Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

ELIMINASI

DISUSUN OLEH :

NUR IMANNISA

057STYC17

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN
MATARAM 2018/2019
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh.
Pembuangan tersebut dapat melalui urin ataupun bowel (Feses). Miksi adalah
proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. Sistem tubuh yang
berperan saat eliminasi urin yaitu : ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra.
B. Eliminasi Urin
1. Pengertian
Eliminasi urin normalnya adalah pengeluaran cairan. Proses pengeluaran ini
tergantung pada fungsi-fungsi organ eliminasi organ seperti ginjal, ureter, bladder dan
uretra. Ginjal memindahkan air dari darah dalam bentuk urin. Ureter mengalirkan
urin ke bladder. Dalam bladder urin ditampung sampai mencapai batas tertentu yang
kemudian dikeluarkan melalui uretra (Tarwoto & Wartonah 2004).

2. Sistem Tubuh yang Berperan dalam Eliminasi Urin


a. Ginjal
Ginjal merupakan organ retoperitoneal (di belakang selaput perut), terdiri atas
ginjal sebelah kanan dan kiri tulang punggung. Ginjal berperan sebagai pengatur
komposisi dan volume cairan dalam tubuh serta penyaring darah untuk dibuang
dalam bentuk urin sebagai zat sisa yang tidak diperlukan oleh tubuh dan menahannya
agar tidak bercampur dengan zat-zat yang di butuhkan oleh tubuh
b. Kandung Kemih
Kandung kemih merupakan sebuah kantong yang terdiri atas otot halus,
berfungsi menampung urin. Dalam kandung kemih terdapat beberapa lapisan jaringan
otot yang paling dalam, memanjang ditengah, dan melingkar yang disebut sebagai
detrusor, berfungsi untuk mengeluarkan urin bila terjadi kontraksi. Pada dasar
kandung kemih terdapat lapisan tengah jaringan otot berbentuk lingkaran bagian
dalam atau disebut sebagi otot lingkar yang berfungsi menjaga saluran antara
kandung kemih dan uretra, sehingga uretra dapat menyalurkan urin dari kandung
kemih ke luar tubuh.
c. Uretra
Uretra merupakan organ yang berfungsi menyalurkan urin ke bagian luar.
Fungsi uretra pada wanita berbeda dengan yang terdapat pada pria. Pada pria, uretra
digunakan sebagai tempat pengaliran urin dan sistem reproduksi, berukuran panjang
13,7-16,2 cm, dan terdiri atas tiga bagian, yaitu prostat, selaput (membran) dan
bagian yang berongga (ruang). Pada wanita, eretra memiliki panjang 3,7-6,2 cm dan
hanya berfungsi sebagai tempat penyaluran urin ke bagian luar tubuh (Aziz Alimul,
2006).
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urin
a. Diet dan asupan
Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi output atau
jumlah urin. Potein dan natrium dapat menentukan jumlah urin yang dibentuk. Selain
itu, kopi juga dapat meningkatkan pembentuk urin.
b. Respon keinginan awal untuk berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat menyebabkan urin
banyak tertahan didalam vesika urinaria sehingga memengaruhi ukuran vesika
urinaria dan jumlah pengeluaran urin.
c. Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi, dalam
kaitannya dengan ketersediaan fasilitas toilet.
d. Stress psikologi
Meningkatnya stress dapat mengakibatkan seringnya berkemih. Hal ini karena
meningkatnya sensivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urin yang diproduksi.
e. Tingkat aktivitas
Eliminasi urin membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi
sfringter. Hilangnya tonus vesika urinaria menyebabkan kemampuan pengontrolan
berkemih menurun dan kemampuan tonus otot didapatkan dengan beraktifitas.
f. Tingkat perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan dapat memengaruhi pola berkemih. Hal
tersebut dapat ditemukan pada anak-anak, yang lebih memiliki kecenderungan untuk
mengalami kesulitan mengontrol buang air kecil. Namun dengan bertambahnya usia,
kemampuan mengontrol buang air kecil meningkat.
g. Kondisi penyakit
Kondisi penyakit tertentu, seperti diabetes melitus, dapat mempengaruhi produksi
urin.
h. Sosiokultural
Budaya dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urin, seperti adanya
kultur masyaakat yang melarang untuk buang air kecil di tempat tertentu,
i. Kebiasaan seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di toilet dapat mengalami kesulitan
untuk berkemih dengan melalui urinal atau pot urin bila dalam keadaan sakit.
j. Tonus otot
Tonus otot yang memiliki peran penting dalam membantu poses berkemih adalah
kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam
kontraksi pengontrolan pengeluaran urin.
k. Pembedahan
Efek pembedahan dapat menuunkan filtrasi glomeulus yang dapat menyebabkan
penurunan jumlah poduksi urin kaena tampak dari pembeian obat anestesi.
l. Pengobatan
Efek pengobatan menyebabkan peningkatan atau penurunan jumlah urin. Misalnya,
pemberian diuretik dapat meningkatkan jumlah urin, sedangkan pemberian obat
antikolinergik atau antihipertensi dapat menyebabkan retensi urin.
Metode penulisan yang kami buat dengan menggunakan searcing internet, diskusi
kelompok dan mengambil referensi dari beberapa buku.

4. Masalah-masalah Eliminasi Urin


a. Retensi urin
Merupakan penumpukan urin dalam bladder dana ketidakmampuan bladderuntuk
mengosongkan kandung kemih.
Penyebab distensi bladder adalah urin yang terdapat dalam bladder melibihi dari 400
ml. Normalnya adalah 250-400 ml.
b. Inkontinensia urin
Adalah ketidakmampuan otot spinkter eksternal sementara atau menetap untuk
mengontrol ekskresi urin. Ada 2 jenis inkontinesia pertama, stress inkontensia yaitu
stress yang terjadi pada saat tekanan intraabdomen meningkat seperti pada saat batuk
atau tertawa. Kedua, urge inkontensia yaitu inkontensia yang terjadi pada saat klien
terdesak ingin berkemih, hal ini terjadi akibat infeksi saluran kemih bagian bawah
atau spasme bladder.
c. Enurisis
Merupakan ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang diakibatkan
ketidakmampuan untuk mengendalikan spinter eksterna.Biasanya pada anak-anak
atau pada orang jompo.

5. Perubahan Pola Berkemih


a. Frekuensi : Meningkatnya frekuensi berkemih tanpa intake cairan yang meningkat,
biasanya terjadi pada cystitis, stress, wanita hamil.
b. Urgency : Perasaaan ingin segera berkemih dan biasanya terjadi pada anak-anak
karena kemampuan spinter untuk mengontrol berkurang.
c. Dysuria : Rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih misalnya pada infekksi saluran
kemih , trauma, dan struktur uretra.
d. Urinary Suppression : Keadaan dimana ginjal tidak memproduksi urin secara tiba-
tiba. Anuria (urin kurang dari 100 ml/24 jam), Olyguria (urin:100-500).

C. Asuhan Keperawatan
Pengkajian
1. Riwayat keperawatan
a. pola berkemih
b. Gejala dari perubahan berkemih
c. Faktor yang mempengaruhi berkemih
2. Pemeriksaan fisik
a. Abdomen : pembesaran, pelebaran pembuluh darah vena, distensi bladder,
pembesaran ginjal, nyeri tekan, tenderness, bising usus.
b. Genetalia wanita : Inflamasi, nodul, lesi, adanya secret dari meatus, keadaan atropi
jaringan vagina.
c. Genetalia laki-laki : kebersihan, adanya lesi, tenderness, adanya pembesaran
skrotum.
3. Intake dan output cairan
a. Kaji intake dan output cairan dalam sehari (24 jam).
b. Kebiasaan minum di rumah.
c. Intake: cairan infuse, oral, makanan, NGT.
d. Kaji perubahan volume urin untuk mengetahui ketidakseimbangan cairan.
e. Output urin dan urinal, cateter bag, drainage ureterostomy, sistostomi.
f. Karakteristik urin : Warna, kejernihan, bau, kepekatan.
4. Pemeriksaan diagnostic
a. Pemeriksaan urin (urinalisis):
1) warna (N: Jernih kekuningan)
2) penampilan (N: Jernih)
3) Bau (N: Beraroma)
4) Ph(N: 4,5-8,0)
5) Beratb jenis (N: 1,005-1,030)
6) Glukosa (N: Negatif)
7) Keton (N: Kuman pathogen negative).

Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pola eliminasi urin: Inkontinensia
Kemungkinan berhubungan dengan:
a. Gangguan neuromuskuler.
b. Spasme bladder.
c. Trauma pelvic.
d. Infeksi saluran kemih.
e. Trauma medulla spinalis.
Kemungkinan data yang ditemukan:
a. Inkontinensia.
b. Keinginan berkemih yang segera.
c. Sering ke toilet.
d. Menghindari minum.

INTERVENSI RASIOANAL
1. Monitor keadaan bladder setiap 2 jam 1. Membantu mecegah distensi
atau komplikasi
2. Tingkatkan aktivitas dengan kolaborasi 2. Meningkatkan kekuatan otot
dokter/fisioterapi ginjal dan fungsi bladder.
3. Kolaborasi dalam bladder training 3. Menguatkan otot dasar pelvis.
4. Hindari factor pencetus inkontinensia urin 4. Mengurangi/menghindari
seperti cemas inkontinensia
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pengobatan 5. Mengatasi factor penyebab
dan kateterisasi
6. Jelaskan tentang: 6. Meningkatkan pengetahuan dan
1. pengobatan diharapkan pasien lebih
2. kateter kooperatif.
3. penyebab
4. tindakan lainnya
e. Spasme bladder.
f. Setiap berkemih kurang dari 100 ml atau lebih dari 550 ml.
Tujuan yang diharapkan:
a. Klien dapat mengontrol pengeluaran urin setiap 4 jam.
b. Tidak ada tanda-tanda retensi dan inkontinensia urin.
c. Klien berkemih dalam keadaan rileks.

2. Retensi urin
Kemungkinan berhubungan dengan :
a. Obstruksi mekanik.
b. Pembesaran prostat.
c. Trauma.
d. Pembedahan.
e. Kehamilan.
Kemungkinanditemukan data :
a. Tidak tuntasnya pengeluaran urin.
b. Distensi bladder.
c. Hipertropi prostat.
d. Kanker.
e. Infeksi saluran kemih.
f. Pembedahan besar abdomen.

Tujuan yang diharapkan :


a. Pasien dapat mengontrol pengeluaran bladder setiap 4 jam.
b. Tanda dan gejala retensi urin tidak ada.

INTERVENSI RASIOANAL
1. Monitor keadaan bladder setiap 2 jam 1. Menentukan masalah

2. Ukur intake dan output cairan setiap 4 jam 2. Memonitor keseimbangan cairan
3. Berikan cairan 2000 ml/hari dengan kolaborasi
4. Kurangi minum setelah jam 6 malam 3. Menjaga deficit cairan

5. Kaji dan monitor analisis urin elektrolit dan berat 4. Membantu memonitor
badan. keseimbangan cairan
6. Lakukan latihan pergerakan 5. Membantu memonitor
keseimbangan cairan
7. Lakukan relaksasi ketika duduk berkemih 6. Meningkatkan fungsi ginjal dan
8. Anjarkan teknik latihan dengan kolaborasi bladder
dokter/fisioterapi 7. Relaksasi pikiran dapat
9. Kolaborasi dalam pemasangan kateter meningkatkan kemampuan
berkemih
8. Menguatkan otot pelvis

9. Mengeluarkan urin
Eliminasi Alvi
1. pengertian
Sistem tubuh yang memiliki peran dalam proses eliminasi alvi (buang air besar)
adalah sistem gastrointestinal bawah yang meliputi usus halus dan usus besar. Usus
halus terdiri atas duodenum, jejenum, dan ileum dengan panjang kurang lebih 6 meter
dan dengan diameter 2,5 cm serta berfungsi sebagai tempat absorbsi elektrolit Na, Cl,
K, Mg, HCO3, dan Ca. Usus besar dimulai dari rektum, kolon, hingga anus yang
memiliki panjang kurang lebih 1,5 meter dengan diameter 6 cm. Usus besar
merupakan bagian bawah atau bagian ujung dari saluran pencernaan, dimulai dari
katup ileum, caecum sampai ke dubur (anus).
Setiap hari saluran anus menyerap sekitar 800-1000 ml cairan, penyerapan inilah
yang menyebabkan feses memiliki bentuk dan berwujud setengah padat. Jika
penyerapan tidak baik, produk buangan cepat melalui usus besar, feses itu lunak dan
berair. Jika feses terlalu lama didalam usus besar, maka akan terlalu banyak air yang
diserap, sehingga feses menjadi kering dan kerang.

2. Proses Defekasi
Defekasi adalah proses pengosongan usus yang sering disebut dengan buang air
besar. Terdapat dua pusat yang menguasai refleks untuk defekasi, yaitu terletak
dimedula dan sumsum tulang belakang. Apabila terjadi rangsangan parasimpatis,
sfinkter anus bagian dalam akan mengendur dan usus besar menguncup. Refleks
defekasi dirangsang untuk buang air besar kemudian sfinkter anus bagian luar diawasi
oleh sistem saraf parasimpatik, setiap waktu menguncup atau mengendur. Selama
defekasi, berbagai otot lain membantu proses tersebut, seperti otot-otot dinding perut,
diafragma, dan otot dasar pelvis.

3. Masalah Eliminasi Alvi


a. Konstipasi
Merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko tinggi mengalami
statis usus besar sehingga menimbulkan eliminasi yang jarang atau keras, atau
keluarnya tinja terlalu kering dan keras.
Tanda klinis:
1) Adanya feses yang keras
2) Defekasi kurang dari 3xseminggu
3) Menurunnya bising usus
4) Adanya keluhan pada rektum
5) Nyeri saat mengejan dan defekasi
6) Adanya perasaan masih ada sisa feses
Kemungkinan penyebab:
1) Defek persarafan, kelemahan pelvis, immobilitas karena cedera serebrospinalis,
CVA, dll
2) Pola devekasi yang tidak teratur
3) Nyeri saat devekasi karena hemoroid
4) Menurunnya peristaltik karena stres psikologis
5) Penggunaan obat seperti antasida, laksantif, atau anaestesi
6) Proses penuaan

b. Konstipasi kolonik
Merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko mengalami
perlambatan pasase esidu makanan yang mengakibatkan feses kering dan keras.
Tanda klinis :
1) Adanya penurunan frekuensi eliminasi
2) Feses kering dan lunak
3) Mengejan saat defekasi
4) Nyari defekasi
5) Adanya distensi pada abdomen
6) Adanya tekanan pada rektum
7) Nyerri abdomen
Kemungkinan penyebab :
1) Defek persarafan, kelemahan pelvis, imobilitas karena cedera cerebrospinal, CVA,
dan lain-lain
2) Pola defekasi yang tidak teratur
3) Efeksamping penggunaan obat antasida, anaestesi, laksantif, dan lain-lain
4) Menurunnya peristaltik

c. Konstipasi dirasakan
Merupakan kedaaan individu dalam menentukan sendiri penggunaan laksantif,
enema, atau sipositoria untuk memastikan devekasi setiap harinya.
Tanda klinis:
1) Adanya penggunaan laksansia setiap hari sebagai enema atau supositoria secara
berlebihan
2) Adanya dugaan pengeluaran feses pada waktu yang sama setiap hari.
Kemungkinan penyebab:
1) Persepsi salah akibat depresi
2) Keyakinan budaya

d. Diare
Merupakan kedaaan individu yang mengalami atau beresiko sering mengalami
pengeluaran feses dalam bentuk cair. Diare sering disertai dengan kasus kejang usus,
mungkin disertai oleh rasa mual dan muntah.
Tanda klinis:
1) Adanya pengeluaran feses cair
2) Frekuensi lebih dari 3x sehari
3) Nyeri atau keram abdomen
4) Bising usus meningkat
Kemungkinan penyebab :
1) Malabsobsi atau inflamasi, proses infeksi
2) Peningkatan peristaltik karenan peningkatan metabolisme
3) Efek tindakan pembedahan usus
4) Efek penggunaan obat antasida, laksansia, antibiotik, dll
5) Stres psikologi

e. Inkontinensia usus
Merupakan keadaaan individu yang mengalami perubahan kebiasaan defekasi
normal dengan pengeluaran feses tanpa disadari, atau juga dapat dikenal dengan
inkontinensia alvi yang merupakan hilangnya kemampuan otot untuk mngontrol
pengeluaran feses dan gas melalui sfinkter akibat kerusakan sfinkter.
Tanda klinis:
1) Pengeluaran feses yang tidak dikehendaki
Kemungkinan penyebab:
1) Gangguan sfinkter rektal akibat cedera anus, pembedahan , dll
2) Distensi rektum berlebihan
3) Kurangnya kontrol sfinkter akibat cedera medula spinalis, CVA, dll
4) Kerusakan kognitif

f. Kembung
Merupakan keadaaan pembuluh darah dalam perut karena pengumpulan gas
secara berlebihandalam lambung atau usus

g. Hemoroid
Merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena didaerah anus sebagai akibat
peningkatan tekanan didaerah anus yang dapat disebabkan karena konstipasi,
peregangan saat defekasi, dll

h. Fecal Impaction
Merupakan masa feses keras dilipatan rektum yang diakibatkan oleh retensi dan
akumulasi materi feses yang berkepanjangan. Penyebab konstipasi adalah asupan
kurang, aktifitas kurang, diit rendah serat, dan kelemahan tonus otot.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses defekasi:


a. Usia
b. Diit
c. Intake cairan
d. Aktifitas
e. Fisiologis
f. Pengobatan
g. Gaya hidup
h. Prosedur diagnostik
i. Penyakit
j. Anestesi dan pembedahan
k. Nyeri
l. Kerusakan sensorik dan motorik

5. Pengkajian Fokus (ALVI)


a. Riwayat perawatan
1) Pola defekasi : frekuensi, pernah berubah
2) Perilaku defekasi : penggunaan laksatif, cara mempertahankan pola
3) Deskripsi feses : warna, bau, dan tekstur
4) Diit: makanan yang mempengaruhi defekasi, makanan yang biasa dimakan, makanan
yang dihindari, dan pola makan yang teratur atau tidak.
5) Cairan : jumlah dan jenis minuman perhari
6) Aktifitas: kegiatan sehari-hari
7) Kegiatan yang spesifik
8) Penggunaan medikasi : obat-obatan yang mempengaruhi defekasi
9) Stres : stres berkepanjangan atau pendek, koping untuk menghadapi atau bagaimana
menerima
10) Pembedahan atau penyakit menetap

b. Pemeriksaan fisik
1) Abdomen : distensi, simetris, gerakan peristaltik, adanya masa pada perut, tenderness
2) Rektum dan anus: tanda-tanda inflamasi, perubahan warna, lesi, fistula, hemoroid,
adanya massa, tenderness
c. Keadaan feses
Konsistensi, bentuk, bau, warna, jumlah, unsur abnormal dalam feses: lendir.
d. Pemeriksaan diagnostik
1) Anuskopi
2) Proktosigmoidoskopi
3) Rongent dengan kontras
6. Diagnosa Keperawatan, Intervensi, dan Rasional
a. Gangguan eliminasi bowel ; konstipasi (aktual/resiko)
Kemungkinan berhubungan dengan :
1) Immobilisasi
2) Menurunnya aktifitas fisik
3) Illeus
4) Stress
5) Kurang prifasi
6) Menurunnya mobilitas intestinal
7) Perubahan/pembatasan diet
Kemungkinan ditandai dengan :
1) Menurununnya bising usus
2) Mual
3) Nyeri abdomen
4) Adanya massa pada abdomen bagian kiri bawah
5) Perubahan konsistensi feses, frekuensi BAB
Kondisi klinik yang terjadi:
1) Anemia
2) hipotiroidisme
3) dialisa ginjal
4) pembedahan abdomen
5) paralisis
6) cidera spinal chord
7) immobilisasi yang lama
tujuan yang diharapkan:
1) pasien kembali ke pola normal dari fungsi bowel
2) terjadi perubahan pola hidup untuk menurunkan faktor penyebab konstipasi

Intervensi Rasional
1. catat dan kaji warna, konsistensi, jumlah, dan
1. penkajian dasar untuk mengetahui
waktu BAB masalah bowel
2. kaji dan catat pergerakan usus 2. deteksi dini penyebab konstipasi
3. jika terjadi fekal impaction: 3. membantu mengeluarkan feses
- lakukan pengeluaran manual
- lakukan gliserin klisma
4. konsultasikan dengan dokter tentang: 4. meningkatkan eliminasi
- pemberian laksatif
- enema
- pengobatan
5. berikan cairan adekuat 5. membantu feses lebih lunak
6. berikan makanan tinggi serat dan hindari
6. menurunkan konstipasi
makanan yang banyak mengandung gas
dengan konsultasi bagian gizi
7. bantu klien dalam melakukan aktifitas pasif
7. meningkatkan pergerakan usus
dan aktif
8. berikan pendidikan kesehatan tentang: 8. menguatkan otot dasar pelvis
- personal hiegine 9. mengurangi atau menghindari
- kebiasaan diit inkontinensia
- cairan dan makanan yang mengandung gas
- aktifitas
- kebiasaan BAB

b. gangguan eliminasi : diare


kemungkinan berhubungan dengan :
1) inflamasi, iritasi dan mal absorbsi
2) pola makan yang salah
3) perubahan proses pencernaan
4) efek samping pengobatan
kemungkinan data yang ditemukan:
1) feses berbentuk cair
2) meningkatnya frekuensi BAB
3) meningkatnya peristaltik usus
4) menurunnya nafsu makan
kondisi klinik yang mungkin ditemukan :
1) peradangan bowel
2) pembedahan saluran pencernaan bawah
3) gastritis atau enreritis
tujuan yang diharapkan :
1) pasien kembali BAB pada pola normal
2) keadaan feses berbentuk dan lebih keras
Intervensi rasional
1. monitor/kaji konsistensi, warna, bau
1. dasar memonitor kondisi
feses, pergerakan usus, cek berat
badan setiap hari
2. monitor dan cek elektrolit, intake dan
2. mengkaji status dehidrasi
output cairan
3. kolaborasi dengan dokter pemberian
3. mengurangi kerja usus
cairan IV,oral, dan makanan lunak
4. berikan antidiare, tingkatkan intake
4. mempertahankan status hidrasi
cairan
5. cek kulit bagian perineal dan jaga
5. frekuensi BAB yang meningkat
dari gangguan integritas menyebabkan iritasi kulit sekitar anus
6. kolaborasi dengan ahli diet tentang
6. menurunkan stimulasi bowel
diit rendah serat , dan lunak
7. hindari stres dan lakukan istirahat
7. stres meningkatkan stimulus bowel
cukup
8. berikan pendidikan kesehatan
8. meningkatkan pengetahuan dan
tentang: mencegah diare
- cairan
- diet
- obat-obatan
- perubahan gaya hidup

c. gangguan eliminasi bowel : inkontinensia


kemungkinan berhubungan dengan :
1) menurunnya tingkat kesadaran
2) gangguan sfinkter anus
3) gangguan neuromuskuler
4) fekal impaction
kemungkinan data yang ditemukan :
1) tidak terkontrolnya pengeluaran feses
2) baju yang kotor oleh feses
kondisi klinis yang mungkin ada:
1) injuri spinal chord
2) pembedahan usus
3) pembedahan ginekologi
4) stroke
5) trauma pada daerah pelvis
6) usia tua
tujuan yang diharapkan:
1) pasien dapat mngontrol pengeluaran feses
2) pasien dapat kembali pada pola eliminasi normal
Intervensi rasional
1. tentukan penyebab inkontinensia 1. memberikan data dasar untuk
memberikan asuhan keperawatan
2. kaji penurunan masalah ADL yang
2. pasien terganggu ADL karena takut
berhubungan dengan masalah BAB
inkontinensia
3. kaji jumlah dan karakteristik
3. menentukan pola inkontinensia
inkontinensia
4. atur pola makan dan sampai berapa
4. membantu mengontrol BAB
lama terjadinya buang air besar
(BAB)
5. melakukan bowel training dengan
5. membantu mengontrol BAB
kolaborasi fisioterapis
6. lakukan latihan otot panggul 6. menguatkan otot dasar pelvis
7. berikan dengan pengobatan
7. mengontrol frekuensi BAB
kolaborasi dengan dokter

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh. Pembuangan
tersebut dapat melalui urin ataupun bowel.
2. Eliminasi urin normalnya adalah pengeluaran cairan. Proses pengeluaran ini
tergantung pada fungsi-fungsi organ eliminasi organ seperti ginjal, ureter, bladder dan
uretra. Ginjal memindahkan air dari darah dalam bentuk urin. Ureter mengalirkan
urin ke bladder. Dalam bladder urin ditampung sampai mencapai batas tertentu yang
kemudian dikeluarkan melalui uretra (Tarwoto & Wartonah 2004).
3. Sistem tubuh yang memiliki peran dalam proses eliminasi alvi (buang air besar)
adalah sistem gastrointestinal bawah yang meliputi usus halus dan usus besar.

B. Saran
Tim penulis memberikan saran kepada pembaca agar mengkonsumsi makanan yang
mengandung gizi seimbang dan tidak lupa menjaga cairan tubuh dengan cara minum
air sehari delapan gelas.

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat Alimul, Aziz. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba
Medika
Tarwoto & Wartonah. 2004. Kebutuhan Dasar manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta:
salemba medika

Anda mungkin juga menyukai