Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN KASUS

“Diare Cair Akut Dehidrasi Ringan Sedang”

Pembimbing :

dr. Abdurrachman Erman, Sp.A

Oleh :

Andri Dwiputra Pasopati

NIDM : 2015730008

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KELAS B CIANJUR

2019
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena


dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas laporan kasus
“Gastroenteristis Akut Tanpa Dehidrasi” ini tepat pada waktunya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam pembuatan laporan ini masih
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari semua pihak yang membaca ini, agar penulis dapat
mengkoreksi dan dapat membuat laporan kasus ini yang lebih baik kedepannya.
Demikianlah laporan kasus ini dibuat sebagai tugas dari kegiatan klinis di
stase Pediatri serta untuk menambah pengetahuan bagi penulis khususnya dan
bagi pembaca pada umumnya.

Jakarta, Mei 2019

Penulis

1
BAB I

STATUS PASIEN

2.1 Identitas Pasien


Nama : An. R
■ No. RM : 02 885138
Ruang Perawatan : Gandaria kamar I kelas III
TTL : Cianjur, 16 September 2014
Usia : 4 tahun 11 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Pasir Jambu 03/07
Tanggal MRS : 12 September 2019

2.2 Anamnesis
Teknik alloanamnesis kepada orangtua pasien yang dilakukan pada
tanggal 12 September 2019
KU : BAB cair sejak 2 hari SMRS, Frekuensi ± 5x sehari
KT : Mual, muntah ± 5x sehari,demam, dan nafsu makan
menurun.
RPS :
 2 hari SMRS Ibu pasien mengatakan pasien
mngalami BAB mencret, dengan frekuensi BAB
>5x, konsistensi cair, busa dan darah (-), lendir (+),
warna kekuningan.
 Pasien juga mengeluh adanya mual, muntah setelah
makan & minum, kadang berisi makanan dan
kadang hanya cairan saja. Nafsu makan menurun,
tidak terdapat nyeri menelan, tidak ada mimisan
atau perdarahan pada gusi.
 Pasien juga mengalami demam sejak 2 hari SMRS

2
RPD :
 Pasien belum pernah mengalami sakit seperti ini
sebelumnya.
 Riwayat sakit tifoid atau DBD disangkal
 Riwayat kejang demam disangkal
RPK :
 Di Keluarga tidak ada yang menderita hal yang
serupa

 Di Keluarga tidak ada yang menderita sakit tifoid


atau DBD

Riwayat Pengobatan :

 Pasien minum obat penurun panas, namun keluhan


tidak menghilang.
 Pasien tidak sedang dalam pengobatan jangka
panjang.
Riwayat Alergi :
 Pasien tidak ada alergi makanan, obat, cuaca, dan
debu.
Riwayat Kehamilan :
 Ibu pasien rutin ANC ke Bidan Puskesmas dan
selama hamil tidak pernah sakit/terkena infeksi.
Riwayat Kelahiran :
 Anak lahir secara dengan sectio caesarea
 Usia kehamilan 37 minggu.
 Pada saat lahir anak langsung menangis, tidak ada
biru, dan tidak ada komplikasi lain.
 BB lahir = 3000 gram
 PB lahir = 49 cm
Pola Makan :
 Pola makan teratur 3x sehari,namun porsi makan
sedikit.

3
Riwayat Perkembangan :
 Riwayat perkembangan sesuai dengan anak
seusianya
KESAN : tumbuh kembang sesuai dengan usia

Riwayat Imunisasi :
 Imunisasi Hepatitis B : 4x
 Imunisasi Polio : 3x
 Imunisasi BCG : 1x
 Imunisasi DPT : 3x
 Imunisasi Campak : 1x

KESAN : Imunisasi Dasar lengkap

Riwayat Psikososial :
 Pasien tinggal bersama kedua orang
tuanya dan 2 kakaknya..
 Lingkungan rumah bersih, dan sumber air
minum bersih.
 Pasien sering jajan sembarangan.
2.3 Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pada tanggal 12 September 2019

4
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda Vital :
 Suhu : 37.0oC (bangsal)
 Nadi : 100x/menit
 Pernapasan : 32x/mnt
 TD : Tidak dilakukan
Status Antropometri :
 BB sebelum sakit : 19 kg
 BB ketika sakit : 18.5 kg
 TB : 105 cm
Kesan : Gizi Baik

Status Generalis :
 Kepala : Normochepal, rambut hitam,
tidak mudah dicabut.
 Wajah : Simetris, Edema (-), Luka
(-), Pucat (+)
 Mata : Mata cekung (-/-),
Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik
(-/-), Refleks Cahaya (+/+),
Edema palpebra (-/-)
 Hidung : Normonasi, Epitaksis (-/-),
Penafasan cuping hidung (-/-), Sekret (-/-
)
 Telinga : Normotia, Sekret (-/-),
Darah (-/-)
 Mulut : Mukosa bibir lembab,
Perdarahan gusi (-)
 Leher : KGB (-), Pembesaran Tiroid
(-)
 Tenggorok: Faring hiperemis (-), Tonsil

5
(T1/T1).
 Paru-Paru
Inspeksi : Terlihat pergerakan dinding
thorax yang simetris, retraksi dinding
dada (-)
Palpasi : Teraba pengembangan
dinding thorax yang simetris
Perkusi : Terdengar sonor di seluruh
lapang paru
Auskultasi : vesikuler (+/+), wheezing (-
/-), ronkhi (-/-)
 Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi :
- Batas jantung bagian kanan : linea
parasternalis dextra
- Batas jantung bagian kiri : linea
midklavikularis sinistra
Auskultasi : BJ 1 & 2 reguler murni,
murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
Inspeksi : Simetris
Auskultasi : BU (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan (-) turgor baik
Perkusi :Timpani pada seluruh lapang
abdomen
 Ekstremitas atas
Akral : hangat
Edema : -/-
Sianosis : -/-
CRT : <2 detik

6
 Ekstremitas bawah
Akral : hangat
Edema : -/-
Sianosis : -/-
CRT : <2 detik
 Kelenjar inguinal : Tidak ada
pembesaran KGB
 Genitalia : dalam batas
normal

Status Neurologis
 R. Fisiologis :
 Patella (+/+)
 Trisep (+/+)
 Bisep (+/+)
 R. Patologis :
 Babinski (-/-)
 Oppenheim (-/-)
 Chaddock (-/-)
 Gordon (-/-)
 R. Meningeal :
 Kaku kuduk (-)
 Bruzinski I & II (-)
 Laseque (-)
 Kerniq (-)

7
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Tanggal: Nilai Nilai Normal Satuan
13-09-2019
Hemoglobin 7.2 (11.5 – 13.5) gr/dL

Hematokrit 25.8 (32 - 42) %

Leukosit 6.5 (4.5 – 10.5) 103/µL

Trombosit 437 (150 - 450) 103/µL

Eritrosit 6.5 (4 – 5.2) 103/µL

MCV 61.5 (80 - 94) fl

MCH 17.2 (27 - 31) Pg

MCHC 27.9 (33 - 37) g/dL

2.5 Resume
An. R, laki-laki, usia 4 tahun 11 bulan, 2 hari SMRS keluhan BAB
cair, dengan frekuensi BAB >5x, konsistensi cair, lendir (+), warna kuning
kekuningan. Pasien juga mengalami mual, muntah >5 x sehari setiap makan dan
minum. Keluhan disertai demam dengan nafsu makan menurun 2 hari SMRS. Ibu
pasien sudah memberikan paracetamol, namun demam tidak hilang.

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit ringan,


suhu : 36.8oC, nadi : 100x/menit, pernapasan : 26x/menit, dan faring hiperemis.
Gizi cukup, tumbuh kembang sesuai usia.

2.6 Assesment :
- Diare akut dengan Dehidrasi Ringan Sedang
2.7 Diagnosa :

- Diagnosis Klinis : Diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang


- Diagnosis Gizi : Gizi Normal

8
- Diagnosis Imunisasi : Imunisasi dasar lengkap
- Diagnosis Tumbang : Pertumbuhan dan Perkembangan Sesuai
Usia

2.8 Penatalaksanaan
 IFVD RL 15 tpm makro
 Inj. Ondansentron 2 x 20 mg
 Inj. Cefotaxime 3 x 650 mg
 Inj. Omeprazole 2 x 20 mg
 Zinc syr 1 x 2 cth
 Paracetamol syr 3 x 1,5 cth

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali
perhari, disertai perubahan konsistensi tinja mejadi cair dengan atau tanpa
lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. Untuk bayi yang
minum ASI secara eksklusif definisi diare yang praktis adalah meningkatnya
frekuensi buang air besar atau konsistensinya menjadi cair yang menurut
ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya. Kadang – kadang pada seorang
anak buang air besar kurang dari 3 kali perhari, tetapi konsistensinya cair,
keadaan ini sudah dapat disebut diare.

B. EPIDEMIOLOGI
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang termasuk di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab
kematian dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama usia di bawah 5 tahun.
Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena diare dan
sebagian besar kejadian tersebut terjadi di negara berkembang. Sebagai
gambaran 17% kematian anak di dunia disebabkan oleh diare sedangkan di
Indonesia, hasil Riskesdas 2007 diperoleh bahwa diare masih merupakan
penyebab kematian bayi yang terbanyak yaitu 42% dibanding pneumonia
24%, untuk golongan 1-4 tahun penyebab kematian karena diare 25,2%
dibanding pneumonia 15,5%.

C. CARA PENULARAN & FAKTOR RISIKO


Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal – oral yaitu
melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau
kontak langsung tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah
tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat. ( melalui 4 F =
finger, flies, fluid, field).
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara
lain : tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4 – 6 bulan pertama

10
kehidupan bayi, tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh
tinja, kurangnya sarana kebersihan (MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi
yang buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis dan
cara penyapihan yang tidak baik. Selain hal-hal tersebut, beberapa faktor pada
penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara
lain : gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung,
menurunnya motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan
faktor genetik.
1. Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan. Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6 – 11 bulan
pada saat diberikan makanan pendamping ASI. Pola ini menggambarkan
kombinasi efek penurunan kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif
bayi, pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan
kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai
merangkak. Kebanyakan enteropatogen merangsang paling tidak sebagian
kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang berulang, yang membantu
menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih besar dan
pada orang dewasa.
2. Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi
asimtomatik ini meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan
pembentukan imunitas aktif. Pada infeksi asimtomatik yang mungkin
berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja penderita mengandung virus,
bakteri atau kista protozoa yang infeksius. Orang dengan infeksi
asimtomatik berperan penting dalam penyebaran banyak enteropatogen
terutama bila mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak menjaga
kebersihan dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain.
3. Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis.
Didaerah sub tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim
panas, sedangkan diare karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi

11
pada musim dingin. Didaerah tropik (termasuk Indonesia), diare yang
disebabkan oleh rotavirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan
peningkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan diare karena bakteri
cenderung meningkat pada musim hujan.
4. Epidemi dan pandemi
Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan
epidemi dan pandemi yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan
kematian pada semua golongan usia. Sejak tahun 1961, kolera yang
disebabkan oleh V. Cholera 0.1 biotipe Eltor telah menyebar ke negara-
negara di Afrika, Amerika Latin, Asia, Timur Tengah dan di beberapa
daerah di Amerika Utara dan Eropa. Dalam kurun waktu yang sama
Shigella dysentriae tipe 1 menjadi penyebab wabah yang besar di Amerika
Tengah dan terakhir di Afrika Tengah dan Asia Selatan. Pada akhir tahun
1992, di kenal strain baru Vibrio cholera 0139 yang menyebabkan epidemi
di Asia dan lebih dari 11 negara mengalami wabah.
D. Etiologi
Pada saat ini, dengan kemajuan di bidang teknik laboratorium kuman-
kuman patogen telah dapat diidentifikasikan dari penderita diare sekitar 80 %
pada kasus yang datang disarana kesehatan dan sekitar 50 % kasus ringan di
masyarakat. Pada saat ini telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis
mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi. Penyebab
infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus, bakteri dan
parasit. Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah non
inflammatory dan inflammatory.
Enteropatogen menimbulkan non inflammatory diare melalui produksi
enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan
oleh parasit, perlekatan dan / atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya
inflammatory diare biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus
secara langsung atau memproduksi sitotoksin.

Beberapa penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia
adalah sebagai berikut :

12
Golongan Bakteri :

1. Aeromonas 8. Salmonella
2. Bacillus cereus 9. Shigella
3. Campylobacter jejuni 10. Staphylococcus aureus
4. Clostridium perfringens 11. Vibrio cholera
5. Clostridium defficile 12. Vibrio parahaemolyticus
6. Escherichia coli 13. Yersinia enterocolitica
7. Plesiomonas shigeloides

Golongan Virus :

1. Astrovirus 5. Rotavirus
2. Calcivirus (Norovirus, Sapovirus) 6. Norwalk virus
3. Enteric adenovirus 7. Herpes simplex virus *
4. Coronavirus 8. Cytomegalovirus *

Golongan Parasit :

1. Balantidium coli 5. Giardia lamblia


2. Blastocystis homonis 6. Isospora belli
3. Cryptosporidium parvum 7. Strongyloides stercoralis
4. Entamoeba histolytica 8. Trichuris trichiura

* umumnya berhubungan dengan diare hanya pada penderita


imunocompromised

Di negara berkembang kuman patogen penyebab penting diare akut


pada anak-anak yaitu: Rotavirus, Escherichia coli enterotoksigenik,
Shigella, Campylobacter jejuni dan Cryptosporidium.

Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang


menyebabkan diare pada manusia secara selektif menginfeksi dan
menghancurkan sel-sel ujung-ujung villus pada usus halus. Biopsi usus
halus menunjukkan berbagai tingkat penumpulan villus dan infiltrasi sel

13
bundar pada lamina propria. Perubahan-perubahan patologis yang diamati
tidak berkorelasi dengan keparahan gejala-gejala klinis dan biasanya
sembuh sebelum penyembuhan diare. Mukosa lambung tidak terkena
walaupun biasanya digunakan istilah “gastroenteritis”, walaupun
pengosongan lambung tertunda telah didokumentasi selama infeksi virus
Norwalk.
Virus akan menginfeksi lapisan epithelium di usus halus dan
menyerang villus di usus halus. Hal ini menyebabkan fungsi absorbsi usus
halus terganggu. Sel-sel epitel usus halus yang rusak diganti oleh enterosit
yang baru, berbentuk kuboid yang belum matang sehingga fungsinya
belum baik. Villus mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorbsi cairan
dan makanan dengan baik. Selanjutnya, cairan dan makanan yang tidak
terserap/tercerna akan meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan
terjadi hiperperistaltik usus sehingga cairan beserta makanan yang tidak
terserap terdorong keluar usus melalui anus, menimbulkan diare osmotik
dari penyerapan air dan nutrien yang tidak sempurna.

Pada usus halus, enterosit villus sebelah atas adalah sel-sel yang
terdiferensiasi, yang mempunyai fungsi pencernaan seperti hidrolisis
disakharida dan fungsi penyerapan seperti transport air dan elektrolit
melalui pengangkut bersama (kotransporter) glukosa dan asam amino.
Enterosit kripta merupakan sel yang tidak terdiferensiasi, yang tidak
mempunyai enzim hidrofilik tepi bersilia dan merupakan pensekresi
(sekretor) air dan elektrolit. Dengan demikian infeksi virus selektif sel-sel
ujung villus usus menyebabkan (1) ketidakseimbangan rasio penyerapan
cairan usus terhadap sekresi, dan (2) malabsorbsi karbohidrat kompleks,
terutama laktosa.

Pada hospes normal, infeksi ekstra-intestinal sangat jarang,


walaupun penderita terganggu imun dapat mengalami keterlibatan hati dan
ginjal. Kenaikan kerentanan bayi (dibanding dengan anak yang lebih tua
dan orang dewasa) sampai morbiditas berat dan mortalitas gastroenteritis
virus dapat berkaitan dengan sejumlah faktor termasuk penurunan fungsi

14
cadangan usus, tidak ada imunitas spesifik, dan penurunan mekanisme
pertahanan hospes nonspesifik seperti asam lambung dan mukus. Enteritis
virus sangat memperbesar permeabilitas usus terhadap makromolekul
lumen dan telah dirumuskan menaikkan risiko alergi makanan.

Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang


berhubungan dengan pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus
cAMP,cGMP, dan Ca dependen. Patogenesis terjadinya diare oleh
salmonella, shigella, E coli agak berbeda dengan patogenesis diare oleh
virus, tetapi prinsipnya hampir sama. Bedanya bakteri ini dapat menembus
(invasi) sel mukosa usus halus sehingga depat menyebakan reaksi
sistemik.Toksin shigella juga dapat masuk ke dalam serabut saraf otak
sehingga menimbulkan kejang. Diare oleh kedua bakteri ini dapat
menyebabkan adanya darah dalam tinja yang disebut disentri.

Disamping itu penyebab diare non infeksi yang dapat menimbulkan diare
pada anak antara lain :

Kesulitan makan
Defek Anatomis
- Malrotasi
- Penyakit Hirchsprung
- Short Bowel Syndrome
- Atrofi mikrovilli
- Stricture

Malabsorpsi
- Defisiensi disakaridase
- Malabsorpsi glukosa – galaktosa
- Cystic fibrosis
- Cholestosis
- Penyakit Celiac

Endokrinopati
- Thyrotoksikosis
- Penyakit Addison
- Sindroma Adrenogenital

Keracunan makanan
- Logam Berat
- Mushrooms

15
Neoplasma
- Neuroblastoma
- Phaeochromocytoma
- Sindroma Zollinger Ellison

Lain -lain :
- Infeksi non gastrointestinal
- Alergi susu sapi
- Penyakit Crohn
- Defisiensi imun
- Colitis ulserosa
- Gangguan motilitas usus
- Pellagra

E. PATOFISIOLOGI
Secara umum diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses
absorbsi atau sekresi. Terdapat beberapa pembagian diare:
1) Pembagian diare menurut etiologi
2) Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan
- Absorbsi
- Gangguan sekresi.
3) Pembagian diare menurut lamanya diare
- Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari.
- Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi
non-infeksi.
- Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi
infeksi
Kejadian diare secara umum terjadi dari satu atau beberapa
mekanisme yang saling tumpang tindih. Menurut mekanisme diare maka
dikenal:
Diare akibat gangguan absorpsi yaitu volume cairan yang berada di
kolon lebih besar daripada kapasitas absorpsi. Disini diare dapat terjadi
akibat kelainan di usus halus, mengakibatkan absorpsi menurun atau
sekresi yang bertambah. Apabila fungsi usus halus normal, diare dapat
terjadi akibat absorpsi di kolon menurun atau sekresi di kolon meningkat.

16
Diare dapat juga dikaitkan dengan gangguan motilitas, inflamasi dan
imunologi.
a) Gangguan absorpsi atau diare osmotik.
Secara umum terjadi penurunan fungsi absorpsi oleh berbagai sebab
seperti celiac sprue, atau karena:
- mengkonsumsi magnesium hidroksida
- defisiensi sukrase-isomaltase adanya laktase defisien pada anak
yang lebih besar
- adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal
pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan
menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmose antara
lumen usus dan darah maka pada segmen usus jejenum yang bersifat
permeabel, air akan mengalir ke arah lumen jejenum, sehingga air akan
banyak terkumpul air dalam lumen usus. Na akan mengikuti masuk ke
dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul cairan intraluminal yang
besar dengan kadar Na yang normal. Sebagian kecil cairan ini akan
diabsorpsi kembali, akan tetapi lainnya akan tetap tinggal di lumen oleh
karena ada bahan yang tidak dapat diserap seperti Mg, glukose,
sukrose,laktose, maltose di segmen illeum dan melebihi kemampuan
absorpsi kolon, sehingga terjadi diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat
dari jus buah, atau bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah
berlebihan, akan memberikan dampak yang sama.
b) Malabsoprsi umum.
Keadaan seperti short bowel syndrom, celiac, protein, peptida,
tepung, asam amino dan monosakarida mempunyai peran pada gerakan
osmotik pada lumen usus. Kerusakan sel (yang secara normal akan
menyerap Na dan air) dapat disebabkan virus atau kuman, seperti
Salmonella, Shigella atau Campylobacter. Sel tersebut juga dapat rusak
karena inflammatory bowel disease idiopatik, akibat toksin atau obat-obat
tertentu. Gambaran karakteristik penyakit yang menyebabkan malabsorbsi
usus halus adalah atropi villi. Lebih lanjut, mikororganisme tertentu
(bakteri tumbuh lampau, giardiasis, dan enteroadheren E. coli)

17
menyebabkan malabsorbsi nutrien dengan merubah faal membran brush
border tanpa merusak susunan anatomi mukosa. Maldigesti protein
lengkap, karbohidrat, dan trigliserid diakibatkan insuficiensi eksokrin
pankreas menyebabkan malabsorbsi yang signifikan dan mengakibatkan
diare osmotik.
Gangguan atau kegagalan ekskresi pankreas menyebabkan
kegagalan pemecahan kompleks protein, karbohidrat, trigliserid,
selanjutnya menyebabkan maldigesti, malabsorpsi dan akhirnya
menyebabkan diare osmotik. Steatorrhe berbeda dengan malabsorpsi
protein dan karbohidrat dengan asam lemak rantai panjang intraluminal,
tidak hanya menyebabkan diare osmotik, tetapi juga menyebabkan pacuan
sekresi Cl- sehingga diare tersebut dapat disebabkan malabsorpsi
karbohidrat oleh karena kerusakan difus mukosa usus, defisiensi sukrosa,
isomaltosa dan defisiensi congenital laktase, pemberian obat pencahar;
laktulose, pemberian Mg hydroxide (misalnya susu Mg), malabsorpsi
karbohidrat yang berlebihan pada hipermotilitas pada kolon iritabel.
Mendapat cairan hipertonis dalam jumlah besar dan cepat, menyebabkan
kekambuhan diare. Pemberian makan/minum yang tinggi KH, setelah
mengalami diare, menyebabkan kekambuhan diare. Infeksi virus yang
menyebabkan kerusakan mukosa sehingga menyebabkan gangguan sekresi
enzim laktase, menyebabkan gangguan absorpsi nutrisi laktose.
c) Gangguan sekresi atau diare sekretorik
Hiperplasia kripta.
Teoritis adanya hiperplasia kripta akibat penyakit apapun, dapat
menyebabkan sekresi intestinal dan diare. Pada umumnya penyakit ini
menyebabkan atrofi vili.
Luminal secretagogues
Dikenal 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin
bakteri dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam
empedu bentuk dihydroxy, serta asam lemak rantai panjang.
Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara
meningkatkan konsentrasi intrasel cAMP, cGMP atau Ca++ yang

18
selanjutnya akan mengaktifkan protein kinase. Pengaktifan protein kinase
akan menyebabkan fosforilasi membran protein sehingga mengakibatkan
perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di kripta keluar. Di sisi lain
terjadi peningkatan pompa natrium, dan natrium masuk kedalam lumen
usus bersama Cl-.
Bahan laksatif dapat menyebabkan bervariasi efek pada aktivitas
NaK-ATPase. Beberapa diantaranya memacu peningkatan kadar cAMP
intraseluler., meningkatkan permeabilitas intestinal dan sebagian
menyebabkan kerusakan sel mukosa. Beberapa obat menyebabkan sekresi
intestinal. Penyakit malabsorpsi seperti reseksi ileum dan penyakit Crohn
dapat menyebabkan kelainan sekresi seperti menyebabkan peningkatan
konsentrasi garam empedu, lemak.
Blood-Borne Secretagogues.
Diare sekretorik pada anak-anak di negara berkembang, umumnya
disebabkan enterotoksin E coli atau Cholera. Berbeda dengan negara
berkembang, di negara maju, diare sekretorik jarang ditemukan, apabila
ada kemungkinan disebabkan obat atau tumor seperti ganglioneuroma atau
neuroblastoma yang menghasilkan hormon seperti VIP. Pada orang
dewasa, diare sekretorik berat disebabkan neoplasma pankreas, sel non-
beta yang menghasilkan VIP, Polipeptida pankreas, hormon sekretorik
lainnya (sindroma watery diarrhe hypokalemia achlorhydria (WDHA).
Diare yang disebabkan tumor ini termasuk jarang.5 Semua kelainan
mukosa usus, berakibat sekresi air dan mineral berlebihan pada vilus dan
kripta serta semua enterosit terlibat dan dapat terjadi mukosa usus dalam
keadaan normal.
d) Diare akibat gangguan peristaltik
Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, tetapi
perubahan motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorbsi. Baik
peningkatan ataupun penurunan motilitas, keduanya dapat menyebabkan
diare. Penurunan motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang
menyebabkan diare. Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi akan
meningkatkan absorbsi. Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan

19
stasis intestinal berakibat inflamasi, dekonjugasi garam empedu dan
malabsorbsi. Diare akibat hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery
diare dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus kolon iritable pada
bayi. Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada
thyrotoksikosis, malabsorbsi asam empedu dan berbagai penyakit lain.

e) Diare inflamasi
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada
beberapa keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction,
tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah dan limphatic menyebabkan air,
elektrolit, mukus, protein dan seringkali sel darah merah dan sel darah putih
menumpuk dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan
dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan diare sekretorik.

Bakteri enteral patogen akan mempengaruhi struktur dan fungsi tight


junction, menginduksi sekresi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktiflkan
kaskade inflamasi. Efek infeksi bakterial pada tight junction akan
mempengaruhi susunan anatomis dan fungsi absorpsi yaitu cytoskeleton dan
perubahan susunan protein. Penelitian oleh Berkes J dkk. 2003 menunjukkan
bahwa peranan bakteri enteral patogen pada diare terletak pada perubahan
barrier tight junction oleh toksin atau produk kuman yaitu perubahan pada
cellular cytoskeleton dan spesifik tight junction. Pengaruh itu bisa pada kedua
komponen tersebut atau salah satu komponen saja sehingga akan
menyebabkan hipersekresi chlorida yang akan diikuti natrium dan air.
Sebagai contoh C. difficile akan menginduksi kerusakan cytoskeleton maupun
protein,Bacteroides fragilis menyebabkan degradasi proteolitik protein tight
junction, V cholera mempengaruhi distribusi protein tight junction, sedangkan
EPEC menyebabkan akumulasi protein cytoskeleton.

f) Diare terkait imunologi


Diare terkait imunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas
tipe I, III dan IV. Reaksi tipe I yaitu terjadi reaksi antara sel mast dengan IgE
dan alergen makanan. Reaksi tipe III misalnya pada penyakit gastroenteropati,
sedangkan reaksi tipe IV terdapat pada Coeliac disease dan protein loss

20
enteropaties. Pada reaksi tipe I, alergen yang masuk tubuh menimbulkan
respon imun dengan dibentuknya IgE yang selanjutnya akan diikat oleh
reseptor spesifik pada permukaan sel mast dan basofil. Bila terjadi aktivasi
akibat pajanan berulang dengan antigen yang spesifik, sel mast akan
melepaskan mediator seperti histamin, ECF-A, PAF, SRA-A dan
prostaglandin. Pada reaksi tipe III terjadi reaksi komplek antigen-antibodi
dalam jaringan atau pembuluh darah yang mengaktifkan komplemen.
Komplemen yang diaktifkan kemudian melepaskan Macrophage Chemotactic
Factor yang akan merangsang sel mast dan basofil melepas berbagai
mediator. Pada reaksi tipe IV terjadi respon imun seluler, disini tidak terdapat
peran antibodi. Antigen dari luar dipresentasikan sel APC(Antigen Presenting
Cell) ke sel Th1 yang MHC-II dependen. Terjadi pelepasan berbagai sitokin
seperti MIF, MAF dan IFN-γ oleh Th1. Sitokin tersebut akan mengaktifasi
makrofag dan menimbulkan kerusakan jaringan.
Berbagai mediator diatas akan menyebabkan luas permukaan mukosa
berkurang akibat kerusakan jaringan, merangsang sekresi klorida diikuti oleh
natrium dan air.

F. MANIFESTAS KLINIS
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala
lainnya bila terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi
neurologik. Gejala gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut dan muntah.
Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.

Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung


sejumlah ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini
bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas.
Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia.
Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat
menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila tidak
diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat
berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi

21
hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan,
dehidrasi sedang atau dehidrasi berat.

Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enterik patogen


antara lain : vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis, osteomielitis,
meningitis, pneumonia, hepatitis, peritonitis dan septik trombophlebitis.
Gejala neurologik dari infeksi usus bisa berupa paresthesia (akibat m makan
ikan, kerang, monosodium glutamat) hipotoni dan kelemahan otot (C.
botulinum).
Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat
dehidrasi. Panas badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory
diare.. Nyeri perut yang lebih hebat dan tenesmus yang terjadi pada perut
bagian bawah serta rektum menunjukkan terkenanya usus besar.
Mual dan muntah adalah simptom yang non spesifik akan tetapi muntah
mungkin disebabkan oleh karena organisme yang menginfeksi saluran cerna
bagian atas seperti: enterik virus, bakteri yang memproduksi enterotoksin,
Giardia, dan Cryptosporidium.

Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya


penderita tidak panas atau hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak
berat, watery diare, menunjukkan bahwa saluran cerna bagian atas yang
terkena. Oleh karena pasien immunocompromise memerlukan perhatian
khusus, informasi tentang adanya imunodefisiensi atau penyakit kronis sangat
penting.

G. DIAGNOSIS
 Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare,
frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada / tidak lendir dan darah.
Bila disertai muntah: volume dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang,
jarang atau tidak kencing dalam 6 – 8 jam terakhir. Makanan dan minuman
yang diberikan selama diare. Adakah panas atau penyakit lain yang menyertai
seperti: batuk, pilek, otitis media, campak.

22
Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare: memberi oralit,
membawa berobat ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit dan obat-obatan yang
diberikan serta riwayat imunisasinya.
 Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh,
frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya
perlu dicari tanda-tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus dan turgor
kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya : ubun-ubun besar cekung
atau tidak, mata : cowong atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, bibir,
mukosa mulut dan lidah kering atau basah.
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis
metabolik. Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi.
Pemeriksaan ekstreitas perlu karena perfusi dan capilarry refill dapat
menentukan derajat dehidrasi yang terjadi.
Penilaan beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan
cara: obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum da selama
diare.

Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003


Simptom Minimal atau Dehidrasi Dehidrasi Berat
tanpa dehidrasi Ringan - Kehilangan BB >
kehilangan BB Sedang, 9%
< 3% Kehilangan BB
3%-9%
Kesadaran Baik Normal, lelah, Apathis, letargi,
gelisah, irritable tidak sadar
Denyut jantung Normal Normal - Takikardi,
meningkat bradikardia pada
kasus berat
Kualitas nadi Normal Normal – Lemah, kecil,
melemah tidak teraba
Pernapasan Normal Normal – cepat Dalam

23
Mata Normal Sedikit cowong Sangat cowong
Air mata Ada Berkurang Tidak ada
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Cubitan kulit Segera kembali Kembali < 2 Kembali > 2 detik
detik
Capillary refill Normal Memanjang Memanjang,
minimal
Extremitas Hangat Dingin Dingin, mottled,
sianotik
Kencing Normal Berkurang Minimal

Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 1995


Tabel 2. Penilaian derajat dehirasi pada diare akut

PENILAIAN DIARE TANPA DIARE DIARE

DEHIDRASI DEHIDRASI DEHIDRASI

RINGAN SEDANG BERAT

LIHAT:

KEADAAN UMUM Baik, sadar * Gelisah, rewel * Lesu, lunglai,


anak tdk sdr

Mata Normal Cekung Sangat cekung


dan kering

Air mata Ada Tidak ada Tidak ada

Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering

Rasa haus Minum biasa * Haus * Malas


minum, tdk bs mnm

PERIKSA:

Turgor kulit Kembali cepat * Kembali lambat * Kembali sangat


lambat

% TURUN BB <5% 5 – 10 % > 10 %

Estimasi def.cairan 50 % 50 – 100 % > 100 %

Rencana pengobatan Rawat di rumah Rehidrasi: rawat rmh Rawat inap

atau rawat

24
Diare dengan dehidrasi ringan – sedang atau dehidrasi berat bila didapatkan 1 gejala

dengan tanda * ditambah 1 atau lebih gejala lain.


 Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada
umumnya tidak diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin
diperlukan misalnya penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada
sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan
dehidrasi berat. Contoh : pemeriksaan darah lengkap, kultur urine dan
tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih.

Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada diare


akut

o Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah,


glukosa darah, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika.
o Urine : urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap
antibiotika.
o Tinja :
Pemeriksaan makroskopik:
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua
penderita dengan diare meskipun pemeriksaan laboratorium tidak
dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya
disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa atau disebabkan oleh
infeksi diluar saluran gastrointestinal.

Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan


infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif
yang menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus seperti :
E. histolytica, B. coli dan T. trichiura. Apabila terdapat darah
biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E.
Histolytica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada
infeksi EHEC terdapat garis-garis darah pada tinja. Tinja yang
berbau busuk didapatkan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia,
Cryptosporidium dan Strongyloides.

Pemeriksaan mikroskopik:

25
Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya lekosit
dapat memberikan informasi tentang penyebab diare, letak
anatomis serta adanya proses peradangan mukosa. Lekosit dalam
tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang menyerang
mukosa kolon. Lekosit yang positif pada pemeriksaan tinja
menunjukkan adanya kuman invasif atau kuman yang
memproduksi sitotoksin seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni,
EIEC, C. difficile, Y. enterocolitica, V. parahaemolyticus dan
kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides. Lekosit yang
ditemukan pada umumnya adalah lekosit PMN, kecuali pada S.
typhii lekosit mononuklear. Tidak semua penderita kolitis terdapat
lekosit pada tinjanya, pasien yang terinfeksi dengan E. histolytica
pada umumnya lekosit pada tinja minimal. Parasit yang
menyebabkan diare pada umumnya tidak memproduksi lekosit
dalam jumlah banyak. Normalnya tidak diperlukan pemeriksaan
untuk mencari telur atau parasit kecuali terdapat riwayat baru saja
bepergian kedaerah resiko tinggi, kultur tinja negatif untuk
enteropatogen, diare lebih dari 1 minggu atau pada pasien
immunocompromised. Pasien yang dicurigai menderita diare yang
disebabkan giardiasis, cryptosporidiosis, isosporiasis dan
strongyloidiasis dimana pemeriksaan tinja negatif, aspirasi atau
biopsi duodenum atau yeyunum bagian atas mungkin diperlukan.
Karena organisme ini hidup di saluran cerna bagian atas, prosedur
ini lebih tepat daripada pemeriksaan spesimen tinja. Biopsi
duodenum adalah metoda yang spesifik dan sensitif untuk
diagnosis giardiasis, strongylodiasis dan protozoa yang membentuk
spora. E. hystolitica dapat didiagnosis dengan pemeriksaan
mikroskopik tinja segar. Trophozoit biasanya ditemukan pada tinja
cair sedangkan kista ditemukan pada tinja yang berbentuk. Tehnik
konsentrasi dapat membantu untuk menemukan kista amuba.
Pemeriksaan serial mungkin diperlukan oleh karena ekskresi kista
sering terjadi intermiten. Sejumlah tes serologis amubiasis untuk

26
mendeteksi tipe dan konsentrasi antibodi juga tersedia. Serologis
test untuk amuba hampir selalu positif pada disentri amuba akut
dan amubiasis hati.

Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai terdapat


Hemolytic Uremic Syndrome, diare dengan tinja berdarah, bila
terdapat lekosit pada tinja, KLB diare dan pada penderita
immunocompromised.

Oleh karena bakteri tertentu seperti : Y. enterocolitica, V.


cholerae, V. Parahaemolyticus, Aeromonas, C. difficile, E. coli
0157: H7 dan Camphylobacter membutuhkan prosedur
laboratorium khusus untuk identifikasinya, perlu diberi catatan
pada label apabila ada salah satu dicurigai sebagai penyebab diare
yang terjadi. Deteksi toksin C. difficile sangat berguna untuk
diagnosis antimikrobial kolitis. Proctosigmoidoscopy mungkin
membantu dalam menegakkan diagnosis pada penderita dengan
simptom kolitis berat atau penyebab inflammatory enteritis
syndrome tidak jelas setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium
pendahuluan.

H. TERAPI
Departemen Kesehatan mulai melakukan sosialisasi Panduan Tata
Laksana Pengobatan Diare pada balita yang baru didukung oleh Ikatan Dokter
Anak Indonesia, dengan merujuk pada panduan WHO. Tata laksana ini sudah
mulai diterapkan di rumah sakit-rumah sakit. Rehidrasi bukan satu-satunya
strategi dalam penatalaksanaan diare.28,29,30 Memperbaiki kondisi usus dan
menghentikan diare juga menjadi cara untuk mengobati pasien. Untuk itu,
Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi
semua kasus diare yang diderita anak balita baik yang dirawat di rumah
maupun sedang dirawat di rumah sakit, yaitu:

- Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru

- Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut

27
- ASI dan makanan tetap diteruskan

- Antibiotik selektif

- Nasihat kepada orang tua

Rehidrasi dengan oralit baru, dapat mengurangi rasa mual dan


muntah.

Berikan segera bila anak diare, untuk mencegah dan mengatasi


dehidrasi. Oralit formula lama dikembangkan dari kejadian luar biasa diare
di Asia Selatan yang terutama disebabkan karena disentri, yang
menyebabkan berkurangnya lebih banyak elektrolit tubuh, terutama
natrium. Sedangkan diare yang lebih banyak terjadi akhir-akhir ini dengan
tingkat sanitasi yang lebih banyak terjadi akhir-akhir ini dengan tingkat
sanitasi yang lebih baik adalah disebabkan oleh karena virus. Diare karena
virus tersebut tidak menyebabkan kekurangan elektrolit seberat pada
disentri. Karena itu, para ahli diare mengembangkan formula baru oralit
dengan tingkat osmolarits yang lebih rendah. Osmolaritas larutan baru
lebih mendekati osmolaritas plasma, sehingga kurang menyebabkan risiko
terjadinya hipernatremia.

Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut.

Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat


mengembalikan nafsu makan anak.

Penggunaan zinc ini memang popular beberapa tahun terakhir karena


memiliki evidence based yang bagus. Beberapa penelitian telah
membuktikannya. Pemberian zinc yang dilakukan di awal masa diare
selama 10 hari ke depan secara signifikan menurunkan morbiditas dan
mortalitas pasien. Lebih lanjut, ditemukan bahwa pemberian zinc pada
pasien anak penderita kolera dapat menurunkan durasi dan jumlah
tinja/cairan yang dikeluarkan.

28
Zinc termasuk mironutrien yang mutlak dibutuhkan untuk
memelihara kehidupan yang optimal. Meski dalam jumlah yang sangat
kecil, dari segi fisiologis, zinc berperan untuk pertumbuhan dan
pembelahan sel, anti oksidan, perkembangan seksual, kekebalan seluler,
adaptasi gelap, pengecapan, serta nafsu makan. Zinc juga berperan dalam
sistem kekebalan tubuh dan merupakan mediator potensial pertahanan
tubuh terhadap infeksi.

Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam pengobatan diare akut


didasarkan pada efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan
fungsi saluran cerna dan terhadap proses perbaikan epitel saluran cerna
selama diare. Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan aborpsi air
dan elektrolit oleh usus halus, meningkatkan kecepatan regenerasi epitel
usus, meningkatkan jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon
imun yang mempercepat pembersihan patogen dari usus. Pengobatan
dengan zinc cocok diterapkan di negara-negara berkembang seperti
Indonesia yang memiliki banyak masalah terjadinya kekurangan zinc di
dalam tubuh karena tingkat kesejahteraan yang rendah dan daya imunitas
yang kurang memadai. Pemberian zinc dapat menurunkan frekuensi dan
volume buang air besar sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya
dehidrasi pada anak.

Dosis zinc untuk anak-anak:

Anak di bawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari

Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari

Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meskipun anak telah


sembuh dari diare. Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air
matang, ASI, atau oralit. Untuk anak-anak yang lebih besar, zinc dapat
dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit.

29
ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan
menu yang sama pada waktu anak sehat untuk mencegah kehilangan berat
badan serta pengganti nutrisi yang hilang. Pada diare berdarah nafsu
makan akan berkurang. Adanya perbaikan nafsu makan menandakan fase
kesembuhan.

Pengobatan diare

1. Rencana terapi A (diare tanpa dehidrasi)


- Pengobatan diare di rumah
- Berikan cairan lebih banyak dari biasanya
o Oralit, cairan RT (air tajin, sup, yogurt, air)
- Berikan makanan  cegah kurang gizi
o ASI, susu formula yg biasa diberikan
o Sari buah segar (pisang : kalium)
o Makanan tambahan selama & setelah diare (2 mg)
- Bawa anak ke petugas kesehatan bila anak tidak membaik
dalam 3 hari atau menderita sebagai berikut :
o Buang Air besar cair lebih sering
o Muntah berulang-ulang
o Rasa haus yang nyata
o Makan atau Minum sedikit
o Demam
o Tinja berdarah
- Jika akan diberi larutan oralit di rumah, tunjukkan kepada
ibu jumlah oralit yang diberikan setiap habis buang air besar dan
diberikan oralit yang cukup untuk 2 hari.
Umur Jumlah Jumlah oralit yang
oralit tiap BAB disediakan di rumah
< 1 50-100 cc 400 ml /hari ( 2
tahun bungkus)
1-4 100-200 cc 600 – 800 ml/ hari ( 3-
tahun

30
4

bungkus)
>5 200-300 cc 800 – 1000 ml/hari (
tahun 4-5

bungkus)
Dewa 300-400 cc 1200 –2800 ml / hari
sa

2. Rencana terapi B (diare dengan dehidrasi ringan/sedang)


- Upaya rehidrasi oral (URO)
- Oralit untuk 3 jam pertama
< 1 1-5 >5tah De
tahun tahun un wasa

Ada 75 cc/kgBB
timbangan
Tidak ada 300 600 1200 24
timbangan cc cc cc 00 cc

- Tunjukkan pada ibu cara pemberian oralit


- Berikan tablet zink selama 10 hari
- Nilai kembali setelah 3 jam  klasifikasi derajat dehidrasi
lalu tentukan rencana terapi yang sesuai (A/B/C)

3. Rencana terapi C (diare dengan dehidrasi berat)


- Beri cairan intravena secepatnya

Umur Pemberian Pemberian


pertama berikutnya
30 ml/kgBB 70 ml/kgBB

31
selama selama
Bayi (<12 bulan) 1 jam* 5 jam
Anak (sampai 5 30 menit* 2,5 jam
tahun)
*ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangat lemah atau tak
teraba
- Beri oralit segera setelah anak mau minum, biasanya
sesudah 3-4 jam pada bayi atau 1-2 jam pada anak dan beri tablet zinc.
- Periksa kembali bayi setelah 6 jam atau anak setelah 3 jam,
klasifikasi dehidrasi kemudian pilih rencana terapi yang sesuai
- Bila tidak tersedia fasilitas pemberian cairan intravena,
rehidrasi dilakukan dengan pipa nasogastrik
 Oralit 20 ml/kgBB/jam selama 6 jam
 Evaluasi penderita setiap 1-2 jam
 Muntah, kembung, tidak perbaikan dalam 3 jam 
rujuk untuk pengobatan IV
 Sesudah 6 jam klasifikasi dehidrasi kemudian pilih
rencana terapi yang sesuai

I. KOMPLIKASI
Beberapa masalah mungkin terjadi selama pengobatan rehidrasi.
Beberapa diataranya membutuhkan pengobatan khusus.
Gangguan Elektrolit
Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma > 150 mmol/L memerlukan
pemantauan berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium
secara perlahan-lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat
berbahaya oleh karena dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau
nasogastrik menggunakan oralit adalah cara terbaik dan paling aman.
Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan cairan
0,45% saline – 5% dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan
menggunakan berat badan tanpa koreksi. Periksa kadar natrium plasma setelah

32
8 jam. Bila normal lanjutkan dengan rumatan, bila sebaliknya lanjutkan 8 jam
lagi dan periksa kembali natrium plasma setelah 8 jam. Untuk rumatan
gunakan 0,18% saline - 5% dektrosa, perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan
10 mmol KCl pada setiap 500 ml cairan infus setelah pasien dapat kencing.
Selanjutnya pemberian diet normal dapat mulai diberikan. Lanjutkan
pemberian oralit 10 ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare berhenti.
Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na< 130 mol/L).
Hiponatremi sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak
malnutrisi berat dengan oedema. Oralit aman dan efektif untuk terapi dari
hampir semua anak dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na
dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu : memakai Ringer
Laktat atau Normal Saline. Kadar Na koreksi (mEq/L) = 125 – kadar Na
serum yang diperiksa dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh
diberikan dalam 8 jam, sisanya diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum
Na tidak boleh melebihi 2 mEq/L/jam.
Hiperkalemia

Disebut hiperkalemia jika K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan


pemberian kalsium glukonas 10% 0,5 – 1 ml/kgBB i.v. pelan-pelan dalam 5 –
10 menit dengan monitor detak jantung.

Hipokalemia

Dikatakan hipokalemia bila K < 3.5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut


kadar K : jika kalium 2,5 – 3,5 mEq/L diberikan per-oral 75 mcg/kgBB/hr
dibagi 3 dosis. Bila < 2,5 mEq/L maka diberikan secara intravena drip (tidak
boleh bolus) diberikan dalam 4 jam. Dosisnya: (3,5 – kadar K terukur x BB x
0,4 + 2 mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4 jam, kemudian 20 jam
berikutnya adalah (3,5 – kadar K terukur x BB x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB).

Hipokalemi dapat menyebabkan kelemahan otot, paralitik ileus,


gangguan fungsi ginjal dan aritmia jantung. Hipokalemi dapat dicegah dan

33
kekurangan kalium dapat dikoreksi dengan menggunakan oralit dan
memberikan makanan yang kaya kalium selama diare dan sesudah diare
berhenti.

J. PENCEGAHAN
Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara:

 Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare.


Kuman-kuman patogen penyebab diare umumnya disebarkan
secara fekal - oral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu
difokuskan pada cara penyebaran ini.
Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi:
- Pemberian ASI yang benar.
- Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI.
- Penggunaan air bersih yang cukup.
- Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air
besar dan sebelum makan.
- Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota
keluarga. - Membuang tinja bayi yang benar.
 Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu ( host ).
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan
tubuh anak dan dapat mengurangi resiko diare antara lain:
- Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 th.
- Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan memberi makan
dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak.
- Imunisasi campak.

K. PROGNOSIS
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung,
dan terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius
hasilnya sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal.
Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan mortalitas ditujukan pada
anak-anak dan pada lanjut usia.

34
Kematian diare mencerminkan adanya masalah gangguan sistem
homeostasis cairan dan elektrolit, yang memicu terjadinya dehidrasi,
ketidakseimbangan ekeltrolit dan instabilitas vaskular, serta syok.
Diperkirakan 10% pasien yang menderita demam tifoid akan menjadi
penyebar kuman S. Thypi selama 3 bulan, dan 4% akan menjadi karier
kronik. Risiko menjadi karier kronik pada anak cukup rendah.

35
36
DAFTAR PUSTAKA

1. Juffrie Muhammad, dkk. Buku Ajar Gastroentero;ogi Hepatologi. Jilid


Pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI.2009
2. Marcdante Karen J, Kliegman Robert M. Ilmu Kesehatan Anak Esensial.
Edisi Keenam. Jakarta : Saunders Elsevier. Hal : 481-486

37

Anda mungkin juga menyukai