Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Transportasi fluida merupakan salah satu operasi teknik kimia yang sering
digunakan dalam industri, karena bahan baku dalam industri banyak yang berupa
fluida. Sistem perpipaan digunakan untuk tempat mengalirnya suatu fluida. Fluida
merupakan suatu zat yang tidak dapat menahan perubahan bentuk secara
permanen, dimana bila diberikan sedikit gaya terhadapnya tidak bisa
mempertahankan bentuknya. Fluida cair yang mengalir dalam sistem perpipaan
dalam industri akan mengalami kehilangan energi karena adanya gesekan antara
fluida dengan fluida dan fluida dengan pipa. Hilangnya energi pada fluida dalam
sistem perpipaan dapat pula disebabkan karena adanya gesekan, belokan,
kontraksi, ekspansi.

1.2. Tujuan Praktikum

Untuk mempelajari kehilangan energi akibat dari suatu sistem perpipaan dan
menentukan hubungan antara efisiensi pompa dengan laju alir fluida.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fluida

Fluida adalah suatu zat yang tidak dapat menahan bentuk secara permanen
yang dapat mengalami perubahan bentuk mengikuti ruang yang ditempatinya.
Terdapat dua jenis fluida, yakni : fluida termampatkan dan fluida tak
termampatkan. Fluida mampu termampatkan (compressible) ialah ketika densitas
fluida mudah dipengaruhi oleh perubahan temperatur dan tekanan. Fluida tak
termampatkan (incompressible) ialah ketika densitas fluida tersebut tidak
terpengaruh oleh banyaknya perubhan tekanan dan suhu. Fluida yang bergerak
(mengalir) akan membentuk suatu pola aliran tertentu.

Jenis aliran fluida jika dibedakan dari jenis pola alirannya, dapat menjadi:

1. Aliran laminar (aliran berlapis)


Aliran dengan fluida yang bergerak seperti berbentuk lapisan – lapisan, yang
tidak saling campur. Aliran ini terjadi pada kecepatan aliran fluida yang
lambat, densitas fluida yang rendah, dan viskositas yang tinggi.
2. Aliran Turbulen (aliran bergolak)
Alirran dengan partikel-partikel bergerak tidak menentu karena terjadi
pencampuran dan eddies dalam aliran.
3. Aliran Transisi
Aliran peralihan dari laminar ke turbulen.
Jenis aliran fluida dapat dibedakan menurut Bilangan Reynoldnya (N Re),
Bilangan Reynold (NRe) merupakan fungsi dari : kecepatan fluida (v), viskositas
(µ), rapat massa (ρ), dan diameter pipa (D). Bilangan Reynold secara sistematis
dapat dirumuskan menjadi persamaan :
ρvD
𝑁𝑅𝑒 = (2.1)
µ

2
Dengan;
- 𝜌 = berat jenis fluida (kg/m3)
- v = kecepatan linier fluida (m/s)
- D = diameter pipa (m)
- 𝜇 = viskositas fluida (kg/m.s)
Jenis aliran bila dibedakan menurut bilangan reynoldnya pada pipa lurus
berbentuk tabung:
NRe< 2100, aliran laminar
NRe> 4000, aliran turbulen
2100 < NRe> 4000 aliran transisi

2.2. Neraca Massa

Persamaan umum neraca massa dapat dituliskan sebagai berikut :

𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑎𝑘𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎
( )=( )− ( )+( )−( ) (2.2)
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑒𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑜𝑛𝑣𝑒𝑟𝑠𝑖

Apabila :
 Neraca massa tanpa reaksi :
- Laju massa yang terbentuk = 0
- Laju massa yang terkonversi = 0
Maka, persamaan neraca massa menjadi :
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑎𝑘𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎
( )=( )−( ) (2.3)
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟
 Neraca massa keadaan tunak :
- Laju akumulasi massa = 0
- Laju massa masuk sama dengan laju massa keluar
Maka, persamaan neraca massa menjadi :
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎
( )=( ) (2.4)
𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟
Dari persamaan 2.4 dapat dibuat model seperti Gambar 2.1.

3
Proses

𝑀𝑖𝑛 𝑀𝑜𝑢𝑡

Gambar 2.1 Neraca massa sistem aliran fluida

Maka persamaan neraca massa menjadi :


Min = Mout (2.5)
(𝜌.Q)in = (𝜌.Q)out (2.6)
Jika tidak ada perubahan densitas, maka persamaannya menjadi :
Ain . vin = Aout . vout (2.7)
𝜋 𝜋
𝐷𝑖𝑛 2 𝑣𝑜𝑢𝑡 = 4 𝐷𝑖𝑛 2 𝑣𝑜𝑢𝑡 (2.8)
4
𝐷 2
𝑣 = 𝐷22 𝑣𝑜𝑢𝑡 (2.9)
1

Dengan;
- Q = laju alir volumetrik fluida (m3/s)
- 𝜌 = berat jenis fluida (kg/m3)
- 𝐴 = luas penampang pipa (m2)
- D = diameter pipa (m)
- v = laju alir linier fluida (m/s)

2.3. Neraca Energi

Heater V2ρ2
Proses
P2
Q
V1ρ1
P1
Z1 Ws Z2

Gambar 2.2. Contoh sistem perpipaan

4
Dari Gambar 2.2 dapat dibuat model matematis sebagai berikut :
Laju energi masuk = laju energi keluar + selisih energi yg tersedia dalam sistem
Q = W + (E2 –E1) (2.10)

Sedangkan:

E2 –E1 = (U2-U1) +
1
2

2 2

v 2  v1 + (Z2 – Z1)g (2.11)

Dari persamaan 2.10 dan 2.11 diperoleh:

(U2-U1) +
1
2

2 2

v 2  v1 + (Z2 – Z1)g = Q – W (2.12)

(U2-U1) +
1
2

2 2

v 2  v1 + (Z2 – Z1)g = Q –(P2V2 – P1V1) - Ws

(U2 + P2V2 ) - (U1 + P1V1) +


1
2
2 2

v 2  v1 + (Z2 – Z1)g = Q - Ws

H2 - H1+
1
2
 2 2

v 2  v1 + (Z2 – Z1)g = Q - Ws (2.13)

Pada gambar sistem aliran fluida :

 Isotermal (∆T = 0)

 Tidak ada gesekan antara fluida terhadap dinding pipa → ∑F = 0


 Tidak ada kerja (Ws = 0)

 Tidak ada panas yang masuk maupun yang keluar (Q = 0)

Persamaan neraca energinya menjadi:

P2V2 - P1V1 +
1
2

2 2

v 2  v1 + (Z2 – Z1)g = 0 (2.14)

Bila V = volume fluida per-satuan massa (1/ρ) :

P2(1/ρ) 2 - P1(1/ρ) 1 +
1
2
 2

v 2  v1 + (Z2 – Z1)g = 0
2

5
P
1 1 2
(v2  v1 )  g ( Z 2  Z1 )   dP   F  Ws  0
2 2

2  P1

1 P  P1
(v 2  v1 )  g ( Z 2  Z 1 )  2 0
2 2
(2.15)
2 

Dengan ;
- v = kecepatan linier fluida (m/s)
- g = percepatan gravitasi (m/s2)
- 𝛼 = faktor koreksi, dimana :
 Aliran laminer = 0.5
 Aliran transis =1
 Aliran turbulen =1
- Z = ketinggian (m)
- P = tekanan (N/m2)
- 𝜌 = berat jenis fluida (kg/m3)

2.4. Orifice Meter


Orifismeter adalah alat pengukuran laju alir yang didasarkan kepada beda
tekan. Penurunan penampang arus aliran melalui orifis itu menyebabkan head
kecepatan meningkat tetapi head tekanan menurun, dan penurunan tekanan antara
kedua titik sadap diukur dengan manometer, hal ini dapat dilihat pada Gambar
2.3.

Gambar 2.3. (a) Orifice meter (b) Orifice

6
Persamaan Bernoulli memberikan dasar untuk mengkorelasi peningkatan-
peningkatan head kecepatan dengan penurunan head tekanan. Persamaan
Bernoulli yang dapat diterapkan pada orifice meter ini adalah:
½ ( v2 2 – v1 2 ) + g (Z2 – Z1) + 1/ (P2 – P1) = hL (2.16)

dimana :

- Δv = perbedaan kecepatan (m/s)


- ΔZ = perbedaan ketinggian (m)
- ΔP = perbedaan tekanan (N/m2)
- g = percepatan gravitasi (m/s2)
-  = densitas fluida (kg/m3)
- hL = energi yang tidak termanfaatkan (head loss), J/kg

2.4.1. Kalibrasi Orifice Meter


Prinsip kalibrasi orifice meter ialah mengukur waktu yang dibutuhkan untuk
menampung fluida sampai mencapai volume tertentu pada setiap ∆h orifice yang
berbeda, ∆h orifice dapat dilihat seperti pada Gambar 2.3.
Laju alir fluida dalam orifice adalah sebagai berikut:

Q = V/t (2.17)

Dengan ;

- Q = laju alir volumetrik (m3/s)


- V = volume fluida (m3)
- t = waktu (s)

Beda ketinggian pada orifice meter dapat di gunakan untuk menentukan beda
tekan yang terjadi dalam orifice meter. Beda tekan yang terjadi dalam orifice
meter adalah sebagai berikut:

Po = .g. ho (2.18)

7
Dengan ;

- ∆Po = beda tekan pada orifice meter (N/m2)


- 𝜌 = berat jenis fluida (kg/m3)
- 𝑔 = percepatan gravitasi (m/s2)
- ∆ho = beda ketinggian pada orifice meter (m)

Untuk mengukur selisih tekanan P pada orifismeter dilengkapi dengan


manometer, biasanya menggunakan manometer pipa seperti pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Manometer U

Dari statika fluida, tekana dititik 1 sama dengan tekanan dititik 2.

P1=P2

Pa + ρ.g. h1 = Pb +ρ.g.h2 +ρ2.g.Δh

Pa + ρ.g (h2 + Δh) = Pb + ρ1 g h2 + ρ2 g Δh

Pa – Pb = ρ.g.h2 +ρ2.g.Δh – ρ.g (h2 + Δh)

Pa – Pb = ρ2.g.Δh – ρ.g.Δh

Pa – Pb = (ρ2-ρ)g.Δh (2.19)

Q = k (Pa – Pb)0.5 (2.20)

Q = k' (Δh)0,5 (2.21)

8
Persamaan 2.21 belum dapat diketahui karena harga k', harga k' ditentukan
dengan cara mengkalibrasi orifismeter tersebut. Jika kita mengalirkan fluida
melalui orifis dengan mengubah-ubah laju alir, maka beda tinggi cairan dalam
manometer (Δh) pun akan berubah-ubah. Laju alir diplot terhadap h sehingga
diperoleh kurva kalibrasi sepeti pada Gambar 2.5. Pangkat dari Δh idealnya 0,5
tetapi tidak harus 0,5 bisa sedikit lebih besar maupun lebih kecil yakni 0  n  1.

∆h

Gambar 2.5. Contoh kurva kalibrasi orifismeter

2.5. Hilang Tekan


Hilang tekan adalah jumlah energi yang diperlukan untuk mempertahankan
aliran fluida dimana selalu ada gaya geser yang bekerja terhadap fluida dengan
penambahan energi dari luar. Dalam suatu aliran fluida terjadi gesekan antara
fluida dengan pipa. Gesekan yang timbul tersebut menyebabkan kehilangan energi
atau friction loss (F) .
 Hilang energi karena kontraksi (penyempitan)
𝐴 2 𝑣2 2
𝐻𝑐 = 0.55 (𝐴2 ) . (2.22)
1 2𝛼

 Hilang energi karena ekspansi (pelebaran)


𝐴 2 𝑣2
𝐻𝑐 = (𝐴1 ) . (2.23)
2 2𝛼

 Hilang energi karena pipa lurus


∆𝐿 𝑣2
𝐹𝑓 = 4 . 𝑓. . 2𝛼 (2.24)
𝐷

9
 Hilang energi karena hambatan lain seperti ellbow, tee, kerangan, sambungan
dll
𝑣2
𝐻𝑓 = 𝐾𝑓 . 2𝛼 (2.25)

2.6. Pompa
Pompa sentrifugal berguna untuk memberikan atau menambah kecepatan
pada cairan dan merubahnya menjadi tinggi tekan (head) . Pompa terdiri dari :
- Baling-baling (blade)
- Rumah (casing) tempat baling-baling bekerja
- Stuffing box, yang merupakan penghubung casing dengan motor
Pompa sentrifugal memiliki dua perangkat utama, yaitu :
- Impeler, yang bekerja untuk meningkatkan energi kinetik fluida pada tekanan
tetap.
- Diffuser, berfungsi untuk mengubah energi kinetik dengan tujuan
meningkatkan tekanan.
Untuk efisiensi pompa dapat dicari dengan persamaan :
𝑚 . (−𝑊𝑠 )
ɳ= (2.26)
𝑊𝑝

Dengan ;
- ɳ = efisiensi pompa
- m = laju alir massa
- ws = kerja pompa
- wp = daya pompa

10
BAB III
METODELOGI PERCOBAAN

Pada praktikum kali ini, bertujuan untuk mencari hubungan head loss
dengan laju alir atau kecepatan fluida untuk komponen-komponen sistem
perpipaan seperti pada pipa lurus, kerangan sambungan belokan. Dan mencari
hubungan efisiensi pompa terhadap laju alir fluida.

3.1. Alat dan Bahan Percobaan


Alat- alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini ialah :
1. Rangkaian alat seperti pada Gambar 3.1
2. Gelas ukur
3. Stopwatch
4. Orifismeter
5. Manometer pipa U
6. Manometer gondok
7. penggaris
8. Meteran
9. CCl4
10. Raksa
11. Air

11
2

C B A

Gambar 3.1 Skema alat

12
3.2. Cara Kerja
3.2.1. Kalibrasi Alat Ukur Laju Alir
Kalibrasi alat ukur laju alir dalam praktikum ini alat ukur laju alir yang
digunakan ialah orifice meter, dengan prinsip megukur waktu yang diperlukan
untuk mencapai volume tertentu pada ∆h orifice meter yang berbeda-beda dengan
arah aliran seperti pada Gambar 3.1. Untuk diagram alir kalibrasi alat ukur laju
alir dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Mengisi manometer U dengan air raksa

Mengisi air pada tangki 1 dari sumber air ±


½tangki

Membuka kerangan sehingga air mengalir


dari tangki 1 menuju tangki 2, kemudian
menyalakan pompa

Membuka kerangan dari tangki 2 supaya


fluida mengalir menuju tangki 1

Menyambungkan selang orifice dengan


manometer U

Mengatur kerangan keluaran tangki 2 hingga


∆h orifice tertentu pada manometer U

Mengukur waktu yang dibutuhkan untuk


menampung fluida sampai volume tertentu
pada stiap ∆h orifice yang berbeda

Membuat kurva kalibrasi dengan memplot


laju alir terhadap ∆h orifice

Gambar 3.2. Diagram alir kalibrasi alat ukur laju alir

13
3.2.2. Pengukuran Beda Tekan
Prinsip yang digunakan untuk pengukuran beda tekan ialah mengukur beda
tekan disetiap komponen perpipaan pada beda tekan orifice berbeda untuk
mendapatkan head loss dengan arah aliran seperti pada Gambar 3.1. Diagram alir
pengukuran beda tekan dapat dilihat pada Gambar 3.3.

Mengisi manometer gondok dengan CCl4

Menyambungkan selang dari komponen


dengan manometer gondok

Mengukur ∆h manometer gondok pada


setiap ∆h orifice yang berbeda-beda

Menghitung Head loss pada setiap ∆h CCl4


yang berbeda

Gambar 3.3. Diagram alir pengukuran beda tekan

3.2.3. Pengukuran Efisiensi pompa


Prinsip pengukuran efisiensi pompa ialah dengan mengukur waktu yang
diperlukan untuk menampung fluida untuk mencapai volume tertentu pada ∆h
orificemeter yang berbeda dengan arah aliran seperti pada Gambar 3.4. Dan
mengukur panjang pipa pada sistem perpipaan yang dilewati fluida, menghitung
jumlah belokan, sambungan, dan kerangan pada sistem perpipaan yang dilewati
fluida. Diagram alir pengukuran efisiensi pompa dapat dilihat pada Gambar 3.5.

14
Gambar 3.5. Skema alat

15
Mengisi manometer U dengan air raksa

Mengisi air pada tangki 1 dari sumber air ±


½tangki

Menutup kerangan yang menuju tangki 2 dari


tangki 1, membuka kerangan supaya fluida
mengalir dari tangki 1 menuju keluaran

Menyambungkan selang orifice dengan


manometer U

Mengatur kerangan keluaran tangki 1 hingga


∆h orifice tertentu pada manometer U

Mengukur waktu yang dibutuhkan untuk


menampung fluida sampai volume tertentu
pada stiap ∆h orifice yang berbeda

Membuat kurva kalibrasi dengan memplot


laju alir terhadap ∆h orifice

Mengukur panjang pipa lurus, menghitung


jumlah belokan, sambungan dan kerangan
yang dilewati fluida dari tangki 1 menuju
keluaran, dan mencatat daya pompa

Membuat kurva kalibrasi dengan memplot


laju alir terhadap ∆h orifice yang berbeda

Menghitung efisiensi pompa

Gambar 3.5. Diagram alir mengukur efisiensi pompa

16
BAB IV

HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Kurva Kalibrasi Orifice Meter

Pada saat kalibrasi alat ukur laju alir yang digunakan pada percobaan kali
ini ialah orifice didapat hubungan semakin besar beda tekan maka laju alir fluida
semakin besar juga hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.1 yang menyatakan
hubungan laju alir fluida dengan beda tekan pada orifice meter pada kurva ini
didapat persamaan Q = 5x10-5 Δh0,5356 maka didapat nilai parameter k= 5x10-5
dan nilai n= 0.5356.

Gambar 4.1 kurva kalibrasi orifice meter

17
4.2. Kurva Hubungan Head Loss Terhadap Laju Alir
4.2.1. Kurva Hubungan Head Loss Terhadap Laju Alir pada Pipa Lurus

Pada komponen pipa lurus dikarenakan jenis aliran fluida pada percobaan
ini ialah turbulen dapat dilihat pada Tabel C.2 Perhitungan head loss pada pipa
lurus. Maka hanya ada satu kurva hubungan headloss terhadap laju alir dan
didapat hubungan semakin besar laju alir fluida maka semakin besar juga head
loss pada komponen pipa lurus hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.2 dari kurva
tersebut didapat persamaan head loss = 0,8727 v2/2 dimana friction loss pada pipa
lurus dengan panjang pipa 3.505m ialah 1.2449x10-3.

kurva hubungan head loss terhadap


laju alir pada pipa lurus
0.14
0.12
0.1
0.08
head loss (j/kg)
0.06 Series1
0.04 Linear (Series1)
0.02
0
0 0.05 0.1 0.15 0.2
head loss = 0,8727 v2/2 v2/2 (m/s)

Gambar 4.2 kurva hubungan head loss terhadap laju alir pada pipa lurus

4.2.2. Kurva Hubungan Head Loss Terhadap Laju Alir pada Sambungan

Pada komponen sambungan hubungan head loss dengan laju alir berbanding
lurus karena semakin besar laju alir maka semakin besar juga head loss pada
komponen sambungan hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.3 dari kurva hubungan
head loss pada komponen sambungan terhadap laju alir didapat persamaan head
loss = 0,1625 v2/2 maka nilai koefisien gesek pada komponen sambungan ialah
0.1625.

18
kurva hubungan head loss terhadap
laju alir pada sambungan
0.03
0.025
0.02 kurva hubungan head
head loss (j/kg) 0.015 loss terhadap laju alir
pada sambungan
0.01
Linear (kurva hubungan
0.005 head loss terhadap laju
0 alir pada sambungan)
0 0.05 0.1 0.15 0.2
head loss = 0,1625 v2/2 v2/2 (m/s)

Gambar 4.3 kurva hubungan head loss terhadap laju alir pada sambungan

4.2.3. Kurva Hubungan Head Loss Terhadap Laju Alir pada Belokan

Pada komponen belokan hubungan head loss dengan laju alir berbanding
lurus karena semakin besar laju alir maka semakin besar juga head loss pada
komponen belokan hal ini dapat dilihan pada Gambar 4.4 dari kurva hubungan
head loss pada komponen belokan terhadap laju alir diperoleh persamaan head
loss = 0,276 v2/2 maka nilai koefisien gesek pada komponen belokan ialah 0.276.

kurva hubungan head loss terhadap


laju alir pada belokan
0.05

0.04
kurva hubungan head
0.03
head loss (j/kg) loss terhadap laju alir
0.02 pada belokan
Linear (kurva hubungan
0.01
head loss terhadap laju
0 alir pada belokan )
0 0.05 0.1 0.15 0.2
head loss = 0,276 v2/2 v2/2 (m/s)

Gambar 4.4 kurva hubungan head loss terhadap laju alir pada
belokan 19
4.2.4. Kurva Hubungan Head Loss Terhadap Laju Alir pada Kerangan

Pada komponen kerangan hubungan head loss dengan laju alir berbanding
lurus, dapat dilihat pada Gambar 4.5 laju alir semakin besar maka head loss pada
komponen kerangan semakin besar juga dari kurva hubungan head loss pada
komponen kerangan terhadap laju alir diperoleh persamaan head loss = 0,0642
v2/2 maka koefisien gesek pada kerangan ialah 0.0642.

kurva hubungan head loss terhadap


laju alir pada kerangan
0.012
0.01
kurva hubungan head
0.008 loss terhadap laju alir
head loss (j/Kg) 0.006 pada kerangan

0.004
Linear (kurva
0.002 hubungan head loss
0 terhadap laju alir pada
0 0.1 0.2 kerangan)
head loss = 0,0642
v2/2 v2/2 (m/s)

Gambar 4.5 kurva hubungan head loss terhadap laju alir pada kerangan

4.3. Kurva Hubungan Efisiensi Pompa Terhadap Laju Alir

Pada hubungan efisiensi pompa terhadap laju alir fluida diperoleh hubungan
yang berbanding lurus karena semakin besar laju alir maka semakin besar juga
efisiensi pompa hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.6.

20
kurva hubungan efisiensi pompa
terhadap laju alir
2

1.5

efisiensi (%) 1
kurva hubungan
efisiensi pompa
0.5 terhadap laju alir

0
0 0.2 0.4 0.6
laju alir (m/s)

Gambar 4.6 kurva hubungan efisiensi pompa terhadap laju alir

21
BAB V

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan aliran fluida ini adalah :

 Semakin besar beda tekan pada orifice meter maka semakin besar juga laju alir
fluida
 Semakin besar laju alir fluida maka semakin besar juga head loss pada
komonen pipa lurus
 Semakin besar laju alir fluida maka semakin besar juga head loss pada
komponen kerangan
 Semakin besar laju alir fluida maka semakin besar juga head loss pada
komponen sambungan
 Semakin besar laju alir fluida maka semakin besar juga head loss pada
komponen belokan
 Semakin besar laju alir fluida maka semakin besar juga efisiensi pompa.

22
DAFTAR PUSTAKA

Buku Petunjuk Praktikum Laboratorium Teknologi Kimia I.Laboratorium


Teknologi Kimia-Jurusan Teknik Kimia. Cimahi: UNJANI
Buku Petunjuk Praktikum Pengenalan Laboratorium Teknologi
Kimia.Laboratorium Teknologi Kimia-Jurusan Teknik Kimia.Cimahi:
UNJANI
Nugroho, Adi Febrianto.Diktat Operasi Teknik Kimia I.Cimahi: Jurusan Teknik
Kimia UNJANI.
Geankoplis, Christie J.,2003. Transport Process and Unit Operations, 4th Edition,
PT R Prentice- Hall Inc, America

23

Anda mungkin juga menyukai