Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Munculnya Manajemen Berbasis Sekolah(MBS) tak lepas dari kinerja pendidikan suatu
negara berdasarkan sistem

Sebelumnya berbagai inovasi yang diterapkan untuk meningkatkan kualitas pndidikan


difokuskan pada lingkup kelas, seperti sperti perbaikan kurikulum, profesionalisme guru, mitode
pengajaran, dan sistem evaluasi yang kesemunya itu kurang memberikan hasil maksimal.
Bersamaan dengan berbagai upaya itu, pada tahun 1980-an terjadi perkembangan yang
menggembirakan di bidang manajemen modern, yaitu atas keberhasilan penerapanya di industri
dan organisasi komersial.

Pendidikan yang ada sebelumnya. Di hongkong misalnya, kemunculan MBS


dilatarbelakangi kurang baiknya sistem pendidikan saat itu. Antara tahun 1960-an hingga 1970-
an berbagai inovasi dilakukan melalui pengnalan kurikulum baru dan pendekatan metode
pengajaran baru dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan, namun hasilnya tidak
memuaskan. Demikian juga di banyak negara lain seperti Kanada, Amerika Serikat, Australia,
Inggris, Prancis, Selandia Baru, dan Indonesia.

Keberhasilan aplikasi manajemen modern itulah yang kemudian diadopsi untuk di terapkan
di dunia pendidikan. Sejak saat itu masyarakat mulai sadar bahwa untuk meningkatkan kualitas
pndidikan perlu melompat atau keluar dari lingkup pengajaran didalam kelas secara sempit ke
lingkup organisasi sekolah. Oleh karena itu, diperlukan reformasi sistem secara struktural dan
gaya manajemen sekolah.

Oleh karena itu kami memilih judul model Manajemen Berbasis Sekolah di Indonesia

1.2 TUJUAN
Tujuan pembuatan makalah ini adalah :
1.2.1 Mengetahui makna manajemen berbasis sekolah.
1.2.2 Mengetahui elemen-elemen pokok MBS.
1.2.3 Mengetahui fungsi dari MBS.
1.2.4 Mengetahui bangunan manajemen berbasis sekolah

1.3 RUANG LINGKUP MATERI


MBS merupakan paradigma baru pendidikan yang memberikan otonomi luas pada tingkat
sekolah dengan maksud agar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan
mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan. MBS merupakan paradigma baru
pendidikan yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah dengan maksud agar sekolah
leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan
prioritas kebutuhan. Pada sistem MBS sekolah dituntut secara mandiri menggali,
mengalokasikan, menentukan prioritas, mengendalikan, dan mempertanggungjawabkan
pemberdayaan sumber-sumber, baik kepada masyarakat maupun pemerintah. MBS juga
merupakan salah satu wujud dari reformasi pendidikan yang menawarkan kepada sekolah untuk
menyediakan pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi siswa. Hal ini juga berpotensi untuk
meningkatkan kinerja staf, menawarkan partidipasi langsung kepada kelompok-kelompok
terkait, dan meningkatkan pemahaman kepada masyarakat terhadap pendidikan. Pengertian MBS
“Suatu konsep yang menempatkan kekuasaan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan
pendidikan diletakkan pada tempat yang paling dekat dengan proses belajar mengajar “ Tujuan
MBS Tujuan utama penerapan MBS pada intinya adalah untuk penyeimbangan struktur
kewenangan antara sekolah, pemerintah daerah pelaksanaan proses dan pusat sehingga
manajemen menjadi lebih efisien. Kewenangan terhadap pembelajaran di serahkan kepada unit
yang paling dekat dengan pelaksanaan proses pembelajaran itu sendiri yaitu sekolah. Disamping
itu untuk memberdayakan sekolah agar sekolah dapat melayani masyarakat secara maksimal
sesuai dengan keinginan masyarakat tersebut. Tujuan penerapan MBS adalah untuk
memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui kewenangan (otonomi) kepada sekolah dan
mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif.

BAB II
LANDASAN TEORI

1. Kepemimpinan Kepala Sekolah


Kepemimpinan merupakan salah satu bagian dari manajemen (Nasution, 2005: 200). Lebih
lanjut, Siagian (2002: 62), mengemukakan bahwa kepemimpinan memainkan peranan yang
dominan, krusial, dan kritikal dalam keseluruhan upaya untuk meningkatkan produktivitas kerja,
baik pada tingkat individual, pada tingkat kelompok, dan pada tingkat organisasi. Implenmentasi
pada kepemimpinan kepala sekolah dalam manajemen berbasis sekolah. Hal ini memang penting
dan memberikan manfaat yang besar bagi peningkatan mutu kinerja. Penggunaan School Based
Management (Manajemen Berbasis Sekolah)
oleh Pemerintah Indonesia dalam kerangka meminimalisasi sentralisme pendidikan mempunyai
implikasi yang signifikan bagi otonomi sekolah. Hal itu
berarti sekolah diberikan keleluasaan untuk mendayagunakan sumber daya yang
ada secara efektif. Oleh karena implikasi itu maka sekali lagi peran kepala sekolah sangat
dibutuhkan untuk mengelola manusia-manusia yang ada dalam organisasi sekolah, termasuk
memiliki strategi yang tepat untuk mengelola konflik. Kepala sekolah akan berhadapan dengan
pribadi-pribadi yang berbeda karakter. Yang penting baginya adalah mempunyai pemahaman
yang tangguh akan hakikat manusia. McGregor berasumsi bahwa manusia tidak memiliki sifat
bawaan yang tidak menyukai pekerjaan. Di bawah kondisi tertentu manusia bersedia mencapai
tujuan tanpa harus dipaksa dan ia mampu diserahi tanggung jawab. Urgensitasnya bagi kepala
sekolah adalah menerapkan gaya kepemimpinan yang partisipatif demokratik dan
memperhatikan perkembangan profesional sebagai salah satu cara untuk memotivasi guru-guru
dan para siswa (Xaviery, 2004. ”Pendidikan Benarkah Wajah Sekolah Ada pada Kepala
Sekolah”. www.diknas.go.id )
Kepala sekolah memiliki peran yang sangat besar. Kepala Sekolahmerupakan motor
penggerak, penentu arah kebijakan menuju sekolah dan pendidikan secara luas. Sebagai
pengelola institusi satuan pendidikan, kepala sekolah dituntut untuk selalu meningkatkan
efektifitas kinerjanya. Untuk mencapai mutu sekolah yang efektif, kepala sekolah dan seluruh
stakeholdersharus bahu membahu kerjasama dengan penuh kekompakan dalam segala hal. Selain
itu berlandaskan teori Maslow, kepala sekolah juga disentil dengan persepsi bahwa guru dan
siswa berkemungkinan memiliki tingkat kebutuhan yang berbeda-beda. Yang pasti mereka akan
mengejar kebutuhan yang lebih tinggi yakni interaksi, afiliasi sosial, aktualisasi diri dan
kesempatan berkembang. Oleh karena itu, mereka bersedia menerima tantangan dan bekerja
lebih keras. Kiat kepala sekolah adalah memikirkan fleksibilitas peran dan kesempatan,
bukannya otoriter dan "semau gue". Demi kelancaran semua kegiatan itu kepala sekolah harus
mengubah gaya pertemuan yang sifatnya pemberitahuan kepada pertemuan yang sesungguhnya
yakni mendengarkan apa kata mereka dan bagaimana seharusnya mereka menindaklanjutinya
(Xaviery, 2004. ”Benarkah Wajah Sekolah Ada pada Kepala Sekolah”. www.diknas.go.id ).

2. Pemberdayaan Guru
Pada sekolah yang menerapkan MBS, kepala sekolah memiliki peran yang kuat dalam
mengkoordinasikan, menggerakkan, dan menyerasikan semua sumber daya pendidikan yang
tersedia. Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong
untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan, dansasaran sekolahnya melalui program-program
yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap (Depdiknas, 2007 : 17-18 ).
Salah satu faktor penting yang ikut menentukan tercapai-tidaknya tujuan sekolah adalah
pengelolaan sekolah yang bersangkutan, berupa penerapan sejumlah prinsip dasar organisasi
yang meliputi: penentuan visi, misi, dan tujuan sekolah, penentuan struktur organisasi atau pola
kerjasama, pembagian kerja, koordinasi, kelancaran komunikasi, proses pengambilan keputusan,
dan kelangsungan hidup organisasi.

BAB III
PEMBAHASAN

MODEL MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DI INDONESIA

A. ELEMEN-ELEMEN POKOK MBS


1. MAKNA MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
Istilah manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari “school-based
management”. MBS merupakan paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas
pada tingkat sekolah ( pelibatan masyarakat ) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional.
Menurut Edmond yang dikutip Suryosubroto merupakan alternatif baru dalam pengelolaan
pendidikan yang lebih menekankan kepada kemandirian dan kreatifitas sekolah. Nurcholis
mengatakan Manajemen berbasis sekolah (MBS) adalah bentuk alternatif sekolah sebagai hasil
dari desentralisasi pendidikan. Secara umum, manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah
(MPMBS) dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar
kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara
langsung semua warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan, orang tua siswa, dan
masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional.
Lebih lanjut istilah manajemen sekolah acapkali disandingkan dengan istilah administrasi
sekolah. Berkaitan dengan itu, terdapat tiga pandangan berbeda; pertama, mengartikan
administrasi lebih luas dari pada manajemen (manajemen merupakan inti dari administrasi);
kedua, melihat manajemen lebih luas dari pada administrasi (administrasi merupakan inti dari
manajemen); dan ketiga yang menganggap bahwa manajemen identik dengan administrasi.
Dalam hal ini, istilah manajemen diartikan sama dengan istilah administrasi atau pengelolaan,
yaitu segala usaha bersama untuk mendayagunakan sumber-sumber, baik personal maupun
material, secara efektif dan efisien guna menunjang tercapainya tujuan pendidikan di sekolah
secara optimal. Pengertian manajemen menurut Hasibuan merupakan ilmu dan seni mengatur
proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien
untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi manajemen tersebut menjelaskan pada kita bahwa untuk
mencapai tujuan tertentu, maka kita tidak bergerak sendiri, tetapi membutuhkan orang lain untuk
bekerja sama dengan baik.

2. FUNGSI DAN SUBSTANSI MBS


Fungsi MBS adalah :
1. Perencanaan
Perencanaan merupakan proses yang sistematis dalam pengambilan keputusan manajemen
tentang tindakan yang akan dilakukan manajemen pada waktu yang akan datang. Perencanaan ini
juga merupakan kumpulan kebijakan yang secara sistematik disusun dan dirumuskan
berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan serta dapat dipergunakan sebagai pedoman
kerja. Dalamperencanaan terkandung makna pemahaman terhadap apa yang dikerjakan ,
permasalahan yang dihadapi dan alternative pemecahannya serta untuk melaksanakan prioritas
kegiatan yang telah ditentukan secara proporsional
2. Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan rencana manajemen menjadi
tindakan nyata dalam rangka mencapai tujuan manajemen secara efektif & efisien. Rencana yang
telah disusun oleh manajemen akan memiliki nilai jika dilaksanakan dengan efektif dan efisien.
Dalam pelaksanaansetiap organisasi harus memiliki kukuatan yang mantap dan meyakinkan
sebat jika tidak kuat maka proses pendidikan seperti yang diinginkan akan sulit terealisasi.
3. Pengawasan
Pengawasan merupakan upaya untuk mengamati secara sistematis dan berkesinambungan,
merekam, memberi penjelasan,petunjuk, pembinaan, dan meluruskan berbagai hal yang kurang
tepat, serta memperbaiki kesalahan. Pengawasan merupakan kunci keberhasilan dalam
keseluruhan proses manajemen, perlu dilihat secara komprehensif, terpadu, dan tidak terbatas
pada hal – hal tertentu.
4. Pembinaan
Pembinaan merupakan rangkaian upaya pengendalian secara professional semua unsur
organisasi agar berfungsi sebagaimana mestinya sehingga rencana manajemen untuk mencapai
tujuan dapak terlaksana secara efektif & efisien. Pelaksanaan manajemen sekolah yang efektif
dan efisien menuntut dilaksanakannya keempat fungsi pokok manajemen tersebut secara terpadu
dan terintegrasi dalam pengelolaan bidang – bidang kegiatan manajemen pendidikan.
Manajemen Pendidikan merupakan alternative strategis untuk meningkatkan mutu / kualitas
pendidikan, karena hasil penelitian Balitbangdikbud ( 1991) menunjukan bahwa manajemen
pendidikan merupakan salah satu factor yang mempengaruhi kualitas pendidikan.

SUBSTANSI MBS
Fungsi dan substansi Manajemen Berbasis Sekolah, dari aspek fungsinya, beberapa hal yang
tercakup adalah perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, evaluasi, dan
kepemimpinan. Fungsi-fungsi ini dilaksanakan oleh sekolah (kepala sekolah, guru, dibantu oleh
komite sekolah) dan ada yang berpendapat karena pentingnya “kepemimpinan” maka
manajemen dan kepemimpinan dipisahkan. Substansi atau bidang yang dikelola oleh sekolah
dengan fungsi-fungsi tersebut meliputi :
1. Bidang Teknis Edukatif
Manajemen bidang teknis edukatif di sekolah yang sangat penting adalah aspek kurikulum
dan implementasinya (pelaksanaannya) di sekolah. Dalam kaitannya dengan kurikulum.
2. Bidang Ketenagaan
Fungsi-fungsi manajemen dalam urusan ketenagaan di antaranya mencakup perencanaan
mencakup perencanaan kebutuhan, seleksi, pengangkatan, penempatan, pengembangan, dan
pemberhentian. Bagi sekolah negri, fungsi yang menjadi kewenangan kepala sekolah tidak
sekompleks tersebut. Selama ini peran sekolah hanya sebatas mengusulkan kebutuhan tenaga
(guru dan nonguru), memproses/mengusulkan angka kredit, mengusulkan pension atau usul
pindah.
3. Bidang keuangan
Terutama untuk pendanaan pendidikan di sekolah merupakan salah satu elemen MBS yang
sangat penting. Merujuk pada keuangan sekolah sebagai elemen asensial dalam pelaksanaan
MBS.
4. Bidang Sarana dan Prasarana
Kasus-kasus terjadi yang menunjukkan inisiatif sekolah untuk memenuhi sendiri sarana
prasarana pendidikan. Diantara sekolah banyak yang membangun tambahan ruang kelas baru
atau memperbaiki ruang kelas yang rusak secara mandiri (dengan bantuan orang tua peserta
didik dan BP3 atau komite sekolah). Ada juga sekolah-sekolah yang membeli buku pelajaran dan
tambahan buku perpustakaan atas inisiatif sendiri.Di sisi lain, juga ada sebagian buku-bukuyang
didropoleh pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota.
5. Bidang Kesiswaan
Siswa atau peserta didik merupakan komponen yang sangat penting karena menjadi muara
dan seluruh upaya perbaikan komponen-komponen lainnya dalam manajemen pendidikan.
Perbaikan kurikulum dan penataran guru misalnya, tujuan akhirnya adalah untuk membuat agar
prestasi peserta didik menjadi lebih baik.

B. BANGUNAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH


Banyak guru, kepala sekolah, bahkan kalangan dinas pendidikan yang melihat kebijakan
pembaruan di bidang pendidikan secara terpotong-potong tidak menyeluruh. Mereka mungkin
tidak salah karena mereka memperoleh dari berbagai sumber, kepentingan dan kegiatan yang
berbeda. Kesan yang timbul seolah-olah banyak sekalik kebijakan baru yang membuat pusing
sekolah. Bagan bangunan MBS dimaksudkan untuk menghilangkan kesan banyak sekali
kebijakanb baru yang seolah-olah berdiri sendiri-sendiri.
1. Bangunan Segi empat MBS dan daerah lingkaran
a) Bangunan segi empat MBS merefleksikan proses pengelolaan pendidikan.
b) Proses pembelajaran (PBM) digambarkan dalam bangunana lingkaran dengan garis-garis tebal
karena proses ini lebih terfokus, direncanakan dengan sadar, materi dan metode serta sumber
major yang spesifik dan dengan tujuan untuk mencapai kompetensi yang spesifik pula,
sedangkan roses pendidikan di dalam sebuah sekolah merupakan wadah interasosial yang lebih
luas dan beragam kegiatannya.
c) Sumber Daya Pendidikan (SDP) merupakan sisi penopang penting untuk keberhasilan proses
pembelajaran maupun prosees pendidikan pada umumnya pada suatu sekolah.
d) Kurikulum berbasis kompetensi menuntut inisiatif dan kreativitas guru, bahkan para guru baik
secara sendiri atau kelompok dapat merumuskan silabus dan kompetensi yang harus dicapai oleh
peserta didik.

2. Atap Segitiga
Dalam bangunan MBS, terdapat atap segitiga akuntabilitas yang merujuk kepada standar
nasional, akreditasi sekolah dan evaluasi independen oleh lembaga mandiri.
Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah juga berfungsi
sebagai standar nasional karena ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Evaluasi merupakan bentuk akuntabilitas yang diberikan kepada satuan-satuan
pendidikan, termasuk program-programnya.
Menurut pasal 61 UU Nomor 20 tahun 2003, sertifikat berbentuk ijazah dan sertifikat
kompetensi.
Sertifikat kompetensi melalui uji kompetensi pada umumnya sangat populer untuk
sekolah kejuruan dan kursus-kursus serta pelatihan keterampilan tertentu yang bersifa
vokasional.
Berdasarkan pasal 61 UU Nomor 20 tahun 2003, p[ara pengambil kebijakan masih
mempunyai ruang untuk mengatur pelaksanaannya.
3. Lantai Prasyarat (SPM), Fondasi (Kebijakan Pemerintah Kabupaten/Kota) dan Lahan (Aspirasi
Masyarakat)
Pelaksanaan MBS yang berwawasan mutu (MBS) akan sulit diwujudkan bahkan dalam
kondisi tertentu tidak dapat dilaksanakan, kalau pemenuhan standar pelayanan minimal sekolah
(P-SPM-S) tidak dilaksanakan untuk mendukung sumber daya pendidikan (SDM) yang
memadai. Sesuai dengan Kepmendiknas Nomor 044/U/2002, Dewan Pendidikan berperan
menampung dan menyalurkan aspirasi tersebut, dengan fungsinya sebagai pendukung (turut
mencari solusi dan pemecahan masalah), penasehat (pemberi saran), pengawas (ikut mengontrol)
dan mediator (penghubung berbagai pihak untuk membantu pendidikan). Dalam praktik saling
hubungan antarelemen tersebut sungguhpun merupakan parameter, tetapi pelaksanaannya
elastis/fleksibel dan dinamis dan sangat ditentukan oleh loyalitas serta kesungguhan berbagai
pihak terkait terhadap pelaksanaan sistem yang berlaku.

C. PERAN MASYARAKAT, DEWAN PENDIDIKAN, DAN KOMITE SEKOLAH DALAM


PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN NASIONAL
Dalam proses pendidikan ada tiga lingkungan penting yang sangat berpengaruh yaitu
keluarga, sekolah dan masyarakat yang mempunyai sasaran yang sama yaitu anak.
Pembentukan dewan pendidikan dan komite sekolah tidak terlepas dari upaya mensinergikan
dukungan dan peran serta masyarakat baik yang terdiri dari perorangan, kelompok, tokoh
masyarakat, dunia usaha, organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan lainnya serta orang
tua peserta didik untuk bersama-sama sekolah mengusahakan tercapainya peningkatan mutu,
pemerataan dan efisiensi pengelolaan pendidikan secara demokratis dan accountable dalam
rangka tujuan pendidikan nasional.
1. Peran serta masyarakat menurut UU No. 2 tahun 1989 tentang Sisdiknas
Pada Bab XIII undang-undang No. 2 tahun 1989 pasal 47, ayat (1), (2), dan (3) tentang peran
serta masyarakat disebutkan sebagai berikut :
1) Masyarakat sebagai mitra pemerintah berkesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta
dalam penyelenggaraan pendidikan nasional.
2) Ciri khas satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat tetap diindahkan.
3) Syarat-syarat dan tata cara dalam penyelenggaraan pendidikan ditetapkan dengan peraturan
pemerintah.
Dari pasal 47 ayat 1, 2 dan penjelasan pasal ini jelas, peran serta masyarakat dalam pendidikan
pemaknaannya dibatasi hanya dalam hal penyelenggaraan pendidikan di luar yang
diselenggarakan oleh pemerintah. Artinya, peran serta tersebut terbatas dalam bentuk
penyelenggaraan sekolah swasta.
Satu-satunya wadah yang memberi kesempatan kepada masyarakat untuk memberikan saran atau
pertimbangan adalah Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional (BPPN), yang peranannya
dinyatakan dalam Bab XIV pasal 48 ayat 1, 2 sbb :
1) Keikutsertaan masyarakat dalam penentuan kebijaksanaan menteri berkenaan dengan sistem
pendidikan nasional diselenggarakan melalui suatu Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional
yang beranggotakan tokoh-tokoh masyarakat dan yang menyampaikan saran, nasehat,
dapemikiran lain sebagai bahan pertimbangan.
2) Pembentukan Badan Pertimbangan Nasional dan pengangkatan anggota-anggotanya dilakukan
oleh Presiden.

Dari hal itu, dapat diketahui bahwa peran serta masyarakat lebih difokuskan pada pendirian
(penyelenggaraan) sekolah swasta.
Konsep bahwa pendidikan merupakan tanggungjawab bersama antara keluarga, masyarakat dan
pemerintah dimaknai secara sempit karena hanya dikaitkan dengan biaya pendidikan. Rumusan
tersebut terdapat pada penjelasan pasal 25 ayat 1 butir 1/Sementara pasal 25 pada UU No. 2
tahun 1989 ayat 1 butir 1 bunyinya sbb :
(1) Setiap peserta didik berkewajiban untuk
1. Ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang
dibebaskan dari kwajiban tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Sekali lagi, tampak bahwa pengertian tanggungjawab bersama telah dikerdilkan artinya, hanya
sebatas sumbangan biaya pendidikan bagi siswa sekolah negeri, yang bukan pada jenjang wajib
belajar.

2. Peran Serta Masyarakat menurut UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003


Untuk memperjelas jaminan hukum terhadap berbagai peran serta masyarakat dalam sistem
pendidikan nasional, memperhatikan pasal-pasal dalam UU No 20 tahun 2003 berikut ini :
a. Berkaitan dengan kelompok masyarakat dalam pendidikan, bagian kesatu, umum
b. Berkaitan dengan hak masyarakat untuk menyelenggarakan pendidikan bagian kedua dari Bab
XV, pendidikan berbasis masyarakat, pasal 55 ayat 1 sampai 4
c. Berkaitan dengan wadah mekanisme untuk mensinergikan peran serta masyarakat secara
keseluruhan

3. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan


dan Komite Sekolah.
Depdiknas melalui Kepmendiknas No. 044/U/2002 telah mencanangkan pembentukan
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah di seluruh Indonesia.

4. Beberapa catatan tentang Pelaksanaan Perean Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah
Beberapa catatan untuk mendukung peran lembaga-lembaga mandiri tersebut, sebagai berikut :
a. Batasan peran Dewan pendidikan dan Komite Sekolah
Pelaksanaan kebijakan menjadi tanggungjwab birokrasi pendidikan di tingkat pusat, provinsi dan
kabupaten/kota, sebagai pasangan kerja Dewan Pendidikan sesuai lingkupnya. Sedangkan
pelaksnaan kebijakan sekolah ada di tangan satuan pendidikan yang bersangkutan.

Keterlibatan anggota maupun pengurus baik Dewan Pendidikan maupun Komite Sekolah
dalam melaksanakan tugasnya adalah atas nama lembaga bukan pribadi. Apa yang mereka
lakukan harus dipertanggungjawabkab kepada lembaga dan kalau terdapat penyimpanan tentu
akan dituntut sesuau aturan perundangan yang berlaku :
1. Hak orang tua siswa
Masalah yang menyangkut kepentingan orang tua secara bersama/umum dapat disalurkan
melalui Komite Sekolah
2. Acuan atau Panduan Pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite sekolah yang dikeluarkan
mendiknas dengan keputusan No 044/U/2002 sudah cukup memadai, paling tidak untuk kondisi
masyarakat dan sekolah yang sedang dalam perailah ke arah kemandirian.
3. Status kelembagaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dan keanggotaannya.
Dewan pendidikan dan Komite sekolah sebagai lembaga mandiri , keanggotaannya bersifat
terbuka dan suka rela
4. Sosialisasi Dewan pendidikan dan Komite Sekolah secara terpadu dengan komponen pembaruan
lainnya.
5. Pembentukan komite sekolah agar dilakukan sebagai ”gayung bersambut” dengan penerapan
MBS sesuai pesan pasal 51 UU No. 20 tahun 2003.

BAB IV
PENUTUP

1. KESIMPULAN
Istilah manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari “school-based
management”. MBS merupakan paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas
pada tingkat sekolah ( pelibatan masyarakat ) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional.
Menurut Edmond yang dikutip Suryosubroto merupakan alternatif baru dalam pengelolaan
pendidikan yang lebih menekankan kepada kemandirian dan kreatifitas sekolah. Nurcholis
mengatakan Manajemen berbasis sekolah (MBS) adalah bentuk alternatif sekolah sebagai hasil
dari desentralisasi pendidikan. Fungsi dan substansi Manajemen Berbasis Sekolah, dari aspek
fungsinya, beberapa hal yang tercakup adalah perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
pengawasan, evaluasi, dan kepemimpinan. Fungsi-fungsi ini dilaksanakan oleh sekolah (kepala
sekolah, guru, dibantu oleh komite sekolah) dan ada yang berpendapat karena pentingnya
“kepemimpinan” maka manajemen dan kepemimpinan dipisahkan.

2. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian, maka ada beberapa pandangan peneliti yang sekiranya dapat
diangkat sebagai saran bagi pihak sekolah, dan peneliti yang akan datang.
1. Bagi sekolah hendaknya untuk meningkatkan kualifikasi akademik guru yang belum sesuai
dengan tuntutan program dan melengkapi kekurangan sarana dan prasarana sekolah. Selain itu,
kerjasama dengan pihak terkait agar lebih diintensifkan sehingga sekolah bisa mendapatkan
bantuan dana dari perusahan atau lembaga selain pemerintah dan orang tua siswa.
2. Bagi pembaca diharapkan dapat melakukan penelitian lanjutan mengenai implementasi
Manajemen Berbasis Sekolah dengan tinjauan yang berbeda yaitu tentang substsi program dan
pendanaan sekolah

Anda mungkin juga menyukai