Telaah kurikulum
- Perenialisme
Perenialisme adalah paham filsafat pendidikan yang muncul pada awal
abad XX sebagai reaksi dari gerakan progresivisme di Amerika Serikat.
Perenialisme sering juga disebut sebagai aliran filsafat pendidikan yang
regresif, yaitu menengok ke belakang; ke zaman Yunani Kuno dan Abad
Pertengahan di Eropa 33 yang telah menghasilkan nilai-nilai abadi (perenial)
dalam kehidupan.1
- Essensialisme
Essensialisme merupakan aliran filsafat pendidikan yang tumbuh
pertama kali di Amerika Serikat. Essensialisme merupakan aliran filsafat
pendidikan yang ingin kembali kepada kebudayaan-kebudayaan lama sebagai
warisan sejarah 44 yang telah membuktikan keunggulan dalam kebaikan-
kebaikan bagi kehidupan manusia.2
- Progresivisme
Aliran progresivisme lahir di Amerika Serikat sekitar tahun 1870. Para
reformis yang menamakan diri kaum progressive menentang sistem
pendidikan tradisional yang sangat kaku, menuntut disiplin ketat, dan membuat
peserta didik menjadi pasif. Gerakan pembaharuan yang sudah ada sejak akhir
abad 19 itu mendapatkan angin baru pada abad 20 dengan munculnya aliran
filsafat Pragmatisme.3
1
Rukiyati dkk,2015.HAL.32, MENGENAL FILSAFAT PENDIDIKAN, Yogyakarta:UNY
2
Rukiyati dkk,2015.HAL.43, MENGENAL FILSAFAT PENDIDIKAN, Yogyakarta:UNY
3
Rukiyati dkk,2015.HAL.50, MENGENAL FILSAFAT PENDIDIKAN, Yogyakarta:UNY
- Rekonstruksionisme Sosial
Rekonstruksionisme sosial dengan tokoh-tokoh seperti Harold Rugg,
George Counts, dan Theodore Brameld menaruh perhatian yang besar pada
hubungan antara kurikulum sekolah dan perkembangan politik, sosial, dan
ekonomi suatu masyarakat. Pandangan kaum rekonstruksionisme termasuk ke
dalam kelompok progressif yang sasarannya lebih luas.4
- Eksistensialisme
Eksistensialisme menjadi salah satu ciri pemikiran filsafat abad XX yang
sangat mendambakan adanya otonomi dan kebebasan manusia yang sangat besar
untuk mengaktualisasikan dirinya. Dari perspektif eksistensialisme, pendidikan
sejatinya adalah upaya pembebasan manusia dari belenggu-belenggu yang
mengungkungnya sehingga terwujudlah eksistensi manusia ke arah yang lebih
humanis dan beradab.5
4
Rukiyati dkk,2015.HAL.57, MENGENAL FILSAFAT PENDIDIKAN, Yogyakarta:UNY
5
Rukiyati dkk,2015.HAL.85, MENGENAL FILSAFAT PENDIDIKAN, Yogyakarta:UNY
2. Pandangan filsafat pendidikan tentang pendidikan
b.1 tujuan pendidikan
b.2 kurikulum pendidikan
b.3 metode pendidikan
b.4 pendidikan
b. 5 posisi dan peran siswa/peserta didik
b.6 posisi dan peran guru
6
Jurnal Cakrawala Pendas,HAL.36, Vol. 2, NO. 1 Januari 2016
7
Jurnal Cakrawala Pendas, HAL.36,Vol. 2, NO. 1 Januari 2016
- B.3 metode pendidikan
Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan
kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi
berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan sering
terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga memungkinkan secara
otodidak.[1] Etimologi kata pendidikan itu sendiri berasal dari bahasa Latin
yaitu ducare, berarti “menuntun, mengarahkan, atau memimpin” dan awalan e,
berarti “keluar”. Jadi, pendidikan berarti kegiatan “menuntun ke luar”. Setiap
pengalaman yang memiliki efek formatif pada cara orang berpikir, merasa, atau
tindakan dapat dianggap pendidikan. Pendidikan umumnya dibagi menjadi
tahap seperti prasekolah, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah
menengah atas, dan kemudian perguruan tinggi, universitas atau magang 8
- B.4 pendidikan
pendidikan tradisional yang selalu menekankan kepada metode formal
pengajaran. Pada dasarnya teori ini menekankan beberapa prinsip, antara lain;
1. Proses pendidikan berawal dan berakhir pada peserta didik;
2. Peserta didik adalah sesuatu yang aktif, bukan pasif;
3. Peran guru hanya sebagai fasilitator, pembimbing, dan pengarah;
4. Sekolah harus menciptakan iklim yang bersifat kooperatif dan demokratif;
5. Aktifitas pembelajaran lebih focus pada pemecahan masalah bukan untuk
mengajarkan materi kajian.9
- B. 5 posisi dan peran siswa/peserta didik
peserta didik adalah sikap aktif dan kreatif, bukan hanya menunggu
kedatangan guru dalam mengisi dan mentransfer ilmunya kepada mereka.
Peserta didik tidak boleh diperlakukan seperti bejana kosong yang akan diisi
oleh penggunanya. Jika yang terjadi demikian, maka proses pembelajaran
hanya berwujud transfer of knowledge dari seorang guru kepada murid. Tentu
saja cara demikian tidak akan membawa hasil apalagi mencerdasakan
sehingga dapat dikatakan bahwa upaya mencapai tujuan pendidikan
mengalami kegagalan.10
8
Dewey, John (1916/1944). Democracy and Education. The Free Press. hlm. 1–4. ISBN 0-684-83631-9.
9
Jurnal Cakrawala Pendas,HAL.31, Vol. 2, NO. 1 Januari 2016
10
Jurnal Cakrawala Pendas,HAL.35, Vol. 2, NO. 1 Januari 2016
- B.6 posisi dan peran guru
3. Kesimpulan
Rekonstruksionalisme menghendaki pendidikan di mana anak didik
berperan aktif dalam pembelajaran atau belajar sendiri. Esensialisme
menghendaki landasan pendidikan yang memiliki nilainilai esensial, yaitu telah
diuji oleh waktu dan bersifat turun temurun dari zaman ke zaman di mana
pendidikan berpusat pada guru sebgai mediator. Perenialisme menitikberatkan
pendidikan dengan diskusi dan membaca, di mana peserta didik harus
membaca karya-karya besar yang dapat mendiisplinkan pikiran.
11
Jurnal Cakrawala Pendas,HAL.37 Vol. 2, NO. 1 Januari 2016
Daftar pustaka