Anda di halaman 1dari 43

PANDUAN

SKRINING PASIEN

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR


DINAS KESEHATAN
RUMAH SAKIT UMUM KARSA HUSADA BATU
Jalan A.Yani 10 – 13 Telp. ( 0341 ) 596898 – 591076 – 591036 – Fax. 596901 – 591076
Email : rsukhbatu@jatimprov.go.id
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
DINAS KESEHATAN
RUMAH SAKIT UMUM KARSA HUSADA BATU
JL. A. YANI 10 - 13 BATU
TELP. ( 0341 ) 596898 - 591076 - 591036 FAX. 596901 - 591076

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM KARSA HUSADA BATU


Nomor :188 /590 / 101.18 / 2019
TENTANG

PANDUAN SKREENING RUMAH SAKIT UMUM KARSA HUSADA BATU

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM KARSA HUSADA BATU,

Menimbang : a. Bahwa skreening awal dilakukan dengan visual baik


oleh petugas Rumah Sakit untuk mengetahui
apakah Rumah Sakit mampu memberikan pelayanan

b. Bahwa sehubungan dengan poin (1) diperlukan


kebijakan mengenai skreening awal sebagai acuan di
rumah sakit

c. Bahwa agar kebijakan skreening mempunyai


kekuatan hukum, perlu ditetapkan melalui
Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Karsa
Husada Batu.

d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana


dimaksud dalam a dan b, perlu ditetapkan dengan
Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Karsa
Husada Batu

Mengingat : 1. Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang


Kesehatan

ii
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun
2009 tentang Rumah Sakit.

3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang


Praktik Kedokteran

4. Peratuan menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 34 Than 2017 tentang Akreditasi Rumah
Sakit;

5. Keputusan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan


No.HK.02.04/I/2790/11 tentang Standar Akreditasi
Rumah Sakit.

6. Permenkes RI No 1691/Per/VIII/2011 tentang


Keselamatan Pasien

7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 856/Menkes/Sk/Ix/2009 tentang Standar
Pelayanan Gawat Darurat

8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor


1203/Menkes/SK/XII/2008 tentang Standar
Pelayanan Rawat jalan dan rawat inap Rumah Sakit

9. Surat Keputusan Gubernur JawaTimur Nomor


821.1/976/212/2013 tanggal 28 April 2013 tentang
pengangkatan Dalam Jabatan Selaku Kepala UPT
Rumah Sakit Umum Karsa Husada Batu

10. Peraturan Direktur Rumah Sakit Umum Karsa


Husada Batu Nomor: 56 tahun 2017 tentang
Pembentukan Instalasi di Rumah Sakit Umum Karsa
Husada Batu
iii
MEMUTUSKAN

MENETAPKAN :
Kesatu : Peraturan Direktur Rumah Sakit Umum Karsa Husada
Batu tentang Kebijakan Skreening di Rumah Sakit
Umum Karsa Husada Batu

Kedua : Memberlakukan Panduan Skreening di Rumah Sakit


Umum Karsa Husada sebagaimana terlampir dalam
lampiran keputusan ini.
Ketiga : Pedoman Skreening harus dibahas sekurang –
kurangnya setiap 2 (dua) tahun sekali dan apabila
diperlukan, dapat dilakukan perubahan sesuai dengan
perkembangan yang ada.

Keempat : Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya dan


apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam
peraturan ini, maka akan diadakan perbaikan dan
perubahan sebagaimana mestinya

DITETAPKAN DI : Batu

PADA TANGGAL : 1 Januari 2019

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM


KARSA HUSADA BATU

Dr. TRIES ANGGRAINI, M.Kes

Pembina Tk. I

NIP. 19640620 199002 2 001

DAFTAR ISI

iv
Cover Judul Panduan…………………………………………………………………….. i

Kebijakan Panduan Skreening…………………………………………………………. ii

Daftar Isi…………………………………………………………………………………….. v

BAB I DEFINISI…………………………………………………………….……………… 1

A. Latar Belakang………………………………………………………………… 1

B. Tujuan………………..…………………………………………………………. 2

C. Pengertian………..…………………………………………………………….. 3

BAB II RUANG LINGKUP……………………………………………………………….. 5

A. Di Dalam Rumah Sakit……………………………………………………… 5

B. Di Luar Rumah Sakit………………………………………………………… 6

C. Pelayanan spesialistik yang terdapat di Rumah Sakit Umum 6


Karsa Husada Batu antara lain…………………………………………....

BAB III TATA LAKSANA………………………………………………………………… 7

A. Secara Umum………………………………………………………………….. 7

B. Secara Khusus………………………………………………………………… 10

BAB IV DOKUMENTASI……………………………………………………………….... 37

BAB IV PENUTUP……………………………………………………………….... 38

v
BAB I
DEFINISI

A. Latar Belakang

Rumah sakit seharusnya mempertimbangkan bahwa palayanan di


Rumah Sakit merupakan bagian dari suatu sistem pelayanan yang terintegrasi
dengan para professional dibidang pelayanan kesehatan dan tingkat pelayanan
yang akan membangun suatu kontinuitas pelayanan. Maksud dan tujuannya
adalah menyelaraskan kebutuhan pasien dibidang pelayanan kesehatan
dengan bidang yang tersedia di rumah sakit, mengkoordinasikan pelayanan,
kemudian merencanakan pemulangan dan tindakan selanjutnya.
Menyesuaikan kebutuhann pasien dengan misi dan sumber daya rumah sakit
tergantung pada keterangan yang didapat tentang kebutuhan pasien dan
kondisinya lewat skrining pada kontak pertama.Informasi yang diperlukan
untuk membuat keputusan yang benar tentang: kebutuhan pasien yang mana
yang dapat dilayani rumah sakit, pemberian pelayananyang efisien kepada
pasien serta tranfer dan pemulangan pasien yang tepat ke rumah atau
pelayanan lain.
Skrining merupakan pemeriksaan sekelompok orang untuk memisahkan
orang yangsehat dari orang yang memiliki keadaan patologis yang tidak
terdiagnosis atau mempunyairesiko tinggi (Kamus Dorland ed . 25 : 974 ).
Menurut Rochjati P (2008), skrining merupakanpengenalan diri secara pro
aktif pada ibu hamil untuk menemukan adanya masalah atau faktorresiko.

Menurut CCI Conference Conference on Preventive Aspects of Chronik


Disease tahun 1951, definisi skrining secara umum adalah suatu stategi yang
diigunakan dalam suatu populasi untuk mendeteksi penyakit pada individu
tanpa tanda-tanda atau gejala penyakit itu, atau suatu usaha secara aktif
untuk mendeteksi atau mencari penderita penyakit tertentu yang tampak
gejala atau tidak tampak, dalam suatu masyarakat atau kelompok tertentu
melalui suatu tes atau pemeriksaan atau prosedur lain yang dapat dilakukan
secara singkat dan sederhana yang selanjutnya diproses melalui diagnosis dan
pengobatan.

1
Sehingga skrining dapat dikatakan sebagai suatu upaya
mengidentifikasi penyakitatau kelainan pasien sehingga didapat keterangan
tentang kondisi dan kebutuhan pasien saatkontak pertama. Keterangan hasil
skrining digunakan untuk mengambil keputusan untukmenerima pasien
rawat inap atau pasien rawat jalan dan merujuk ke pelayanan
kesehatanlainnya dengan menyesuaikan kebutuhan pasien dengan misi dan
sumber daya rumah sakit .

Skrining dilaksanakan melalui kriteria triase, evaluasi visual atau


pengamatan, pemeriksaanfisik atau hasil pemeriksaan fisik, psikologik,
laboratorium klinik atau diagnostic imagingsebelumnya. Skrining dilakukan
apabila pasien tiba di rumah sakit, pada saat pasien ditransportasi emergensi
atau di sumber rujukan.

Skrining di Rumah Sakit Naili DBS terbagi dua yaitu skrining didalam
rumah sakit yakni pada unit emergency yang dilaksanakan melalui kriteria
triase, evaluasi visual atau pengamatan, pemeriksaan fisik atau hasil dari
pemeriksaan fisik, psikologik, laboratorium klinik atau diagnostic imaging
sebelumnya. Skrining didalam Rumah Sakit juga dapat dilakukan pada
pasien rawat jalan di bagian admisi pasien, melalui evaluasi visual atau
pengamatan, pertanyaan hasil laboratorium klinik atau diagnostic imaging
sebelumnya.

Skrining diluar rumah sakit dilaksanakan jika pasien dari luar Rumah
Sakit harus mendapatkan pelayanan di unit rawat intensif ( ICU ).

B. Tujuan
1) Menentukan apakah kebutuhan pasien sudah sesuai dengan misi dan
sumber daya rumah sakit.
2) Mengurangi morbiditas dan mortalitas dari penyakit dengan pengobatan
dini terhadap kasus- kasus yang ditentukan.
3) Mengumpulkan informasi dan memfasilitasi kebagian atau unit mana
harus dirujuk.
4) Menentukan apakah pasien dapat di layani rawat jalan atau di putuskan
untuk rawat inap atau di lakukan rujukan.
C. Pengertian

2
Pengertian Skrining adalah suatu strategi yang digunakan dalam suatu
populasi untuk mendeteksi penyakit pada individu tanpa tanda-tanda atau
gejala penyakit itu, atau suatu usaha secara aktif untuk mendeteksi atau
mencari penderita penyakit tertentu yang tampak gejala atau tidak tampak
dalam suatu masyarakat atau kelompok tertentu melalui suatu tes atau
pemeriksaan yang secara singkat dan sederhana dapat memisahkan mereka
yang sehat tehadap mereka yang kemungkinan besar menderita, yang
selanjutnya diproses melalui diagnosa dan pengobatan. Skrining dapat
didefinisikan sebagai pelaksanaan prosedur sederhana dan cepat untuk
mengidentifikasikan dan memisahkan orang yang tampaknya sehat, tetapi
kemungkinan berisiko terkena penyakit, dari mereka yang diduga mengidap
penyakit sehingga mereka dapat dikirim untuk menjalani pemeriksaan
medis dan studi diagnostik yang lebih pasti.

1. Proses Skrining terdiri dari dua tahap :


a. Melakukan pemeriksaan terhadap kelompok atau individu yang
dianggap mempunyai resiko tinggi penyakit dan bila hasil test negatif
maka dianggap pasien tersebut tidak menderita penyakit.
b. Bila hasil positif maka dilakukan pemeriksaan diagnostik, dan bila
hasilnya positif akan dilakukan pengobatan.

2. Pemeriksaan yang biasa digunakan untuk skrining dapat berupa


pengamatan atau visual, pemeriksaan laboratorium atau radiologi.
Pemeriksaan tersebut harus dapat dilakukan:
a. Dengan cepat dapat memilah sasaran untuk pemeriksaan lebih cepat
b. Tidak mahal
c. Mudah dilakukan oleh petugas kesehatan
d. Tidak membahayakan yang diperiksa maupun yang memeriksa.

3. Prinsip deteksi dini adalah :


a. Suatu kondisi yang menjadi problem kesehatan yang penting
b. Bila terdeteksi dapat dilanjutkan dengan pengobatan yang dapat
dilakukan
c. Fasilitas untuk diagnosis dan pengobatan harus tersedia
d. Didasari pengetahuan untuk dapat mengideteksi dini.

3
e. Harus ada pemeriksaan dan tes yang cocok.
f. Tes yang dilakukan harus dapat diterima masyarakat .
g. Riwayat penyakit harus secara rinci diketahui .
h. Harus ada kebijakan yang disetujui terhadap siapa yang akan
merapat pasien.
i. Biaya yang diperlukan baik untuk diagnosa dan pengobatan
diharapkan terjangkau .
j. Penemuan kasus harus merupakan proses yang berkelanjutan.

4
BAB II
RUANG LINGKUP

A. Di Dalam Rumah Sakit

1. Intalasi Gawat Darurat (IGD)


a. Di luar instalasi gawat darurat skrining dilakukan terhadap pasien
pada saat sebelum pasien masuk ke rumah sakit oleh petugas
keamanan untuk menunjukan ke IGD atau ke Instalasi Rawat Jalan,
skrining pada pasien yang datang langsung ke rumah sakit dilakukan
oleh petugas rumah sakit yang pertama kali kontak dengan pasien.

b. Di dalam Instalasi Gawat Darurat skrining dilakukan di pintu masuk


dengan cara visual triage, selanjutnya dipilah sesuai kegawatan melalui
kriteria triase, dokter memeriksa pasien untuk memastikan dilakukan
pemeriksaan penunjang atau tidak. Bila pemeriksaan penunjang
(laboratorium dan diagnostik imaging) sebelumnya yang dilakukan oleh
tenaga yang kompeten yaitu dokter atau perawat untuk menentukan
pasien dirawat atau dirujuk.

2. Instalasi Rawat Jalan


a. Skrining dilakukan di tempat pendaftaran
1) Skrining atau pemilahan kasus dilakukan dengan tujuan untuk
menghindari kesalahan pasien masuk ke poliklinik yang tidak sesuai
dengan penyakitnya.

2) Skrining atau pemilahan berdasarkan kegawatan, pasien kasus


poliklinik atau Instalasi Gawat Darurat.

b. Skrining dilakukan di dalam poliklinis Rawat Jalan oleh dokter spesialis


melalui pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang bila diperlukan,
untuk menentukan apakah pasien harus Rawat Inap atau Rawat Jalan

c. Skrining di dalam poliklinik rawat jalan yang dilakukan oleh dokter fisik
dan pemeriksaan penunjang bila diperlukan, kemudian melakukan
umum, melalui pemeriksaan konsultasi ke spesialis untuk menentukan
pasien bisa Rawat Jalan atau Rawat Inap.

5
B. Di Luar Rumah Sakit

1. Skrining di lakukan saat petugas menerima telepon untuk


penjemputan dari luar Rumah Sakit.

2. Skrining dilakukan saat menerima telepon dari luar yang akan mengirim
pasien.

C. Pelayanan spesialistik yang terdapat di Rumah Sakit Umum Karsa Husada


Batu antara lain:
1. Dokter spesialis Kebidanan.
2. Dokter spesialis Penyakit Dalam.
3. Dokter spesialis Anak.
4. Dokter spesialis Bedah.
5. Dokter spesialis Orthopedi
6. Dokter spesialis Syaraf
7. Dokter spesialis Bedah Digestif
8. Dokter spesialis Paru
9. Dokter spesialis Kulit Kelamin
10. Dokter spesialis Bedah Urologi
11. Dokter spesialis Jantung
12. Dokter spesialis Bedah Plastik
13. Dokter spesialis Gigi dan Mulut
14. Dokter spesialis THT
15. Dokter spesialis Patologi Klinik
16. Dokter spesialis Radiologi

6
BAB III
TATA LAKSANA

A. Secara Umum

1. Tatalaksana Skrining dilakukan di:


a. Tempat Penerimaan Pasien di Loket Pendaftaran

b. Instalasi Gawat Darurat

c. Instalasi Rawat Jalan

2. Pelaksana atau tenaga Skrining:


a. Dokter Jaga atau dokter spesialis.
b. Tenaga Keperawatan yang sudah terlatih atau telah mengikuti
pelatihan skrining pasien.
c. Petugas Kesehatan lain yang sudah terlatih atau telah mengikuti
pelatihan skrining pasien.

3. Tatalaksana Skrining di Tempat Penerimaan Pasien di Loket Pendaftaran


a. Pasien datang dengan rujukan atau surat pengantar
1) Dilakukan proses penerimaan pasien
2) Petugas membaca diagnose dan poliklinik tujuan pasien dalam surat
pengantar
3) Dilakukan pemeriksaan secara visual/pengamatan dan pemeriksaan
fisik keadaan pasien
4) Bila pasien tidak bisa berjalan/ dengan alat bantu jalan, beri gelang
resiko jatuh
5) Tenaga yang melakukan skrining telah mendapatkan pelatihan
tentang skrining pasien
6) Bila didapatkan penderita dalam keadaan gawat, penderita dialihkan
ke IGD untuk proses triage oleh tenaga kesehatan di IGD
7) Apabila tidak didapatkan proses kegawatan setelah proses
penerimaan penderita dapat diarahkan ke klinik yang dituju
8) Skrining selanjutnya dilakukan di tiap-tiap klinik, sesuai prioritas
untuk kebutuhan preventif, paliatif, kuratif dan rehabilitatif. Seperti
dibawah ini :

7
a) Preventif
Kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan/
penyakit. Contoh pelayanan preventif a.l: Pemberian Serum
Anti Tetanus/ATS, Pemberian Vaksin
b) Paliatif
Kegiatan pelayanan kepada pasien yang penyakitnya sudah
tidak bereaksi pada pengobatan kuratif atau tidak dapat
disembuhkan secara medis (stadium akhir). Contoh : pasien
dengan keganasan diberikan terapi anti nyeri
c) Kuratif
Kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pengobatan yang
ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan
penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau
pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat terjaga
seoptimal mungkin. Contoh pelayanan a.l: Layanan di Instalasi
Rawat Inap
d) Rehabilitatif
Kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan untuk mengembalikan
bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi
lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya
dan masyarakat semaksimal mungkin sesuai dengan
kemampuannya. Contoh pelayanan a.l: Stroke: pasif movement,
therapy wicara.
b. Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat
1) Dilakukan sistem Triage Priority (P) : P0, P1, P2, P3,
2) Pemeriksaan oleh dokter jaga Instalasi Gawat Darut (IGD)
3) Dilakukan pemeriksaan penunjang sesuai kebutuhan penderita
4) Diputuskan suatu diagnosa
5) Melakukan konsultasi apabila diperlukan dengan Dokter
Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP)
6) Ditetapkan penderita untuk rawat jalan, diterima sebagai rawat inap
atau dilakukan rujukan.

8
c. Pelayanan Instalasi Rawat Jalan
1) Dilakukan pendaftaran sesuai kebutuhan penderita.
2) Pemeriksaan dilakukan oleh dokter umum atau dr spesialis.
3) Asuhan keperawatan dilakukan oleh tenaga keperawatan yang
memenuhi kriteria lulus minimal D3 keperawatan.
4) Dilakukan pemeriksaan penunjang sesuai kebutuhan atau masalah
penderita.
5) Diputuskan suatu diagnosa.
6) Ditetapkan penderita untuk rawat jalan diterima sebagai rawat inap
atau dilakukan rujukan.

d. Pasien permintaan untuk dijemput ambulan


1) Menanyakan nama jelas dan alamat lengkap
2) Menanyakan kondisi pasien
3) Konfirmasi pasien
4) Mempersiapkan sarana transportasi, mengirim tenaga keperawatan
dengan kriteria :
a) D3 Keperawatan atau S1 Keperawatan.
b) Minimal bekerja pada Instalasi Gawat Darurat selama 1
tahun.

5) Melakukan Skrining dengan pemeriksaan secara visual tentang


keadaan pasien.
6) Melakukan pemeriksaan fisik tanda-tanda vital (tekanan darah, laju
pernapasan, laju nadi saturasi O2, GDS.
7) Bila pasien dapat diterima segera mengirim penderita ke rumah sakit
8) Apabila masalah penderita tidak dapat diterima di RSU Karsa
Husada maka dilakukan rujukan ke tingkat rujukan yang lebih
tinggi.

9
B. Secara Khusus
1. Kriteria pemeriksaan penunjang secara khusus berdasarkan kasus:
a. Dalam
CHRONIC KIDNEY DISEASE
Pemeriksaan penunjang :
1) Laboratorium DL, UL, RFT, ELEKTROLIT, BGA, HbsAG Eliza

2) Radiologi foto thorax, USG Abdomen, BNO/ IVP

b. Anak
1) DHF
Pemeriksaan penunjang
a) Laboratorium rutin didapat leukopeni, trombositopeni dan
peningkatan PCV ≥ 20%.
b) Photo thorax untuk mendeteksi adanya effusi pleura, terutama
pada kasus yang dugaan plasma leakage tidak seberapa banyak,
dan deteksi ascites tidak jelas didapat.
c) Etiologis, serologis hanya diperlukan pada penderita yang
tampilan klinisnya meragukan. Sedangkan virologis hanya
dilakukan saat riset.
c. Diare akut
Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan tinja tidak rutin dilakukan pada diare akut, kecuali
apabila ada tanda intoleransi laktosa dan kecurigaan amubiasis.
2) Analisa gas darah dan elektrolit bila secara klinis dicurigai ada
ganggian keseimbangan asam basa dan elektrolit.

d. TBC anak
Pemeriksaan penunjang
1) Tes Tuberkulin / Mantous Test
2) Uji tuberkulin cara mantoux dilakukan dengan menyuntikkan 0,1 ml
PPD RT-23 2TU atau PPD S 5TU intrakutan di bagian volar lengan
bawah. Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan.
Pengukuran dilakukan terhadap indurasi yang timbul bukan
eritemanya. Hasil uji tuberkulin dengan diameter ≥ 10 mm dinyatakan
positif tanpa menghiraukan penyebabnya. Diameter 0-4 mm,
10
dinyatakan uji tuberkulin negatif, diameter 5-9 mm dinyatakan posif
meragukan, dan bila mendapatkan hasil yang meragukan uji
tuberkulin bisa di ulang minimal 2 minggu kemudian untuk
menghindari efek boster tuberkulin, di tempat yang berbeda. Pada
keadaan tertentu, cut off- point tes tuberkulin dinyatakan ≥ 5 mm,
keadaan imunokompromais seperti gizi buruk, keganasan, infeksi
HIV, morbili, pertusis, varisela, atau pada pasien yang mendapat
imunosupresan yang lama (≥ 2 minggu)
3) Radiologi, Secara umum gambaran radiologis yang sugestif TB adalah
sebagai berikut : Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal
dengan / tanpa infiltrat, konsolidasi segmental / lobar, milier,
kalsifikasi dengan infiltrat, atelektasis, kavitas, efusi pleura,
tuberkuloma
4) Mikrobiologi, Pemeriksaan bilas lambung 3 hari berturut-turut,
minimal 2 hari.
5) Patologi anatomi, Pemeriksaan PA dapat menunjukkan gambaran
granuloma yang ukurannya kecil, terbentuk dari agregasi sel epitelial
yang dikelilingi oleh limfosit. Diagnosis histopatologik dapat
ditegakkan dengan menemukan perkijuan (kaseosa), sel epiteloid,
limfosit dan sel datia Langhans.

e. Asma
Pemeriksaan penunjang
1) Uji fungsi paru dengan spirometri atau peak flow meter. Diagnosis
asma dapat ditegakkan bila didapatkan :
a) Variasi pada PFR (peak flow meter = arus puncak ekspirasi) atau
FEV1 (forced expiratory volume 1 second = volume ekspirasi paksa
pada detik pertama) ≥ 15% .
b) Kenaikan ≥ 15% pada PFR atau FEV1 setelah pemberian inhalasi
bronkodilator .
c) Penurunan ≥ 20% pada PFR atau FEV1 setelah provokasi bronkus.

2) Pemeriksaan Ig E dan eosinofil total. Bila terjadi peningkatan dari nilai


normal akan menunjang diagnosis.
3) Foto toraks untuk melihat adanya gambaran emfisematous atau
adanya komplikasi pada saat serangan. Foto sinus para nasal perlu

11
dipertimbangkan pada anak > 5 tahun dengan asma persisten atau
sulit diatasi.
f. Bedah
1) Appendisitis Akut

Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan Darah Lengkap
b) Pemeriksaan Urine Lengkap (wanita ditambahkan plano test)
c) USG perut bawah (tidak rutin)

2) Flail Chest
Pemeriksaan penunjang
a) X-ray foto thorax 2 arah (AP/PA dan lateral)
b) Darah lengkap
c) Analisa gas darah

3) Fracture of rib
Pemeriksaan penunjang
a) Foto Thorak AP/ Lateral

4) Hernia Inguinal Lateralis


Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk faktor penentu
terjadinya hernia.
b) RO –thorax : COPD - USG : adalah BPH.

g. Paru
1) Pneumonia
Pemeriksaan penunjang
a) Umum
 Foto thoraks PA dan lateral
 Laboratorium rutin darah
 Pemeriksaan bakteriologis dahak
b) Khusus ( bila perlu )
Pemeriksaan mikroorganisme dan uji resistensi dari:
 Sputum
 Aspirat transtrakea
12
 Bilasan bronkus

2) Asma bronkiale
Pemeriksaan penunjang
a) Laboratorium, darah rutin, hapusan darah (eosinophil)
b) Radiologi , foto thoraks

3) Mata
a) Katarak juvenile
Pemeriksaan penunjang
 USG
 Keratometri
 Retinometri
 Biometri
 Laboratorium sesuai kebutuhan
b) Gloukoma
Pemeriksaan penunjang
 USG
 Keratometri
 Retinometri
 Biometri
 Laboratorium sesuai kebutuhan

2. Indikasi Rawat Inap didasarkan pada keadaan:


a. Kriteria Umum
1) Laboratorium Darah
a) Serum sodium kurang dari 130mEq/L atau lebih dari 150
mEq/L
b) Serum potassium :
 Dewasa : Kurang dari 3mEq/L lebih dari 6mEq/L
 Anak : Kurang dari 2,5 mEq/L atau lebih dari 5.5 mEq/L
c) Serum calsium :
 Dewasa : Kurang dari 7,5mEq/L atau lebih dari 12 mEq/L
 Anak : Kurang dari 7,0 mg/dl
d) Serum bilirubin :

13
 Dewasa: Lebih dari 2,5 mEq/L
 Anak: Lebih dari 15 mEq/L (indirek/bilirubin total)
e) Hb 10 g/dl atau kurang dengan pendarahan aktif,atau Hb
turun3/dl dari Hb awal.
f) Lekosit kurang dari 3.000 atau lebih 16.000.
g) Hb kurang dari 9 g/dl atau lebih 2 g/dl dengan tanda-tanda
kekurangan cairan.
h) Hematokrit kurang dari 24 persen atau lebih dari 55 persen.

2) Gangguan fungsi ( ditegakkan dalam 72 jam )


a) Tidak sadar
b) Disorientasi
c) Delirium
d) Kehilangan fungsi motorik dari bagian tubuh manapun
e) Kehilangan sensasi dari bagian tubuh manapun
f) Restriksi sendi berat dan disfungsi somatik
g) Perubahan mental status dari kondisi mental awal atau deteriorasi
mendadak tingkat fungsional sebelumnya
3) Penemuan fisik
a) Kejang tak terkontrol dengan obat.
b) 2.Kelainan congenital yang akan dilakukan tindakan bedah dan
memerlukan rawat inap.
c) Keganasan pro dilakukan terapi yang memerlukan rawat inap.
d) Oedema seluruh tubuh.
e) Tanda-tanda klinis dehidrasi yang meliputi dua atau lebih dari
berikut:
 Perubahan status mental, lethargy, kepala rasa ringan,
sinkop, turgor kulit turun, membran mukosa kering,
takikardia, hipotensi ortostatik.
 Anak : simptom lain dehidrasi meliputi Sunkeneyes atau
fontanela-fontanela, BB turun lebih dari 5 persen atau urin
output turun ( kurang 1m/kg/jam).

4) Penderita anak
a) Terdapat atau potensial depresi respirasi

14
b) Observasi trauma kepala
c) Vomiting dan atau diare dengan dehidrasi
d) Syok atau potensial syok.
b. Tanda-tanda vital
1) Suhu
a) Dewasa
 Lebih dari 38,3 C (suhu oral) dengan Lekosit lebih dari 12.000
 Hipotermia dengan suhu kurang 35 C
b) Anak
 Kurang dari 8 minggu : Lebih dari 38 C
 8 minggu sampai 1 tahun : Lebih dari 38,3 C
 Lebih dari 1 tahun sampai 3 tahun: Lebih 38,9 C dengan Lekosit
Lebih dari 15.000
 Lebih dari 3 tahun sampai 17 tahun: Lebih 40 C dengan Lekosit
Lebih dari 16.000
 Nilai suhu diatas untuk anak adalah suhu rektal atau suhu
timpani. Untuk anak, dikurangi 0,5 derajat.
2) Nadi
a) Dewasa : Kurang dari 50 kali permenit atau lebih dari 12 kali
permenit
b) Geriatrik : Kurang dari 50 kali permenit dan simptomasik atau lebih
dari 100 kali permenit
c) Anak:
 Kurang dari 6 minggu : Kurang dari 80 kali per menit atau
lebih dari 200 kali permenit
 6 minggu sampai 1 tahun : Kurang dari 70 atau lebih dari 180
kali per menit
 Lebih dari 1 tahun sampai 3 tahun: Kurang dari 70 atau lebih
dari 180 kali per menit
 Lebih dari 3 tahun sampai 12 tahun : Kurang dari 60 atau
lebih dari 160 kali permenit.
 12 tahun sampai 17 tahun: Kurang dari 50 atau lebih dari 140
kali permenit.

15
3) Respirasi
a) Dewasa atau geriatrik : Kurang dari 10 atau lebih dari 30 kali
permenit.

b) Anak :
 0 hari – 12 hari : Bertahan lama lebih dari 60 kali permenit atau
PaO2 kurang dari 50 mmHg pada udara.
 12 hari – 1 tahun : Kurang dari 25 atau lebih dari 60 kali
permenit.
 1 tahun – 3 tahun : Kurang dari 15 atau lebih dari 40 kali
permenit.
 3 tahun – 12 tahun : Kurang dari 15 atau lebih dari 40 kali
permenit.
 12 tahun – 17 tahun : Kurang dari 12 atau lebih dari 30 kali
permenit.

4) Tekanan darah

TINGKAT USIA SISTOLIK DIASTOLIK


Kurang dari 80 mmhg Kurang dari 80 mmhg
Dewasa atau lebih Dari 200mhg atau lebih Dari 200
mmhg
Kurang dari 100 atau Kurang dari 120
Geriatrik
lebih dari 180 mmhg simptom
Anak - anak
1. Lahir sampai 1 Kurang dari 65 mmhg Kurang dari 30 mmhg
tahun atau lebih dari 100 atau lebih dari 65
mmhg mmhg

2. Lebih dari 1 Kurang dari 75 mmhg Kurang dari 45 mmhg


tahun sampai 3 atau lebih 110 mmhg atau lebih dari 75
tahun mmhg

3. Lebih dari 3 Kurang dari 80 mmhg Kurang dari 50 mmhg


tahun sampai 6 atau lebih dari 115 atau lebih dari 80
tahun mmhg mmhg

16
4. Lebih dari 6 urang dari 80 Kurang dari 50 mmhg
tahun sampai mmhgatau lebih dari ataulebih dari 80
12 tahun 130 mmhg mmhg

5. Lebih dari 12 Kurang dari 80 mmhg Kurang dari 50mmhg


tahun sampai atau lebih dari 170 atau lebih dari 100
17 tahun mmhg mmh

5) Lain-lain
a) Curiga atau diketahui menelan substansi tonic dengan potensial
efek samping yang serius.
b) Rawat inap untuk prosedur operasi yang memerlukan rawat inap.
c) Rawat inap untuk prosedur operasi One Day Care (ODC) dan pasien
memiliki gagal jantung grade III atau grade IV, status fisik tidak
stabil.
d) Pediatrik : curiga kekerasan pada anak atau penolakan.
 Curiga atau diketahui menelan benda asing
 Curiga apnea lebih dari 20 detik ( umur nol sampai 1 tahun)

6) Darah
a) Laboratorium (ditegakkan pada akhir 72 jam)
 Hb kurang dari 9 g/dl atau lebih dari 20 g/dl, jika pasien
simptomatik

 Hmt kurang dari 24 % atau lebih dari 55 % jika simptomatik

 Lekosit lebih dari 3.000 atau lebih dari 16.000 4. Trombosit


kurang dari 40.000 atau lebih dari 1 juta, jika pasien
simptomatik ( petechie atau echimosis pada anak-anak)

 INR lebih dari 10 dengan pendarahan aktif

 PPT lebih dari 18 detik dengan pendarahan pada pasien tanpa


antioagulan 6) Kultur darah positif

 Suhu lebih dari 37,8 C dengan neutrofil absolut kurang dari 500

17
b) Temuan fisik
 Oklusi akut pembuluh darah
 Pendarahan aktif tidak terkontrol
 Nyeri sendiri atau nyeri abdominal yang sangat
 Pendarahan dalam sendi, viskus, otak, atau retroperitoneum

c) Lain-lain
Pasien dengan antikoagulan oral yang memerlukan prosedur
invasive dan harus diganti dari agen oral ke hepatin sebelum
operasi, jika hal ini tidak dapat dilakukan dalam setiap pasien
rawat jalan.

7) Kardiovaskuler
a) Laboratorium
 CPK > batas normal dengan EKG abnormal
 LDH > batas normal dengan EKG abnormal
 PaO2 < 60
 Peningkatan kadar Troponim I atau Troponim T
 Peningkatan CK - MB 6. Peningkatan CPK dan LDH dengan
perubahan EKG yang lebih spesifik

b) Elektrokardiografi
 EKG menegakkan atau kemungkinan Infark Miokard Akut
atau Iskemic Miokard Akut
 Temuan EKG tidak spesifik dengan peningkatan enzim cedera
otot jantung ( mis: Troponim I dan atau CK-MB)
 Fibriasi kurang dari 24 jam atau kontrol frekuensi jantung
buruk
 Flutter kurang dari 24 jam atau kontrol fsekuensi buruk
 Bradikardia ( kurang dari 50 kali permenit atau kurang dari 45
kali permenit pada pasien dengan beta bloker)
 Takikardi (lebih dari 120 permenit)
 Dysarythmia ( lebih dari 120 peermenit)
 Omset baru irama jungsional, berapapun frukuensinya

18
 Fungsi abnormal pacemaker, tidak dapat dikoreksi dengan
program ulang
 EKG dengan AV Blok derajat 3

c) Radiologi
 Aneurisma pembuluh darah besar, jika simptomatik dan atau
lebih dari 5 cm.
 Gambaran radiolohi pmbesaran jantung masif atau aneurisma
perikardial.
 Gambaran radiologi oedema pulmo atau redistribusi vaskular
pulmo.

d) Temuan fisik
 Nyeri akut yang berkaintan dengan jantung
 Dispneu akut atau respiratory rate lebih dari 30 kali permenit
 Tidak terabanya denyut nadi axilla, radius, cubiti, femoralis,
poplitea, atau ankle
 Curiga emboli pulmonalis, dengan riwayat ( didokumentasi oleh
dokter)
 Oklusi pembuluh darah akut
 Oedema pretibial
 Malfungsi pacemaker atau cardioverter atau defibrilator implan
 Stenosis arteri karotis, penyempitan atau penyakit karotis
( mis : gangguan bicara sementara, disarthria, ganggunan
berjalan, amaurosis fugax, hemiparese sementara)
 Oedema seluruh tubuh
 Syncope
 Orthopnea

e) Lain-lain
Gagal jantung kongestif akut atau eksaserbasi gagal jantung
kronik, yang digambarkan dengan salah satu dari :S3 gallop,
oedema pulmo atau efusi pleura, Peregangan vena jugularis,
penggunaan otot bantu, simptom persisten dispneu atau lemah,
oedema yang tidak respon dengan penanganan rawat jalan.

19
8) Sistem Saraf Pusat/ Kepala
a) Radiologi
 Patah tulang kepala yang masih baru
 Proses desak ruang
 Blok atau sumbatan sistem ventrikel
 Infark dan pendarahan otak yang ditegakkan dengan Ct Scan atau
MRI atau Stenosis
 Herniasi discus intervertebralis akut dengan nyeri hebat dan gejala
neurologis
 Konfirmasi kompresi corda spinalis dengan temuan klinis

b) Temuan fisik
Mencurigakan peningkatan tekanan intracrania, pendarahan, atau
deformitas stuktural yang ditunjukanm oleh:
 Discharge cairan spinal dari hitung dan telinga
 Unequal atau fixed pupil
 Papiloedema
 Onset kejang yang baru atau peningkatan aktivitas keejang yang
mengakibatkan kondisi tidak stabil
 Vomiting
 Peningkatan tekanan darah
 Perubahan tingkat kesadaran dan perubahan kebiasaan yang akut
 Syncope
 Aritmia jantung
 Disfungsional bahasa
 Gangguan penglihatan (penglihatan kabur atau diplopia)
 Defisit sensoris, motoris, personalitas, dan mentalitas
 Ataxia akut ( dengan atau tanpa vertigo, nausea, atau vomiting)
 Nyeri keepala hebat yang akut dengan peubahan mental
 Episode kehilangan kesadaran mendadak
 Peningkatan atau penurunan tonus ototoo atau kelemahan fokal
 Bulging fontanela (Fonanela cembung)
20
 Akut atau semi akut kelemahan otot akut atau semi akut, dengan
atot dan parestesia (myastenia Grafis, Gullain Barre Syndrome,
kelainan kongenital).
 Retensi urin akut
 Onset akut confusion dan lethargi, serta progresis.

c) Penderita Anak
Seperti dari yang tersebut diatas dengan atau:
 Peningkatan ukuran kepala yang cepat
 Terdapat temuan neurologis fokal di manapun ( mis : defisit
gerakan ektra okular)
 Penutupan sutura tulang kepala prematur
 Pelebaran sutura tulang kepala. 6

9) Telinga Hidung dan Tenggorokkan


Temuan fisik Trauma akut yang memerlukan bedah rekontruksi

a) Telinga :
 Vertigo berat
 Drainase purulen dan atau post pembengkakan telinga dengan
bukti gagal penanganan rawat jalan
 Pembengkapan ekstrim dan akut saluran telinga luar dan daun
telinga yang tidak membaik dengan terapi rawat jalan
 Kehilangan pendengaran sensorineural akut dan mendadak

b) Hidung
Epistasis dengan pendarahan terus menerus, yang tidak membaik
dengan rawat jalan.

c) Tenggorokan Trauma akut leher dan tenggorokan ( meliputi luka


bakar wajah), membutuhkan observasi untuk kemungkinan gangguan
saluran nafas. Obtruktif akut laryax dan pharynx (misal: peritonsiler
abses)

d) Lain-lain Pembengkakan jaringan lunak dengan ancaman terhadap


airway (mis : selulitis wajah dan leher, abses dalam, Parotiditis akut).

21
Orbital oedema atau ophthalmoplegia akut b. Radiologi Gambaran
radiologis mastoiditis akut.

10) Endokrin/ Metabolik


Laboratorium Darah
a) Dewasa
b) Serum aston (+) dan pH < 7,35
c) Serum kortisol > 3 kali laboratorium normal atau kurang dari normal
d) Gula darah sesaat < 50 mg/dL dengan perubahan status mental atau
> 300 mg/dL dengan osmolaritas serum > 295
e) Dewasa:
Gula darah > 500 mg/dL dengan paling sedikit satu dari berikut ini:
 BUN > 45 mg/dL dan atau kreatinin > 3.0 mg
 Perubahan status mental
Atau Gula darah >250 mh/dL berkaitan dengan:
 pH darah arteri < 7,35 dan HCO3< 18 mEq/L dan
 Ketonuria Atau Gula darah < 50 mg/dL dengan:
 Perubahan status mental
 Tidak respon terhadap glukosa 50% bolus dan dalam
pengobatan Insulin, atau
 Dalam pengobatan dengan agen oral, tidak tergantung
respon terhadap bolus glukosa.

f) Pediatrik: Gula darah > 250 mg/dL dengan paling sedikit satu dari
berikut ini:
 Ketonuria
 pH arterial < 7,3
 HCO3< 15 mEq/L
 HbA2C > 12% dengan bukti kegagalan terapi rawat jalan
 Peningkatan bermakna kadar ACTH, dibuktikan oleh dokter
bedasarkan evaluasi laboratorium
 Penurunan bermakna kadar ACTH, dibuktikan oleh dokter
berdasarkan evaluasi laboratorium

22
 T-4 < 2 or > 16 mcg/dL dengan simtom yang serius dan
bermakna
 Penurunan ADH dengan poliuria
 PaO2< 60 mmHg
 Hiper atau hipo asmolaritas ( serum sodium < 130 mEq/L atau >
150 mEq/L

g) Laboratorium urin Vamillylmandeelic acid (VMA) > 9 mg (urine 24 jam)


diagnostik untuk tumor kelenjar adrenal penyebab hipertensi
 Pediatrik
Adanya aseton dalam urin
 Temuan fisik
 Pendesakan trakea oleh massa tiroid
 Krisis tiroid
 Tetani
 Baru terdiagnosa massa adrenal, pankreas, atau pituitary,
atau pasien dirawat untuk terapi definitis terhadap massa
adrenal, pankreatik, atau pituitasi yang sudah diketahui
 Exophthalmos maligna
 Obesitas dengan sianosis, odema, lethargy, dan atau sleep
apnea
 Hipertensi

DIASTOLIK
USIA SISTOLIK (mmHg)
(mmHg)
Dewasa Lebih dari 200 Lebih dari 120
Pediatrik
Kurang dari 65 Kurang dari 30 atau
Lahir – 1 tahun
atau lebih dari 100 lebih dari 65
Lebih dari 1 tahun Kurang dari 75 Kurang dari 45 atau
- 3 tahun atau lebih dari 110 lebih dari 75
Lebih dari 3 tahun Kurang dari 80 Kurang dari 50
– 6tahun ataulebih dari 115 ataulebih dari 80
Lebih dari 6 tahun Kurang dari 80 Kurang dari 50 atau
- 12 tahun atau lebih dari 13 lebih dari 90
>12 tahun – 17 Kurang dari 80 Kurang 50 atau
tahun atau lebih dari 170 lebih dari 100

23
11) Mata
a) Temuan Fisik
 Kehilangan akut lapangan pandang
 Pendaftaran bilik mata anterior
 Glaukoma sudut sempit akut dengan catatan riwayat kegagalan
terapi rawat jalan.
 Penetrasi or Lacerasi bola mata
 Ulkus kornea berat dengan catatan riwayat kegagalan terapi rawat
jalan.
 Endophthalmis
 Nyeri okular berat
 Ablasio retinal atau ancaman ablasio
 Adanya benda asing intracular atau intraorbita
 Gonorrheal Conjunctivitis
 Fracture Orbita
 Pembengkakan akut bola mata
 Luka bakar kimia akut
 Cellulitis orbita atau periorbita

b) Anak
Conjunctivitis purulent berat pada anak umur nol sampai 3 bulan.

c) Lain-Lain
Rawat inap untuk ekstrasi katarak , operasi glaukoma, atau bedah
iridectomy , salah satu dibawah ini terdokumentasi :
 Legally Blind ( kurang dari 20 / 200 atau lebih dari 20 visual
field ) pada pasien tidak dioperasi
 Riwayat komplikasi

d) Anak :
 Evaluasi tumor intraocular atau extraocular

24
 Tindakan berkaitan retinopathy pada prematuritas
12) Reproduksi Wanita
a) Diagnosa pregnancy / kehamilan dengan salah satu dari berikut ini :
 Kontraksi uterus setiap 15 menit atau lebih sering.
 Vaginal Bleeding atau pendarahan vaginal
 peningkatan tekanan darah diastolik sampai lebih dari 15 mmHg
dari catatan normal atau lebih dari 140/90 mmHg.
 Protein urine positive
 Ketegangan dan kekakuan addomen
 Cairan amnion kurang
 Protusion atau keluarnya bagian janin dari cervix
 Fetal distress
 Post-maturity ( lebih dari 1 minggu dari tanggal perkiraan)
 Rawat inap untuk sectio cesarea
 Vomiting tidak terkontrol dengan catatan riwayat kegagalan terapi
rawat jalan
 Kematian intrauterine
 Kelahiran prematur
 Gula darah puasa lebih dari 120 mg/dL
 Gula darah lebih dari 200 mg/dL 2 jam dalam 3 jam tes toleransi
glukosa
 Gula darah lebih dari 200 mg/dL satu janm setelah mendapat 50
gr glukosa
 Diketahui diabetes atau gestational diabetes dengan insulin yang
mana tidak ditemukan catatan riwayat teerapi rawat jalan gagal
 Rawat inap untuk tranfusi tukar intrauterine karena
inkompatibiliti (rhesus)
 Rawat inap untuk induksi kelahiran karena induksi medis
 Dehidrasi maternal

b) Temuan fisik
 Pendarahan vagina

 Post partum hemoragi

 Febris postpartum atau endometritis membutuhkan antibiotik


25
 Rectovaginal fistula, rawat inap untuk repair

c) Nyeri pelvis berkaitan dengan satu dari elemen berikut (27-37 0 C)


 Massa di pelvis
 Muntah
 Temperatur > 1010 F (38,30C)
 Taraba massa ekstrauterine
 Gangguan berkemih
 Obtruktif saluran kencing

d) lain-lain
 Persalinan dalam perjalanan ke rumah sakit
 Peritonitis
 Mastitis post partum yang tidak respon dengan terapi rawat jalan

13) Gastrointestinal
a) Laboratorium darah
 Serum bilirubin lebih dari 2,5 mg/dL ( kecuali abnormal dalam
waktu kronis
 Serum amylase diatas nilai normal
 Serum calsium kurang 7,5 mg/dL

b) Radiologi
 Studi inaging curiga massa, obtruktif, perforasi, abscess
 Kegagalan passage bahan kontras

c) Temuan fisik
 Darah dalam muntahan atau aspirat lambung
 Darah dalam pritoneal lavage atau aspiration
 Teraba massa abdoment yang tidak dapat dijelaskan
 Kekakuan dinding abdoment
 Ascites
 Nyeri abdomen akut yang tak tertahankan

d) Riwayat 48 jam vomiting dan salah satu dari elemen dibawah ini (21-
26):
 Serum sodium diatas 150 mEq/L
26
 Hematocrit (Hct) diatas 55%
 Hemoglobin (Hb) diatas 20 g/dL
 Urine specific gravity diatas 1.0026
 BUN diatas 30 mg/dL, kecuali pasien-pasien dengan chronic renal
 Creatinine diatas 1,5 mg/dL, kecuali pasien-pasien dengan chronic
renal

e) Anak
 Malformasi kongenital traktus intestinal atau dinding abdoment
 Curiga atresia biliar
 Dehidrasi dengan salah satu simptom dibawah ini: sunken eyes,
penurunan turgor kulit atau keringnya membran mukosa diikuti
kehilangan berat badan > 5 %, urine output < 1 ml/kg/jam
 Rawat inap untuk biopsi liver

14) Reproduksi Pria


TemuanFisik
a) Omsetakutnyeri testis berat
b) Massa testicular yang takdapatdijelaskan

15) Muskuloskeletal
a) TemuanRadiologi
 Fraktur, muskulo skeletal ataudiskontinuitassusunantulang
 Fraktur femur atau pelvis
 Fraktur Sternum
 Frakturtulangkepala
 Dislokasisendilututatausendipanggul
 Filling defect bermaknapadamyelogramataudefekbermaknapada
CAT
 Frakturataudislokasi yang memerlukan open reduction
 Frakturberkaitandenganinjurijaringanlunakbermakna
 Fraktur yang memerlukanobat-obatnyeri parenteral post-reductio
 Close reduction
terhadapfrakturapapunataudislokasidengancatatancuriga
neurologic atau vascular compromise

27
 Fraktur pelvis memerlukan enforced bed rest danobat-obatnyeri
b) Temuan Fisik
 Tercatat adanya temuan curiga protrusi discus ( misalnya : laser
dengan pengangkatan tungkai lurus ; nyeri pinggang bawah dengan
dan motoris atau nyeri punggung hebat menjalar turun ke tungkai
abdomen dan dada)
 Proses infeksi atau invasif akut pada tulang atau sendi
(miosteomyelitis)
 Cedera akut dengan adanya benda asing
 Nyeri otot / spasme / edema yang berat
 Pembengkakan atau nyeri sendi berat dan akut yang tak
tertahankan – obat parenteral ( misal : analgesia , steroids )
 Riwayat inap untuk angkat prostesis internal
 Trauma , injuri jaringan lemak , lacerasi , crush injury , apapun
yang membutuhkan observasi.

16) Neonatus / Prematur


a) Lahir di rumah sakit
b) Lahir di luar rumah sakit
 Pemeriksaan Fisik
 Berat lahir < 2500 gram
 Sepsis dengan satu atau lebih simptom berikut ini :
bradikardi, acidosis metabolik, temuan laboratorium
 Kejang / hiperaktifitas , hiptonia , lethargy , coma.
 Distress pernafasan atau depresi nafas pada neonatal
 Sianosis sentral persisten
 refleks menghisap dan minum yang buruk
 Abnormalitas kongenital menyebabkan gangguan funsi
 Perfusi jaringan buruk yang ditunjukkan oleh capillary refil
 Tidak mampu minum
 Sindroma aspirasi mekonium
 Adanya dehidrasi dengan simptom – simptom berikut :
Fontanels , turgor kulit turun atau membran mukosa kering

28
dan atau penurunan berat badan lebih dari 5% dari
1ml/kg/jam
 Pneumothorax
 Abnormalitas kongential mayor
 Perdarahan spontan
 Anuria / oliguria (< 1 ml/kg/jam) ssetelah 24 jam
 Bruit pada liver / skull

17) Pembuluh darah perifer


a) Temuan fisik
 Block / filling defect pada pembuluh darah mayor
 Adanya aneurysma aorta dengan tanda-tanda empending
punggung / nyeri abdomen
 Tidak ditemukannya denyut nadi secara akut pada aril / antle
 Ulservasi pada varices vena atau area decubitus

18) Phsyciatri
a) Baru saja ( dalam 72 jam ) mencoba bunuh diri
b) Tercatat ada ide bunuh diri yang mana memerlukan perngatan
bunuh diri
c) Perubahan kebiasaan sebagai akibat gangguan phsychiatri
d) Tercatat riwayat mutilasi diri sendiri / kebiasaan yang berbahaya
( mis : ketergantungan obat , kebiasaan seksual , kebut-kebutan saat
implusif dan berat ) sebagai akibat gangguan pshycatri
e) Delirium akibat withdrawal obat / zat
 Ancaman withdrawal obat / zat , delirium yang menyertakan zat
yang mendadak pada pasien dengan riwayat ketergantungan.
 Munculnya withdrawal obat atau zat , delirium(misal : halusnya
pyramidal , kejang ) Catatan : dapat muncul dengan segera setelah
penghentian obat atau zat.
f) Psikosis akut atau eksaserbasi akut halusianasi, delusi, kebiasaan,
yang mana tingkat dan beratnya mengancam kesehatan.
g) Ketidakmampuan untuk menghikuti regimen tetapi pshycatri obat
psikotropik , kontrol untuk mendapatkan resep dan atau pada
pasien yang mempunyai riwayat kronis dekompensasi dokumentasi
29
kemungkinan harapan peningkatan rumah sakit dalam periode
waktu singkat .
h) Ancaman potensial terhadap kesehatan pasien yang karena
kesakitan pemikirannya tidak dapat mengikuti regimen pengobatan (
misalnya , diabetes , dll. )
i) Onset akut ketidakmampuan merawat diri sendiri atau melakukan
kegiatan hidup sehari hari , dan dokumentasi harapan yang dapat
diterima kembalinya tanggung jawab teradap diri sendiri akan timbul
setelah pengobatan yang sesuai .
j) Bukti gejala dan atau perilaku atau verbalisasi merefleksikan resiko
yang signifikasi atau bahaya potensial ( atau bahaya aktual 0
terhadap diri sendiri , orang lain , atau properti . ( harus
terdokumentasi minimal tiap 7 hari ) .
Hal ini meliputi :
 Gangguan pikiran dengan ideas of reference , paranoid ,
disorganized thing yang mengganggu kemampuan seseorang
untuk berfungsi dalam kehidupan sehari harinya
 Gejala atau perilaku obsesif kompulsif yang tidak kompatibel dan
kemampuan seseorang untuk berfungsi pada kehidupan sehari
harinya. Resipien pasien dibawah umur 21 tahun atau
Freestanding Psychiatric dan dalam di rumah sakit untuk indikasi
rawat inap , tiga kondisi dibawah ini harus dan sedikitnya atau
dari kriteria angka dibawa ini ditemukan :
 Klien harus diperiksa ( dilihat ) dan dievaluasi oleh dokter.
 Klien harus memiliki diagnosisi AXIS , I < DSM-III-R , atau
DSM-IV sebagai diagnosis utama.
 Terapi rawat jalan / rawat inap sementara telah dicoba dan
alasan mengapa tempat layanan yang lebih ketat telah
didokumentasi oleh dokter.
k) Mencoba bunuh diri baru baru ini / ancaman bunuh diri aktif dan
mematikan dan tidak adanya pengawasan yang memadai atau
mencegah bunuh diri.

30
l) Perilaku mutilasi pada diri sendiri / ancaman aktif yang
kemungkinan bertindak atas ancaman, dan tidak adanya
pengawasan untuk mencegah melukai diri sendiri.
m) Halusinasi / delusi aktif mengarahkan / cenderung mengaruh ke
pembahayaan serius terhadap diri sendiri , atau agitasi psikomotor
atau retardasi mengakibatkan ketidakmampuan signifikan untuk
merawat diri .
n) Ketidakmampuan signifikan untuk mematuhi rejimen atau obat yang
diresepkan karena penyakit jiwa , dan kegagalan tersebut berpotensi
membahayakan kehidupan klien . Diagnosis medis ini ( AXIS III )
harus diobati
o) Baru baru ini melakukan tindakan yang mengancam nyawa atau
ancaman dengan rencana mematikan dan denan kemungkinan
bertindak atas ancaman.
p) Perilaku menyerang / perilaku sadis atau ancaman aktif yang sama
dan kemungkinan bertindak atas ancaman , dan tidak adanya
pengawasan untuk mencegah perilaku menyerang.
q) Halusinasi / delusi aktif yang cenderung atau mungkin
menyebabkan serius kepada orang lain.
r) Klien menunjukkan onset akut psikotis / disorganisasi pikiran yang
parah atau penurunan klinis yang signifikan dalam kondisi
seseorang dengan psikosis klien yang tidak dapat dikendalikan dan
tidak mampu bekerja sama dalam dan klien membutuhkan penilaian
dan pengobatan dalam pengaturan terap aman.
s) Klien makan banyak sekali atau gangguan ketergantungan obat / zat
yang memerlukan observasi , supervisi , dan intervisi medis 24 jam
sehari .
t) Diajukan penanganan atau terapi membutuhkan observasi ,
supervisi dan intervisi medis 24 jam sehari.
u) Klien menunjukkan disorientasi berat terhadap orang , tempat ,
waktu.
v) Klien yang evaluasi dan pengobatan tidak dapat dilakukan secara
aman karena perilaku yang sangat mengganggu dan perilaku lain

31
yang mungkin mencakup kekerasan fisik , pelecehan seksual , atau
psikologis.
w) Klien melakukan terapi obat atau evaluasi diagnostik yang kompleks
dan menghalangi kerjasama dalam pengobatan.
19) Onkologi
a) Laboratorium Darah
 Hitung grandlocyte absolut kurang dari 1000µ/L atau lebih dari
50.000 n/L
 Kultur darah positif

b) Temuan fisik
 Kehilangan berat badan bermakna dengan serum albumin kurang
dari 2,6 g/L
 Tercatat riwayat penanganan rawat jalan tidak berhasil dengan efek
samping (nausca dan atau vomiting hebat , diare , pendarahan
saluran cerna , ileus , megacolon atau stomatis) berkaitan dengan
pemberian obat obat sebelumnya

c) Lain- Lain
 Tercatat riwayat keganasan dengan gejala-gejala yang memerlukan
yang hanya dapat disediakan dalam kondisi perawatan akut ( mis :
cava superior , penekanan serabut saraf spinal , hiperklasma ,
peningkatan intrakranial ).
 Extravasition of vascular acces.
 Sumbatan vaskular.
 Tercatat riwayat malignansi dan dirawat inap untuk pengobatan
rawat inap dirumah sakit.
20) Respirasi / Dada
a) Radiologi
 Pneumothovax
 Hemothorax
 Udara dalam mediastinum
 Benda asing dalam saluran respirasi
 Oedema paru

32
Temuan radiologis – untuk kriteria elemen 6-11 harus setidaknya
temuan fisik , lihat elemen 15-25
Scanning
 Embolus
 Acute Infarct
 Filling Defect

b) Temuan fisik ( dalam minimal 24 jam )


 Dyspnea dengan stridor yang bermakna
 Penggunaan otot – otot bantu untuk bernafas
 Nyeri dada , tipe Pleuritic
 RR ( frek nafas ) > 30 per menit atau < 10 per menit
 Hemopthysis
 Restriksi gerakan costovertebal dan costochondral menurunkan
ekshalasi
 Perubahan tingkat kesadaran pada pasien dengan COPD
 Cyanosis
 Wheezing berat
 Batuk berat
 Orthopnea
Pediatrik :
 Curiga apnea ( lebih dari 20 detik pada bayi 0-1 tahun )
 Cyanosis sentral
 Hypoventilation

c) Laboratory findings
 PaO2 < 55 mmHg
 PaO2 < 70 mmHg on supplemental oxygen
 Oxygen saturation < 88%
 Oxygen saturation < 85% in patient with oxygen
 PaCO2 > 50 mmHg ( associated with a pH of < 30 mmHg )
 pH aduti < 7.30 / > 7.55 Pediatrik < 7.300 / >7.50

33
d) Lain – Lain
 Catatan dokter terdapat “ bertambah buruknya hypotermis “
dengan tanda tanda ( dyapesca , penurunan aktivitas ) dan tercatat
riwayat kegagalan pengobatan rawat jalan.
 Penutupan pada drainage saluran pleura 3. Luka bakar inhalasi
dengan saturasi O2 kurang dari 93 persen.

21) Kulit / Jaringan ikat


a) Temuan fisik
 Proses infeksi akut infasive , seperti : cellulitis/lymphadenitis
 Kehilangan/kerusakan kulit lebih dari 10% dari permukaan tubuh
(diagnotis baru dalam 24 jam yang lalu)
 Nekrosis kulit/jaringan sukbutan (identifikasi dalam akhir 24 jam)
 Masa pada payudara yang tidak dapat dijelaskan / deformitas
puting payudara yang membutuhkan terapi pembedahan
 Uclus decubitus:
 Kronis – ada catatan terapi rawat jalan tidak berhasil
 Uclus necrotic mencakup otot bagian dalam tulang (derajat 3 /
atau 4) atau ulkus terinfeksi
 Lesi Lesi hemorrhagic ( perdarahan )

b) Onset komplikasi:
Onset komplikasi penyakit autoimmune ( lihat elemen 1-4 )
 Petechie / echimosis dengan penyebab yang tidak diketahui yang
progesif dengan panas >100 derajat farenhite.
 Sepsis
 Trombosit <40,000/ mm3
 Hemoglobinuria
 Hemoglobin <9 g/dL
 Gigitan ular meliputi envenomization
 Kontraktur , keterbatasan fungsi dan dirawat inap untuk
pelepasan sel bedah
 Luka bakar derajat 1 :

34
 Anak : Luka bakar derajat 1 mengenai 25 persen luas tubuh
Luka bakar derajat 2 :
 Anak : luka bakar derajat 2 mengenai 15 persen dari tubuh,
atau mengenai Jalan napas misal hidung, kepala, leher, atau
mulut Luka bakar derajat 3 :
i. Dewasa: Luka bakar derajat 3 dimanapun , mengenai
lebih dari 10% Luas permukaan tubuh / luka bakar
derajat 3 dari perineum, manus, hidung, mulut, facial,
atau pedis.
ii. Anak : Luka bakar derajat 3 dimanapun mengenai 5% /
lebih permukaan tubuh , atau mengenai airway.

22) Urinary / Renal System


a) Laboratorium darah
Peningkatan akut urea nitrogen darah ( BUN ) lebih dari 40 mg/dL
dan kreatinin lebih dari 1.8 mg/dL

b) Temuan fisik
 Urinary output Dewasa : <20 ml/jam / <400ml/24 jam Anak :
Anuria atau oliguria kurang dari1 ml/kg/jam atau polyuria lebih
dari 8 ml/kg/jam
 Hematuria persisten , tak dapat dijelaskan , atau gross hematuria.
 Dicurigai / terbukti ada batu obstruksi dengan satu dari gejala
berikut ini:
 Nyeri yang nyata
 Nausea dan atau vomiting
 Pendarahan
 Onset akut obstruksi dengan hidronefrosis
 Ketidakmampuan akut untuk menahan kencing / obstruksi
saluran kencing
 Urine bocor ke vagina , rectum , atau colon
 Extravasasi ke dalam cavitas peritoncal , pelvis , atau retro
peritoneum
 luka tembus atau trauma lain
 Infeksi saluran kncing dengan gejala-gejala vomiting, panas, nyeri
35
 Post tranplatasi ginjal dengan penurunan urin output 11.
komplikasi- komplikasi dialysis
 Komplikasi transplatasi ginjal berupa krisis penolakan, hipertensi,
infeksi

c) Anak :
Defek dinding abdomen pada saluran genitouritnaria
d) Radiologi
 Bendungan ureter atau pelvis renalis
 Baru terdiagnosa tumor / dirawat inap untuk terapi definitif tumor
yang terdiagnosa sebelumnya
 Massa Ginjal ( kecuali kista yang asimtomatik )
 Obstruksi / ginal tidak tampak
e) Lain Lain
 Penyakit ginjal terminal , pasien dirawat inap untuk pemasangan
kateter
 Chronic renal failure dengan pendarahan (misal : nasal,
grastointestinal)
 Donor tranplatansi ginjal
 Persiapan pre-op tranplantasi ginjal (hanya dilakukan jika
persiapan dan dikerjakan dalam waktu rawat inap yang sama)
 Penyakit ginjal terminal , patient dirawat inap untuk rangkaian
awal Talaksana khusus :
 Setelah proses skrining dapat dilakukan suatu
pemindahan/transfer pasien dari unit ke RS lain.
 Pemindahan/rujuk dapat dilakukan sebelum hasil
pemeriksaan tersedia.
 Proses ini berdasarkan permintaan pasien karena
keterbatasan jaminan asuransi, dan keterbatasan fasilitas
rumah sakit.

36
BAB IV
DOKUMENTASI

Dokumen dari hasil Skrining berupa laporan atau catatan medik dokter
penanggungjawab, serta didapatkan bukti dengan hasil pemeriksaan-
pemeriksaan penunjang.
Diagnosa tercatat dalam catatan rekam medik pasien status rawat inap,
darurat, yaitu :
A. Pasien rawat inap
1. Catatan tentang diagnose pasien
2. Catatan tentang anamnesa dan pemeriksaan fisik pasien
3. Catatan pelayanan yang diisi oleh dokter dan tenaga kesehatan lainnya
4. Salinan pemeriksaan penunjang (hasillaboratorium, Radiologidan lain-
lain)
B. Pasien rawat jalan
Status rawat jalan pasien
C. Pasien Instalasi Gawat Darurat
Status pasien Gawat Darurat

BAB IV
PENUTUP

37
Panduan ini disusun menjadi acuan pelaksanaan Skrining Pasien sesuai
Prosedur di RSU Karsa Husada Batu. Tentunya masih banyak kekurangan
dan kelemahan dalam pembuatan panduan ini, karena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan referensi.

Tim Penyusun berharap para pihak dapat memberikan kritik dan saran
yang membangun demi kesempurnaan panduan di kesempatan berikutnya.
Semoga panduan berguna bagi Tim Akses ke Rumah Sakit dan Kontinuitas
Pelayanan RSU Karsa Husada Batu pada khususnya juga para pembaca pada
umumnya.

38

Anda mungkin juga menyukai