PENDAHULUAN
A. Kateter
1. Jenis Kateter
Kateter dibedakan menurut ukuran, bentuk, bahan, sifat pemakaian, sistem
pengunci dan jumlah percabangannya
a. Ukuran Kateter.
Ukuran kateter dinyatakan dalam skala Cheriere’s (French). Ukuran ini
merupakan ukuran diameter luar kateter. 1 Cheriere (Ch) atau 1 French
(Fr) = 0,33 mm atau 1 mm = 3 Fr. Jadi kateter yang berukuran 18 Fr
artinya diameter luar kateter itu adalah 6mm. Kateter yang mempunyai
ukuran sama belum tentu mempunyai diameter lumen yang sama karena
perbedaan bahan dan jumlah lumen pada kateter itu (Geng, 2012).
b. Bahan Kateter
Bahan kateter dapat berasal dari logam (stainless) dan karet (lateks),
latek dengan lapisan silikon (siliconized) dan silikon. Perbedaan bahan
kateter menentukan biokompatibilitas kateter di dalam buli-buli,
sehingga akan mempengaruhi pula daya tahan kateter yang terpasang di
buli-buli (Geng, 2012).
c. Bentuk dan Tipe Kateterisasi .
Straight catheter merupakan kateter yang terbuat dari karet (lateks),
bentuknya lurus dan tanpa ada percabangan. Contoh kateter jenis ini
adalah kateter Robinson dan kateter Nelaton
B. Ruptur Uretra
1. Definisi Ruptur Uretra
Ruptur uretra merupakan salah satu kasus kegawatdaruratan urologi karena
adanya trauma lain yang lebih mengancam nyawa. Ruptur uretra lebih sering
terjadi pada laki-laki dibanding wanita, dan biasanya berkaitan dengan fraktur
pelvis atau straddle injury (Kusumajaya, 2018).
2. Klasifikasi
Klasifikasi sesuai dengan anatomi dan derajatnya. Secara anatomi uretra
dibagi menjadi 2 bagian, yaitu uretra posterior dan anterior. Disebut trauma
uretra posterior jika terjadi proksimal dari membran perineal pada uretra
prostatika atau uretra membranasea, sedangkan trauma uretra anterior
melingkupi uretra bulbar dan pendulosa sampai ke fosa navikularis. Menurut
derajatnya, ruptur uretra dibagi menjadi ruptur inkomplit dan ruptur komplit.
Klasifikasi Goldman digunakan untuk menentukan derajat trauma uretra
(Zaid, 2015).
3. Epidemiologi
Cedera saluran kemih memiliki proporsi 10% dari seluruh kasus trauma.
Trauma uretra mencakup 4% dari seluruh trauma saluran kemih, terutama
disebabkan fraktur pelvis pada kecelakaan lalu lintas dan kasus jatuh dari
ketinggian. Lebih panjangnya uretra pada laki-laki, menyebabkan kasus
trauma uretra lebih sering pada laki-laki. Sejumlah 65% kasus merupakan
ruptur komplit dan 35% inkomplit. Trauma saluran kemih bawah dapat
membahayakan jiwa ataupun berdampak pada kualitas hidup. Pemeriksaan
yang efektif dan efisien, serta penatalaksanaan yang cepat dan tepat penting
untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas (Kusumajaya, 2018)..
4. Etiologi
Trauma uretra dapat disebabkan trauma tumpul, trauma tajam, atau trauma
iatrogenic (Elgama, 2009). Pada 20% kasus fraktur penis juga dapat
ditemukan ruptur uretra, terutama uretra bagian pendulosa (Chiu,
2015).Trauma tajam paling sering disebabkan oleh luka tembak dan luka
tusuk. Tercatat 75% kasus fraktur pelvis disertai ruptur uretra (Lumen, 2015).
Trauma iatrogenic tersering pada instrumentasi endoskopi dan pemasangan
kateter uretra. Penyebab trauma uretra lainnya adalah perilaku seksual, fraktur
penis, dan stimulasi intralumen uretra (Chiu, 2015).
5. Patofisiologi
Trauma dengan fraktur pelvis sebagian besar disertai trauma uretra posterior.
Pada kasus trauma uretra posterior, uretra pars membranasea atau pars
prostatika merupakan bagian prostat yang ruptur. Fraktur pelvis menembus
lantai pelvis dan sfingter volunter, dan robekan ligamen puboprostatik akan
merobek uretra membranosa dari apeks prostat. Kemudian akan terbentuk
hematoma di retropubis dan perivesika. Pada kasus straddle injury terjadi
trauma tumpul daerah perineum, bagian uretra yang ruptur adalah uretra pars
bulbosa, karena tekanan objek dari luar menyebabkan kompresi uretra bulbosa
dengan simfisis pubis sehingga terjadi kontusio atau laserasi dinding uretra
(Lumem, 2015).
6. Penegakan Diagnosis
Evaluasi lanjutan untuk mencari cedera uretra dianjurkan pada semua pasien
trauma multipel, terutama yang jika ada darah di meatus, hematom/ekimosis
penis/perineal, retensi urin, distensi kandung kemih, dan riwayat trauma
(straddle injury) (Bent, 2008). Pemeriksaan fisik yang harus dilakukan adalah
pemeriksaan colok dubur, selain untuk menemukan prostat letak tinggi yang
menandakan adanya rupture uretra, juga dapat menyingkirkan cedera rektal.
Pemeriksaan radiologis uretrografi retrograde (RUG) direkomendasikan
karena dapat menunjukkan derajat ruptur uretra, parsial atau komplit, serta
lokasinya, baik anterior maupun posterior, sehingga dapat menentukan pilihan
tatalaksana akut drainase kandung kemih (Alwaal, 2015). Pemeriksaan RUG
merupakan pemeriksaan awal, dilakukan dengan injeksi 20-30 ml materi
kontras sambil menahan meatus tetap tertutup, kemudian balon kateter
dikembangkan pada fosa navikularis. RUG dapat mengidentifikasi lokasi
cedera. Ruptur inkomplit ditandai ekstravasasi uretra saat buli terisi penuh,
sedangkan ruptur komplit ditandai ekstravasasi masif tanpa pengisian buli.
Ekstravasasi dapat terlihat hanya dibadan korpus jika fasia Bucks masih intak,
dan akan terlihat hingga ke skrotum, perineum, dan abdomen anterior jika
fasia Bucks telah robek. Uretroskopi juga dapat menjadi pilihan yang baik
karena berfungsi diagnostic ataupun terapeutik pada cedera uretra akut.
Uretroskopi menjadi pilihan pemeriksaan pertama pada kasus fraktur penis
dan pada pasien perempuan.
7. Prognosis
Ruptur uretra parsial dapat ditatalaksana secara konservatif dengan
pemasangan kateter uretra atau suprapubik dan memiliki risiko striktur lebih
rendah. Sebaliknya, rupture uretra komplit ditatalaksana dengan tindakan
operatif berupa realignment endoskopik atau uretroplasti, dan memiliki risiko
tinggi striktur uretra. Jika terbentuk striktur uretra, harus dilakukan uretrotomi
atau dilatasi uretra.
8. Tatalaksana
Tatalaksana awal kegawatdaruratan bertujuan untuk menstabilkan kondisi
pasien dari keadaan syok karena perdarahan; dapat berupa resusitasi cairan
dan balut tekan pada lokasi perdarahan. Pemantauan harus dilakukan pada
hidrasi agresif. Selanjutnya, drainase urin harus segera dilakukan karena
ketidakmampuan berkemih.Pemantauan status volume serta drainase urin
membutuhkan pemasangan kateter uretra, namun pemasangan kateter uretra
masih kontoversial mengingat risiko rupture inkomplit menjadi komplit
karena prosedur pemasangannya. Diversi dengan kateter suprapubik lebih
disarankan.
DAFTAR PUSTAKA
Alwaal A, zaid UB, Blaschko SD, Harris CR, Gaither TW, McAninch JW, et al. 2015.
The incidence, causes, mechanism, risk factors, classification, and diagnosis of
pelvic fracture urethral injury. Arab Journal of Urology 13: 2-6).
Bent C, Iyngkaran T, Power N, Matson M, Hajdinjak T, Buchholz N, et al. 2008.
Urological injuries following trauma. Clinical Radiology 63: 71-1361.
Chiu HC, Chang CH, Hsieh PF.2015. Isolated urethral rupture related to sexual
intercourse in male and literature review 12(6): 4-2462
Geng V, dkk. Catheterisation, Indwelling catheters in adults, Urethral and Suprapubic.
European Association of Urology Nurses. 2012
Kusumajaya, Chirstoper. 2018. Diagnosis dan Tatalaksana Ruptur Uretra. Journal CDK
45 (5) : 340-342.
Lumen N, Kuehhas FE, Djakovic N, Kitrey ND, Serafetinidis E, Sharma DM, et al.
2015. Review of the current management of lower urinary tract injuries by the
EAU trauma guidelines panel. Eururo 60 : 1-5.
Rebeo L. Urinary Catheterization. Available from
http://meds.queensu.ca/central/assets/modules/ts-urinary-
catheterization/index.html. Diakses 14 Juni 2019
Zaid UW, Bayne DB, Harris CR, Alwaal A, McAninch JW, Breyer BN. 2015.
Penetrating trauma to the ureter, bladder, and urethra. Curr Trauma Rep 1: 24-
119.