Anda di halaman 1dari 13

.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan anak merupakan sesuatu yang kompleks.Artinya ada banyak
faktor yang berpengaruh dan saling berhubungan dalam proses perkembangan anak.
Baik unsur-unsur bawaan maupun unsur-unsur pengalaman yang didapat dalam
interaksi lingkungan. Yang keduanya (unsure bawaan dan lingkungan) memiliki
pengaruh tertentu terhadap proses perkembangan anak tersebut.
Tidak setiap anak mengalami perkembangan normal, banyak di antara mereka
yang dalam perkembangannya mengalami hambatan, gangguan, kelambatan, atau
memiliki faktor-faktor resiko sehingga untuk mencapai perkembangan optimal
diperlukan penanganan atau intervensi khusus. Kelompok inilah yang kemudian
dikenal sebagai anak berkebutuhan khusus.
Anak-anak berkebutuhan khusus, adalah anak-
anak yang memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya,
yang membedakan mereka dari anak-anak normal pada umumnya keadaan
inilah yang menuntut pemahaman terhadap hakikat anak berkebutuhan khusus.
Dalam pendidikan luar biasa kita banyak mengenal macam-macam anak
berkebutuhan khusus. Salah satunya anak tunadaksa. Tunadaksa juga merupakan
pribadi individu harus diberi pendidikan baik itu keterampilan, maupun akademik.
Permasalahan di setiap lapangan terkadang tidak semua orang mengetahui
tentang anak tunadaksa tersebut. Oleh karena itu kita harus kaji lebih dalam tentang
anak tunadaksa. Dalam pengkajian tersebut kita butuh banyak informasi tentang siapa
anak tunadaksa, penyebab dan lainnya.
Dengan adanya bantuan baik itu secara umum. Dalam masyarakat nantinya
anak-anak tersebut dapat lebih mandiri dan anak-anak tersebut bisa mengembangkan
potensi yang ada dan dimilikinya yang selama ini terpendam karena ia belum bisa
mandiri. Oleh karena itu makalah ini dapat membantu kita untuk mengetahui anak
tudaksa tersebut.

B. Rumusan masalah.
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah nya adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Definisi anak dengan hambatan fisik dan motorik?
2. Bagaimana Klasifikasi anak dengan hambatan fisik dan motorik?
3. Apa saja karakteristik anak dengan hambatan fisik dan motorik?
4. Apa saja faktor penyebab ketunadaksaan?
5. Apa saja penyebab ketuna daksaan?

C. Tujuan.
Untuk mengetahui :
1. Klasifikasi anak dengan hambatan fisik dan motorik?
2. Karakteristik anak dengan hambatan fisik dan motorik?

1
3. Faktor penyebab ketunadaksaan?
4. Penyebab ketuna daksaan?

2
BAB II ISI

A. Definisi anak dengan hambatan fisik dan motorik:

1. Pengertian Anak Tunadakasa


Anak tunadaksa dapat diartikan sebagai bentuk kelainan atau kecacatan pada
sistem otot, tulang, dan persendian yang bersifat primer atau sekunder yang dapat
mengakibatkan gangguan koordinasi, komunikasi, dan gangguan perkembangan
keutuhan pribadi (Musjafak Assjari,1995 :34). Tunadaksa berasal dari kata “tuna”
yang berarti rugi, kurang dan “daksa” berarti tubuh. Tunadaksa ditujukan kepada
mereka-mereka yang memiliki anggota tubuh tidak sempurna, misalnya buntung atau
cacat. Istilah cacat ortopedi diterjemahkan dari bahasa inggris “ortopedically
handicaped” ortopedic memiliki arti berhubungan dengan otot, tulang dan persendian.
Dengan demikian penderita cacat ortopedi kelainannya terletak pada aspek otot,
tulang, dan persendian.
Istilah Tunadaksa merupakan istilah lain dari cacat tubuh atau tuna fisik yaitu
berbagai kelainan bentuk tubuh yang mengakibatkan berbagai kelainan fungsi dari
tubuh untuk melakukan gerakan-gerakan yang dibutuhkan (Ahmad Toha
Muslim 1996:6).
Gangguan fisik dan motorik adalah anak yang menggalami kelainan atau cacat
yang menetap pada alat gerak ( tulang, sendi, otot ) sedemikian rupa sehingga
memerlukan peleyanan pendidikan khusus jika mengalami gangguan gerakan karena
kelayuhan pada fungsi otak.Tunadaksa berasal dari kata “Tuna“ yang berarti rugi,
kurang dan “daksa“ berarti tubuh.Dalam banyak literitur cacat tubuh atau kerusakan
tubuh tidak terlepas dari pembahasan tentang kesehatan sehingga sering dijumpai
judul “Physical and Health Impairments“ (kerusakan atau gangguan fisik dan
kesehatan).
Hal ini disebabkan karena seringkali terdapat gangguan kesehatan. Sebagai
contoh, otak adalah pusat kontrol seluruh tubuh manusia. Apabila ada sesuatu yang
salah pada otak (luka atau infeksi), dapat mengakibatkan sesuatu pada fisik/tubuh,
pada emosi atau terhadap fungsifungsi mental, luka yang terjadi pada bagian otak baik
sebelum, pada saat, maupun sesudah kelahiran, menyebabkan retardasi dari mental
(tunagrahita). Pada dasarnya kelainan pada peserta didik tunadaksa dikelompokan
menjadi dua bagian besar, yaitu kelainan pada system
Serebral (cerebral system) dan kelainan pada system otot dan rangka
(musculoskeletal system). Peserta didik tunadaksa memiliki kecacatan fisik sehingga
mengalami gangguan pada koordinasi gerak, persepsi dan kognisi disamping adanya
kerusakan syaraf tertentu. Kerusakan saraf disebabkan karena pertumbuhan sel saraf
yang kurang atau adanya lika pada system saraf pusat. Kelainan saraf utama
menyebabkan adanya cerebral palsy, epilepsi, spina bifida dan kerusakan otak
lainnya.

3
Anak dengan cerebral palsy mempunyai masalah dengan persepsi visual
meliputi gerakan-gerakan untuk menggapai, menjakau dan menggenggam benda, serta
hambatan dalam memperikan jarak dan arah. Cerebral palsy merupakan kelainan
koordinasi pada control otot disebabkan oleh luka (mendapatkan cedera) diotak
sebelum dan sesudah dilahirkan atau pada awal masa anak-anak. Masalah utama gerak
yang dihadapi oleh anak spina bifida adalah kelumpuhan dan kurangnya control
gerak.
Pada anak hydrocephalus masalah yang dihapi ialah mobilitas gerak.Derajat
keturunan akan mempengaruhi kemanpuan penyesuaian diri dengan lingkungan,
kecenderungan untuk bersifat pasif. Demikianlah pada halnya dengan tingkah laku
anak tunadaksa sangat dipengaruhi oleh jenis dan derajat keturunannya. Jenis
kecacatan itu akan dapat menimbulkan perubahan tingkah laku sebagai kompensasi
akan kekurangan atau kecacatan. Ditinjau dari aspek psikologis, anak tunadaksa
cenderung merasa malu, rendah diri dan sensitif, memisahkan diri dari lingkungan.

B. Klarifikasi anak dengan hambatan fisik dan motorik (Tuna Daksa).

Klasifikasi anak tunadaksa dibedakan menjadi dua, Pertama anak tunadaksa dilihat dari
faktor-faktor yang menyebabkan kelainan dan yang kedua dilihat dari sistem
kelainannya.

1. Anak Tunadaksa ditinjau dari faktor-faktor yang menyebabkan kelainan dibedakan


atas :
a. Kerusakan otak yaitu jenis Cerebral Palsy. Jenis ini cirinya sangat beragam dengan
masalah yang kompleks. Selain mengalami kelainan gerak tubuh juga mengalami
kelainan indera, dan diantaranya mengalami kelainan kecerdasan.
b. Kerusakan pada sumsum tulang belakang (Medulla spinalis), misal kerusakan
bagian depan sel sel-sel sumsum tulang belakang yang disebabkan karena penyakit
poliomielitis. Jenis ini mengalami kelainan yang bersifat layuh dan lembek
(flaksid).
c. Cacat bawaan (congenital abnormalities) Cacat bawaan ini terjadi pada anak saat
dalam kandungan (pra-natal) atau kecacatan terjadi pada saat anak dilahirkan
d. Infeksi, Infeksi dapat menyebabkan kelainan pada anggota gerak atau bagian tubuh
lainnya. Kelainan ini bersifat sekunder karena merupakan akibat dari adanya
infeksi. Misalnya poliomyelitis.
e. Gangguan metabolism Gangguan metabolisme dapat terjadi pada bayi dan anak-
anak disebabkan faktor gizi (nutrisi), sehingga mempengaruhi perkembangan tubuh
dan mengakibatkan kelainan pada sistem ortopedis dan fungsi intelektual.
f. Kecelakaan, kecelakaan atau istilah lain disebut dengan trauma dapat
mengakibatkan kelainan ortopedis berupa kelainan koordinasi, mobilisasi atau
kelainan yang lain tergantung akibat dari kecelakaan tersebut.

4
g. Penyakit yang progresif Anak tunadaksa dapat terjadi karena penyakit progresif
yang diperoleh melalui genetic (keturunan) atau karena penyakit. Misalnya DMP
(dystrophia musculorum progresiva), dan
h. Tunadaksa yang tidak diketahui penyebabnya ;Kelainan tunadaksa jenis terakhir ini
sulit untuk dideteksi faktor-faktor apa yang menyebabkan mereka menjadi
tunadaksa, karena sangat sulitnya mendeteksi faktor penyebab kelainan maka
mereka dikelompokkan kedalam jenis yang tidak diketahui sebab-sebabnya.

2. Klasifikasi anak tunadaksa dilihat dari sistem kelainanya


Pada dasarnya kelainan pada anak tunadaksa dapat dikelompokkan menjadi dua
bagian besar, yaitu (1) Kelainan pada sistem serebral (cerebral system), dan (2)
kelainan pada sistem otot dan rangka (musculus skeletal system)

1) Kelainan pada sistem serebral (cerebral system disorders).


Penggolongan anak tunadaksa kedalam kelompok kelainan sistem serebral
didasarkan pada letak penyebab kelainan yang terletak di dalam sistem syaraf pusat
(otak dan sumsum tulang belakang). Kerusakan pada sistem syaraf pusat
mengakibatkan bentuk kelainan yang krusial, karena otak dan sumsum tulang
belakang merupakan pusat komputer dari aktivitas hidup manusia. Didalamnya
terdapat pusat kesadaran, pusat ide, pusat kecerdasan, pusat motorik, pusat sensoris
dan lain sebagainya. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah cerebral palsy.

2) Kelainan pada sistem otot dan rangka (musculus skeletal system) Sistem otot dan
rangka adalah bagian-bagian atau jaringan-jaringan yang membentuk gugusan
otot dan rangka sehingga terjadi koordinasi yang normal dan fungsional dalam
menjalankan tugasnya.antara lain meliputi :(1) Poliomyelitis;(2).Muscle
dystrophy;(3).Spina Bifida.

3) Kelainan tunadaksa karena bawaan (congenital deformities) Kelainan tunadaksa


atau cacat ortopedi dapat terjadi karena faktor bawaan yang disebabkan oleh faktor
endogeen (gen) dari ayah, ibu, dari kedua-duanya, sehingga sel-sel pertama yang
tumbuh menjadi bayi telah mengalami cacat, Kelainan ini terjadi karena faktor
exogen, yaitu pada awal-awal pertumbuhan sel.

C. Karakteristik anak dengan hambatan fisik dan motorik (Tuna Daksa)


1) Karakteristik Umum
Anak tunadaksa yang beragam jenis dan tingkat kecacatan serta pengaruh-
pengaruh lain akan membentuk dan mencoraki masing-masingdiri mereka. Bentuk
dan corak masing-masing anak tunadaksa tidak lepas dengan bentukan lingkungan.
Disamping yang sifatnya bawaan. Bawaan dalam pengerrtian ini melekat dengan
tetapnya kecacatan terutama yang berhubungan dengan kelainan pada sistem syaraf
pusat (SSP).

5
Lewandowski dan cruickshank (1980) mengemukakan enam faktor yang
mempengaruhi diri anak tunadaksa, yaitu: (1) usia terjadinya ketunadaksaan,
Faktor usia terjadinya kelainan berpengaruh terhadap diri anak, baik menyangkut
aspek fisik, psikologis, maupun sosialnya. Kelumpuhan terjadi (2) derajat
kecacatan, (3) kondisi-kondisi yang tampak, (4) dukungan keluarga dan sosial, (5)
sikap terhadap anak tunadaksa, dan (6) status sosial lingkungan.

2) Karakteristik Khusus
Telaah terhadap karakteristik anak tunadaksa secara khusus subjeknya
mereka yang mengalami kelainan (1) sistem cerebral dan (2) sistem musculus
sceletal.
a) Karakteristik penyandang kelainan sistem cerebral.
Penyandang kelainan sistem cerebral, cerebral palsy, kelainannya
terletak pada sistem syaraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang). Sumsum
tulang belakang berfungsi menyampaikan pesan antara otak dan bagian anggota
tubuh lainnya. Pesan-pesan yang disampaikan bdrupa perintah melakukan
aktivitas, misalnya mengambil buku, menutup pintu, dan lari. Disamping itu,
otak juga berfungsi menerima balikan rangsang dari dunia sekitar melalui
saluran sumsum tulang belakang. Otak anak cerebral palsy mengalami
kerusakan, adapun kelainan lain pada anak cerebral palsy antara lain:
1. Gangguan motoric
Anak cerebral palsy mengalami kerusakan pada pyramidal tract dan atau
extrapyramidal. Kedua sistem tersebut berfungsi untuk mengatur sistem motorik
manusia. Oleh karenanya anak-anak cerebral palsy mengalami gangguan fungsi
motoriknya. Berupa kekakuan, kelumpuhan, gerakan-gerakan yang tidak dapat
dikendalikan, gerakan ritmis, dan gangguan keseimbangan.
2. Gangguan sensoris
Pusat sensoris manusia terletak di otak. Adanya kerusakan otak, seperti
halnya anak cerebral palsy sering juga ditemui yang menderita gangguan
sensoris. Gangguan sensoris yang dimaksudkan yaitu kelainan penglihatan,
pendengaran, kemampuan kesan gerak dan raba (tactile-kinestetik). Gangguan
pendengaran (hearing loss) pada anak cerebral palsy sering dijumpai pada jenis
athetoid. Gangguan pendengaran pada anak cerebral palsy terjadi karena anak
sering mengalami kejang-kejang sehingga syaraf pendengaran tidak dapat
berfungsi dengan baik. Gangguan pendengaran ini menjadi hambatan bagi anak
pada saat memperoleh pelajaran sehingga berpengaruh terhadap prestasi belajar
anak.
3. Tingkat kecerdasan
Tingkat kecerdasan anak cerebral palsy berentang, mulai dari tingkat yang paling
dasar, yaitu idiocy sampai gifted. Sebagian cerebral palsy sekitar 45
% mengalami keterbelakangan mental dan 35 % lagi mempunyai tingkat
kecerdasan normal dan diatas rata-rata. Sedangkan sisanya berkecerdasan sedikit
dibawah rata-rata (Hardman,1990). Ahli-ahli lain mengemukakan beberapa anak
cerebral palsy mempunyai kecerdasan normal atau diatas rata-rata anak normal,

6
dan sedikit yang gifted (Batshaw dan Perret, 1986; Cruickshank, Hallaan dan
Bice,1976).
4. Kemampuan Persepsi.
Anak cerebral palsy selain mengalami kelainan motorik juga mengalami kelainan
persepsi. Persepsi seseorang diperoleh melalui tahapan-tahapan. Tahapan pertama
stimulus merangsang alat dria, berikutnya rangsang tersebut diteruskan ke
otak oleh syaraf sensoris, dan akhirnya otak menerima, menafsirkan dan
menganalisis rangsang tersebut, dan terjadilah peristiwa persepsi.
5. Kemampuan kognisi
Kognisi merupakan suatu proses interaksi yang dinamis antara diri individu yang
telah matang dengan lingkungan yang terjadi secara terus menerus melalui
persepsi dengan menggunakan media sensori (indera). Dalam proses tersebut
terjadi pengenalan, pemahaman, penghayatan, dan interpretasi terhadap informasi
lingkungan.
6. Kemampuan berbicara
Gangguan bicara anak cerebral palsy disebabkan oleh kelainan motorik otot-otot
bicara dan ada pula yang terjadi karena kurang dan tidak terjadinya proses
interaksi dengan lingkungan. Otot-otot bicara yang lumpuh atau kaku (spasm)
seperti lidah, bibir, dan rahang bawah akan mengganggu pembentukan artikulasi
yang benar.
7. Simbolisasi
Simbolisasi merupakan bentuk tertinggi dari kemampuan mental dan
memerlukan konsentrasi secara abstrak. Proses pembentukan simbol dapat
dikelompokkan dalam menerima dan menyampaikan fungsi kata dan gerakan.
Simbol diterima melalui pendengaran dan penglihatan. Kesulitan dalam
pendengaran dapat mempengaruhi ketidak mampuan menangkap ucapan-ucapan
yang disampaikan dan tidak mengerti hal yang dibicarakan. Sedangkan kesulitan
dalam penglihatan mengakibatkan seorang mengalami hambatan dalam
menangkap isi pesan yang ditulis.
8. Emosi dan penyesuaian sosial
Penyusaian sosial seorang diasumsikan berkaitan erat dengan konsep diri (self-
concept) (Sawrey dan Telfrod,1975). Kecacatan yang terdapat pada diri anak,
respon dan sikap masyarakat mempengaruhi pembentukan pribadi anak-anak
cerebral palsy secara umum, dan khususnya yang berkaitan dengan konsep
dirinya.

D. Faktor ketunadaksaan
Faktor penyebab tuna daksa dapat dibagi menjadi 3:
1. Faktor Prenatal (Sebelum kelahiran);Kelainan fungsi anggota tubuh atau
ketunadaksaan yang terjadi sebelum bayi lahir atau ketika dalam kandungan
dikarenakan faktor genetik dan kerusakan pada sistem saraf pusat. Faktor yang
menyebabkan bayi mengalami kelainan saat dalam kandungan adalah:

7
a) Anoxia prenatal, hal ini disebabkan pemisahan bayi dari placenta, penyakit
anemia, kondisin jantung yang gawat, shock, dan percobaan pengguguran
kandungan atau aborsi.
b) Gangguan metabolisme pada ibu
c) Bayi dalam kandungan terkena radiasi Radiasi langsung mempengaruhi
sistem syaraf pusat sehingga sehingga struktur maupun fungsinya terganggu.
d) Ibu mengalami trauma (kecelakaan) Trauma ini dapat mempengaruhi sistem
pembentukan syaraf pusat. Misalnya ibu yang jatuh dan mengakibatkan
benturan keras pada perutnya dan secara kebetulan tepat mengenai kepala
bayi maka akan mengganggu sistem syaraf pusat.
e) Infeksi atau virus yang menyerang ibu hamil sehingga mengganggu otak bayi
yang dikandungnya

2. Faktor Neonatal (saat lahir)


a) Kesulitan pada kelahiran karena posisi bayi sungsang atau bentuk pinggul ibu
yang terlalu kecil.
b) Pendarahan pada otak saat kelahiran.
c) Kelahiran prematur.
d) Penggunaan alat bantu kelahiran berupa tang saat mengalami kesulitan
kelahiran sehingga mengganggu fungsi otak padabayi.
e) Gangguan placenta yang mengakibatkan kekurangan oksigen yang dapat
mengakibatkan terjadinya anoxia.
f) Pemakaian anestasi yang melebihi ketentuan Pemakaian anestasi yang
berlebihan ketika proses operasi saat melahirkan dapat mempengaruhi sistem
persyarafan otak bayi, sehingga otak mengalami kelainan struktur ataupun
fungsi.

3. Postnatal (setelah kelahiran)


a) Faktor penyakit seperti meningitis (radang selaput otak), enchepalitis (radang
otak), influenza, diphteria, dan partusis.
b) Faktor kecelakaan Misalnya kecelakaan lalu lintas, terkena benturan benda
keras, terjatuh dari tempat yang berbahaya bagi tubuhnya khususnya kepala
yang melindungi otak.
c) Pertumbuhan tubuh atau tulang yang tidak sempurna

E. Dampak Ketunadaksaan
Tidak dapat dipungkiri bahwa fungsi motorik dalam kehidupan manusia sangat
penting, terutama jika seseorang itu ingin mengadakan kontak dengan lingkungannya,
baik lingkungan sosial maupun lingkungan alam sekitarnya. Maka peranan motorik
sebagai sarana yang dapat mengantarkan seseorang untuk melakukan aktifitas
mempunyai posisi yang dapat mengantarkan seseorang untuk melakukan aktifitas
mempunyai posisi yang sangat strategis, disamping kesertaan indra yang lain. Oleh
karena itu, dengan terganggunya fungsi motorik sebagai akibat dari penyakit,
kecelakaan atau bawaan sejak lahir, akan berpengaruh terhadap keharmonisan indra
yang lain dan pada gilirannya akan berpengaruh pada fungsi bawaannya. Ditinjau dari

8
aspek psikologis, anak tunadaksa cenderung merasa malu, rendah diri dan sensitif,
memisahkan diri dari lingkungan. Disamping itu terdapat beberapa problema penyerta
bagi anak tunadaksa antara lain:
a) Gangguan Penglihatan Anak Tunadaksa,Penelitian tentang kekurangan atau gangguan
penglihatan pada anak tunadaksacerebral palsy menunjukkan bahwa sejumlah besar
dari mereka juga mengalami penyimpangan penglihatan.
b) Gangguan Pendengaran Anak Tunadaksa,Masalah lain yang dihadapi oleh
anak cerebral palsy adalah gangguan ketajaman pendengaran. Semula ada keraguan
bahwa kerusakan otak dapat berpengaruh pada kemampuan atau ketajaman
pendengaran, sebagaimana kerusakan otak berpengaruh pada kerusakan penglihatan.
Hal ini didasari pemikiran bahwa pendengaran tidak memiliki fungsi-funfsi motor,
dan berbeda dengan penglihatan yang dibantu otot-tot mata.
c) Kelainan bicara yang dialami anak cerebral palsy antara lain dysarthria (gangguan
bicara pada bagian artikulasinya akibat lemahnya pengontrolan gerak), delayed
speech(gangguan bicara karena keterbelakangan mental dan disfungsinya otak), voice
disorder(gangguan pita suara), stuttering (gagap), serta aphasia (gangguan bahasa
verbal).
d) Gangguan Presepsi Anak Tunadaksa, Gangguan lain yang bersifat psikologis dari
anak cerebral palsy adalah gangguan presepsi. Presepsi dalam beberapa referensi
disepakati mencakup pendengaran (auditory), penglihatan
(visual), sentuhan (tactile), serta kepekaan modalitas yang lain. Secara kuantitatif
anak tunadaksa ortopedi tidak menunjukkan perbedaan dengan yang lain, sebab dalam
beberapa studi memang tidak terbukti dan problem penyesuaian diri lebih banyak
terjadi pada anak tunadaksa.

9
BAB III TANGGAPAN

A. Analisis Pertanyaan
1. Penyebab tuna daksa apa ..?
2. Bagaimana cara agar kita peduli dengan kaum tuna daksa..?

B. Analisis jawaban

1. Penyebab tuna daksa adalah,Penyebab Tuna Daksa Ada beberapa macam sebab
yang dapat menimbulkan kerusakan pada anak hingga menjadi tuna daksa.
Kerusakan tersebut ada yang terletak dijaringan otak, jaringan sumsum tulang
belakang, pada sistem musculus skeletal.Adanya keragaman jenis tuna daksa dan
masing-masing kerusakan timbulnya berbeda-beda. Dilihat dari saat terjadinya
kerusakan otak dapat terjadi pada masa sebelum lahir, saat lahir, dan sesudah
lahir.

2. Tujuan pendidikan anak tuna daksa mengacu pada peraturan Pemerintah No. 72
tahun 1991 agar peserta didik mampu mengembangkan sikap, pengetahuan, dan
keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan
hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar serta
dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan
lanjutan. Connor (1975) dalam musyafak Asyari (1995) mengemukakan bahwa
dalam pendidikan anak tuna daksa perlu dikembangkan 7 aspek yang
diadaptasikan sebagai berikut.
a) Pengembangan Intelektual dan Akademik,Pengembangan aspek ini dapat
dilaksanakan secara formal di sekolah melalui kegiatan belajar. Di sekolah
khusus anak tuna daksa (SLB-D) tersedia seperangkat kurikulum dengan
semua pedoman pelaksanaannya, namun hal yang lebih penting adalah
pemberian kesempatan dan perhatian khusus pada anak tuna daksa untuk
mengoptimalkan perkembangan intelektual dan akademiknya.
b) Membantu Perkembangan Fisik, Karena anak tuna daksa mengalami
kecacatan fisik maka dalam proses pendidikan guru harus turut
bertanggung jawab terhadap pengembangan fisiknya dengan cara bekerja
sama dengan staf medis. Hambatan utama dalam belajar adalah adanya
gangguan motorik. Oleh karena itu, guru harus dapat mengatasi gangguan
tersebut sehingga anak memperoleh kemudahan dalam mengikuti

10
pendidikan. Guru harus membantu memelihara kesehatan fisik anak,
mengoreksi gerakan yang salah dan mengembangkan ke arah gerakan
yang normal.
c) Meningkatkan Perkembangan Emosi dan Penerimaan Diri Anak,Dalam
proses pendidikan, para guru bekerja sama dengan psikolog harus
menanamkan konsep diri yang positif terhadap kecacatan agar dapat
menerima dirinya. Hal ini dapat dilakukan dengan menciptakan
lingkungan sekolah yang kondusif sehingga dapat mendorong terciptanya
interaksi yang harmonis.
d) Mematangkan Aspek Sosial, Aspek sosial yang meliputi kegiatan
kelompok dan kebersamaannya perlu dikembangkan dengan pemberian
peran kepada anak tuna daksa agar turut serta bertanggung jawab atas
tugas yang diberikan serta dapat bekerja sama dengan kelompoknya.
e) Mematangkan Moral dan Spritual, Dalam proses pendidikan perlu
diajarkan kepada anak tentang nilai-nilai, norma kehidupan dan
keagamaan untuk membantu mematangkan moral dan spritualnya.
f) Meningkatkan Ekspresi Diri,Ekspresi diri anak tuna daksa perlu
ditingkatkan melalui kegiatan kesenian, keterampilan, atau kerajinan.
g) Mempersiapkan Masa Depan Anak,Dalam proses pendidikan, guru dan
personil lainnya bertugas untuk menyiapkan masa depan anak. Hal
tersebut dapat dilakukan dengan cara membiasakan anak bekerja sesuai
dengan kemampuannya, membekali mereka dengan latihan keterampilan
yang menghasilkan sesuatu yang dapat dijadikan bekal hidupnya.

Ketujuh sasaran pendidikan tersebut di atas sebenarnya bersifat dual purpose


{ganda), yaitu berkaitan dengan pemulihan fungsi fisik dan pengembangan dalam
pendidikannya. Tujuan utamanya adalah terbentuknya kemandirian dan keutuhan
pribadi anak tuna daksa

11
BAB IV KESIMPULAN

Anak tuna daksa adalah seseorang yang mengalami kerusakan atau kelainan pada
tulang, otot, dan sendi dalam fungsinya secara normal sehingga mengakibatkan gangguan
pada gangguan gerak, kecerdasan, komunikasi, bersosialisasi, dan beradaptasi dalam kegiatan
sehari – harinya sehingga mereka memerlukan layanan pendidikan khusus.Jenis kecacatannya
dibagi menjadi : cacat fisiknya saja, Cacat fisik disertai gangguan kecerdasan, bicara,
perilaku, dll (cacatnya ganda).
Faktor Penyebabnya, sebelum anak dilahirkan, pada waktu proses kelahiran, setelah
dilahirkan. Klasifikasi Anak Tuna Daksa yaitu Kelainan pada sistem cerebral, dan Kelainan
pada sistem otot dan rangka Karakteristik Anak Tuna Daksa yaitu Karakteristik Akademik,
Karakteristik sosial/ emosional, dan Karakteristik fisik / kesehatan. Rehabilitasi untuk Anak
Tuna Daksa yaitu Rehabilitasi Medis, Rehabilitasi Vokasional dan Rehabilitasi Psikososial.

12
DFTAR PUSTAKA

Kartadinata, Sumaryo. Psikologi Anak Luar Biasa. Jakarta : Depdikbud Dikti

https://apriyanisusilawati.blogspot.co.id/2016/05/makalah-tuna-daksa.html

http://beredukasi.blogspot.co.id/2013/09/pengertian-dan-karekteristik-tuna-daksa.html

13

Anda mungkin juga menyukai