Anda di halaman 1dari 4

Kenapa Imam Mazhab Tidak Pakai Hadits Bukhari

dan Muslim?
Posted on April 9, 2015 by Admin

Kenapa para Imam Mazhab seperti Imam Malik tidak memakai hadits Sahih Bukhari dan Sahih
Muslim yang katanya merupakan 2 kitab hadits tersahih? Untuk tahu jawabannya, kita harus paham
sejarah. Paham biografi tokoh2 tsb.

Imam Malik lahir tahun 93 Hijriyah. Sementara Imam Bukhari lahir tahun 196 H dan Imam Muslim
lahir tahun 204 H. Artinya Imam Malik sudah ada 103 tahun sebelum Imam Bukhari lahir. Paham?

Apakah hadits para Imam Mazhab lebih lemah dari Sahih Bukhari dan Sahih Muslim?

Justru sebaliknya. Lebih kuat karena mereka lebih awal lahir daripada Imam Hadits tsb.

Rasulullah SAW bersabda, ‫اس قَ ْرنِ ْي ث ُ َّم الَّ ِذ ْينَ يَلُ ْونَ ُه ْم ث ُ َّم الَّ ِذ ْينَ يَلُ ْو َن ُه ْم‬
ِ َّ‫“ َخي ُْر الن‬Sebaik-baik manusia adalah
pada kurunku (Sahabat), kemudian yang sesudahnya (Tabi’in), kemudian yang sesudahnya
(Tabi’ut Tabi’in).”[HR. Al-Bukhari no. 2652 dan Muslim no. 2533 ]

Siapakah pengikut ulama SALAF sebenarnya?

1) Imam Hanafi lahir:80 hijrah

2) Imam Maliki lahir: 93 hijrah

3) Imam Syafie lahir:150 hijrah

4) Imam Hanbali lahir:164 hijrah

Jadi kalau ada manusia akhir zaman yang berlagak jadi ahli hadits dgn menghakimi pendapat Imam
Mazhab dgn Sahih Bukhari dan Sahih Muslim, ya keblinger. Hasil “ijtihad” mereka pun berbeda-beda
satu sama lain…

Biar kata misalnya menurut Sahih Bukhari misalnya sholat Nabi begini2 dan beda dgn sholat Imam
Mazhab, namun para Imam Mazhab seperti Imam Malik melihat langsung cara sholat puluhan ribu
anak2 sahabat Nabi di Madinah. Anak2 sahabat ini belajar langsung ke Sahabat Nabi yang jadi bapak
mereka. Jadi lebih kuat ketimbang 2-3 hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari 100 tahun kemudian.

Imam Bukhari dan Imam Muslim pun meski termasuk pakar hadits paling top, tetap bermazhab.
Mereka mengikuti mazhab Imam Syafi’ie. Ini adalah Imam Hadits yang mengikuti Mazhab Syafi’ie:
Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Nasa’i, Imam Baihaqi, Imam Turmudzi, Imam Ibnu Majah, Imam
Tabari, Imam Ibnu Hajar al-Asqalani, Imam Abu Daud, Imam Nawawi, Imam as-Suyuti, Imam Ibnu
Katsir, Imam adz-Dzahabi, Imam al-Hakim.

Lho apa kita tidak boleh mengikuti hadits Shahih Bukhari, Shahih Muslim, dsb? Ya boleh sebagai
pelengkap. Tapi jika ada hadits yang bertentangan dengan ajaran Imam Mazhab, yang kita pakai adalah
ajaran Imam Mazhab. Bukan hadits tsb. Wong para Imam Hadits saja kan mengikuti Mazhab Syafi’ie?
Tidak pakai hadits mereka sendiri?

https://kabarislamia.com/2014/12/13/siapakah-ulama-salaf-dan-pengikut-salaf-sebenarnya/

Menurut Ustad Ahmad Sarwat, Lc., MA, banyak orang awam yang tersesat karena mendapatkan
informasi yang sengaja disesatkan oleh kalangan tertentu yang penuh dengan rasa dengki dan benci.
Menurut kelompok ini Imam Mazhab yang 4 itu kerjaannya cuma merusak agama dengan mengarang-
ngarang agama dan menambah-nambahi seenaknya. Itulah fitnah kaum akhir zaman terhadap ulama
salaf asli.

Padahal Imam Mazhab tsb menguasai banyak hadits. Imam Malik merupakan penyusun Kitab Hadits
Al Muwaththo. Dengan jarak hanya 3 level perawi hadits ke Nabi, jelas jauh lebih murni ketimbang
Sahih Bukhari yang jaraknya ke Nabi bisa 6-7 level. Begitu pula Imam Ahmad yang menguasai
750.000 hadits lebih dikenal sebagai Ahli Hadits ketimbang Imam Mazhab.

Ada tulisan bagus dari Ustad Ahmad Sarwat, Lc., MA, yaitu:

Penelitian Hadits Dilakukan Oleh Empat Imam Mazhab


http://www.rumahfiqih.com/x.php?id=1410544221&title=benarkah-keshahihan-shahih-hanya-sebuah-
produk-ijtihad.htm

Di antaranya Ustad Ahmad menulis bahwa para imam mazhab yang empat, Abu Hanifah, Malik, Asy-
Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal, sama sekali tidak pernah menggunakan hadits yang diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim. Kenapa?

Pertama, karena mereka lahir jauh sebelum Bukhari (194-265 H) dan Muslim (204-261 H) dilahirkan.
Sementara Imam Malik wafat sebelum Imam Bukhari lahir. Begitu pula saat Imam Syafi’ie wafat,
Imam Bukhari baru berumur 8 tahun sementara Imam Muslim baru lahir. Tidak mungkin kan para
Imam Mazhab tsb berpegang pada Kitab Hadits yang belum ada pada zamannya?

Kedua, menurut Ustad Ahmad, karena keempat imam mazhab itu merupakan pakar hadits paling top di
zamannya. Tidak ada ahli hadits yang lebih baik dari mereka.

Ketiga, karena keempat imam mazhab itu hidup di zaman yang lebih dekat ke Rasulullah SAW
dibanding Imam Bukhari dan Imam Muslim, maka hadits mereka lebih kuat dan lebih terjamin
keasliannya ketimbang di masa-masa berikutnya.

Dalam teknologi, makin ke depan makin maju. Komputer, laptop, HP, dsb makin lama makin canggih.
Tapi kalau hadits Nabi, justru makin dekat ke Nabi makin murni. Jika menjauh dari zamannya, justru
makin tidak murni, begitu tulis Ustad Ahmad Sarwat.

Keempat, justru Imam Bukhari dan Muslim malah bermazhab Syafi’ie. Karena hadits yang mereka
kuasai jumlahnya tidak memadai untuk menjadi Imam Mazhab. Imam Ahmad berkata untuk jadi
mujtahid, selain hafal Al Qur’an juga harus menguasai minimal 500.000 hadits. Nah hadits Sahih yang
dibukukan Imam Bukhari cuma 7000-an. Sementara Imam Muslim cuma 9000-an. Tidak cukup.

Ada beberapa tokoh yang anti terhadap Mazhab Fiqih yang 4 itu kemudian mengarang-ngarang sebuah
nama mazhab khayalan yang tidak pernah ada dalam sejarah, yaitu mazhab “Ahli Hadits”. Seolah2 jika
tidak bermazhab Ahli Hadits berarti tidak pakai hadits. Meninggalkan hadits. Seolah2 para Imam
Mazhab tidak menggunakan hadits dalam mazhabnya. Padahal mazhab ahli hadits itu adalah mazhab
para ulama peneliti hadits untuk mengetahui keshahihan hadits dan bukan dalam menarik kesimpulan
hukum (istimbath).

Kalaulah benar pernah ada mazhab ahli hadits yang berfungsi sebagai metodologi istimbath hukum,
lalu mana ushul fiqihnya? Mana kaidah-kaidah yang digunakan dalam mengistimbath hukum? Apakah
cuma sekedar menggunakan sistem gugur, bila ada dua hadits, yang satu kalah shahih dengan yang
lain, maka yang kalah dibuang?

Lalu bagimana kalau ada hadits sama-sama dishahihkan oleh Bukhari dan Muslim, tetapi isinya
bertentangan dan bertabrakan tidak bisa dipertemukan?

Imam Syafi’ie membahas masalah kalau ada beberapa hadits sama-sama shahihnya tetapi matannya
saling bertentangan, apa yang harus kita lakukan? Beliau menulis kaidah itu dalam kitabnya : Ikhtilaful
Hadits yang fenomenal.

Cuma baru tahu suatu hadits itu shahih, pekerjaan melakukan istimbath hukum belum selesai. Meneliti
keshahihan hadits baru langkah pertama dari 23 langkah dalam proses istimbath hukum, yang hanya
bisa dilakukan oleh para mujtahid.

Entah orientalis mana yang datang menyesatkan, tiba-tiba muncul generasi yang awam agama dan
dicuci otaknya, dengan lancang menuduh keempat imam mazhab itu sebagai bodoh dalam ilmu
hadits. Hadits shahih versi Bukhari dibanding-bandingkan secara zahir dengan pendapat keempat
mazhab, seolah-olah pendapat mazhab itu buatan manusia dan hadits shahih versi Bukhari itu datang
dari Allah yang sudah pasti benar. Padahal cuma Al Qur’an yang dijamin kebenarannya. Hadits sahih
secara sanad, belum tentu sahih secara matan. Meski banyak hadits yang mutawattir secara sanad,
sedikit sekali hadits yang mutawattir secara matan. Artinya susunan kalimat atau katanya sama persis.

Orang-orang awam dengan seenaknya menyelewengkan ungkapan para imam mazhab itu dari maksud
aslinya : “Bila suatu hadits itu shahih, maka itulah mazhabku”. Kesannya, para imam mazhab itu tidak
paham dengan hadits shahih, lalu menggantungkan mazhabnya kepada orang-orang yang hidup dua
tiga abad sesudahnya.

Padahal para ulama mazhab itu menolak suatu pendapat, karena menurut mereka hadits yang
mendasarinya itu tidak shahih. Maka pendapat itu mereka tolak sambil berkata,”Kalau hadits itu
shahih, pasti saya pun akan menerima pendapat itu. Tetapi berhubung hadits itu tidak shahih menurut
saya, maka saya tidak menerima pendapat itu”. Yang bicara bahwa hadits itu tidak shahih adalah
profesor ahli hadits, yaitu para imam mazhab sendiri. Maka wajar kalau mereka menolaknya.

Tetapi lihat pengelabuhan dan penyesatan dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif.
Digambarkan seolah-olah seorang Imam Asy-Syafi’i itu tokoh idiot yang tidak mampu melakukan
penelitian hadits sendiri, lalu kebingungan dan menyerah menutup mukanya sambil bilang,”Saya punya
mazhab tapi saya tidak tahu haditsnya shahih apa tidak, jadi kita tunggu saja nanti kalau-kalau ada
orang yang ahli dalam bidang hadits. Nah, mazhab saya terserah kepada ahli hadits itu nanti ya”.

Dalam hayalan mereka, para imam mazhab berubah jadi badut pandir yang tolol dan bloon. Bisanya
bikin mazhab tapi tidak tahu hadits shahih. Sekedar meneliti hadits apakah shahih atau tidak, mereka
tidak tahu. Dan lebih pintar orang di zaman kita sekarang, cukup masuk perpustakaan dan tiba-tiba bisa
mengalahkan imam mazhab.

Cara penyesatan dan merusak Islam dari dalam degan modus seperti ini ternyata nyaris berhasil. Coba
perhatikan persepsi orang-orang awam di tengah kita. Rata-rata mereka benci dengan keempat imam
mazhab, karena dikesankan sebagai orang bodoh dalam hadits dan kerjaanya cuma menambah-nambahi
agama.

Parahnya, setiap ada tradisi dan budaya yang sesat masuk ke dalam tubuh umat Islam, seperti percaya
dukun, tahayyul, khurafat, jimat, dan berbagai aqidah sesat, sering diidentikkan dengan ajaran mazhab.
Seolah mazhab fiqih itu gudangnya kesesatan dan haram kita bertaqlid kepada ulama mazhab.
Sebaliknya, orang yang harus diikuti adalah para ahli hadits, karena mereka itulah yang menjamin
keshahihan hadits.

Ahmad Sarwat, Lc., MA

Baca selengkapnya di:

http://www.rumahfiqih.com/x.php?id=1410544221&title=benarkah-keshahihan-shahih-hanya-sebuah-
produk-ijtihad.htm

Menurut Ustad Ahmad Sarwat Lc, MA, Hadits di zaman Imam Bukhari yang hidup di abad 3 Hijriyah
saja sudah cukup panjang jalurnya. Bisa 6-7 level perawi hingga ke Nabi. Sementara jalur hadits Imam
Malik cuma 3 level perawi. Secara logika sederhana, yang 3 level itu jelas lebih murni ketimbang yang
6 level.

Jika Imam Bukhari hidup zaman sekarang di abad 15 Hijriyah, haditsnya bisa melewati 40-50 level
perawi. Sudah tidak murni lagi. Beda 3 level saja bisa kurang murni. Apalagi yang beda 50 level.

Jadi Imam Bukhari dan Imam Muslim bukan satu2nya penentu hadits Sahih. Sebelum mereka pun ada
jutaan ahli hadits yang bisa jadi lebih baik seperti Imam Malik dan Imam Ahmad karena jarak mereka
ke Nabi lebih dekat.

Anda mungkin juga menyukai