Anda di halaman 1dari 7

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh Aktivitas Enzim Terhadap Waktu


Tabel 4.1 Data Percobaan Aktivitas Enzim vs Waktu

Variabel Waktu C Aktivitas enzim


6 10,25 -3,89
V1 21 12,25 -0,59
36 14,25 -0,038
51 17,25 0,299
6 8,3 -15,21
V2 21 12,75 -3,17
36 15,5 -1,42
51 18,75 0,65
6 7,5 2,31
V3 21 8,5 0,925
36 16 1,69
51 17 1,30
6 9,5 2,54
V4 21 10 0,85
36 12,25 0,84
51 17,25 1,14

4
2
0
-2 0 10 20 30 40 50 60
aktivitas enzim

-4
-6
-8
-10
-12
-14
-16
-18
waktu

variabel 1 variabel 2 variabel 3 variabel 4

Gambar 4.1 Grafik Pengaruh Waktu Inkubasi Terhadap Aktivitas Enzim

Pada tabel dan grafik percobaan diatas didapatkan nilai kadar glukosa dan
aktivitas enzim sebagai berikut. Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa setiap
variabel dan waktu memiliki nilai aktivitas enzim yang berbeda-beda. Sampel yang
digunakan adalah sekam padi dengan urea 0,2 pada variabel 1, sekam padi dengan
urea 0,6 pada variabel 2 , bekantul dengan pH 5 pada variabel 3 dan pada variabel 4
bekantul dengan pH 9. Pada grafik perbandingan antara waktu terhadap aktivitas

13
enzim. Pada grafik diatas menunjukan perbedaan pada kedua sampel. Pada sampel 1
dan 2 menggunakan sampel sekam padi memiliki pola yang sama yaitu semakin lama
waktu inkubasi, semakin tinggi aktivitas enzim. Berbeda dengan sampel 3 dimana
polanya naik turun dan juga pada sampel 4 dengan pola turun lalu naik.

Mikroorganisme mempunyai masa pertumbuhan yang bervariasi dimana dalam


aktivitas metabolisme tersebut mikroorganisme memiliki beberapa fase dalam
pertumbuhnnya. Pada awal pertumbuhan fase yang dilalui adalah fase pertumbuhan
kemudian aktivitas metabolisme akan menurun setelah mikroorganisme melewati
fase puncak pertumbuhannya, fase penururnan ini disebut fase kematian. Fase –fase
pertumbuhan tersebut sangat berpengaruh terhadap enzim yang dihasilkan oleh
mikroorganisme untuk membantu pencernaan makanannya (Albar Budiman, 2010).
Fase bakteri yang pertama adalah fase lag dimana pertumbuhan bakteri masih tidak
ada, jika dikaitkan dengan isolasi enzim, pada fase inilah saat pertama kali
Aspergillus niger dimasukkan ke dalam erlenmeyer berisi medium cair. Lalu pada
fase kedua adalah fase eksponensial dimana pada fase ini bakteri bertumbuh dengan
cepat sehingga dalam satu medium terdapat jumlah sel bakteri yang mampu mencerna
kandungan-kandungan pada medium cair tersebut dan apabila dihubungkan dengan
isolasi enzim, pada fase inilah aktivitas enzim mulai naik, fase ini terjadi saat media
fermentasi di masukkan kedalam inkubator. Fase selanjutnya adalah fase stasioner
dimana terjadi keadaan stagnan antara pertumbuhan bakteri serta kematian bakteri,
apabila dihubungkan dalam isolasi enzim, disinilah aktivitas enzim mulai stagnan.
Dan fase terakhir adalah fase kematian dimana bakteri sudah tidak banyak melakukan
reproduksi, apabila dikaitkan dengan isolasi enzim, pada fase ini aktivitas enzim
sudah sangat stagnan (Raina, M., 2008).

Dapat disimpulkan bahwa pada data yang didapatkan untuk variabel 1 dan 2
sudah sesuai teori dimana makin lama waktu inkubasi makin tinggi aktivitas enzim.
Akan tetapi untuk variabel 3 dan 4 tidak sesuai teori.

14
4.2 Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Enzim

Tabel 4.2 Data Percobaan Aktivitas Enzim vs pH

Variabel Waktu C Aktivitas enzim


6 7,5 2,31
V3 21 8,5 0,925
36 16 1,69
51 17 1,30
6 9,5 2,54
V4 21 10 0,85
36 12,25 0,84
51 17,25 1,14
3

2.5
aktivitas enzim

1.5

0.5

0
0 10 20 30 40 50 60
waktu inkubasi

variabel 3 variabel 4

Gambar 4.2 Grafik Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Enzim

Pada tabel dan grafik diatas didapatkan dari percobaan variabel 3 dan 4. Pada
variabel ini terjadi perbandingan antara nilai pH dan nilai aktivitas enzim. Pada
praktikum ini membandingkan variabel 3 dan variabel 4 dimana sama- sama
menggunakan bekantul tetapi memiliki pH yang berbeda. didapatkan grafik seperti
pada gambar 4.2 , pada grafik diatas menunjukan bahwa variabel 3 memiliki pola
naik turun mulai dari 2,31 turun ke 0,925 lalu naik ke 16,9 dan terakhir pada menit 51
terdapat di point 1,3. Sedangkan pada variabel 4 diawali dengan turun dari 2,54 ke
0,85 lalu selanjutnya stagnan pada point 0,84 baru akhirnya naik ke point 1,14.

Enzim merupakan suatu protein yang memiliki aktifitas biokimiawi sebagai


katalis suatu reaksi. Karena merupakan suatu protein, enzim ini sangat rentan
terhadap kondisi lingkungan. Adanya perubahan konsenrasi subtrat atau pH
lingkungan akan mengakibatkan aktivitas enzim ikut mengalami perubahan meskipun
masih banyak juga hal lain yang dapat mempengaruhi aktivitas enzime misalnya
temperature atau komposisi media. Karena itu tiap enzim yang mempunyai pH dan
temperatur tertentu yang menyebabkan aktifitasnya mencapai keadaan optimum.
Kondisi pH dan temperatur yang optimum akan mendukung enzim dalam melakukan

15
katalisa suatu reaksi dengan baik. Sedangkan temperatur dan pH yang kurang sesuai
akan mengakibatkan kerusakan atau tidak aktifnya protein dalam suatu enzim
sehingga menyebabkan fungsi dan aktifitas dari enzim tersebut berkurang. pH
optimal untuk aktivitas enzim adalah 5-7 (Albar Budiman,2010).

Pada praktikum ini terdapat data yang tidak sesuai dengan teori. Hal ini terjadi
pada pH yang digunakan dalam percobaan yaitu pada pH 5 dan pH 9. Umumnya
kecepatan reaksi enzimatik meningkat pada pH 7 (optimal), dan pada pH lebih dari 8
aktivitas enzim pun menurun karena telah terlewati pH optimalnya (Lae, Ganz,
2013). Pada data yang telah didapat, kedua grafik yang ditemukan memiliki aktivitas
enzim yang berbeda. Tingkat keasaman media sangat mempengaruhi aktivitas enzim,
dan aktivitas enzim memiliki banyak karakteristik pada pH yang berbeda. Bisa ditarik
kesimpulan bahwa Aspergillus niger secara aktif mendegradasi CMC pada pH asam
(pH 5) yang disebabkan oleh kemampuan bakteri beradaptasi serta mampu tumbuh
cepat dalam lingkungan asam. Sedangkan dalam kondisi basa (pH 9) Aspergillus
niger tidak mengalami aktivitas enzim yang signifikan (Hidayat, Iman, 2005).

4.3 Pengaruh Urea Terhadap Aktivitas Enzim


Tabel 4.3 Data Percobaan Aktivitas Enzim vs Urea

Variabel Waktu C Aktivitas enzim


6 10,25 -3,89
V1 21 12,25 -0,59
36 14,25 -0,038
51 17,25 0,299
6 8,3 -15,21
V2 21 12,75 -3,17
36 15,5 -1,42
51 18,75 0,65

2
0
-2 0 20 40 60
Aktivitas Enzim

-4
-6
-8 Variabel 1 (0,2 gram)
-10 Variabel 2 (0,6 gram)
-12
-14
-16
-18
Waktu (menit)

Gambar 4.3 Grafik Pengaruh Urea Terhadap Aktvitas Enzim

16
Pada tabel dan grafik diatas didapatkan dari percobaan variabel 1 dan 2. Pada
variabel ini terjadi perbandingan antara besar urea dengan nilai aktivitas enzim. Pada
grafik diatas dapat disimpulkan bahwa penambahan urea sebanyak 0,6 gram
memberikan aktivitas enzim yang lebih tinggi dalam selang waktu yang telah
ditentukan apabila dibandingkan dengan penambahan urea sebanyak 0,2 gram.

Kadar urea sangat berpengaruh terhadap aktivitas enzim, dikarenakan pada kadar
tertentu aktivitas enzim dapat mencapai nilai yang optimum. Hal yang dapat diamati
adalah kadar urea yang tinggi serta dengan pH 5 menyebabkan aktivitas enzim
melonjak. Urea merupakan sumber nitrogen yang memegang peranan penting dalam
pertumbuhan fungi/ragi dan bagi pembentukan enzim yang merupakan sebuah protein
(Hamid Abdillah, dkk. 2015). Fungsi urea yang mengandung nitrogen terhadap
aktivitas enzim terletak pada bakteri. Perbandingan carbon dan nitrogen yang sesuai
dalam media produksi enzim akan menghasilkan sel serta produk yang maksimal
dikarenakan sumber nitrogen diperlukan untuk pertumbuhan sel atau bakteri (Rozana,
dkk, 2013).

Dapat disimpulkan bahwa grafik penambahan urea sebanyak 0,6 gram dapat
menyebabkan aktivitas enzim lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan urea 0,2
gram. Hal ini sesuai dengan teori dimana kadar urea merupakan sumber nitrogen
yang berperan dalam pertumbuhan fungi/ragi dan pembentukan enzim pada pH
tertentu sehingga aktivitas enzim pun akan mencapai nilai optimum.

4.4 Pengaruh Sampel Terhadap Aktivitas Enzim


Tabel 4.4 Data Percobaan Aktivitas Enzim vs Sampel

Variabel Waktu C Aktivitas enzim


6 8,3 -15,21
V2 21 12,75 -3,17
36 15,5 -1,42
51 18,75 0,65
6 7,5 2,31
V3 21 8,5 0,925
36 16 1,69
51 17 1,30

17
3

Aktivitas Enzim
0
0 20 40 60
-1 Sekam Padi

-2 Bekatul

-3

-4

-5
Waktu (menit)

Gambar 4.4 Grafik Pengaruh Sampel Terhadap Aktivitas Enzim


Pada tabel dan grafik diatas didapatkan dari percobaan variabel 1 dan 2. Pada
variabel ini terjadi perbandingan antara besar urea dengan nilai aktivitas enzim. grafik
diatas dapat disimpulkan bahwa sampel sekam padi memiliki aktivitas enzim yang
yang baik apabila dibandingkan dengan aktivitas enzim pada sampel bekatul.

Sampel yang memiliki sumber karbon seperti sekam padi dan bekatul sangat
mempengaruhi aktivitas enzim saat isolasi enzim. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Rajeeva Gaur et al, mereka mengatakan bahwa sekam padi dan
bekatul merupakan sumber karbon yang optimal untuk pertumbuhan sel, protein,
serta enzim karena mengandung selulosa yang sifatnya yang dapat diinduksi. Selulase
yang dihasilkan oleh hidrolisis biomassa selulosa dapat bermanfaat untuk protein sel
tunggal, dan sebagainya (Rajeeva Gaur, dkk, 2015).

Dapat dilihat bahwa grafik dengan sampel sekam padi memiliki aktivitas enzim
yang lebih optimal dibandingkan dengan sampel bekatul. Kedua sampel merupakan
sumber karbohidrat yang bermanfaat untuk Aspergillus niger tetapi apabila dilihat
secara teori, bekatul memiliki kandungan karbohidrat yang lebih unggul yaitu 67,58 –
72,74 persen (Wulandari, Mita, dkk, 2010). Sedangkan sekam padi memiliki
kandungan selulosa yang merupakan turunan dari D-glukosa yang merupakan
karbohidrat yaitu 50 persen (Bakri, 2018). Sehingga dari hasil percobaan yang telah
dilakukan dapat disimpulkan bahwa bekatul lah yang memiliki kadar karbohidrat
lebih besar daripada sekam padi dan seharusnya bekatul yang memiliki aktivitas
enzim tinggi.

4.5 Fungsi CMC Sebagai Induser


Induser adalah zat yang ditambahkan kedalam medium produksi enzim untuk
memicu produksi enzim dari suatu bakteri yang diuji yaitu Aspergillus niger
(Pratiwi, Dian, dkk, 2013). Carboxy Methyl Cellulose (CMC) merupakan turunan

18
selulosa kopolimer dua unit β-D glukosa dan β-D-glukopiranosa 2-O-(karboksimetil)-
garam monosodium yang terikat dengan ikatan β-1,4-glikosidik. CMC digunakan
sebagai induser dikarenakan CMC memiliki kelarutan yang lebih tinggi daripada
selulosa sehingga mudah terhidrolisis, dimana hidrolisis CMC menghasilkan gula-
gula sederhana dengan menggunakan enzim yang lebih menguntungkan serta
membantu bakteri menghasilkan enzim yang diperlukan (Masfufatun, 2010).

19

Anda mungkin juga menyukai