Anda di halaman 1dari 11

TUGAS

CHE 184402-02– TEKNOLOGI PRODUK

Pembuatan Deterjen dari Bahan Dasar Sulfur

Disusun oleh:
Henry Saputra 2015620030
Dimas Saptoaji 2015620036
Darryl Jannatun Fadhlin 2015620062

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN
BANDUNG
2019
1. Pendahuluan

Proses produksi deterjen membutuhkan bahan baku seperti sulfur yang didapatkan
langsung dari alam dalam bentuk murni dan dalam bentuk mineral sulfida. Sulfur terdapat
dalam batubara dan minyak bumi sebagai sulfur anorganik dan gas alam sebagai hidrogen
sulfida. Sifat fisik dan kimia dari sulfur adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Sifat fisik sulfur
Sifat Fisik
Simbol: S
Nomor atom: 16
Jari-jari atom: 100 pm
Konfigurasi: [Ne] 3s23p4
Massa Jenis: 2,07 g/ml
Titik leleh: 119oC
Titik didih: 444,6 oC

Tabel 2. Sifat kimia sulfur


Sifat Kimia
Dapat larut dalam CS2, benzena, dan sikloheksana membentuk cincin beleran dengan
6-12 atom belerang pada setiap cincinnya.
Dapat bereaksi dengan oksigen membentuk oksida belerang S(s) + O2(g) → SO2(g)

Bahan pendukung lainnya adalah soda kaustik Soda kaustik atau sering kali disebut
juga sebagai natrium hidroksida yang merupakan senyawa basa turunan dari natrium karbonat.
NaOH merupakan senyawa kimia yang paling sering digunakan di laboratorium maupun di
industri. Contoh aplikasinya yaitu untuk produksi plastik, tekstil sintetis, dan sabun. Natrium
hidroksida murni berbentuk putih padat dan memiliki sifat sangat larut dalam air dan akan
melepaskan panas ketika dilarutkan. Selain itu, natrium hidroksida juga akan larut dalam etanol
dan metanol.

Bahan lainnya yaitu lauryl alkohol. Lauryl alkohol berwujud padatan tak berwarna pada
temperatur di bawah titik leleh dan beraroma harum. Titik leleh lauryl alkohol adalah 24-27
°C, sedangkan titik didihnya 260-262 °C. Lauryl alkohol tidak larut dalam air, flash point-nya
adalah 127 °C dengan auto ignition temperature pada 275 °C. Di atas titik nyalanya akan
terbentuk campuran uap-udara yang mudah meledak. Oleh karena itu, wadah penyimpanan
harus tertutup rapat, sejuk, kering, memiliki ventilasi, dan juga harus dijaga dari kerusakan
fisik. Pada temperatur rendah, kondisi lauryl alkohol stabil. Namun pada temperatur tinggi,
lauryl alkohol akan terdekomposisi dan membentuk gas CO2 dan CO serta asap yang dapat
menyebabkan iritasi.

Untuk meningkatkan kualitas produksi dibutuhkan bahan penunjang seperti Hidrogen


peroksida sebagai bleaching agent. NH4OH digunakan sebagai buffering agent untuk
mencegah proses hidrolisis pada produk. Natrium Sulfit digunakan untuk menetralkan
hidrogen peroksida yang berlebih pada proses bleaching dalam pembuatan Texapon berbentuk
pasta. Formalin digunakan dalam proses sebagai bahan pengawet produk Texapon.

2 Proses Pembuatan Bahan Aktif Deterjen

2.1 Proses Penyedian Gas SO3

Sulphur yang berasal dari storage tank dipompakan menuju sulphur melter dengan
media pemanas steam. Tujuan dari penghomogenan sulfur dengan sulphur melter adalah untuk
meratakan dan menyeragamkan fasa sulfur sehingga pada proses oksidasi dapat berjalan lebih
mudah. Hasil dari proses ini adalah sulphur liquid. Berikut merupakan gambar diagram alir
proses penyediaan gas SO3.

Sulfur Flakes

Melter

Sulfur Liquid Burner Udara Kering

SO2

Converter

SO3

Sulfonation reaction

Gambar 1. Diagram alir proses penyediaan gas SO3.


Sulphur liquid kemudian dipompakan menuju burner untuk dikontakan dengan udara
kering. Pengontakan dengan udara kering ini bertujuan untuk mengoksidasi sulfur dengan
udara agar menjadi gas SO2 dengan persamaan reaksi yang disajikan sebagai berikut.
S + O2 → SO2
Reaksi oksidasi ini bersifat eksotermik. Reaksi dalam burner dijaga pada temperatur 550-
850oC dengan menggunakan blower dengan arah aliran co-current.

Selanjutnya, gas SO2 dioksidasi lebih lanjut untuk membentuk SO3. Pengkonversian gas
SO2 menjadi gas SO3 ini berlangsung pada SO3 converter yang berupa reaktor unggun diam
atau fix bed reactor yang berisi katalis. Katalis yang digunakan untuk mengoksidasi gas SO2
adalah Vanadium Pentaoksida (V2O5) dan Caesium (CS).
Gas SO2 dialirkan melalui bagian atas reaktor dan dicampurkan dengan udara agar
dapat bereaksi dengan oksigen. Pencampuran ini menyebabkan temperatur gas turun menjadi
470oC. Setelah gas SO2 melewati bed pertama, gas SO2 telah terkonversi sekitar 77% dari
konversi keseluruhan dan temperatur outlet bed pertama sekitar 575oC. Gas keluaran bed
pertama kemudian dikontakan kembali dengan udara sebelum memasuki bed kedua.
Temperatur gas turun menjadi 490oC akibat dari pengontakan dengan udara. Setelah melewati
bed kedua, temperatur gas meningkat menjadi 525oC. Sebelum memasuki bed ketiga, gas
dikontakkan kembali dengan udara. Temperatur inlet bed ketiga sebesar 456.5 oC dan
temperatur outletnya sebesar 471.5 oC. Gas kemudian dikontakan lagi dengan udara dan
melewati bed keempat. Temperatur inlet bed keempat sebesar 410oC dan temperatur
keluarannya sebesar 450 oC. Perbedaan temperature outlet dan inlet yang semakin kecil
menandakan bahwa derajat konversi gas SO2 menjadi SO3 yang semakin kecil.
Penggunaan katalis V2O5 menghasilkan konversi gas SO2 menjadi gas SO3 sebesar 96%. Untuk
meningkatkan konversi, katalis Caesium digunakan sehingga konversi gas SO2 menjadi gas
SO3 dapat mencapai 99.3%. Reaksi konversi antara SO2 menjadi SO3 adalah reaksi yang
bersifat eksotermik yang menyebabkan peningkatan temperatur pada inlet dan outlet. Reaksi
konversi SO2 menjadi SO3 adalah:
S + O2 →SO3
Gas SO3 yang dihasilkan kemudian didinginkan dengan dua buah cooler yang dipasang
secara pararel dan dengan cascade cooler. Pertama, gas SO3 didinginkan dengan menggunakan
media pendingin udara yang dialirkan secara counter-current. Temperatur keluaran gas SO3
dari cooler pertama adalah 208oC dan temperatur keluaran gas SO3 dari cooler kedua adalah
80oC. Setelah itu, gas SO3 didinginkan kembali dengan cascade cooler dengan media
pendingin cooling water. Gas SO3 yang keluar dari cascade cooler ini memiliki temperatur
sebesar 37oC.
2.2 Proses Sulfonasi
Proses pembentukan surfraktan sering disebut dengan prosses sulfonasi. Proses
sulfonasi adalah proses pembentukan asam ester dengan mereaksikan gas SO3 dengan fatty
alcohol. Asam ester (ROSO3H) yang dihasilkan memiliki pH sekitar 1-2. Reaksi ini bersifat
eksotermik. Persamaan reaksi sulfonasi dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2. Persamaan reaksi sulfonasi.


Pada proses sulfonasi, gas SO3 yang digunakan adalah gas SO3 yang telah diencerkan
dengan udara. Konsentrasi gas SO3 yang digunakan adalah 2-10%. Setelah dilakukan
pengenceran, gas SO3 melalui sebuah filter untuk memisahkan zat-zat pengotor. Proses
sulfonasi dapat dilihat pada gambar sebagai berikut.

Vacuum System

Daily Tank Reaktor 24 SLES Neutralization Adjustment Tank

NaOH, H2O2

SLS Neutralization
SO3 Reaktor 60 Preheater
VHAN

SLS Liquid Storage


Tank

Gambar 3. Diagram alir proses sulfonasi.

Proses pembentukan surfraktan menggunakan falling film reactor yang berbentuk heat
exchanger dengan shell dan tube yang dipasang secara parallel. Fatty alcohol dan gas SO3
dialirkan di dalam tube dengan perbandingan tertentu untuk mengoptimalkan reaksi fatty
alcohol. Gas SO3 dan fatty alcohol dialirkan secara co-current dari bagian atas tube. Pada
bagian shell dialirkan cooling water untuk mendinginkan produk dan menjaga temperatur
reaksi selama reaksi sulfornasi didalam reaktor beraksi. Umpan reaktor masuk pada temperatur
45oC dan produk yang dihasilkan berupa asam ester yang memiliki temperatur 30oC.

Pada produk asam ester, gas SO3 yang terbawa dan gas lainnya yang tebentuk
dipisahkan dengan menggunakan cyclone. Gas SO3 dan gas lainnya akan keluar dari bagian
atas cyclone yang diteruskan menuju electrofilter dan scrubber untuk dibersihkan sebelum
dibuang ke atmosfer. Produk asam ester kemudian dinetralkan pada unit netralisasi.

Pada reaksi sulfonasi, beberapa reaksi samping dapat terjadi untuk membentuk by-product,
diantaranya:

a) Reaksi hidrolisis

ROSO3 H + H2 O → ROH + H2 SO4

b) Reaksi pembentukan dioksan pada sulfonasi alkohol etoksilat

R(OCH2 CH2 )n OSO3 H → R(OCH2 CH2 )n−2 OSO3 H + (CH2 CH2 O)2

c) Reaksi pembentukan dialkil sulfat, olefin, ester (ROSO3R) yang biasa disebut sebagai
Unsulfonated matter dalam produk

2.3 Proses Netralisasi

Asam ester yang merupakan hasil dari reaksi sulfonasi memiliki sifat yang tidak stabil
dan mudah terdegradasi. Melalui proses netralisasi, asam ester akan menjadi stabil dan tidak
terdegradasi. Hasil dari proses ini adalah Sodium Lauryl Sulfate (SLS) dan Sodium Lauryl
Ether Sulfate (SLES). Kedua produk ini memiliki perbedaan pada gugus etoxilate yang terdapat
pada rantainya. Perbedaan ini dikarenakan perbedaan umpan fatty alcohol dimana SLS
menggunakan fatty alcohol dan SLES menggunakan fatty alcohol etoxilate.

Penetralan asam ester dilakukan dengan menggunakan basa, seperti NaOH, NH3 MEA,
DEA atau TEA. Selain penetralan dengan basa, asam ester ditambahkan beberapa zat seperti
peroksida dan air. Penambahan peroksida didalam asam ester adalah sebagai bleaching agent
(agen pemucat) agar warna produk yang dihasilkan sesuai dengan spesfikasi yang telah
ditetapkan.

Bahan-bahan yang akan ditambahkan ke produk dipompakan kedalam homoginezer.


Pencampuran ini bertujuan untuk meratakan temperatur dan tekanan semua bahan.
Pencampuran asam ester dengan bahan-bahan penetralnya ini menjadi faktor penentu dari
keberhasilan reaksi dan untuk menghindari terdegradasinya produk. Setelah itu, asam ester
ditambahkan sehingga proses netralisasi terjadi dengan persamaan reaksi sebagai berikut.

RCH2 OSO3 H + NaOH → RCH2 OSO3 Na + H2 O

Pencampuran ini akan menghasilkan fatty alcohol sulfate (FAS) dalam bentuk pasta atau
slurry. Perbedaan bentuk FAS ini didasarkan pada jumlah air yang ditambahkan. Dalam bentuk
slurry, campuran mengandung senyawa FAS sebesar 30% sedangkan untuk bentuk pasta
campuran mengandung senyawa FAS sebesar 70%.

FAS yang telah dinetralkan kemudian dipompakan menuju degassing tank. Pada
degassing tank ini FAS akan dipisahkan dari gas SO3 yang tidak bereaksi dengan cara
dikondensasikan pada keadaan vakum dengan menggunakan steam ejector. Pada degassing
tank, gas dioksan yang terbentuk juga dihilangkan. Akibat tekanan vakum, gas yang
terkandung didalam produk akan hilang dan FAS akan menjadi bening dan tidak berbusa. FAS
kemudian dimasukkan kembali ke degassing tank kedua untuk menyempurnakan reaksi.

Degassing tank yang digunakan adalah Degasing tank dengan dish dengan diameter
lubang sebesar 2-3 mm. Pada saat cairan melewati dish perforated, cairan akan tersebar
menjadi partikel-partikel halus. Panas yang dihasilkan pada proses netralisasi akan didinginkan
dengan menggunakan heat exchanger dengan air sebagai media pendinginnya.

2.4 Proses Adjusment dan Filling

Setelah produk melewati proses netralisasi, produk yang berupa SLS dan SLES
dimasukkan ke dalam adjustment tank. Tujuan dilakukan adjustment adalah untuk mengetahui
apakah produk sudah sesuai dengan spesifiaksi yang telah ditetapkan oleh pabrik dan yang
diminta oleh konsumen. Penentuan ini dilakukan dengan cara mengambil sampel dan diuji pada
bagian Quality Control (QC). Apabila QC menyatakan bahwa produk tidak sesuai spesifikasi,
maka QC akan menentukan langkah-langkah yang diperlukan agar produk memenuhi syarat.
Penambahan bahan dilakukan secara manual. Beberapa parameter yang diperiksa adalah:

a) pH

b) Viskositas

c) Warna

d) Kadar peroksida

e) Keawatan untuk produk liquid active 72%


Apabila produk yang diproduksi mengandung banyak busa, maka produk akan
dimasukkan terlebih dahulu ke fyrma. Fyrma adalah alat yang digunakan untuk menarik busa
yang terdapat didalam produk. Setelah QC menyatakan bahwa produk telah sesuai spesikasi,
maka produk dapat dilanjutkan ke proses filling. Produk akan diisi ke dalam wadah
penyimpanan.

2.5 Turbo Tube Dryer (TTD) Plant

Produk Sodium Lauryl Sulfate (SLS) dijual dalam bentuk needle atau powder sehingga
perlu dilakukan pengeringan. Turbo Tube Dryer plant atau TTD plant adalah tempat SLS
diubah dari fasa liquid menjadi fasa padatan. Pada TTD plant akan menghasilkan produk dalam
bentuk padatan dengan konsentrasi FAS yang tinggi. Produk yang dihasilkan dari TTD plant
adalah SLS dalam bentuk needle dan SLS dalam bentuk powder.

Asam ester dari proses sulfonasi yang telah melalui cyclone langsung dialirkan menuju
VHAN didalam TTD plant. Proses netralisasi terjadi pada TTD plant. Asam ester yang
dipompakan ke TTD plant akan dikeringkan dan dibuat kedalam bentuk needle. Gambar
diagram alir proses TTD plant dapat dilihat pada gambar sebagai berikut.

Reaktor

Degasser VHAN Texapon Paste TTD

Preheater Product Cooling Air pendingin

Packaging

Gambar 4. Diagram alir proses pada TTD plant.

Setelah pasta SLS keluar dari VHAN, SLS kemudian dipanaskan dengan preheater
yang berbentuk shell and tube pada temperatur 120-170oC. Pada bagian tube akan dialirkan
pasta SLS sedangkan pada bagian shell akan dialirkan media pemanas yang berupa steam
dengan tekanan sebesar 8 bar. Steam yang digunakan sebagai media pemanas ini berasal dari
boiler. Produk SLS yang dihasilkan dari preheater akan memiliki kandungan FAS sebesar 80-
85%.

Setelah produk keluar dari preheater, produk SLS dimasukan menuju turbo tube dryer
untuk menghilangkan kembali kandungan air dan amonia didalam produk. Turbo tube dryer
ini beroperasi dalam keadaan vakum agar produk tidak mengalami hidrolisis. Sebelum
dimasukan kedalam tube, SLS diinjeksikan dengan gas NH3. Gas NH3 diperoleh dari NH4OH
cair melalui ammonia preheater yang berbentuk shell and tube.

Produk SLS yang akan dikeringkan akan dialirkan didalam tube dan media pemanas
akan dialirkan pada shell. Media pemanas yang digunakan adalah steam yang berasal dari
boiler. Steam yang telah digunakan sebagai media pemanas akan dialirkan menuju steam trap
dan dibuang. Produk SLS yang telah kering dipisahkan dengan cyclone yang terhubung
langsung dengan turbo tube dryer. Produk SLS yang telah kering akan jatuh ke plodder yang
berupa extruder sedangkan steam dan produk yang ringan akan terbawa menuju steam ejector.
Produk hasil pengeringan ini berupa SLS dengan kadar FAS sebesar 93-95%, air sebesar 2-3%
dan sisanya adalah inert.

Steam yang telah digunakan dilewati cyclone untuk memisahkan steam dengan zat
pengotor. Setelah terpisah, steam yang telah digunakan akan didinginkan dengan kondensor
untuk dipisahkan dari NH3 dengan NH3 stripper. Uap air yang masih terbentuk dibuang melalui
steam ejector dan air yang telah terbebas dari NH3 dibuang menuju hotwell.

Produk SLS kemudian dimasukan kedalam plodder yang berupa extruder dan
didinginkan dengan udara pendingin. Udara pendingin diperoleh dari udara luar yang telah
didinginkan dengan air cooler sebanyak 2 buah dengan media pendingin adalah air pendingin.
udara pendingin yang digunakan memiliki rentang temperatur sebesar 10-13oC. Produk yang
keluar dari hasil pendinginan adalah produk SLS dalam bentuk benang-benang panjang. SLS
berbentuk benang ini kemudian dibawa dengan conveyor dan dipotong dengan chopper
sehingga berbentuk needle dan dikemas pada bagian needle packing.

Apabila produk yang diinginkan adalah produk dalam bentuk bubuk atau powder, maka
produk needle yang telah melewati chopper akan dihaluskan dalam grinder. Grinder
dioperasikan dalam keadaan vakum untuk menghilangkan kembali kandungan di dalam
produk. Pada grinder, produk akan dipanaskan dengan media pemanas yaitu air panas atau
steam selama satu jam. Produk SLS needle kemudian dipotong dengan menggunakan chopper
pertama selama setengah jam. Produk SLS needle yang melewati chopper pertama masih
memiliki kandungan air yang tinggi sehinga dilakukan pemanasan kedua selama setengah jam.
Hasil dari pemanasan kedua adalah produk SLS dalam bentuk powder. Apabila SLS dalam
bentuk powder sudah sesuai dengan spesifikasi, maka proses dihentikan. Apabila produk SLS
powder belum cukup halus, maka produk SLS akan dilakukan adjustment selama setengah jam.
Apabila SLS powder masih memiliki kadar air yang tinggi, maka dilakukan pengeringan
selama setengah jam.

Setelah produk SLS powder sesuai dengan spesifikasi, maka SLS powder akan
dimasukan ke bagian blender untuk diayak dengan ayakan getar (vibrasi). Powder yang
memiliki ukuran yang masih kasar akan diangkut dan dihaluskan pada bagian knife cutter.
Setelah itu, semua SLS powder dimasukan ke bag.

3 Proses Pembuatan Deterjen Bubuk

Spray-drying merupakan proses modern dalam pembuatan deterjen bubuk sintetik dimana
dalam spray-drying terjadi proses pengabutan dan dilanjutkan proses pengeringan. tahapan
dalam proses spray drying adalah sebagai berikut.

1. Alat pengangkut (conveyor) mengumpulkan terus menerus padatan yang telah


ditimbang sebelum membawa padatan tersebut ke crutcher slurry.

2. Crutcher slurry juga menerima komponen–komponen cairan yang mengalir secara


tetap dari damper yang mengumpulkan berbagai umpan.

3. Ketika formula padat, meliputi senyawa SLS, asam lemak dan asam sulphonic
dinetralisasikan dengan alkali dalam mixer sebelum umpan dikirim atau dimasukkan
ke dalam crutcher slurry. Dalam beberapa kasus, ketika tidak ada reaksi yang
diharapkan dari komponen lain maka asam menjadi umpan dan dinetralisasikan secara
langsung di dalam crutcher slurry yang dalam kasus ini bagian dalam dari crutcher
slurry harus terbuat dari bahan–bahan stainless steel agar bagian dalamnya tidak rusak
akibat asam.

4. Crutcher slurry merupakan mixer dengan kecepatan putaran yang tinggi yang didesain
untuk penguraian fine dan membuat campuran menjadi homogen. Pengoperasian
crutcher juga mencegah penumpukkan dan pembentukan gumpalan– gumpalan padat
yang dapat menyumbat pipa aliran umpan.

5. Dari crutcher, slurry kemudian di transfer menuju vessel aging, dimana campuran
tersebut dihomogenisasi lebih lanjut dan diatur berdasarkan derajat hidrosin yang dari
garam anorganik yang diperlukan seperti soda ash, natrium sulfat, dan sodium
tripolyphosphate yang ada dalam formula.

6. Selanjutnya setelah slurry terbentuk barulah masuk ke spray drying tower. Produk yang
dikeringkan dalam bentuk hollow bead dikumpulkan pada bagian atas menara spray
drying dan didinginkan serta dikristalisasikan melalui sistem pembawa airlift dengan
aliran udara dingin.

7. Setelah pengangkutan udara bubuk dasar disaring dan diberikan pengharum dan
akhirnya dicampur dengan komponen-komponen yang sensitif terhadap suhu atau zat
aditif yang kemudian disimpan dalam silo dan akhirnya dibawa ke mesin pengepak
produk.

Berikut adalah gambar dari proses pembuatan bubuk deterjen.

Gambar 5. Alur proses pembuatan deterjen.

Anda mungkin juga menyukai