Iqbal. 2007. Buku ajar kebutuhan dasar manusia: Teori & Aplikasi
dalam prakte, Jakarta: EGC

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 2. Jakarta: EGC.

Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai