LAPORAN AKHIR
LAPORAN PERENCANAAN DAN NOTA PERHITUNGAN
JALAN PENDIDIKAN
NOMOR : 074/20/III/2006
TANGGAL : 01 Maret 2006
PT. WASTUWIDYAWAN
Jl. Tumpang No. 3 Semarang 50232
Telp. (024) 8442614
Jl. Gabus No. 36 Banda Aceh
Telp. (0651) 23808
SATUAN KERJA PERENCANAAN UMUM, PERENCANAAN TEKNIS
DAN MANAJEMEN RANTAI PENGADAAN
BAPPEDA PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
Jalan Tgk. H.M. Daud Beureu-eh No. 26 Banda Aceh Telp. (0651) 21440
LAPORAN AKHIR
LAPORAN PERENCANAAN
DAN
NOTA PERHITUNGAN
PT. WASTUWIDYAWAN
Jl. Tumpang No. 3 Semarang 50232
Telp. (024) 8442614
Jl. Gabus No. 36 Banda Aceh
Telp. (0651) 23808
DED Infrastruktur Desa di Propinsi NAD Laporan Perencanaan
Kata Pengantar
Daftar Isi
Hal
Kata Pengantar ……………………..……………………………………………….. i
Daftar Isi …………………………….……………………………………………… ii
Daftar Tabel ………………………………………………………………………… vii
Daftar Gambar ……………………………………………………………………… ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang …………………………………………… I-1
1.2. Maksud dan Tujuan …………………………………………… I-1
1.3. Sasaran …………………………………………… I-2
1.4. Lingkup Pekerjaan ………………………………………….... I-2
1.5. Kebijakan dan Strategi Penanganan ………………………….. I-3
1.6. Sumber Dana ……………………………………………………. I-4
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 5.2.1. Kecepatan aliran air yang diijinkan berdasarkan jenis material ……. V-37
Tabel 5.2.2. Hubungan kemiringan saluran samping jalan (i)
dan jenis material ……………………………………………. V-37
Tabel 5.2.3. Hubungan kemiringan saluran samping jalan (i)
dan jarak pematah arus (L) …………………………………… V-38
Tabel 5.2.4. Variasi fungsi periode ulang (Yt) ........................................... V-41
Tabel 5.2.5. Nilai Yang Tergantung Pada n ( Yn ) ........................................... V-42
Tabel 5.2.6. Hubungan Deviasi Standar (Sn) dengan Jumlah Data (n) …………. V-43
Tabel 5.2.7. Hubungan kondisi permukaan dengan koefisien hambatan ………. V-45
Tabel 5.2.8. Hubungan kondisi permukaan tanah dan koefisien pengaliran ( C ).. V-46
Tabel 5.2.9. Hubungan Kemiringan talud dan besarnya debit .............................. V-48
Tabel 5.4.1. Alternatif Pemakaian Bahan Bangunan Untuk Tangki Septik ..……. V-74
Tabel 5.4.2. Type Jamban ………………………………………………..……. V-76
Tabel 5.4.3. Ukuran Septik Tank Berdasarkan Pemakai ……………..……. V-77
Tabel 5.4.4. Bidang Resapan ………………………………………..…… V-77
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 5.5.1. Bin atau Sampah yang Terbuat dari Plastik ………………….. V-78
Gambar 5.5.2. Perletakan Wadah Sampah Non-Permanen ………………….. V-79
Gambar 5.5.3. Armada Pengumpul Sampah Dengan Ukuran Kecil …………. V-81
Gambar 5.5.4. Truk Pengangkut Sampah ……………………………………. V-81
Gambar 5.5.5. Kontainer yang Terbuat dari Plastik/Fiber dan Logam .…………. V-82
Gambar 5.5.6. Perletakan Kontainer pada Tempat Tertutup ……………..……. V-83
Gambar 5.5.7. Skema Pengelolaan Sampah pada Kawasan Perumahan .…………. V-83
Bab I
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Bencana Gempa Bumi dan Gelombang Tsunami yang terjadi pada tanggal 26 Desember
2004, telah menyebabkan beberapa wilayah Kota/Kabupaten di Provinsi NAD telah
mengalami kerusakan berat yang diakibatkan oleh bencana tersebut. Kerusakan berat ini
terjadi hampir di seluruh sektor kegiatan perkotaan, pedesaan termasuk sarana dan
prasarana (infrastruktur) di tempat tersebut. Untuk mempercepat/menanggulangi kesulitan
masyarakat dalam mendapatkan pelayanan dari sarana dan prasarana yang hancur maka
Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Propinsi Aceh-Nias telah membuat program
kegiatan guna mempercepat pemulihan atau merehabilitasi dan merekonstruksi kembali
sarana dan prasarana yang hancur tersebut.
Adapun Tujuannya adalah mempercepat pemulihan kawasan pedesaan akibat gempa bumi
dan tsunami agar kondisi desa dapat berfungsi kembali seperti sedia kala dan memacu
terciptanya desa yang lebih baik dan lebih aman dari sebelumnya.
1.3. Sasaran
Sasaran dari pekerjaan ini adalah tersusunnya suatu dokumen Detail Engineering Design
(DED) Infrastruktur Desa untuk Jalan, Drainase, Air Bersih, Air Kotor, Persampahan,
Listrik, Telepon dan Lansekap sebagai pedoman pelaksanaan pekerjaan fisik di lapangan.
Lingkup Pekerjaan Penyusunan DED Infrastruktur Desa ini meliputi 32 Lokasi desa yang
termasuk dalam penyusunan DED ini yang tersebar di beberapa kecamatan dan berada di 3
Daerah Tingkat II yaitu Kota Banda Aceh , Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Aceh
Jaya.
Hampir 1/3 wilayah Propinsi Aceh mengalami bencana gempa bumi dan tsunami, maka
melalui program rehabilitasi dan rekonstruksi pemerintah dalam hal ini Badan Rehabilitasi
dan Rekonstruksi Aceh-Nias melaksanakan pembangunan penyediaan prasarana dan sarana
yang hancur akibat bencana gempa dan tsunami.
Kebijaksanaan dalam rangka mendukung program tersebut diutamakan pada pemenuhan
kebutuhan prasarana dan sarana dasar.
Adapun strategi penanganan yaitu dalam proses penyusunan program kegiatan ini
dilaksanakan oleh Konsultan bersama masyarakat setempat, sedangkan peranan Pemerintah
hanya berupa bimbingan dan pembinaan teknis serta pengawasan dan pengendalian
program.
Setelah program kegiatan berupa usulan kegiatan tersusun, maka tindak lanjut dari usulan
program kegiatan tersebut di sempurnakan oleh Konsultan untuk dibuat Detail Engineering
Design (DED). Dari DED itulah yang nantinya digunakan sebagai pedoman pelaksanaan
teknis dalam kegiatan fisik/konstruksi.
Sumber dana kegiatan penyusunan Detail Engineering Design (DED) Infrastruktur Desa di
Propinsi NAD ini berasal dari APBN - P tahun 2006 yang dikoordinasikan dibawah Satuan
Kerja (Satker) Perencanaan Umum, Perencanaan Teknis dan Manajemen Rantai
Pengadaan, Bappeda Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Bab II
Kondisi Eksisting
Prasarana jalan di desa Deah Raya rusak berat sehingga tidak satupun jenis kendaraan bisa
melalui jalannya termasuk kendaraan roda dua, semua akses jalan terputus total baik jalan
utama desa maupun jalan lorong dan jalan lingkungan.
Jalan utama desa yang total panjang adalah 902 meter dengan lebar jalan 5-6 meter hampir
tidak dapat diidentifikasi baik secara lapisan konstruksi maupun secara geometrik jalan.
Ukuran lebar dapat diketahui dengan mengukur sisa eksisting yang ada.
Seperti halnya jalan utama desa jalan lorong dan lingkungan juga mengalami rusak parah, dan
hampir semua kondisi jalan ini tidak dapat dikenali eksisting jalannya. Total panjang jalan
lorong dan lingkungan ini 3434 meter 100% mengalami rusak total.
2.2. Drainase
Drainase Deah Raya total tidak dapat diketahui baik saluran tersier, sekunder maupun primer
dan secara konstruksi tidak dapat berfungsi lagi sehingga genangan air terdapat di beberapa
tempat yang rendah
Secara umum klasifikasi kerusakan saluran drainase di desa Deah Raya dapat dilihat dari
potongan-potongan drainase yang tesisa di beberapa bagian, klasifikasi saluran dapat
dibedakan antara lain :
Untuk drainase tersier yang mengalirkan air dari pemukiman warga sekitar yaitu: Lorong
Kuta Rintang, Lorong Mesjid, Lorong Salahudin, Lorong Banta Muda dan Lorong Nyak
Bayan rusak total dan telah tertimbun tanah.
Saluran sekunder yang membentang sepanjang Jalan Kuta Rintang dan Jalan Nyak Bayan
juga hancur total dan longsor terbawa aliran.
Saluran primer adalah saluran yang membentang sepanjang Jalan Syah Kuala menuju
sungai yang mengalami penyumbatan aliran di beberapa tempat.
Secara umum konstruksi yang rusak ini adalah :
Dengan melihat kondisi di lapangan dan dari hasil pengukuran maka dimensi saluran drainase
adalah
Saluran sekunder :
Penampang atas 0.60 cm dengan tinggi 0.60 -0.80 m
Saluran tersier :
Penampang atas 0.45 - 0.50 m dengan tinggi 0.50 m
Saluran primer :
Penampang atas 0.80 -1.2 m dengan tinggi 1 M
Tabel Kondisi Eksisting Sistem Penyediaan Air Bersih Desa Deah Raya
2.4. Persampahan
Sebelum tsunami sampah dikelola sendiri oleh masing-masing warga dengan cara dibakar dan
ditimbun. Setelah terjadi tsunami kondisi pembuangan sampah semakin tidak teratur, sampah
berserakan dimana-mana, secara visual dan kesehatan akan mengganggu, sehingga diperlukan
penanganan secepatnya. Sistem pembuangan sampah Desa Deah Raya dapat ikut dalam sistem
pengelolaan sampah perkotaan.
Kondisi jamban keluarga yang dimiliki oleh masing-masing rumah rusak berat. Dampaknya
warga tidak mempunyai tempat pembuangan limbah yang memadai, sanitasi menjadi buruk,
timbul genangan, dan bau tidak sedap..
2.6. Listrik
Jaringan listrik di desa Deah Raya dari layanan PLN sudah hancur total, baik jaringan kabel
maupun tiang listrik. Lebih dari 4500 meter jaringan kabel dan 300 tiang listrik induk dan tiang
distribusi, juga instalasi rumah ditambah gardu distribusi listrik yang semua telah hancur.
Untuk saat ini jaringan listrik desa Deah Raya tidak dapat dilayani oleh Perusahaan Listrik
Negara dan tidak ada layanan jaringan listrik.
2.7. Telepon
Jaringan telepon secara umum sudah terputus dan tidak dapat difungsikan lagi, tiang-tiang dan
jaringan kabel juga sudah tidak ada.
Bab III
Survey Topografi
3.1. Umum
Yang dimaksudkan Survey Topografi disini adalah kegiatan di lapangan berupa pekerjaan
pengukuran trace jalan dan saluran drainase pada lokasi pekerjaan yang meliputi
pengukuran poligon dan sipat datar di seluruh lokasi pekerjaan. Adapun tujuannya adalah
untuk mendapatkan gambaran umum secara lengkap tentang kondisi lapangan baik kondisi
prasarana maupun teffrainnya.
Data topografi yang tersedia untuk lokasi rencana didapatkan dari peta masterplan hasil
perencanaan Desa (Village Planning).
Pekerjaan survey topografi ini meliputi pekerjaan pemasangan Benchmark (BM) sebagai
titik tetap, pengukuran titik kontrol vertikal dan horisontal, pembuatan tampang
memanjang dan melintang jalan dan saluran.
Benchmark dibuat dari patok beton ukuran 20 cm x 20 cm x 100 cm yang terdiri dari
campuran semen, pasir dan batu split/kerikil dengan perbandingan 1 : 2 : 3. Benchmark
dipasang di lokasi pekerjaan pada tempat yang mudah dijangkau untuk keperluan
pengukuran dan aman dari kemungkinan kerusakan akibat pelaksanaan pada masa
konstruksi ataupun paska konstruksi.
Setelah selesai pemasangan, patok BM tersebut diikatkan ke referensi BM yang sudah ada.
Jika di lokasi perencanaan tidak terdapat patok BM yang dapat digunakan sebagai
referensi, maka untuk menentukan elevasi patok BM digunakan koordinat lokal.
Pengukuran kerangka horisontal / Poligon ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan
titik kontrol Horizontal (X ; Y) dari semua titik tetap (Bench Mark) dan titik-titik poligon
lainnya serta sebagai pengikat titik horizontal untuk keperluan pengukuran situasi dan
potongan melintang atau cross section.
Pengukuran Waterpass (Sipat datar) dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan titik
kontrol vertikal (Z) dari semua titik tetap (Bench Mark) dan titik-titik poligon lainnya serta
sebagai pengikat titik tinggi untuk keperluan pengukuran situasi detail. Pengukuran
dilakukan dengan metode sipat datar menggunakan alat ukur waterpass.
Jalur pengukuran sipat datar utama mengikuti jalur pengukuran poligon sehingga dengan
demikian juga merupakan jaringan tertutup (kring). Pengukuran sipat datar dibuat perseksi
dimana tiap seksi dilakukan pengukuran pergi pulang dalam kurun waktu 1 (satu) hari.
Pembuatan potongan melintang jalan dan drainase dilakukan lebih utama untuk keperluan
perencanaan. Potongan melintang dilakukan tiap jarak 50 m dan untuk tikungan/belokan
tiap jarak 25 meter atau disesuaikan dengan kebutuhan.
Oleh karena itu data yang ditampilkan harus lengkap. Untuk potongan melintang jalan,
data yang ditampilkan adalah :
1. Elevasi as jalan
2. Elevasi tepi jalan
3. Elevasi dasar saluran tepi kiri
4. Elevasi dasar saluran tepi kanan
5. Jarak antar titik.
3.6.1. Pengambaran
Sebagai bentuk laporan akhir dari pekerjaan pengukuran ini, maka konsultan
menyusun Laporan hasil pengukuran berupa Laporan Penunjang (Pekerjaan
Pengukuran) yang berisi data-data asli dari pengukuran di lapangan maupun hasil
perhitungan di kantor dan gambar-gambar hasil perhitungan tersebut.
Bab IV
Review
Perencanaan Desa
− Batas desa
Sebelah Utara : Selat Malaka.
Sebelah Timur : Aloe Naga, Tibang.
Sebelah Selatan : Lampulo, Lamdingin, Lambaro Skep.
Sebelah Barat : Selat Malaka.
c. Sanitasi 100%
d. Air bersih 80%
e. Persampahan 100%
f. Listrik 100%
g. Telepon 100%
- Jalan Syah Kuala, sebagai jalan utama yang menghubungkan desa Deah Raya ke
desa sekitar seperti
Lampulo
Lamdingin
Lambaro skep serta,
Jalan utama menuju wilayah pusat kota.
Untuk skala desa yang menjadi kerangka utama desa yaitu:
- Jalan Kuta Rintang dan jalan Cik Muda merupakan jalan utama desa yang
menghubungkan desa Deah Raya dengan desa sekitar
Alue Naga
Desa Tibang
TYPE TIPOLOGI
LUAS PROSENTAS JUML PENANGANA
No TATA GUNA LAHAN LOKASI BANGUNA BANGUNA DONOR
AREA E AH N
N N
1 Area Perumahan
24.2% Minimal Langsung
a. Perumahan −Rumah eksisting 15 Ha Landed
17.74% 210 unit Rumah dibangun di atas Bakrie
b. Area Hunian Baru −Di selatan desa 11 Ha
Type 36
house
site rumah
2 Area Komersial
(perdagangan & jasa)
−Dermaga
−Tempat Pelelangan Ikan
−Di kawasan utara desa &tempat o reklamasi
−Dermaga Penurunan Ikan 3060 Bangunan
−Tepi pantai/selat 0.49% 4 unit lelang o pengerukan Belum ada
−Kantor TPI M² modern
malaka −kantor pantai
−Gedung pendukung
−dermaga
3 Area Makam
4 Area Mitigasi
• Bukit buatan
bisa
−Bukit Buatan (escape hill) Area perbatasan desa Diluar area menampung
1 Ha - - - Belum ada
−Penghijauan bukit sebelah selatan desa warga
• Tanaman
produktif
5 Area Pertambakan Sebelah utara desa 30 Ha 48.3% - - - Rehabilitasi Belum ada
7 Area Penghijauan
TYPE TIPOLOGI
LUAS PROSENTAS JUML PENANGANA
No TATA GUNA LAHAN LOKASI BANGUNA BANGUNA DONOR
AREA E AH N
N N
Penanaman
−Pantai/tambak 2,5 Ha
−Mangrove kembali
−Pedestrian 7650 Seluruh area
−Tanaman pelindung - - - mengikuti wetlands
−Lahan kosong & M² desa
−Tanaman produktif 70 Ha
rencana area
Permukiman sabuk hijau
8 Fasilitas Pendidikan
3000
−Sekolah Dasar (SD) −Area SD eksisting 0.48% Bangunan Landed Pembangunan
M² 2 Belum ada
−TK dan TPQ −Area TK eksisting 0.06% pendidikan House baru
375 M²
9 Fasilitas Peribadatan
Perbaikan dan
Lokasi masjid 1575 Bangunan Bangunan
Masjid 0.25% 1 penambahan Belum ada
(Pusat Desa) M² 3 tingkat modern
lantai
11 Fasilitas Kesehatan
PUSKESMAS Pusat desa 300 M² 0.048% Bangunan Bangunan Pembangunan
1 Belum ada
posyandu (lokasi lama) 300 M² 0.048% kesehatan modern baru
12 Fasilitas Olah Raga
− Lapangan Volley 7000
Tanah Milik Warga 1.13% 2 Lapangan - Belum ada
− Lapangan Bola kaki M²
13 Fasilitas Sosial
− Meunasah − Banguna
1050 − Panggun
− TPQ 0.24% n
M² g
− Pesantren 375 M²
0.06% meunasa
− Balai PKK Pusat Desa dan Tanah
500 M²
0.08%
5
h
− Banguna
Pembangunan
Belum ada
− Balai Pertemuan Desa 0.02% − Banguna baru
120 M² n modern
− MCK umum 0.10% n ruang
640 M² − WC
200 M²
0.032% − WC
umum
umum
14 Fasilitas Pemerintahan
Bangunan Bangunan Pembangunan
Kantor Desa Pusat Desa 300 M² 0.048% 1 Belum ada
kantor modern baru
− Bangunan
Area Masjid Peribadatan 630 Maksimal 15-20 m
1. Masjid
eksisting − Escape m² 700 Jiwa 3 lantai
Building
− Musyawarah
− Pertemuan 250 Maksimal 15 m
2. Meunasah Pusat desa
− Kegiatan m² 300 jiwa 2 lantai
agama
2. Meunasah 2 lantai 12 m
Semua jaringan jalan direncanakan untuk lalu lintas dua arah dengan hirarki jalan:
1. Jalan Utama Desa, Kuta Rintang ROW 4-6 menjadi ROW 10 panjang 902 m
2. Jalan Lingkungan, Salahudin ROW 3,5 menjadi ROW 7 panjang 444 m
3. Jalan Lingkungan/lorong meliputi :
- Jalan lorong Kuta Rintang I ROW 5 menjadi ROW 7 panjang 182 m
- Jalan lorong Kuta Rintang II ROW 5 menjadi ROW 7 panjang 153 m
- Jalan lorong Kuta Rintang III ROW 4 menjadi ROW 6 panjang 192 m
- Jalan lorong Kuta Rintang IV ROW 3 Menjadi ROW 5 panjang 217 m
- Jalan lorong Mesjid ROW 3,5 menjadi ROW 4 panjang 428 m
- Jalan lorong Salahudin ROW 2 menjadi ROW 4 panjang 155 m
- Jalan lorong Banta Muda ROW 3 menjadi ROW 4 panjang 393 m
- Jalan lorong Banta Muda II ROW 3,5 menjadi ROW 5 panjang 181 m
- Jalan lorong Nyak Bayan ROW 5 menjadi ROW 7 panjang 193 m
- Jalan lorong Nyak Bayan II ROW 3 menjadi ROW 4 panjang 188.56 m
- Jalan lorong Cik Muda ROW 5 menjadi ROW 7 panjang 257.5 m
- Jalan lorong Cik Muda I ROW 5 menjadi ROW 7 panjang 87.67 m
- Jalan lorong Cik Muda II ROW 3 menjadi ROW 4 panjang 227.60 m
- Jalan lorong Cik Muda III ROW 3 menjadi ROW 4 panjang 134.69 m
Masing-masing jaringan jalan tersebut direncanakan seperti pada tabel di bawah.
b. Geometrik Jalan
Geometrik jalan pada kawasan direncanakan seperti pada tabel dibawah.
Tabel : Rencana Geometrik Jalan Desa Deah Raya
No Klasifikasi Jalan Jari-jari Kemiringan Kelandaian
Persimpangan ( Melintang Rata-rata (%)
m) (%)
1 Jalan utama desa 5 2 2
Jalan Alternatif
2 5 2 2
Kawasan
3 Jalan Lingkungan 4 2 1
d. Perkerasan Jalan
Konstruksi jalan utama dan jalan lingkungan adalah aspal hotmix kecuali jalan lorong
menggunakan konstruksi aspal penetrasi, secara keseluruhan untuk perbaikan grade
jalan menggunakan tanah timbun sebagai perbaikan sub grade jalan. Pada beberapa
jalan menggunakan batu belah sebagai lapis pondasi bawah.
Tabel : Rencana Struktur Tebal Perkerasan Jaringan Jalan Desa Deah Raya
No Klasifikasi Jalan Perkerasan Lapis Atas Lapis Lapis
(cm) Pondasi Pondasi
Atas (cm) Bawah
(cm)
1 Jalan utama desa Aspal hotmix 6 20 30
Jalan Kolektor Aspal hotmix
2 6 20 25
Kawasan
Aspal
3 Jalan Lingkungan 5 20 25
penetrasi
Aspal
4 Jalan Inspeksi 6 20 40-50
penetrasi
4.5.2. Drainase
1. Sebagai penampung aliran air utama (primer) terletak dibatas desa Deah Raya
dengan disisi kiri-kanan jalan utama desa (Jalan Kuta Rintang dan Lorong Kuta
Rintang)
3. Drainase tersier direncanakan pada tiap blok-blok kawasan perumahan warga dan
ditempatkan pada posisi kiri-kanan jalan lorong.
- Drainase lorong Salahudin II panjang 155 m
- Drainase lorong Banta Muda II panjang 181 m
- Drainase lorong Kuta Rintang III panjang 192 m
- Drainase lorong Cik Muda I panjang 87.67 m
- Drainase lorong Cik Muda II panjang 227.60 m
- Drainase lorong Cik Muda III panjang 134.69 m
4. Pada setiap persimpangan saluran dengan jalan digunakan Jembatan plat beton
atau gorong-gorong.
c. Dimensi Saluran
Perencanaan debit banjir rencana digunakan periode berkala dalam rentang 5 tahun,
kemiringan dasar saluran primer < 0,0009 dan saluran sekunder < 0,001. Sedangkan
tinggi jagaan untuk saluran primer adalah 1,2 m dan saluran sekunder 0,3 - 0,4 m.
Saluran primer pada kawasan direncanakan menggunakan dinding tegak dengan
konstruksi batu kali, sedangkan untuk saluran sekunder dan tersier menggunakan
dinding tegak dengan konstruksi beton.
Dimensi saluran pada kawasan direncanakan sebagai berikut :
1. Membuat saluran primer disisi kiri–kanan jalan utama sepanjang jalan Kuta
Rintang dengan arah aliran keluar kawasan desa menuju saluran primer ke arah
sungai (Krueng Aceh)
2. Saluran sekunder, lebar 0,80 - 1.0 m yang akan menampung aliran dari kawasan
3. Saluran tersier, lebar 0,5 – 0,6 m, yang terbagi dalam masing-masing ruas saluran
tersier.
Rencana Pengembangan Jaringan Drainase
1. Pengembangan jaringan drainase di posisi semua sisi jaringan jalan.
2. Pembangunan saluran sekunder baru di kanan jalan utama dengan lebar 1,20m
3. Pembangunan saluran tersier (konstruksi terbuka) di kanan-kiri jalan kolektor dan
lingkungan desa lebar 0,6 m, pada masing – lorong dan pemukiman warga
4. Pembangunan jembatan plat beton dibeberapa tempat dengan panjang total 36m.
5. Pembangunan Box Culvert saluran sekunder lebar 2 m, panjang total 40 m.
Sumber air yang direncanakan akan memakai sumber air dari PDAM, diperlukan sistem
jaringan distribusi air:
Hasil simulasi sistem penyediaan air minum desa Deah Raya adalah sebagai berikut:
Gambar hasil simulasi program Epanet
2”
4”
Sumber air minum Deah Raya untuk jangka pendek berasal dari bak-bak yang
tersedia, dengan didrop air dari tangki. Kebutuhan air Desa Deah Raya untuk
jangka pendek adalah 11.610 Liter/hari, dengan skenario:
Rata-rata jumlah air yang digunakan untuk minum, memasak dan kebersihan
pribadi masing-masing rumah tangga setidaknya adalah 15 liter per orang per
hari, Jarak terjauh antara rumah tangga dan titik air terdekat adalah 500 meter
Lamanya antrian di sumber air tidak melebihi 15 menit
Waktu yang diperlukan untuk memenuhi tempat air dengan volume air 20 liter
tidak melebihi 3 menit
Sumber dan sistem air dipelihara sedemikian rupa sehingga volume air yang
tepat secara konsisten atau secara berkala.
2. Jangka Panjang
- Hidran Umum ( HU ) 30 %
- Sumber Lain 10 %
1. Jangka Pendek
Penyediaan tandon air kapasitas 2 m³ sejumlah 4 unit yang disuplai mobil tangki
PDAM dan ditempatkan pada tempat–tempat strategis, yaitu: Meunasah, Masjid,
SD dan Balai Desa .
2. Jangka Panjang
0.1
0.5
Pasir Urug
4.5.5. Persampahan
Perencanaan akhir sistem pengelolaan persampahan di desa Deah Raya adalah letak wadah
sampah ada di setiap rumah tangga, terletak di depan rumah, sehingga petugas lebih mudah
mengambil, dengan teknis operasional persampahan melalui:
a. Pewadahan.
Pewadahan sampah dilakukan oleh masing-masing rumah tangga melalui tong-tong
sampah di depan rumah.
d. Teknis Pengelolaan
Teknis pengelolaan sampah dilakukan mandiri oleh masyarakat dengan membentuk
lembaga pengelolaan sampah dengan fungsi, tugas dan tanggung jawab yang jelas.
e. Sistem Pembiayaan
Pembiayaan untuk operasi dan pemeliharaan menjadi tanggung jawab masyarakat
setempat melalui iuran bulanan yang dikelola oleh lembaga pengelola persampahan
desa yang terbentuk.
f. Aturan-aturan
Untuk menunjang keberhasilan dalam mengelola persampahan desa perlu didukung
oleh peraturan yang melibatkan wewenang dan tanggung jawab pengelola serta
partisipasi masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan.
Proyeksi Timbulan Sampah Dan Pelayanan Prasarana Persampahan Desa Deah Raya
Tahun
No Uraian Satuan
2005 2006 2007 2008 2009 2010
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 Jumlah Penduduk Jiwa 381 382 387 392 397 402
2 Target Pelayanan % 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
3 Jumlah Penduduk Terlayani Jiwa 381 382 387 392 397 402
4 Timbulan Sampah Terlayani
a. Permukiman (1,19
m3/hr 0.45 0.45 0.46 0.47 0.47 0.48
l/orang/hr)
b. Pasar (0,37 l/orang/hr) m3/hr 0.14 0.14 0.14 0.15 0.15 0.15
c. Komersial (0,2 l/orang/hr) m3/hr 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08
d. Perkantoran (0,1
m3/hr 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04
l/orang/hr)
e. Fasilitas Umum (0,2
m3/hr 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08
l/orang/hr)
f. Jalan (0,1 l/orang/hr) m3/hr 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.02
g. Saluran (0,1 l/orang/hr) m3/hr 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.02
h. Kawasan Industri (0,1
m3/hr 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.02
l/orang/hr)
i. Lain-lain (0,1 l/orang/hr) m3/hr 0.02 0.02 0.03 0.03 0.03 0.03
Jumlah Timbulan m3/hr 0.83 0.84 0.86 0.87 0.88 0.92
Kebutuhan Prasarana &
5
Sarana
a. Tong/bin kap. 120 liter unit 6 6 7 7 7 7
b. Gerobak sampah kap.1 m³ unit 1 1 1 1 1 1
4.5.6. Listrik
• Jangka Pendek
− Penyediaan genset untuk suplai tenaga listrik sesuai kebutuhan
− Tingkat kebutuhan daya listrik masing-masing rumah diasumsikan 100 watt (3
titik lampu @ 25 watt + cadangan)
− Kebutuhan daya listrik = jumlah sambungan rumah 210 x 100 watt = 18300
watt
− Jumlah genset yang diperlukan adalah 2 unit kapasitas 20 kw (@ genset
10.000 watt)
• Jangka Panjang
− Penyediaan tenaga listrik melalui jaringan listrik PLN
− Idealnya Jaringan kabel listrik sistem jaringan distribusinya melalui jaringan
bawah tanah untuk menhindari kesan semrawut/tidak rapi dan
− pemasangan trafo pada setiap jarak 50 s/d 100 m.
− Tingkat pelayanan daya listrik
Perumahan besar : 1300 watt
Perumahan sedang : 900 watt
Perumahan kecil : 450 watt
Kebutuhan Beban
No Kegiatan Satuan
Listrik
1 Perumahan 57 Kva/Ha
2 Pariwisata 27 Kva/Ha
3 Jasa Perdagangan 26 Kva/Ha
4 Fasilitas Umum & Sosial 101 Kva/Ha
• Kondisi jaringan direncanakan supaya teratur dan aman terutama di pemukiman padat,
• Lampu penerangan jalan ditempatkan pada beberapa ruas jalan, yang ditempatkan pada
tiang listrik dengan jarak diatur dengan jalur lalu-lintas (jarak lampu penerangan jalan
tiap 20 m dan jarak lampu pedestrian tiap titik 10 m)
• Penempatan jaringan direncanakan mengikuti jaringan jalan yang ada, dan ditanam di
bawah tanah, dengan pembagian klasifikasi dalam jaringan primer, sekunder, dan
tersier.
4.5.7. Telepon
Untuk memenuhi kebutuhan telepon, jaringan yang melalui kawasan perencanaan agar
ditingkatkan baik jumlah maupun penyebarannya sehingga dapat lebih merata dan
menjangkau seluruh kawasan.
Kebutuhan akan prasarana telepon berdasarkan perkiraan kebutuhan fasilitas telepon
digunakan asumsi:
a. Pelabuhan Ikan
Pembangunan fasilitas lain bagi pertumbuhan desa dalam jangka panjang adalah
pembangunan Pelabuhan Perikanan berskala kecil, fasilitas yang direncanakan adalah:
Pemecah gelombang (break water) kecil dengan panjang 350 meter kearah laut
sebagai stabilisasi gelombang disekitar pelabuhan
Training Jety dengan panjang 30 meter menjorok kearah laut sebagai dermaga
sandar kapal nelayan
Trestlel memanjang 600 meter sebagai dermaga harian nelayan kecil
Pengurukan dengan luas 2500 m² sebagai tempat kedudukan bangunan dan
pendukung aktifitas pelabuhan
Pengerukan laut 2000 m² untuk kolam labuh kapal nelayan harian
Gedung lelang 250 m² (luas area)
Kantor lelang 200 m² (luas area)
Bab V
Kriteria Perencanaan
Jalan yang dimaksudkan dalam perencanaan ini adalah Jalan desa yaitu jalan yang dapat
dikategorikan sebagai jalan dengan fungsi lokal di daerah pedesaan. Artinya sebagai
penghubung antar desa atau ke lokasi pemasaran, sebagai penghubung antar hunian/
perumahan, juga sebagai penghubung desa ke pusat kegiatan yang lebih tinggi tingkatnya
(kecamatan).
Standar – standar di bawah ini disusun khusus untuk jalan desa, dengan keadaan tanah,
topografi, dan iklim yang sering menghambat pembuatan jalan yang baik. Standar ini tidak
dimaksud sebagai “peraturan mati”, tetapi diharapkan bermanfaat bagi para perancang dan
pengawas. Pengalaman dan penilaian mereka selalu harus diterapkan pada setiap desain
yang dibuatnya, karena setiap jalan mempunyai keadaan yang unik.
Pembangunan jalan di daerah pedesaan, selain perlu memperhatikan aspek teknis
konstruksi jalan, juga perlu mempertimbangkan aspek konservasi tanah mengingat kondisi
wilayah dengan topografi yang sering berbukit dan dengan tanah yang peka erosi.
Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa tidak sedikit erosi tanah yang berasal dari
jalan, khususnya berupa longsoran dari tampingan dan tebing jalan.
Tujuan pengendalian erosi pada jalan adalah utuk mengamankan jalan dan membangun
jalan yang tidak menjadi sumber erosi. Pengendalian erosi dapat dilakukan secara sipil
teknis atau secara vegetatif, dan masing-masing mempunyai kelebihan. Seorang perencana
harus memilih perlakuan pengendalian erosi dengan mempertimbangkan konservasi dan
biaya yang tidak terbatas pada waktu penyelesaian kontsruksi jalan, tetapi harus dipikirkan
sampai masa pemeliharaan. Kegiatan pengendalian erosi tidak dibatasi pada Daerah Milik
Jalan (Damija). Perencana wajib mempertimbangkan akibat konstruksi jalan di luar Daerah
Milik Jalan (misalnya, pembuangan dari saluran merusak lahan produktif) dan boleh
merencanakan perlakuan walaupun perlakuan tersebut agak jauh dari badan jalan (misalnya
untuk mengamankan jalan dengan ditanam pohon-pohon pada mini - catchment yang
terletak di atas jalan).
Tingginya curah hujan, lereng-lereng curam dan tanah rapuh menimbulkan banyak
kesulitan dalam perencanaan dan pembangunan jalan berkualitas tinggi, terutama bila
dimaksudkan untuk membangun jalan dengan biaya rendah dan tidak membahayakan
lingkungan. Dalam konteks seperti ini kita harus menyadari bahwa masalah erosi akan
terus muncul walaupun dapat dikurangi dan diatasi ketika terjadi.
Trase jalan harus dipilih untuk mengurangi masalah lingkungan misalnya dengan
mengurangi galian dan timbunan bilamana mungkin. Karena tidak mungkin di kawasan
perbukitan untuk menghilangkan masalah dengan pemilihan trase (dengan pemindahan
trase atau mengurangi tanjakan), maka perlu diusahakan teknik-teknik pengendalian erosi
termasuk pembangunan tembok Penahan Tanah dan bronjong atau penanaman bahan-
bahan vegetatif untuk menstabilkan lereng atau mengurangi erosi percik atau erosi alur
kecil.
5.1.2.1. Jalur rencana adalah salah satu jalur lalu lintas dari suatu system jalan raya, yang
menampung lalu lintas terbesar. Umumnya jalur rencana adalah salah satu jalur dari jalan
raya dua jalur tepi luar dari jalan raya berjalur banyak.
5.1.2.2. Umur Rencana (UR) adalah jumlah waktu dalam tahun dihitung sejak jalan tersebut
mulai dibuka sampai saat diperlukan perbaikan berat atau dianggap perlu untuk di beri
lapis permukaan yang baru.
5.1.2.3. Indeks Permukaan (IP) adalah suatu angka yang dipergunakan untuk menyatakan
kerataan/kehalusan serta kekokohan permukaan jalan yang bertalian dengan tingkat
pelayanan bagi lalu lintas yang lewat.
5.1.2.4. Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR) adalah jumlah rata-rata lalu lintas kendaraan
bermotor beroda 4 atau lebih yang dicatat selama 24 jam sehari untuk kedua jurusan.
5.1.2.5. Angka Ekivalen (E) dari suatu beban sumbu kendaraan adalah angka yang menyatakan
perbandingan tingkat kerusakan yamg ditimbulkan oleh suatu lintasan beban sumbu
tunggal kendaraan terhadap tingkat kerusakaan yang ditimbulkan oleh suatu lintasan
beban standar sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lb).
5.1.2.6. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) adalah jumlah lintasan ekivalen harian rata-rata dari
sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lb) pada jalur yang diduga terjadi pada
permulaan umur rencana.
5.1.2.7. Lintas Ekivalen Akhir (LEA) adalah jumlah lintas ekivalen harian rata-rata dari sumbu
tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lb) pada jalur rencana yamg diduga terjadi pada akhir
umur rencana.
5.1.2.8. Lintas Ekivalen Tengah (LET) adalah jumlah lintas ekivalen harian rata-rata dari sumbu
tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lb) pada jalur rencana pada pertengahan umur rencana.
5.1.2.9. Lintas Ekivalen Rencana (LER) adalah suatu besaran yang dipakai dalam penetapan
tebal perkerasan untuk menyatakan jumlah lintas ekivalen sumbu tunggal seberat 8,16
ton (18.000 lb) pada jalur rencana.
5.1.2.10. Tanah Dasar adalah permukaan tanah semula atau permukaan galian atau permukaan
tanah timbunan, yang dipadatkan dan merupakan permukaan dasar untuk perletakan
bagian-bagian perkerasan lainnya.
5.1.2.11. Lapis Pondasi Bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis pondasi dan
tanah dasar.
5.1.2.12. Lapis Pondasi adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis permukaan dengan
lapis pondasi bawah (atau dengan tanah dasar bila tidak menggunakan lapis pondasi
bawah).
terdiri dari campuran agregat dan aspal dengan perbandingan tertentu dicampur dan
dipadatkan pada temperatur tertentu.
5.1.2.26. Lapis Tipis Aspal Beton (LATASTON) adalah lapis penutup yang terdiridari campuran
antara agregat bergradasi timpang, filler dan aspal keras dengan perbandingan tertentu
yang dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panaspada suhu tertentu. Tebal padat
antara 25 sampai 30 mm.
5.1.2.27. Lapis Tipis Aspal Pasir (LATASIR) adalah lapis penutup yang terdiri dari campuran
pasir dan aspal keras dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas pada
suhu tertentu.
5.1.2.28. Aspal Makadam adalah lapis perkerasan yang terdiri dari agregat pokok dan/atau agregat
pengunci bergradasi terbuka atau seragam yamg dicampur dengan aspal cair, diperam
dan dipadatkan secara dingin.
Penentuan tebal perkerasan dengan cara yang akan diuraikan hanya berlaku untuk
konstruksi perkerasan yang menggunakan material berbutir (granular material, batu pecah)
dan tidak berlaku untuk konstruksi yang menggunakan batu-batu besar (cara Telford atau
Pak laag)
Cara-cara perhitungan jalan, selain yang diuraikan disini dapat juga digunakan, asal saja
dapat dipertanggung jawabkan berdasarkan hasil test oleh seorang ahli.
5.1.4. Penggunaan
Bagian Perkerasan Jalan umumnya meliputi : Lapis Pondasi Bawah (Sub Base Course),
Lapis Pondasi (Base Course) dan Lapis Permukaan (Surface Course).
la p is p e rm u k a an D1
la p is p o n d a si D2
la p is p o n d a si b aw a h
D3
Pemilihan bahan untuk lapis permukaan harus dipertimbangkan ketahanan kegunaan, umur
rencana serta pentahapan konstruksi, agar dicapai menfaat yang sebesar-besarnya dari
biaya yang dikeluarkan.
Jalur rencana merupakan salah satu jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya yang
menampung lalu lintas terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda batas jalur maka
jumlah jalur ditentukan dari lebar perkerasan menurut daftar dibawah ini :
Koefisien distribusi kendaraan ( C ) untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat
pada jalur rencana ditentukan menurut daftar dibawah ini :
*) berat total < 5 ton, misalnya : mobil penumpang, pick up, mobil hantaran.
**) berat total ≥ 5 ton, misalnya : bus, truk, traktor, semi trailler, trailler.
a. Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR) setiap jenis kendaraan ditentukan pada awal
umur rencana, yang dihitung untuk dua arah pada jalan tanpa median atau masing-
masing arah dengan median.
⎛ LEP + LEA ⎞
LET = ⎜ ⎟
⎝ 2 ⎠
e. Lintas Ekivalen Rencana (LER) dihitung dengan rumus sebagai berikut :
LER = LET x FP
Faktor Penyesuaian (FP) tersebut diatas ditentukan dengan rumus :
UR
FP =
10
Daya dukung tanah dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik korelasi (gambar 5.1.2).
Yang dimaksud dengan harga CBR disini adalah harga CBR lapangan atau CBR
laboratorium.
Jika digunakan CBR lapangan maka pengambilan contoh tanah dasar dilakukan dengan
tabung (undisturb), kemudian direndam dan diperiksa harga CBR-nya. Dapat juga diukur
langsung di lapangan (musim hujan/direndam). CBR lapangan biasanya digunakan untuk
perencanaan lapis tambahan (overlay).
Iklim I 0,5 1,0 – 1,5 1,0 1,5 – 2,0 1,5 2,0 – 2,5
< 900 mm/th
Iklim II 1,5 2,0 – 2,5 2,0 2,5 – 3,0 2,5 3,0 – 3,5
> 900 mm/th
Catatan : Pada bagian-bagian jalan tertentu, seperti persimpangan, pemberhentian
atau tikungan tajam (jari-jari 30 m) FR ditambah dengan 0,5. Pada daerah rawa-
rawa FR ditambah dengan 1,0.
Dalam menentukan indeks permukaan atau IP pada akhir umur rencana perlu
dipertimbangkan factor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah lintas ekivalen
rencana (LER), menurut data dibawah ini :
*) LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton beban sumbu tunggal.
Catatan : Pada proyek-proyek penunjang jalan, JAPAT/Jalan Murah atau jalan darurat
maka IP dapat diambil 1,0
Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo) perlu diperhatikan
jenis lapis permukaan jalan (kerataan/kehalusan serta kekokohan) pada awal umur rencana
menurut daftar dibawah ini :
*) Alat pengukur Roughness yang dipakai adalah roughometer NAASRA, yang dipasang
pada kendaraan standar Datsun 1500 stasiun wagon, dengan kecepatan kendaraan ± 32
km/jam.
Gerakan sumbu belakang dalam arah vertikal dipindahkan pada alat roughometer melalui
kabel yang dipasang ditengah-tengah sumbu belakang kendaraan, yang selanjutnya
dipindahakan kepada counter melalui “Flexible drive”.
Setiap putaran counter adalah sama dengan 15,2 mm gerakan vertikal antara sumbu
belakang dan body kendaraan.
Alat pengukur Roughness tipe lain dapat digunakan dengan mengkalibrasikan hasil yang
diperoleh terhadap roughometer NAASRA.
Koefisien Kekuatan Relatif (a) masing-masing bahan dan kegunaannya sebagai lapis
permukaan, pondasi, pondasi bawah, ditentukan secara korelasi sesuai nilai Marshall Test
(untukbahan dengan aspal), kuat tekan (untuk bahan yang distabilisasi dengan semen atau
kapur), atau CBR (untuk bahan lapis pondasi bawah).
Jika alat Marshall Test tidak tersedia, maka kekuatan (stabilisasi) bahan beraspal bias
diukur dengan cara lain seperti Hveem Test, Hubbard Field dan Smith Triaxial.
0,35 - - 744 - -
0,31 - - 590 - - Lasbutag
0,28 - - 454 - -
0,26 - - 340 - -
- 0,28 - 590 - -
- 0,26 - 454 - - Laston Atas
- 0,24 - 340 - -
- - 0,10 - - 20 Tanah/lempung
kepasiran
Catatan : Kuat tekan stabilisasi tanah dengan semen; diperiksa pada hari ke 7. Kuat
tekan stabilisasi tanah dengan kapur diperiksa pada hari ke 21.
1. Lapis Permukaan.
ITP Tebal Bahan
Minimum (cm)
< 3,00 5 Lapis pelindung : (Buras/Burtu/Burda)
3,00 – 6,70 5 Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag, Laston
6,71 – 7,49 7,5 Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag, Laston
7,50 – 9 99 7,5 Lasbutag
≥ 10,00 5 Laston
2. Lapis Pondasi :
ITP Tebal Bahan
Minimum (cm)
< 3,00 15 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
stabilisasi tanah denan kapur
3,00 – 7,49 20*) Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
stabilisasi tanah denan kapur
10 Laston Atas
7,50 – 9,99 20 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
stabilisasi tanah denan kapur, pobdasi macadam
Laston Atas
15 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
10 – 12,14 20 stabilisasi tanah denan kapur, pobdasi macadam,
Lapen, Laston Atas
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
≥ 12,25 25 stabilisasi tanah denan kapur, pobdasi macadam,
Lapen, Laston Atas.
Untuk perhitungan pelapisan tambahan (overlay), kondisi perkerasan jalan lama (existing
pavement) dinilai sesuai daftar dibawah ini :
2. Lapis Pondasi :
a. Pondasi Aspal beton atau Penetrasi Macadam
Umumnya tidak retak, hanya sedikit deformasi pada
jalur roda ………………………………………………………….…… 90 - 100 %
Terlihat retak halus, sedikit deformasi pada jalur roda
Namun masih tetap stabil………………………………………………. 70 - 90 %
Retak sedang, beberapa deformasi pada jalur roda,
Pada dasarnya masih menunjukkan kestabilan………………………… 50 - 70 %
Retak banyak, demikian juga deformasi pada jalur roda,
Menunjukkan gejala ketidak stabilan…………………………………... 30 - 50 %
b. Stabilisasi Tanah dengan Semen atau Kapur :
Indek Plastisitas (Plasticity Index = PI) ≤ 10 ………………………….. 70 - 100 %
c. Pondasi Macadam atau Batu Pecah :
Indek Plastisitas (Plasticity Index = PI) ≤ 6 …………………………… 80 – 100 %
3. Kerusakan setempat (weak spot) selama tahap pertama dapat diperbaiki dan
direncanakan sesuai data lalu lintas yang ada.
Air adalah musuh jalan yang paling kuat. Jalan menjadi jelek jika badan jalan tidak cepat
kering sehabis hujan. Jalan menjadi terputus apabila air dibiarkan merintangi permukaan
jalan. Jalan menjadi rusak apabila air dibiarkan mengalir ditengah jalan. Jalan menjadi
bergelombang apabila pondasi jalan tidak kering.
Perbaikan masalah di atas cukup mahal dan sulit, tetapi masalah seperti ini dapat dihindari
apabila masalah drainase dipertimbangkan pada waktu pra survey. Di tempat tertentu, tidak
akan ada masalah drainase. Ditempat lain, jalan hamper pasti mengalami masalah berat.
Pertimbangan yang paling sederhana adalah sebagai berikut :
B U K IT
1 0 M e te r
Jari – jari tikungan minimal 10 meter. Tikungan tajam dibuat dengan pelebaran perkerasan
dan kemiringan melintang miring ke dalam.
Perkerasan yang hanya selebar tiga meter kurang lebar untuk dua kendaraan saling
melewati, maka harus disediakan tempat sebuah kendaraan dapat menunggu kendaraan
berjalan dari lain arah. Setiap tempat ini harus kelihatan dari tempat yang sebelumnya.
B U K IT
D a p a t d ilih a t
Tem pat 2
D a p a t d ilih a t
Tem pat 1
3 ,0 0 m
JA LA N
3 1 ,5 0
m in im a l
6
Tanjakan membatasi muatan yang dapat diangkut pada suatu jalan, serta membuat jalan
lebih berbahaya. Jalan yang sangat curam juga lebih sulit untuk dipadatkan dengan mesin
gilas, dan permukaan jalan dan saluran air lebih sering harus dipelihara dan diperbaiki.
Pengukuran tanjakan adalah dengan rumus “jumlah meter naik per setiap seratus meter
horizontal” (10 meter naik per 100 meter horizontal sama dengan tanjakan 10 %).
7
100
Panjang tidak dibatasi
• Untuk meningkatkan penggunaan jalan serta keselamatan, pilih trase jalan supaya
tanjakkan tidak terlalu curam. Jika jalan menanjak terus, tanjakan maksimal dibatasi 7
%.
• Pada bagian pendek, tanjakkan dibatasi 20 %. Setelah 150 meter, harus disediakan
bagian datar atau bagian menurun.
Apabila trase jalan belum memenuhi persyaratan ini, seharusnya dipindahkan supaya
trasenya lebih ringan.
20
100
Di daerah perbukitan sering dijumpai jalan yang menanjak dengan kemiringan yang cukup
berat diatas 10%. Apabila terdapat tikungan tajam di daerah tersebut, jalan harus dibuat
seperti tercantum dalam gambar di bawah ini:
P e rke ra sa n d ip e rle b a r p ad a
tiku n g a n , m e n ja d i 4 + m e ter
SALU R
AN DAR
I ATAS
AWAH
SALURAN KE B
T iku n g a n d ib u a t p a d a b ag ia n d ata r
u n tu k m e m p e rm u d a h p e rja la n a n
b a g i ya n g n a ik a ta u tu ru n
D a ta r
Pembangunan air dari saluran pinggir jalan supaya air tidak melintangi jalan dan
mengganggu kendaraan :
• Saluran dari atas diteruskan lurus ke depan dan airnya dibuang jauh dari jalan.
• Saluran pada jalan bagian bawah dimulai di luar bagian datar (sesudah tikungan).
Jalan harus dibuat dengan bentuk yang tepat. Pada keadaan biasa, bentuk jalan dibuat
seperti gambar yang ada di bawah ini. Pada daerah yang relative datar, badan jalan dibuat
dengan bentuk “punggung sapi”.
U k u ra n M in im a l
4 ,0 0
1 3 ,0 0
0 ,5 0
1
K e m irin g a n 4 -5 %
S a lu ra n P in g g ir
Perkerasan dengan lebar 3 meter adalah perkerasan standar pada proyek ini. Tetapi dapat
dibuat perkerasan yang lebih sempit (2,50 m) jika kebutuhan tersebut hanya untuk
melewatkan kendaraan-kendaraan kecil, sedangkan kebutuhan panjang jalannya lebih
diutamakan.
Jika situasi mengijinkan, jalan dibuat dengan ukuran lebih besar daripada ukuran minimal.
Perkerasan dipasang selebar 4,00 meter untuk memudahkan arus lalu lintas dua arah. Bahu
jalan dibuat selebar 1,00 meter kiri kanan jalan, maka lebar badan jalan menjadi 6,00
meter.
Permukaan jalan dan bahu dibuat miring ke saluran pingir jalan. Di daerah yang relatif
datar, dibentuk seperti punggung sapi (lebih tinggi ± 6-8 cm di tengah; jika punggung sapi
kelihatan dengan mata telanjang berarti sudah cukup miring untuk drainase). Pada
tikungan, jalan dibuat miring ke dalam demi kenyamanan dan keselamatan. Pada jurang,
permukaan dibuat miring ke arah bukit dan saluran, demi keselamatan dan drainase.
Ukuran saluran dan perlindungan saluran akan dibahas pada Sub bab 5.3. Ukuran minimal
adalah 50 (dalam) x 30 (lebar dasar) dengan bentuk trapezium atau persegi panjang.
Saluran tidak diperlukan apabila terdapat kemiringan asli lebih dari 1% yang membawa air
ke arah luar dari jalan.
Disarankan kemiringan tebing 1:1 karena semakin landai tanah semakin stabil dan tanaman
tidak dapat tumbuh dengan baik pada tebing yang hampir vertikal. Tebing gundul perlu
dilindungi dengan salah satu cara efektif dan efesien, antara lain : pembuatan teras, saluran
diversi, penanaman rumput atau perdu, lapisan batu kosong, pemasangan batu, dan
bronjong kawat.
Konstruksi jalan di daerah perbukitan perlu perhatian khusus untuk menjamin stabilitas,
untuk mengurangi longsor dan erosi, dan demi keselamatan.
1
1,5
4 m eter 1
m aksim al 2
Kemiringan tebing maksimal 2:1, dan dilindungi dengan cara yang efektif. Galian atau
keprasan maksimal disarankan 4,00 meter. Tanah yang digali harus dibuang secara aman
untuk mencegah erosi dan longsor.
Karena timbunan sulit dipadatkan secara padat karya, disarankan perkerasan tidak dibuat di
atas timbunan baru. Karena masalah stabilitas, timbunan maksimal dibatasi 1,50 meter.
Timbunan tinggi sering mangalami longsor dan erosi berat.
Lereng asli dengan kemiringan lebih dari 1:1,5 (33,7°, atau 67%) tidak dapat dibuat sesuai
dua standar yang terakhir (seperti yang digambar di atas: lebar badan jalan 3 meter, dua
bahu, satu saluran, galian maksimal 4 meter dengan tebing 1:1 dan timbunan 1,5 meter
dengan tebing 2:1).
Tebalnya lapisan batu belah ditentukan sesuai dengan kebutuhan setempat (tergantung
jenis dan frekuensi lalu lintas) dan kesediaan batu. Biasanya batu belah dipasang dengan
ukuran 8/15 cm untuk lapisan 15 cm atau ukuran 15/20 untuk lapisan 20 cm.
Lapisan batu dapat diganti dengan lapisan sirtu (pasir campur batu, tebal 20 cm), terutama
di daerah yang kesulitan batu dan mempunyai tanah dasar yang tidak stabil.
Lapis pondasi dibuat dari batu belah/pecah hitam atau batu belah/pecah putih yang bersifat
keras serta mempunyai minimal tiga bidang pecah.
0,50 1,50
Tanah+pasir
Batu kunci
Rumput
0,015 minimal
Kemiringan 4-5%
0,05
Batu pinggir ditanam Pasir minimal
Tanah asli dipadatkan belah
As Jalan
Batu belah
Tanah asli di bawah permukaan (pondasi) dipadatkan oleh mesin gilas, stemper, atau
timbres dengan kemiringan yang direncanakan untuk permukaan.
Lapisan paling bawah adalah lapisan pasir yang menjadi alas batu, untuk memudahkan
pemasangan batu permukaan dengan rata dan rapi.
Batu harus dipasang dan ditanam dengan teliti supaya permukaan rata dan rapi. Batu harus
berdiri tegak lurus dengan as jalan (melintang), ujung yang lebih runcing ke atas (kalau
runcing kebawah, batu yang dibebani akan tembus lapisan pasir dasar ).Disisipkan batu
kecil sebagai pengunci pada permukaan.
Lapisan paling atas terdiri dari campuran pasir dengan tanah yang terpilih. Tanah liat tidak
boleh dipergunakan. Pasir laut tidak boleh digunakan sebagai pasir urug. Sebagai alternatif,
lapisan atas dapat dibuat dari sirtu atau krosok dengan tebalnya 2 cm.
Sebagai langkah terakhir, dipadatkan dengan mesin gilas roda besi sambil permukaan
disempurnakan.
Khusus untuk tikungan tajam, permukan dibuat miring ke dalam, dengan kemiringan
maksimal 10 %. Hal ini untuk membuat tingkat pelayanan jalan selalu sama baik di jalan
lurus maupun di tikungan. Perkerasan diperlebar 50 cm pada bagian dalam tikungan.
Bahu jalan berfungsi sebagai pelindung permukaan jalan dan sebagai perantara aliran air
hujan yang ada dipermukaan jalan menuju saluran pinggir dengan lancar. Bahu jalan juga
berfungsi sebagai tempat pemberhentian sementara bagian kendaraan. Bahu jalan tidak
boleh dilupakan dalam pelaksanaan jalan desa.
• Tanah pada bahu harus dipadatkan (lihat penjelasannya dalam sub bab pemadatan
tanah)
• Ada baiknya kalau rumput ditanam disebelah luar bahu, dimulai sekitar 20 cm dari
pinggir. Rumput tersebut akan membantu stabilisasi pinggir jalan, tetapi harus
dipangkas secara rutin supaya tidak terlalu tinggi.
• Penanaman perdu atau pohon diharapkan diluar bahu (dan saluran, bila ada). Tanaman
tersebut akan membantu stabilitas timbunan baru, tetapi tidak boleh terlalu dekat
dengan jalan.
Tanah pada bagian galian tidak perlu dipadatkan lagi kecuali pernah mengalami gangguan
yang mengakibatkan tanah menjadi kurang padat. Sebelum kegiatan pemasangan
perkerasan jalan, semua daerah timbunan harus dipadatkan dengan mesin gilas, stemper,
atau timbrisan.
Pemadatan ini sangat membantu menjaga stabilitas dan daya tahan badan jalan. Jalan yang
tidak dipadatkan juga lebih mudah terkikis oleh pengaliran air, dan mudah terkena air dan
longsor.
Kadar air harus optimal sebelum dipadatkan. Kadar optimal adalah sedikit basah, tetapi
kalau digenggam tidak ada air mengalir ke luar. Tanah biasa yang terlalu basah tidak dapat
dipadatkan. Tanah yang terlalu kering memerlukan tenaga jauh lebih banyak untuk
dipadatkan.
Pemadatan harus secara lapis demi lapis, dengan setiap lapis maksimal 20 cm. Bila
dipadatkan dengan lapisan yang lebih tebal, bagian dalam kurang padat.
Pemadatan secara mesin dapat dilaksanakan dengan stemper atau dengan mesin gilas yang
berukuran 4-6 ton. Mesin gilas 2 ton bergetaran dianggap sama dengan mesin biasa
berukuran 4-6 ton. Mesin gilas 6-8 ton dapat digunakan apabila dapat masuk lokasi.
Pemadatan secara padat karya dilaksanakan dengan timbris.
Untuk daerah dimana tempat tanah dasarnya jelek, maka badan jalan harus diadakan
perkuatan, misalnya cerucuk atau stabilizer.
Tebing jalan merupakan bagian jalan yang sering menjadi masalah karena longsoran atau
erosi tanah. Ada beberapa jalan yang sering menjadi masalah karena longsoran atau erosi
tanah. Ada beberapa cara yang dapat digunakan demi stabilitas tebing. Cara tersebut dapat
digunakan secara tunggal atau misalnya dibuat saluran diversi, diteras dan ditanami
rumput.
Dibawah ini dibahas jenis-jenis perlindungan yang dapat diterapkan pada tebing jalan.
1. Saluran diversi digunakan untuk menangkap air yang mengalir dari lereng di atas
menuju tebing, supaya air tidak terbuang melalui tebing. Isi saluran diversi harus
dibuang ke tempat yang lebih aman. Apabila air mengalir dengan cepat, saluran diversi
harus dilindungi dengan pasangan batu, batu kosong, rumput atau terjunan seperti
saluran-saluran yang lain. Saluran diversi digunakan terutama untuk tebing tempat
puncak lereng masih jauh di atas tebing jalan.
2. Teras bangku sangat layak untuk tebing, asal lahan dapat dikorbankan untuk
membentuk teras dan jenis tanah dapat dibentuk dengan stabil. Teras dibuat sejajar
dengan kontur ( hampir datar, dengan kemiringan maksimal 2 % ). Setiap 10 meter lari,
air diterjunkan dari saluran teras ke bawah, dan penerjunan harus diperkuat seperti
bangunan terjun yamg lain. Teras dibuat dengan lebar minimal 50 cm dan tinggi
maksimal 1,00 meter.
3. Talud pasangan batu relative kuat, tetapi relatif mahal. Pasangan batu harus diberikan
suling untuk membuang air tanah dari belakang tembok. Ujung suling haruis diberi
saringan kecil dari ijuk. Pasangan batu harus dibuat dengan pondasi yang tidak akan
bergerak, karena pasangan batu tidak fleksibel sama sekali. Ukuran bawah pasangan
batu harus disesuaikan dengan Standar Bina Marga, maka perlu nasehat teknis.
SALURAN DRAINASE
IJUK
SULING
JA LAN
4. Bronjong adalah cara yang kuat dan cukup fleksibel, tetapi relative mahal. Supaya
posisi bronjong stabil dan tidak lari, pancangan diberikan pada tingkat bronjong yang
paling bawah, dengan jarak setiap 1-1,5 m dan ukuran pancangan 12-15 cm.
Dipancang sampai lapisan tanah atau batu yang keras.
Bronjong dibuat lapis demi lapis dan disambung, tetapi setiap lapis (baris) harus
dibuat datar ( sama tingginya ).
Bronjong digunakan untuk menahan timbunan baru atau melindungi tebing dari arus
air. Ukuran bronjong harus sesuai dengan Standar Bina Marga, maka perlu nasehat
teknis.
5. Saluran air yang ada di kaki perlakuan batu kosong, pemasangan batu, atau bronjong
sebaiknya dilindungi talud pasangan batu, terutama pada tanah yang peka erosi.
6. Cara perlindungan yang relative efektif dan murah adalah cara vegetatif. Dengan cara
vegetatif, berbagai jenis tanaman digunakan untuk menambah stabilisasi tebing dan
untuk mencegah erosi.
Saluran pinggir jalan yang berdekatan dengan bahu jalan diperlukan di sebelah kiri dan
kanan jalan, kecuali :
a. Jalan yang dibuat di punggung bukit, tidak perlu saluran sama sekali.
b. Jalan yang dibuat di lereng bukit, tidak perlu saluran di sebelah luarnya.
c. Badan jalan diurug lebih dari 50 cm
Pada keadaan biasa, setiap saluran harus berukuran 50 cm (dalam) x 30 cm (lebar dasar)
seperti yang diatas, dengan bentuk trapezium (lebar atas 50 cm). Saluran dibuat lebih besar
apabila diperkirakan debit air yang harus dibuang sangat besar.
Saluran dibuat sejajar dengan jalan, dan dasar saluran harus dibuat dengan kemiringan
sangat rendah untuk mengendalikan kecepatan aliran. Kecepatan tinggi menyebabkan erosi
tanah, maka perlu terjunan atau pasangan apabila kecepatan aliran air terlalu cepat. Tidak
benar jika dasar saluran datar, karena air tidak akan mengalir sama sekali. Ketinggian dasar
saluran harus lebih rendah daripada lapisan pasir yang ada di bawah batu perkerasan, demi
kelancaran proses perembesan dan pengeringan.
Saluran yang peka erosi perlu dilindungi. Perlindungan terdiri dari penguatan talud dan
dasar saluran serta pemberian bangunan drop struktur. Tujuan perlindungan saluran adalah
untuk mengurangi erosi tanah pada saluran supaya saluran tetap berfungsi dan jalan tidak
terkikis. Jenis perlindungan terdiri dari rumput (gebalan), turab, batu kosong, atau
pasangan. Bronjong dapat digunakan terutama pada tikungan di tanah yang sangat peka
erosi.
5.1.22. Gorong-Gorong
Gorong-gorong adalah jenis bangunan yang berfungsi untuk mengalirkan air yang harus
melewati di bawah permukaan jalan.
Gorong-gorong diperlukan jika :
o Terdapat sungai kecil atau saluran irigasi melewati jalan.
o Kapasitas saluran pinggir kurang mengalirkan volume air yang diperkirakan, dan
air harus melewati jalan untuk dibuang.
o Saluran pinggir jalan memotong jalan lain pada persimpangan.
Gorong
JALAN
o Di daerah perbukitan, setiap tempat terendah pada profil jalan. Kebutuhan ini dapat
dilihat pada gambar di bawah ini:
Tiap gorong-gorong dilengkapi bak penampungan air dan bak pembuang di ujungnya,
demi kelancaran pengaliran air dan untuk mencegah erosi.
Untuk mengurangi erosi, aliran alamiah tidak digangu. Baik di denah maupun di profil
kedua ujung gorong-gorong mengikuti garis aliran yang alamiah. Jika garis alamiah tidak
diikuti, saluran dan bak harus dilindungi.
Garis Aliran
Gorong gorong
J AL A N
2. Plat beton yang dibuat dengan pondasi dari pasangan batu dan lantai dari beton
bertulang, berukuran sisi layak di mana buis beton tidak ditanam cukup dalam.
3. Boog duiker, yang dibuat dari batu belah dan berukuran 40 s.d 60 cm.
4. Gorong-gorong kayu, dengan dimensi lebar minimal 0,60 m, lebar maksimal 1,00
m, dan tinggi minimal 0,60 m (untuk pemeliharaan).
Gorong-gorong buis beton, boog duiker, atau kayu harus ditanam supaya ada lapisan tanah
diatasnya minimal 30 cm atau setengah ukuran garis tengahnya, seperti gambar di bawah
ini :
ARUS LALU LINTAS
BUIS BETON
Keterangan gambar :
- Lapisan batu permukaan jalan
- Lapisan pasir di bawah batu
- Jarak antara buis beton dan batu minimal setengah ukuran buis beton
- Lapisan tanah yang dipadatkan lapis demi lapis. Tanah ini tidak boleh mengandung
batu.
- Lapisan pasir di bawah buis beton.
- Lapisan batu sebagai pondasi gorong-gorong buis bneton.
a. Luas lahan yang dapat dikeringkan gorong-gorong buis beton dan plat beton
diperkirakan sebagai berikut :
Luas lahan yang dapat dikeringkan di daerah datar (kemiringan dibawah 5 %):
b. Luas lahan yang dapat dikeringkan gorong-gorong boog duiker dan kayu
diperkirakan sebagai berikut :
Luas lahan yang dapat dikeringkan di daerah pegunungan (kemiringan diatas 12 %):
Boog duiker Kayu
40 cm - 0,5 ha 60 X 60 cm - 2,5 ha
50 cm - 2,0 ha 60 X 75 cm - 3,0 ha
60 cm - 3,5 ha 75 X 75 cm - 4,5 ha
75 X 100 cm - 6,5 ha
Luas lahan yang dapat dikeringkan di daerah datar (kemiringan dibawah 5 %):
Boog duiker Kayu
40 cm - 7,0 ha 60 X 60 cm - 21 ha
50 - 20 60 X 75 cm - 28 ha
60 - 32 75 X 75 cm - 38 ha
75 X 100 cm - 56 ha
Pembuangan yang aman adalah pembuangan yang mengantarkan aliran air ke sungai atau
ke saluran yang mampu mengalirkan volume air tanpa merusak lingkungannya, terutama
lahan petani atau rumah penduduk. Pembuangan tersebut dapat melalui sebuah saluran
baru khusus pembuangan.
Saluran pembuangan dimulai dari gorong-gorong, saluran pinggir jalan yang sudah
melebihi kapasitasnya, atau saluran pinggir jalan yang tidak dapat diteruskan. Saluran
tersebut berhenti pada sungai atau saluran besar yang sudah ada. Tidak dibatasi panjang
saluran pembuangan; panjangnya menurut kebutuhan setempat. Ukuran saluran
pembuangan disesuaikan dengan debit air yang terbesar, dengan ukuran minimal sama
dengan ukuran saluran pinggir jalan yang standar (50 x 30 cm). Saluran pembuangan harus
dilindungi seperti saluran-saluran yang lain, dengan diberi pasangan batu, rumput, terjunan,
dan sebagainya untuk mencegah erosi dasar dan talud saluran.
5.1.24. Stabilization
Dalam hal penggunaan tanah asli di lapangan, konsultan menghadapi tiga pilihan, yaitu:
1. Manfaatkan tanah yang ada di tempat.
2. Membuang tanah asli dan menggantinya dengan tanah daru dari luar.
3. Memperbaiki tanah yang ada, barangkali dengan perlakuan mekanis (pemadatan) atau
perlakuan stabilisasi.
Ternyata dengan menambah sedikit bahan tertentu pada tanah asli, sifat tanah tersebut
dapat diperbaiki. Perlakuan tersebut sudah lama dipakai, dengan nama stabilisasi. Teknik
stabilisasi dengan semen atau kapur (hidrasi) dapat digunakan bila dinilai alternative
tersebut merupakan yang terbaik. Hal ini dapat dipertimbangkan terutama untuk lokasi
yang tidak mempunyai bahan yang layak untuk subgrade.
Tiap jenis tanah dapat diperbaiki dengan bahan tambahan seperti semen, kapur, bahan
kimia (polymer) atau bitumen, dan masing-masing mempunyai zona efesiensi yang
berbeda :
KAPUR
SEMEN
BITUMEN
POLYMER
Stabilisasi tidak berlaku untuk tanah dengan kadar organik tinggi. Untuk menentukan
jumlah semen atau kapur yang dibutuhkan untuk memperbaiki struktur tanah, perlu
diadakan ujian tanah di laboratorium. Kadar air di lapangan juga harus dikendalikan
dengan ketat, berdasarkan kadar air optimal menurut hasil loboratorium. Hasil stabilisasi
ditutup plastik untuk menjaga tingkat kelembaban dan ditutup untuk lalu lintas selama satu
minggu.
Untuk mendapatkan peningkatan struktur yang baik, hasil stabilisasi harus segera
dipadatkan dengan mesin. Batas waktu adalah 2 jam untuk semen, 1 hari untuk kapur
(tetapi lebih baik 6 jam). Tebal lapisan stabilisasi adalah antara 15 s.d. 25 cm.
Jalan sulit dibangun secara padat karya di daerah rawa, tetapi terdapat beberapa teknologi
yang dapat diterapkan untuk jalan setapak dan jalan lokal. Terdapat pula tempat yang
memerlukan teknologi pembangunan jalan di daerah tanah lembek untuk bagian pendek,
misalnya hanya 100 meter dari jalan 2.500 meter.
Standar teknis untuk pembangunan jalan dan jembatan di daerah rawa dari dua buku
manual, yaitu manual pembangunan jalan dari “Integrated Swamp Development Project”
dan buku Teknologi Tepat Guna untuk Pembukaan Lahan Rawa di Kalimantan Tengah,
hasil produksi Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum.
Cara membangun jalan di daerah rawa biasanya menyangkut penggantian material dengan
volume yang cukup besar, kemudian dipasang perlakuan untuk meningkatkan daya tahan
tanah dasar.
Untuk rawa harus dibatasi pilihan teknologi, karena sebagian dari teknologi yang diusulkan
terlalu mahal untuk diterapkan dengan biaya porsi padat karya sangat minimal. Misalnya,
penggunaan Geotextile yang sangat baik untuk daerah rawa ternyata terlalu mahal dan
relative sulit dicari.
Teknologi yang dianjurkan termasuk penggantian dari lapisan atas agar tanah yang sangat
lembek diganti dengan yang lebih baik sebagai subbase. Kemudian dipasang matras galar
kayu, terucuk kayu, terucuk dengan papan atas (jamur kayu), atau yang lain, dengan
memperhatikan ketinggian air minimum agar kayu selalu dalam keadaan terendam.
Kemudian untuk lapisan atas dan perkerasan dibuat seperti biasa, dengan memperhatikan
ketinggian air maksimum agar base tidak terkena air tanah.
Timbunan di daerah rawa boleh terdiri atas timbunan tanah biasa atau timbunan terpilih.
Timbunan biasa tidak termasuk tanah lempung dengan plastisasi tinggi, tidak termasuk
bahan organic, dan mempunyai CBR di atas 6%. Tanah terpilih CBR di atas 10% dan PI di
atas 6%, dan dapat dipadatkan dengan baik.
Pekerjaan jalan di daerah rawa ini juga termasuk kegiatan drainase sementara di tempat
kerja, serta pembuatan saluran diversi. Teknologi lain yang dapat dimanfaatkan yaitu Tiang
Turap Kayu, atau Stabilisasi dengan terucuk.
5.2. Drainase
5.2.1.1. Maksud
Tata cara perhitungan ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam
merencanakan struktur drainase permukaan jalan. Adapun yang dimaksud dengan
saluran drainase disini adalah :
a. Saluran samping jalan
Yaitu saluran drainase yang terletak di sebelah kiri dan kanan jalan, karena saluran
juga difungsikan sebagai penampung limbah rumah tangga yang biasanya
menghadap ke arah jalan.
b. Saluran drainase yang berdiri sendiri.
Kedua jenis saluran tersebut merupakan satu sistim pembuangan yang saling terkait.
5.2.1.2. Tujuan
Tujuan tata cara ini adalah untuk mendapatkan keseragaman dalam cara merencanakan
drainase permukaan jalan yang sesuai dengan persyaratan teknis.
5.2.3. Pengertian
5.2.4. Pesyaratan-persyaratan
Hal yang disyaratkan dalam perencanaan sistem drainase, adalah sebagai berikut :
1) Perencanaan drainase harus sedemikian rupa sehingga fungsi fasilitas drainase
sebagai penampung, pembagi dan pembuang air dapat sepenuhnya berdaya guna;
2) Pemilihan dimensi dari fasilitas drainase harus mempertimbangkan faktor ekonomi
dan faktor keamanan;
3) Perencanaan drainase harus mempertimbangkan pula segi kemudahan dan nilai
ekonomis terhadap pemeliharaan sistem drainase tersebut;
4) Sebagai bagian sistem drainase yang lebih besar atau sungai-sungai pengumpul
drainase;
5) Perencanaan drainase ini tidak termasuk untuk sistem drainase areal, tetapi harus
diperhatikan dalam perencanaan terutama untuk air keluar.
5.2.5. Ketentuan-Ketentuan
5.2.5.1. Umum
Sistem drainase permukaan jalan terdiri dari : kemiringan melintang perkerasan dan bahu
jalan, saluran samping, gorong-gorong dan saluran penangkap (lihat gambar).
Saluran Penangkap
i%
ib% i% ib%
Gorong - gorong
i = Kemiringan Perkerasan Jalan
ib = Kemiringan Bahu Jalan
1) Bahan bangunan saluran samping jalan ditentukan oleh besarnya kecepatan rencana
aliran air yang akan melewati saluran samping jalan ( lihat tabel 5.2.1.).
Tabel 5.2.1. Kecepatan aliran air yang diijinkan berdasarkan jenis material
Kecepatan AliranAir
Jenis Bahan Yang diizinkan
(m/detik)
Pasir Halus 0.45
Lempung kepasiran 0.50
Lanau aluvial 0.60
Kerikil halus 0.75
Lempung kokoh 0.75
Lempung padat 1.10
Kerikil kasar 1.20
Batu-batu besar 1.50
Pasangan batu 1.50
Beton 1.50
Beton bertulang 1.50
3) Pematah arus untuk mengurangi kecepatan aliran diperlukan bagi saluran samping
jalan yang panjang dan mempunyai kemiringan cukup besar, ( lihat gambar pematah
arus ).
i%
i(%) 6% 6% 7% 9% 10 %
L(m) 16 m 10 m 8m 7m 6m
4) Tipe dan jenis bahan saluran samping didasarkan kondisi tanah dasar, kedudukan
muka air tanah dan kecepatan abrasi air
5) Penampang minimum saluran samping 0.5 m2.
- Tembok kepala yang menopang ujung dan lereng jalan ; tembok penahan
yang dipasang bersudut dengan tembok kepala, untuk menahan bahu dan
kemiringan jalan.
- Apron ( dasar ) dibuat pada tempat masuk untuk mencegah terjadinya erosi
dan dapat berfungsi sebagai dinding penyekat lumpur ; bentuk gorong-
gorong tergantung pada tempat yang ada dan tingginya timbunan.
- Bak penampung diperlukan pada kondisi :
Pertemuan antara gorong-gorong dan saluran tepi.
Pertemuan lebih dari dua arah aliran.
Tembok Kepala
0.5 - 2 %
5) Jarak gorong-gorong pada daerah datar maksimum 100 meter, di daerah pegunungan
dua kali lebih banyak.
6) Kemiringan gorong-gorong antara 0.5 – 2 % dengan pertimbangan faktor-faktor lain
yang dapat mengakibatkan terjadinya pengendapan erosi di tempat air masuk dan
pada bagian pengeluaran.
7) Tipe dan bahan gorong-gorong yang permanen ( lihat gambar tipe ) dengan desain
umur rencana :
- Jalan tol : 25 tahun
- Jalan arteri : 10 tahun
- Jalan lokal : 5 tahun
8) Untuk daerah-daerah yang berpasir, bak pengontrol dibuat / direncanakan sesuai
kondisi setempat.
9) Dimensi gorong – gorong minimum dengan diameter 80 cm, kedalaman gorong –
gorong yang aman terhadap permukaan jalan, tergantung tipe :
Material yang
No Tipe gorong-gorong Potongan melintang
dipakai
Metal gelombang,
beton bertulang
1 Pipa tunggal atau lebih
atau beton tumbuk,
besi cor dll.
Gorong – gorong
3 persegi ( Box culvert ) Beton bertulang
1) Intensitas curah hujan (I) dihitung berdasarkan data – data sebagai berikut :
a) Data curah hujan :
Merupakan data curah hujan harian maksimum dalam setahun yang dinyatakan
dalam mm/ hari, data curah hujan ini diperoleh dari Lembaga Meteorologi dan
Geofisika, untuk stasiun curah hujan yang terdekat dengan lokasi sistem
drainase, jumlah data curah hujan paling sedikit dalam jangka waktu 10 tahun.
b) Periode ulang :
Karekteristik hujan menunjukkan bahwa hujan yang besar tertentu mempunyai
periode ulang tertentu, periode ulang rencana untuk saluran samping ditentukan
5 tahun.
c) Lamanya waktu curah hujan :
Ditentukan berdasarkan hasil penyelidikan Van Breen, bahwa hujan harian
terkonsentrasi selama 4 jam dengan jumlah hujan sebesar 90 % dari jumlah
hujan 24 jam.
T (thn) Yt
2 0.3665
5 1.4999
10 2.2502
25 3.1985
50 3.9019
100 4.6001
n Yn n Yn n Yn n Yn
10 0.4592 33 0.5388 56 0.5508 79 0.5567
11 0.4996 34 0.5396 57 0.5511 80 0.5569
12 0.5053 35 0.5402 58 0.5518 81 0.5570
13 0.5070 36 0.5410 59 0.5518 82 0.5572
14 0.5100 37 0.5418 60 0.5521 83 0.5574
15 0.5128 38 0.5424 61 0.5524 84 0.5576
16 0.5157 39 0.5430 62 0.5527 85 0.5578
17 0.5181 40 0.5436 63 0.5530 86 0.5580
18 0.5202 41 0.5442 64 0.5533 87 0.5581
19 0.5220 42 0.5448 65 0.5535 88 0.5583
20 0.5236 43 0.5453 66 0.5538 89 0.5585
21 0.5252 44 0.5458 67 0.5540 90 0.5586
22 0.5268 45 0.5463 68 0.5543 91 0.5587
23 0.5283 46 0.5468 69 0.5545 92 0.5589
24 0.5296 47 0.5473 70 0.5548 93 0.5591
25 0.5309 48 0.5477 71 0.5550 94 0.5592
26 0.5320 49 0.5481 72 0.5552 95 0.5593
27 0.5332 50 0.5485 73 0.5555 96 0.5595
28 0.5343 51 0.5489 74 0.5557 97 0.5596
29 0.5353 52 0.5493 75 0.5559 98 0.5598
30 0.5362 53 0.5497 76 0.5561 99 0.5599
31 0.5371 54 0.5501 77 0.5563 100 0.5600
32 0.5380 55 0.5504 78 0.5565
Tabel 5.2.6. Hubungan Deviasi Standar (Sn) dengan Jumlah Data (n)
n Sn n Sn n Sn n Sn
10 0.9496 33 1.1226 56 1.1696 79 1.1930
11 0.9676 34 1.1255 57 1.1708 80 1.1938
12 0.9933 35 1.1285 58 1.1721 81 1.1945
13 0.9971 36 1.1313 59 1.1734 82 1.1953
14 1.0095 37 1.1339 60 1.1747 83 1.1959
15 1.0206 38 1.1363 61 1.1759 84 1.1967
16 1.0316 39 1.1388 62 1.1770 85 1.1973
17 1.0411 40 1.1413 63 1.1782 86 1.1980
18 1.0493 41 1.1436 64 1.1793 87 1.1987
19 1.0565 42 1.1458 65 1.1803 88 1.1994
20 1.0628 43 1.1480 66 1.1814 89 1.2001
21 1.0696 44 1.1499 67 1.1824 90 1.2007
22 1.0754 45 1.1519 68 1.1834 91 1.2013
23 1.0811 46 1.1538 69 1.1844 92 1.2020
24 1.0864 47 1.1557 70 1.1854 93 1.2026
25 1.0915 48 1.1574 71 1.1863 94 1.2032
26 1.1961 49 1.1590 72 1.1873 95 1.2038
27 1.1004 50 1.1607 73 1.1881 96 1.2044
28 1.1047 51 1.1623 74 1.1890 97 1.2049
29 1.1086 52 1.1638 75 1.1898 98 1.2055
30 1.1124 53 1.1658 76 1.1906 99 1.2060
31 1.1159 54 1.1667 77 1.1915 100 1.2065
32 1.1193 55 1.1681 78 1.1923
e) Kurva basis.
Kurva Basis digunakan untuk menentukan kurva lamanya intensitas hujan, yang
dapat diturunkan dari kurva basis ( lengkung intensitas standart ) seperti contoh
pada gambar 5.2.5a. dan gambar 5.2.5b.
190
180
170
160
150
Intensitas hujan ( mm / jam )
140
120
110
100
90
80
70
60
50
40
30
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210 220 230 240
KURVA BASIS
190
180
170
160
150
Intensitas hujan ( mm / jam )
140
120
110
100
90
I rencana
80
Lengkung basis
70
60
50
40
30
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210 220 230 240
KURVA BASIS
L = panjang saluran ( m )
nd = koefisien hambatan ( tabel 8 )
s = kemiringan daerah pengaliran
v = kecepatan air rata - rata disaluran ( m / dt )
2) Luas daerah pengaliran batas – batasnya tergantung dari daerah pembebasan dan
derah sekelilingnya ditetapkan seperti pada gambar berikut.
CL
L1( m)
L2( m) L3( m)
Koefisien
Kondisi Permukaan Tanah
Pengaliran ( C )*
1. Jalan beton dan jalan aspal 0.70 - 0.95
2. Jalan kerikil dan jalan tanah 0.40 - 0.70
3. Bahu jalan :
- Tanah berbutir halus 0.40 - 0.65
- Tanah berbutir Kasar 0.10 - 0.20
- Batuan masif keras 0.70 - 0.85
- Batuan masif lunak 0.60 - 0.75
4. Daerah perkotaan 0.70 - 0.95
5. Daerah Pinggir Kota 0.60 - 0.70
6. Daerah industri 0.60 - 0.90
7. Pemukiman padat 0.40 - 0.60
8. Pemukiman tidak padat 0.40 - 0.60
9. Taman dan kebun 0.20 - 0.40
10. Persawahan 0.45 - 0.60
11. Perbukitan 0.70 - 0.80
12. Pegunungan 0.75 - 0.90
Keterangan :
*) Untuk daerah datar diambil nilai C yang terkecil dan untuk daerah lereng
diambil nilai C yang besar.
Bila daerah pengaliran terdiri dari beberapa tipe kondisi permukaan yang mempunyai
nilai C yang berbeda, harga C rata – rata ditentukan dengan persamaan:
Debit air kotor secara umum diperoleh dari hasil perkalian antara luas daerah
pelayanan (ha) dikalikan dengan angka kepadatan penduduk (orang/ha). Dan dari
jumlah penduduk tersebut dapat dihitung berapa besar penggunaan air bersih,
sedangkan banyaknya air kotor yang dibuang sama dengan jumlah air bersih yang
digunakan dikalikan denga faktor tertentu.
Besarnya kebutuhan air bersih yang dikonsumsi oleh masing-masing orang menurut
WHO adalah 170 l/orang/hari. Dan menurut Linsey, 1986 jumlah air limbah rumah
tangga adalah sebesar 65 – 75 % dari jumlah air yang disalurkan atau ditetapkan
dengan faktor pengali sebesar 0.7 kali kebutuhan air bersih.
Rumus yang diberikan linsley untuk menghitung besarnya air limbah adalah :
Dengan :
Qrt = debit air buangan rata-rata (m3/dt)
p = jumlah penduduk daerah layanan (orang)
Qab = kebutuhan air bersih (l/hari/orang)
Qp = f x Qrt m3/det
Dengan :
Qp = debit puncak pembuangan pada jam-jam maksimum
f = faktor puncak ditentukan = 3
Bahwa berdasarkan perhitungan dan pengalaman ternyata debit air kotor hasil
buangan dari rumah tangga nilainya relatif kecil dibandingkan dengan debit air yang
dihasilkan dari air hujan. Sehingga dalam perencanaan saluran drainase ini debit air
dari rumah tangga diabaikan.
h 1
Ae = (b + m.h) h
P = b + 2h (1 + m 2 )
Ae
R=
P
Keterangan :
b = lebar saluran ( m )
h = dalamnya saluran yang tergenang air ( m )
m = perbandingan kemiringan talud
R = jari – jari hidrolis ( m )
P = Keliling basah saluran (m)
Ae = Luas Penampang basah (m2)
Ae = b h
Ae
R=
P
P = b + 2h
Keterangan :
b = lebar saluran ( m )
h = dalamnya saluran yang tergenang air ( m )
R = jari – jari hidrolis ( m )
P = Keliling basah saluran (m)
Ae = Luas Penampang basah (m2)
Tinggi jagaan ( w ) untuk saluran samping bentuk trapesium dan segi empat ditentukan
berdasarkan rumus :
w= 0.5h
Keterangan : h = tinggi saluran yang terendam air
h 1
V=
1
n
R( ) (i ) 2/3 1/ 2
2
⎛ V .n ⎞
i =⎜ 2 / 3 ⎟
⎝R ⎠
Keterangan :
V = Kecepatan aliran ( m/dtk )
n = Koefisien kekasaran manning
R = A/P = jari-jari hidrolis
A = Luas penampang basah ( m2 )
P = Keliling basah ( m )
i = Kemiringan saluran yang diijinkan
i%
t1 ( m )
t2 ( m )
sta 1 L(m)
t1 − t2
i= x 100%
L
Keterangan :
t1 = tinggi tanah di bagian tertinggi ( m )
t2 = tinggi tanah di bagian terendah ( m )
Secara umum pembangunan sarana air bersih bertujuan untuk menjamin tersedianya air
bersih yang layak di masyarakat ( baik dalam segi jumlah maupun kuantitasnya ) dan
mendorong penggunaan sarana air bersih yang sesuai dengan standar kesehatan di
Indonesia. Sedangkan tujuan khusus adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat, dengan melalui program pembangunan sarana air bersih dan sarana lain,
seperti sanitasi ( air limbah ), persampahan dan sarana-sarana yang lain. Untuk proyek
sarana air bersih, sanitasi dan pelayanan kesehatan harus direncanakan untuk
meningkatkan kepedulian / kesadaran masyarakat terhadap lingkungan disekitarnya,
sehingga sumber air tetap terpelihara dengan baik, limbah domestik dikelola dengan baik.
5.3.2. Pengertian
Yang Dimaksud dengan :
1. Pekerjaan galian adalah pekerjaan yang meliputi semua pemindahan bahan-bahan
dari dalam tanah, ataupun yang dijumpai termasuk rintangan alam yang terdapat dalam
pelaksanaan dan penyelesaian pekerjaan tersebut.
2. Pekerjaan pengurugan adalah pekerjaan perbaikan lapisan tanah galian yang
didapatkan setelah selesai pekerjaan pemasangan pipa.
3. Bahan pilihan adalah merupakan tanah hasil penggalian yang tidak mengandung
batuan atau bahan padat lainnya yang berukuran lebih besar dari 5 mm, mempunyai
gradasi yang baik dan tidak mengandung bahan organic seperti rumput, akar tanaman
atau bagian tumbuh-tumbuhan lainnya yang bersifat mengembang.
4. Pipa baja adalah pipa yang terbuat dari bahan baja.
5. Pipa PVC adalah pipa yang terbuat dari bahan polyvinyl chloride.
6. Pipa DCIP adalah pipa yang terbuat dari ductile cast iron.
7. Pipa GSP adalah pipa yang terbuat dari besi galvanis.
8. Pekerjaan Perbaikan adalah pekerjaan perbaikan kembali sarana yang dirusak ketika
dilakukan pekerjaan galian menjadi keadaan semula.
9. Jalan aspal adalah jalan yang lapisan atasnya adalah kerikil yang dipadatkan.
10. Jalan gravel adalah jalan yang lapisan atasnya adalah kerikil yang dipadatkan.
11. Jalan beton adalah jalan yang lapisan permukaan jalannya terbuat dari beton.
12. Trotoar adalah lokasi disisi jalan raya yang diperuntukkan bagi pejalan kaki.
13. Pengangkatan adalah pekerjaan pemindahan pipa dari lokasi penumpukan ke dalam
kendaraan pengangkut, maupun dari kendaraan pengangkut ke lokasi pemasangan
pipa.
14. Sambungan push-on adalah proses penyambungan pipa pada pipa dengan tekanan air
yang tinggi.
15. Test radiographic adalah tes yang dilakukan terhadap pipa yang penyambungannya
dengan pengelasan.
16. Defleksi adalah besar sudut pembelokan yang diizinkan pada pipa.
17. Sambungan mechanical joint adalah proses penyambungan pipa pada pipa yang tidak
mendapatkan tekanan tinggi.
18. Testing pekerjaan pipa adalah uji coba yang dilakukan pada pipa, setelah pipa yang
terpasang.
19. Pekerjaan penggelontoran adalah pekerjaan pembersihan pipa yang telah dipasang.
20. Pipa existing adalah pipa yang telah terpasang dan telah digunakan untuk distribusi air
minum.
21. Beton adalah bahan yang diperoleh dengan mencampur pasir, kerikil, air dan semen
Portland atau bahan penguat hidrolis lain yang sejenis, dengan atau tanpa bahan
tambahan lainnya.
22. Bahan tambahan adalah bahan lain yang ditambahkan ke dalam pembuatan beton,
selain semen, pasir, kerikil dan air yang tidak memberi pengaruh yang kurang baik
pada beton.
23. Pengujian beton adalah proses yang dilakukan terhadap beton untuk mengetahui
kekuatan karakteristik beton.
24. Bekisting adalah cetakan beton.
25. Lantai kerja adalah lantai yang terbuat dari beton dan terletak paling bawah dari
lapisan struktur pondasi.
26. Pengelasan adalah merupakan proses penyambungan pipa dengan dilakukan
pemanasan dan penambahan bahan penyambungan.
5.3.3. Ketentuan-ketentuan
5.3.3.1. Fungsi
Standar ini berfungsi sebagai acuan dalam pelaksanaan dan pengawasan
pekerjaan pemasangan pipa distribusi, alat ukur dan peralatan perlengkapan yang
digunakan dalam pemasangan pipa air minum.
1. Pengangkatan
Peralatan pengangkatan ini harus mmpunyai kemampuan minimum satu ton
atau berat satu batang pipa dengan diameter terbesar yang diperlukan.
2. Pengangkutan
Peralatan ini harus dapat mengangkut pipa sesuai dengan diameter terbesar
yang dipasang dan peralatan yang dianjurkan adalah crane.
3. Perletakkan
Pipa yang akan dipasang harus diberi dasar material padat. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar.
4. Penyambungan pipa
a. Semua diameter luar pipa eksisting harus sesuai dengan diameter dalam;
b. Pipa PVC
Penyambungan pipa PVC tidak boleh dipanaskan dan tidak boleh di cor
di dalam dinding beton;
c. Pipa DCIP, GIP dan steele
● Penyambungan dengan tipe flens dan mur diputar dengan ukuran
kunci putar sesuai dengan table 5.3.2.
Tabel 5.3.2.
Standar Untir Mur Pada Sambungan Pipa Flens
1. Uji coba secara hidrolis harus dilakukan selama pelaksanaan pembangunan jalur-jalur
pipa.
Peralatan pembantu yang digunakan adalah pompa, alat ukur dongkrak dan strust;
2. Pengujian pipa harus sesuai dengan tata cara pengujian pipa;
3. Kebocoran yang dapat diterima saat pengujian pipa;
Tabel 5.3.6.
Kebocoran Yang Diijinkan/km saat Pengujian Pipa
Diameter Jumlah Diameter Jumlah
(mm) Kebocoran (mm) Kebocoran
(l / jam) (l/jam)
75 2.55 300 9.12
100 3.04 350 10.64
125 3.80 400 12.16
150 4.56 450 13.68
200 6.08 500 15.20
250 7.60 600 18.24
2. Lapisan pelindung bagian dalam adalah cement mortar lining dan diberi semprotan
furnace cement ;
3. Sleeving yang terbuat dari bahan polyethylene yang berbentuk lembaran film yang
berwarna hitam.
5. Untuk pipa tembus dengan diameter 800 mm atau lebih dengan bahan dari pipa baja,
pipa tembus digunakan sebagai selubung untuk pipa jalur utama
6. Rongga-rongga yang terbentuk antara pipa selubung dengan pipa yang dimasukkan
kedalamannya harus di isi dengan beton tumpuk kelas E dengan menggunakan pompa
beton.
Alat ukur yang biasa digunakan di dalam system distribusi air bersih adalah meter air
dengan ketentuan yang berlaku untuk meter air.
1. Mempunyai kesalahan pengukuran maksimum adalah 5 persen dalam plus dan minus;
2. Harus mampu menahan tekanan 1600 kPa 16 bar selama 5 menit tidak bocor atau
basah;
3. Pada rumah meter air, bagian aliran masuk harus dilengkapi saringan yang mudah
dibuka dan dipasang;
4. Harus dilengkapi dengan alat penyetel untuk memperbaiki hubungan antara debit yang
ditujukan dan debit yang sebenarnya
5. Dimensi rumah meter air dapat dilihat pada tabel berikut.
1. Katup udara
Harus dipasang semua titik tinggi
2. Katup
Pemasangan pipa, katup dan accesoriesnya dilakukan setelah pengecoran beton lantai
bak kontrol, dan sebagian pipa tertanam dalam dinding bak control;
3. Washout
a. Harus dipasang pada semua titik rendah atau ujung pipa.
b. Tidak boleh dihubungkan kesuatu roil atau saluran benam yang menyebabkan
aliran kembali ke system distribusi;
4. Bend
Digunakan untuk perubahan arah vertical dan horizontal yang mendadak dan tidak
dapat dihindari;
5. Penutup ujung pipa;
a. Harus menggunakan fitting yang sesuai dengan jenis pipa yang digunakan misal :
Pipa DCIP, menggunakan balank flange untuk flange socket, untuk rubbering
joint atau bind flange dengan konstruksi penguat sementara;
Pipa PVC menggunakan cap flange socket, untuk rubbering joint atau blind
flange dengan konstruksi penguat sementara;
b. Jika pekerjaan tidak diteruskan harus bersih konstruksi penguat yang permanent
atau trust block dengan adukan 1 : 2 : 3
c. Material yang digunakan, harus bersih dan bebas dari minyak, oli, ter, aspal atau
bahan minyak pelumas lainnya;
d. jika air masuk ke dalam parit galian, sebelum pemasangan pipa dilanjutkan maka
tutup kedua ujung pipa jangan dibuka sebelum parit galian dipompa sampai kering;
6. Bak Katup
1. Konstruksi dari beton bertulang;
2. Dinding luar di cat dengan aspal cair;
3. Untuk dibawah trotoar, tutup manhole harus terbuat dari beton pra cetak;
4. Pemutar katup harus dapat dioperasikan melalui satr pot yang dicor dalam beton;
5. Untuk lokasi dibawah jalan digunakan tutup manhole dari ductile cast iron;
6. Tutup manhole harus dapat menahan beban test di atas 40 ton;
7. Tutup manhole harus dipasang dengan menggunakan baut dan mur stainless;
8. Jika tutup manhole tidak dari bahan ductile cast iron, maka dapat digunakan bahan
pengganti berupa beton bertulang pra cetak dengan mutu beton K-500;
7. Surface box
Body harus dari cast iron dan dapat menahan beban test 40 ton;
Dalam membangun suatu penyediaan air bersih sistem perpipaan diper1ukan suatu kriteria
perencanaan untuk mempermudah menghitung besaran sistem jaringan transmisi, jaringan
distribusi maupun bangunan penunjang.
2. Valve
Valve berfungsi menghentikan aliran dan mengatur aliran. Valve harus ditempatkan
pada tempat-tempat tertentu sehingga jika ada kebocoran pipa, tidak semua sistim
terganggu tetapi dengan menutup satu atau beberapa valve, daerah yang terganggu
akibat kebocoran tersebut dapat diperkecil.
Jika terdapat perbedaan ketinggian yang cukup besar antara jalur-jalur pipa/perbedaan
sisa tekanan yang cukup besar, valve perlu ditempatkan pada persimpangan jalur pipa
tersebut.
4. Wash out.
Wash out berfungsi untuk mengeluarkan kotoran-kotoran endapan yang ada di dalam
pipa. Pada umumuya endapan akan terkumpul pada tempat-tempat terendah dan jalur-
jalur pipa sehingga wash out harus ditempatkan pada tempat-tempat terendah dari jalur
pipa.
6. Sambungan Rurnah.
Pelayanan dengan cara ini hanya mungkin dilakukan apabila debit air dapat mencukupi
kebutuhan seluruh penduduk yang dilayani, serta tingkat penghasilan masyarakat yang
sudah cukup tinggi bagi pembayaran retribusi sambungan rumah. Dalam
merencanakan penggunaan sambungan langsung sebagai sistim pelayanan hal utama
yang perlu diperhitungkan selain masalah tingkat pendapatan penduduk adalah
kapasitas debit sumber diproyeksikan terhadap jumlah penduduk yang dilayani.
nomor. Gambar skema distribusi menggambarkan seluruh jaringan pipa dengan semua
node, elevasi node, panjang pipa dan kran umum yang akan dipasang dalam daerah
tersebut. Untuk lebih memepercepat perhitungan maka dapat menggunakan program
Epanet.
12. Hitung kehilangan tekanan per 1000 m (hf/1000) dengan menggunakan rumus Hazen
William atau tabel Hazen William.
Dimana :
Q = debit dalam m/s
C = koefesien kekasaran pipa ( 130 )
D = diameter pipa dalam m.
S = slope
Air limbah yang berasal dari rumah tangga harus diolah atau dialirkan ke tempat
pengolahan agar tidak menimbulkan pencemaran yang membahayakan kehidupan manusia
dan lingkungan permukiman. Untuk itu harus ditangani dengan benar dan tuntas.
Air limbah yang dibuang sembarangan akan mengakibatkan :
• Penyebaran penyakit, seperti diare, gatal-gatal, dan sebagainya.
• Pencemaran lingkungan yang dapat menimbulkan kerugian berupa :
- Pengotoran terhadap sumber air bersih
- Timbulnya bau yang tidak sedap
- Keadaan lingkungan yang tidak nyaman/kotor.
Untuk menanggulangi air limbah diperlukan kesadaran tinggi dari masyarakat tentang arti
kebersihan dan kesehatan sehingga diperlukan sarana dan prasarana yang memadai, yang
tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah tetapi menjadi kewajiban bersama oleh
masyarakat.
Untuk menangani pembuangan air limbah terdapat beberapa sistem yaitu :
• Sistim Sanitasi pembuangan setempat, yang biasa dikerjakan sendiri oleh masyarakat,
yaitu dengan membuat cubluk atau tangki septic di halaman rumah sesuai dengan
persayarat teknis yang berlaku.
• Sistem Sanitasi pembuangan terpusat yaitu dengan membangun jaringan saluran air
limbah yang akan mengalirkan limbahnya ke suatu tempat pengolahan.
Sedangkan dengan kondisi dan master plan desa, maka untuk penanganan sarana sanitasi
yaitu dengan system sanitasi setempat. Adapun sarana yang akan dibangun yaitu
Bangunan atas dan bangunan bawah yaitu untuk bangunan atas berupa jamban dan
bangunan bawah berupa septic tank beserta bidang resapan.
1. Lokasi
a. Dapat ditempatkan diluar rumah atau didalam rumah
b. Dapat merupakan bangunan ynag berdiri sendiri atau bagian dari rumah induk.
c. Jamban harus mudah dicapai dengan aman dan mudah bila hari hujan atau malam
hari.
d. Dapat dibangun dekat sumur gali (sumber air) dengan memperhatikan jarak
bangunan bawah terhadap sumur (10-15) meter.
3. Bahan Bangunan
a. Kriteria Bahan Bangunan
i. Kemudahan penyediaan
ii. Kemudahan pelaksanaan
iii. Kekuatan dan keandalan konstruksi
iv. Dapat diterima oleh masyarakat pemakai.
b. Persyaratan Bahan Bangunan
Bahan bangunan yang digunakan harus memenuhi persyaratan seperti tercantum
dalam buku SK SNI.
4. Teknis
Pastikan permukaan pelat jongkok rata dengan lantai jamban. Pulas lantai
dengan papan atau sikat sehingga permukaan agar kasar.
3) Menyiapkan Kusen
i. Buatlah kusen dengan ukuran 65 cm – 70 cm (lebar) dan 1,80 cm
(tinggi).
ii. Pasang kusen (harus tegak lurus) dengan memasang penyokong pada
sisi-sisinya.
iii. Pasang angker pada kusen sehingga pertemuan dengan dinding menjadi
kokoh.
4) Mendirikan Dinding
i. Dinding Bawah
ii. Pasang tiang-tiang penyongkong agar pasangan bata tetap tegak lurus.
a. Pasanglah lapisan pertama, mulai dari sudut-sudut dan berakhir di
tengah-tengah.
b. Tancap batang pengukur di sudut pertemuan bata, rentangkan tali
pengikat datar pada setiap pemasangan lapisan bata.
c. Pasang dinding bata
d. Plesterlah dengan adukan semen : pasir = 1 : 2 setebal 0,5 cm
dengan rata bagian-bagian :
Dinding luar, agar terlindung percikan air hujan;
Lantai jamban dibuat miring agar air mudah mengalir;
Dinding dalam, supaya mudah dibersihkan.
e. Ratakan permukaan plesteran sampai rata dan halus.
iii. Dinding Atas
a. Dapat dibuat dari batako, batu merah, kayu, bambu dengan dinding
papan kayu atau anyaman bambu.
b. Tiga sisi dinding dibuat setinggi 1,80 – 2, 0 meter dari lantai dinding
yang ke empat 20 cm hingga 40 cm lebih tinggi agar diperoleh atap
yang landai (miring)
c. Dinding dapat pula dibuat setinggi 1,5 meter (dari lantai), bagian
atas dibiarkan terbuka atau dinding setinggi 1 meter di atasnya
rangka kayu atau bambu dan dinding papan atau anyaman bambu.
5) Membuat Bak
i. Bak air diperlukan untuk menyimpan air penggelontoran, yang dapat
menampung air sebanyak 100 liter. Ukuran minimum tinggi dan lebar 40
cm dan panjang 60 cm, dengan bahan menggunakan batako atau bata.
ii. Lantai bak harus cukup miring ke arah lubang penguras bak.
6) Memasang Atap
i. Bahan yang dapat digunakan : seng gelombang, atap plastik, daun kelapa,
daun bambu, ijuk
ii. Atap sebaiknya menurun 20 cm (atau lebih) melebihi dinding untuk
mencegah air hujan masuk melalui lubang angin.
iii. Atap genting.
a. Menggunakan gording 6/10, dengan, jarak antara gording 1,5 – 2 m.
b. Di atas gording dipasang kaso 5/7, jarak antara kaso 40 cm
c. Di atas kaso dipasang reng 2/3, jarak antara 25 cm dipaku dengan kuat
d. Setelah selesai genting dapat dipasang dengan rapi dan baik agar tidak
terdapat celah-celah atau bocoran
iv. Atap plastik atau seng gelombang tidak membutuhkan reng.
7) Menyelesaikan Dinding
i. Dinding Dalam
Dinding terbuat dari batako atau batu bata
a. Plester dinding dengan adukan semen : pasir = 1 : 4 setebal 0,5 cm
b. Ratakan permukaan sampai rata dan halus
c. Bila sudah kering labur dengan cat tembok atau kapur
ii Dinding Luar
Pengerjaannya sama dengan dinding dalam
8) Menyelesaikan Pintu
i. Ukuran pintu tinggi 1,8 cm lebar 0,65 – 0,7 m
ii. Rangka pintu dapat dibuat dari kayu dan dilapisi seng atau alumunium.
1. Umum
Rencana pembangunan tangki septik baru dapat dilakukan setelah memenuhi
persyaratan yang ditentukan.
a. Bahan Bangunan
1) Persyaratan Bahan Bangunan
Pemakaian bahan bangunan untuk tangki septik harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a). Bahan bangunan harus terhadap gaya yang mungkin timbul dan memenuhi
ketentuan SK-SNI mengenai spesifikasi bahan bangunan;
b). Bahan bangunan harus lebih tahan terhadap keasaman dan kedap air.
2. Lokasi
a. Dapat ditempatkan di luar atau di dalam rumah
b. Dapat merupakan bangunan yang berdiri sendiri atau bagian dari rumah induk
c. Jamban harus mudah dicapai dengan aman dan mudah bila hari hujan atau malam
hari
d. Dapat dibangun dekat dengan sumur gali (sumber air) dengan memperhatikan
jarak
1. Diameter minimum 15 cm untuk pipa yang terbuat dari tanah liat atau beton
dan minimal 10 cm untuk pipa PVC.
2. Kemiringan minimum 2% - 3%
3. Di setiap belokan melebihi 45o dan perubahan kemiringan 22,5o harus
dipasang Clean Out untuk pembersihan pipa/pengontrol.
b. Drainase (system pengeringan)
Perlengkapan drainase dimaksudkan untuk menyalurkan air hujan atau air bekas
siraman yang tersisa kesaluran pengeringan umum (parit jalan) diameter minimal
10 cm
• Pipa penyalur air limbah dari bangunan atas maupun pipa peresapan
mempunyai diameter minimum 7,5 cm untuk pipa PVC dan 15 cm untuk pipa
tanah liat dengan kemiringan minimum (2-3%)
• Dasar tangki dapat dibuat horizontal atau dengan kemiringan tertentu untuk
kemudahan pengurasan Lumpur
• Dinding tangki septik harus dibuat tegak
• Tutup tangki septik terbuat dari beton dengan kedalaman maksimum terbenam
dalam tanah 0,40 m untuk memudahkan inspeksi
• Harus dilengkapi dengan resapan yang berbentuk sumur/parit/bidang resapan
yang berjarak terdekat 10 s/d 15 meter dari sumur gali atau SPT yang menjadi
sumber air bersih masyarakat (tergantung kondisi tanah setempat).
• Waktu pengurasan Lumpur 2 s/d 3 tahun
Banyaknya Ukuran
Pemakai (meter)
(orang) Panjang Lebar Dalam
5 1,2 0,6 0,8
10 1,4 0,7 1,2
15 1,5 0,8 1,2
20 1,8 1,0 1,2
25 2,0 1,0 1,2
30 2,0 1,0 1,4
35 2,2 1,0 1,4
Pewadahan sampah secara lebih spesifik dapat diartikan sebagai penanganan sampah pada
sumber sebelum pengumpulan, termasuk di dalamnya adalah pemisahan, penyimpanan dan
pemrosesan. Element ini dapat memiliki efek yang signifikan terhadap karakteristik
sampah, keseluruhan sistem serta kesehatan dan perilaku masyarakat.
Gambar 5.5.1. Bin atau tempat sampah yang terbuat dari plastik
Beberapa opsi dapat diambil dalam meletakkan wadah sampah. Opsi ini berkaitan
dengan kebiasaan masyarakat dan sistem pengelolaan sampah secara keseluruhan.
Pengumpulan sampah merupakan proses pengambilan sampah dari sumber sampah untuk
di bawa ke Tempat Penampungan Sementara (TPS).
b. Individual Langsung
Proses pengumpulan dimana produsen sampah mengumpulkan sampah di rumah
masing-masing untuk dikumpulkan oleh armada pengumpul menuju TPS terpusat atau
langsung menuju TPA. Dalam sistem ini kebutuhan TPS yang diletakkan di sekitar
lingkungan perumahan sudah tidak diperlukan. Armada pengumpul yang bisa
digunakan adalah truk sampah mengingat luasnya wilayah pelayanan.
b. Perletakan kontainer
Kontainer hanya diletakkan pada tempat-tempat yang memiliki volume timbulan
sampah yang tinggi. Di samping itu kontainer tidak direkomendasikan diletakkan pada
pemukiman penduduk. Jika harus diletakkan pada permukiman penduduk maka harus
ditempatkan pada tempat tertutup sehingga tidak menggangu kesehatan dan estetika
lingkungan.
Optimasi peran serta masyarakat bertujuan untuk meningkatkan peran aktif masyarakat
dalam menjaga lingkungannya. Secara khusus dalam hal ini adalah pengelolaan sampah.
Sebaik apapun sistem yang digunakan dalam pengelolaan sampah, jika tidak ditunjang dan
didukung oleh peran dan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan maka
sistem tersebut tidak akan berhasil.
Beberapa opsi yang bisa digunakan untuk mendorong kesadaran dan partisipasi publik
adalah :
b. Sistem Insentif
Sistem insentif merupakan sistem yang digunakan untuk merangsang produsen sampah
(polluter) untuk mengurangi jumlah timbulan sampahnya. Mekanisme yang digunakan
misalnya dengan membebankan biaya retribusi berdasarkan jumlah/volume timbulan
sampah.
Polluter dengan jumlah sampah yang besar akan mendapatkan jumlah retribusi yang
lebih besar di bandingkan polluter dengan kuantitas limbah yang kecil. Pilihan yang
lain yaitu dengan sistem pengurangan pajak yang dibebankan pada mereka jika polluter
dapat mengelola atau mengurangi timbulan sampahnya. Tentu saja ini membutuhkan
koordinasi yang intensif antar berbagai instansi yang terkait.
5.6.1. Umum
Perencanaan listrik disini mengacu pada Peraturan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL
2000), dengan Standar Nasional Indonesia (SNI 04-0225-2000) dari Badan Standarisasi
Nasional. Namun tetap mengikuti Sistem jaringan yang sudah ada di Propinsi Nangroe
Aceh Darussalam yang di keluarkan oleh PLN wilayah Propinsi Nangroe Aceh
Darussalam.
1. Umum.
1.1. Yang dimaksud dengan instalasi listrik desa adalah instalasi listrik untuk
pembangkitan, distribusi, pelayanan, dan pemakaian tenaga listrik di desa
dengan konstruksi yang disederhanakan.
1.2. Instalasi listrik desa hanya berlaku bagi daerah pedesaan (di desa), dan
diterapkan pada satu lokasi atau kasus berdasarkan kondisi yang masih
memerlukannya dengan memperhatikan persyaratan-persyaratannya.
2.2.5. PHB yang digunakan harus dari jenis tertutup dengan kotak dari bahan
yang tidak mudah terbakar. PHB dipasang pada dinding tembok atau
papan.
2.3. Penghantar
2.3.1. Sebagai penghantar digunakan kabel berisolasi ganda (misalnya NYM)
yang terdiri atas dua atau tiga inti tembaga pejal dengan penampang tiap
intinya minimum 1.5 mm2.
2.3.2. Kabel dicabangkan dalam kotak percabangan dengan penyambungan
yang baik.
3. Titik beban
3.1. Jumlah titik beban maksimum sembilan buah, termasuk kotak kontak sejumlah
maksimum tiga buah.
3.2. Kotak kontak yang digunakan harus dari jenis yang dilengkapi kontak proyeksi,
dan dipasang setinggi minimum 1,25 m dari lantai.
3.3. Pembumian untuk instalasi rumah sederhana dilaksanakan dengan memasang
elektrode bumi yang dihubungkan dengan terminal pembumian pengamanan
pada PHB secara langsung atau melalui meter KWh.
4.4.3. SRD harus dilengkapi dengan pengaman lebur atau MCB dengan nilai
nominal maksimum 10 A dan bila diperlukan sebuah meter KWh yang
dipasang di bagian luar rumah.
Persyaratan dalam hal ini dimaksudkan untuk menjamin keselamatan manusia, dan
ternak, juga keamanan harta benda dari biaya dan kerusakan yang bisa ditimbulkan
oleh penggunaan instalasi listrik secara wajar.
CATATAN : Pada instalasi listrik terdapat dua jenis resiko utama, yaitu :
a) Arus kejut listrik
b) Suhu berlebihan yang sangat mungkin mengakibatkan kebakaran, luka bakar atau
efek cedera lain.
Instalasi listrik harus disusun sedemikian rupa sehingga tidak ada resiko
tersulutnya bahan yang mudah terbakar karena tingginya suhu atau busur api
listrik, demikian pula tidak akan ada resiko luka bakar pada manusia maupun
ternak selama perlengkapan listrik beroperasi secara normal.
Penghantar, selain penghantar aktif, dan bagian lain yang dimaksudkan untuk
menyalurkan arus gangguan harus mampu menyalurkan arus tersebut tanpa
menimbulkan suhu yang berlebihan.
Catatan :
a) Perhatian khusus harus diberikan pada arus gangguan bumi dan arus
bocoran.
b) Untuk penghantar aktif, terjamin proteksinya dari arus lebih yang disebabkan
oleh gangguan.
a) Manusia atau ternak harus dicegah dari cedera dan harta benda harus dicegah
dari setiap efek yang berbahaya akibat adanya gangguan antara bagian aktif
sirkit yang disuplai dengan tegangan yang berbeda.
b) Manusia atau ternak harus dicegah dari cedera dan harta benda harus dicegah
dari kerusakan akibat adanya tegangan yang berlebihan yang mungkin
timbul akibat sebab lain (misalnya, fenomena atsmosfer atau tegangan lebih
penyakelaran).
5.6.4. Perancangan
5.6.4.1. Umum
5.6.5.1 Umum
1. Pada pemasangan kabel tanah harus diperhatikan konstruksi dan karakteristik kabel
yang bersangkutan seperti yang tercantum pada tabel 7.1-5 dan 7.1-6 (pada buku
Standar Nasional Indonesia, SNI 04-0225-2000).
2. Pemasangan kabel di dalam tanah harus dilakukan dengan cara sedemikian rupa,
sehingga kabel itu cukup terlindung terhadap kerusakan mekanis dan kimiawi yang
mungkin timbul di tempat kabel tanah tersebut dipasang.
Letak kabel tanah tersebut harus ditandai dengan patok tanda kabel yang kuat, jelas
dan tidak mudah hilang.
Catatan : Perlindungan terhadap kerusakan mekanis pada umumnya dianggap
mencukupi bila kabel tanah itu ditanam :
a) Minimum 0.8 m di bawah permukaan tanah pada jalan yang dilewati kendaraan.
b) Minimum 0.6 m di bawah permukaan tanah yang tidak dilewati kendaraan.
3. Bahaya kebakaran, meluasnya dan akibatnya harus sejauh mungkin dikurangi dengan
cara pemasangan kabel tanah yang tepat. Selubung luar harus dibuang jika hal ini
disyaratkan untuk mencegah meluasnya bahaya api, kecuali bila selubung luar
tersebut dari bahan yang sukar terbakar.
4. Kabel tanah harus diletakkan di dalam pasir atau tanah halus, bebas dari batu batuan,
di atas galian tanah yang stabil, kuat, rata dan bebas dari batu-batuan dengan
ketentuan tebal lapisan pasir atau tanah halus tersebut tidak kurang dari 5 cm di
sekeliling kabel tanah tersebut.
Catatan : sebagai tambahan perlindungan, maka di atas urugan pasir dapat dipasang
beton, batu, atau bata pelindung.
5. Pada umumnya kabel tanah untuk tegangan yang lebih tinggi harus dipasang
dibawah kabel tanah untuk tegangan yang lebih rendah, kabel tanah listrik arus kuat
dibawah kabel tanah telekomunikasi.
6. Pada persilangan antara bekas kabel tanah, haruslah diambil salah satu tindakan
proteksi seperti diuraikan dalam butir a) dan b) dibawah ini, kecuali jika salah satu
dari berkas kabel tanah yang bersilang itu terletak dalam saluran pasangan batu,
beton, atau bahan semacam itu yang mempunyai tebal dinding sekurang-kurangnya 6
cm.
a) Di atas berkas kabel tanah yang terletak di bawah harus dipasang tutup
pelindung dari lempengan, atau pipa belah dari beton atau sekurang-kurangnya
dari bahan tahan api yang sederajat. Tutup pelindung ini pada kedua ujungnya
harus menjorok keluar sekurang-kurangnya 0.5 m dari berkas kabel yang terletak
diatas, diukur dari kabel sisi luar, sedangkan tutup pelindung ini harus sekurang-
kurangnya 5 cm lebih lebar dari berkas kabel yang terletak dibawah.
b) Di atas berkas kabel tanah yang terletak diatas, dipasang pipa belah dari beton
atau dari bahan lain yang cukup kuat, tahan lama dan tahan api. Pipa belah ini
harus dipasang menjorok keluar sekurang-kurangnya 0.5 dari berkas yang
terletak dibawah, diukur dari kabel sisi luar.
5.6.5.2 Persilangan dan pendekatan kabel tanah dengan kabel tanah instalasi telekomunikasi.
1. Pada tempat persilangan dengan kabel tanah telekomunikasi, kabel tanah dilindungi
pada bagian atasnya dengan pipa belah, plat atau pipa dari bahan bangunan yang
tidak mudah terbakar. Kabel tanah tegangan menengah ataupun tegangan rendah
harus dipasang di bawah kabel tanah telekomunikasi.
2. Jika kabel tanah menyilang diatas kabel tanah telekomunikasi dengan jarak lebih
kecil dari 0.3 m untuk kabel tanah tegangan rendah dan 0.5 m untuk kabel tanah
tegangan menengah, maka perlu tambahan perlindungan pada sisi kabel tanah yang
menghadap kabel telekomunikasi dengan memasang plat atau pipa dari bahan
bangunan yang tidak dapat terbakar. Perlindungan menjorok keluar paling sedikit 0.5
m dari kedua sisi persilangan itu.
3. Kabel tanah telekomunikasi dan kabel tanah yang dipasang sejajar, harus dipasang
dengan jarak sejauh mungkin, misalnya dengan menempatkannya pada sisi-sisi jalan
yang berlainan. Kabel tanah yang letaknya berdekatan dengan kabel tanah
telekomunikasi dengan jarak kurang dari 0.3 m untuk kabel tanah tegangan rendah
dan kurang dari 0.5 m untuk kabel-kabel tanah tegangan menengah, harus
diselubungi sepanjang pendekatan tersebut dengan pipa belah, plat atau pipa yang
terbuat dari bahan bangunan yang tidak dapat terbakar dan diberi tanda khusus.
4. Pelindung kabel tersebut pada 7.15.2.1, 7.15.2.2 dan 7.15.2.3 (pada buku Standar
Nasional Indonesia, SNI 04-0225-2000), baik pada kabel tanah, arus kuat maupun
pada kabel tanah telekomunikasi, harus menjorok keluar paling sedikit 0.5 m dari
kedua ujung tempat persilangan pada pendekatan itu.
5. Kabel tanah di dalam tanah harus dipasang pada jarak paling sedikit 0.3 m dari
bagian instalasi telekomunikasi yang terletak dalam tanah, bila jarak tersebut sama
atau lebih dari 0.3 m, akan tetapi lebih kecil dari 0.8 m, maka kabel tanah itu harus
dilindungi dengan pipa belah, plat atau pipa, yang menjorok keluar sepanjang
minimal 0.5 m dari kedua ujung tempat persilangan dan pendekatan itu.
6. Kalau kabel tanah arus kuat di dalam tanah berada diantara bagian-bagian tiang,
angker, atau bagian penunjang yang terletak didalam tanah dari instalasi
telekomunikasi, maka kabel tanah itu harus dilindungi dengan pipa belah, plat atau
pipa. Kestabilan tiang tidak boleh terganggu olehnya.
7. Kabel tanah telekomunikasi yang diletakkan di dalam jalur kabel dianggap telah
terlindung.
5.6.5.3 Persilangan dan pendekatan kabel tanah dengan jalan kereta api dan jalan raya.
1. Kabel tanah lazimnya tidak boleh mendekati rel kereta dalam jarak 2 m diukur secara
proyeksi mendatar, kecuali pada persilangan.
2. Kabel tanah yang dipasang berdekatan atau menyilang dengan jarak lebih kecil dari
0.3 m dari kabel instalasi listrik Perusahaan Kereta Api atau Perusahaan lain harus
diletakkan dalam jalur kabel atau pipa yang terdiri dari bahan bangunan yang tidak
dapat terbakar atau pipa PVC. Pelindung tersebut harus menjorok keluar paling
sedikit 0.5 m pada kedua ujung tempat pendekatan atau persilangan tersebut.
3. Kabel tanah dalam tanah harus mempunyai jarak minimum 0.3 m akan tetapi lebih
kecil dari 0.8 m, kabel tanah itu harus dilindungi dengan pipa, plat atau pipa, yang
panjangnya keluar paling sedikit 0.5 m pada kedua ujung tempat pendekatan.
4. Pada persilangan dengan jalan kendaraan bermotor yang dikeraskan dan jalan kereta
rel, kabel tanah harus dipasang didalam pipa atau selubung baja atau bahan yang
cukup kuat, tahan lama dan tahan api. Panjang dan garis tengah dalam dari pipa atau
selubung ini, harus dipilih sehingga kabel tanah itu dapat dikeluarkan tanpa
membongkar jalan tersebut.
5. Pipa pelindung atau jalur kabel harus menjorok keluar, paling sedikit 0.5 m dari
kedua sisi rel terluar atau tepi pinggir dari jalan kendaraan bermotor.
6. Di bawah pekarangan dan bangunan dari perusahaan kereta api atau perusahaan lain
yang dipakai untuk tempat bekerja, pemasangan semua kabel tanah harus memenuhi
persyaratan yang sama dengan untuk dibawah rel.
5.6.5.4 Persilangan dan pendekatan kabel tanah dengan saluran air dan bangunan pengairan.
1. Pada persilangan dengan saluran air, kabel tanah harus diletakkan paling sedikit 1 m
dibawah dasar saluran air yang direncanakan, dan harus ditanam dalam lapisan pasir.
2. Pada persilangan dengan saluran air laut, kabel tanah harus diletakkan sedapat
mungkin 2 m dibawah dasar saluran air laut yang direncanakan.
3. Pada persilangan kabel tanah harus diletakkan paling sesikit 0.3 m di bawah atau di
atas kabel listrik pengairan dan kabel tanah itu harus dilindungi dengan pipa yang
terbuat dari bahan bangunan yang tidak dapat terbakar, perlindungan tersebut harus
menjorok keluar paling sedikit 0.5 m dari sisi kabel yang disilangnya.
4. Kabel tanah yang dipasang berdekatan dengan kabel listrik pengairan dengan jarak
lebih kecil dari 0.3 m harus diletakkan dalam jalur atau pipa dari bahan yang tidak
dapat terbakar.
5. Kabel tanah tidak boleh terletak lebih dekat dari 0.3 m dari bagian bangunan
pengairan yang terletak didalam tanah. Bila jarak tersebut sama atau lebih dari 0.3 m
akan tetapi kurang dari 0.8 m, maka kabel tanah tersebut harus dilindungi dengan
pipa belah, plat atau pipa yang panjangnya menjorok keluar paling sedikit 0.5 m dari
kedua tempat pendekatan.
6. Kabel tanah di bawah bangunan pengairan harus mempunyai perisai dan harus
ditutupi dengan pipa belah atau plat, kecuali hal itu tidak dibenarkan dengan alasan
elektris. Kabel tanah yang tidak mempunyai perisai mekanis harus dimasukkan
kedalam pipa atau jalur kabel.
7. Di bawah jalan pengairan kabel tanah harus ditanam sedalam paling sedikit 0.8 m.
8. Letak dari kabel tanah yang dipasang melintas di bawah saluran air harus ditandai
pada kedua tepinya sehingga dapat dilihat oleh pengemudi kapal.
2. Bila jarak tersebut lebih dari 0.3 m tetapi kurang dari 0.8 m, kabel tanah itu harus
dilindungi dengan pipa dari baja atau bahan yang kuat, tahan lama dan tahan api,
atau dengan perlindungan yang sekurang-kurangnya sederajat. Perlindungan ini
harus menjorok sekurang-kurangnya 0.5 m dari kedua ujung tempat yang jaraknya
kurang dari 0.8 m.
Kabel tanah yang dipasang keluar dari tanah pada tempat di luar bangunan harus
dipasang di dalam pipa atau selubung dari baja atau dari bahan lain yang cukup kuat
sampai diluar jangkauan tangan, kecuali jika telah terdapat perlindungan lain yang
sekurang-kurangnya sederajat.
Telepon sebagai salah satu alat telekomunikasi merupakan bentuk dari perwujudan suatu
kemajuan teknologi. Perencanaan jaringan telepon direncanakan menggunakan kabel
bawah tanah yang diletakkan dalam boks beton dimana didalamnya terdapat casing/pipa.
Penempatan kabel telepon bersama-sama dengan kabel atau instalasi lain yaitu kabel listrik
dan pipa air bersih dimaksudkan sebagai penghematan lahan yang terbatas.
Karena pekerjaan instalasi telepon bersifat khusus yang dilaksanakan oleh PT Telkom,
maka spesifikasi dan teknis pengadaan dan pemasangannya mengacu pada standard dan
spesifikasi yang dikeluarkan oleh PT Telkom.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan dan pemasangan boks terutama
menyangkut kedalaman penanaman boks dan bilamana terjadi pertemuan/persimpangan
dengan jalan atau gorong-gorong dan instalasi lain.
Perencanaan lansekap desa yang dimaksudkan disini adalah penanaman pohon secara
berlapis yang terdiri dari :
a. Penanaman pohon di sepanjang jaringan jalan utama desa dan jalan lingkungan
b. Penanaman pohon di kavling rumah dan kavling fasilitas umum dan sosial desa.
Pemilihan jenis vegetasi yang direncanakan sebagai ruan hijau kawasan antara lain
memenuhi kriteria :
a. Mudah tumbuh
b. Kuat menahan arus gelombang tsunami
c. Meningkatkan kualitas lingkungan
d. Mempunyai nilai ekonomi bagi penduduk desa
Korelasi tapak dan bangunan dinilai melalui substansi perancangan ”Ruang Kawasan,
Ruang Hijau dan Biru Kawasan, Tata Guna Ruang/Space Use, GSB, KDB dan KLB dan
Ketinggian Bangunan, TSM dan Parkir” kawasan. Berdasarkan kegiatan analisis dibawah
ini menghasilkan suatu kesimpulan bahwa diperlukan redesain pada “Ruang Hijau dan
Biru Kawasan”.
Beberapa jenis pohon yang ada di desa dapat digunakan untuk perencanaan lansekap desa.
Dari hasil survey dan analisis di lapangan, terdapat beberapa tanaman yang cocok
dipergunakan sebagai lansekap jalan desa. Beberapa jenis tanaman tersebut antara lain :
1. Akasia
2. Angsana
3. Asem Jawa
4. Bambu
5. Beringin
6. Cemara Laut
7. Cengkih
8. Durian
9. Jambu Air
10. Jambu Monyet
11. Jati
12. Kamboja
13. Kedondong
14. Kelapa
15. Mahoni
16. Mangga
17. Mangrove/Bakau
18. Nipah
19. Palem Raja
20. Pinang
21. Rumput Gajah
22. Waru
Bab VI
Analisa Perhitungan
6.1. Analisa Perhitungan Struktur Jalan
6.1.1. Data yang diperlukan :
a. Data tanah dasar : CBR.
b. Lalu-lintas : Volume/ADT, komposisi, konfigurasi as/sumbu dan
beban, angka pertumbuhan.
c. Material yang tersedia : Sifat-sifatnya.
d. Ketentuan-ketentuan lain : Umur rencana, keadaan umum di daerah sekitarnya,
alignment (faktor regional) dan lain-lain.
Perencanaan jalan Desa ini mengacu pada Pedoman perhitungan tebal perkerasan lentur
pada SKBI No. 2.3.26.1987 dan SK Menteri Pekerjaan Umum No. 378/KPTS/1987 tentang
Pengesahan 33 Standar Konstruksi Bangunan Indonesia, serta SNI No. 1732-1989-F, yaitu
tentang penggunaan nomogram sebagai berikut :
- Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) : adalah jumlah kendaraan yang lewat pada
jalan yang direncanakan perhari rata-rata untuk dua jurusan/arah.
- Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) : Jumlah lintasan kendaraan rata-rata pada tahun
permulaan pada jalur rencana dengan satuan as tunggal 8,16 ton (18.000 lbs = 18
kips) atau (18 Kips Single Axle Road).
- Lintas Ekivalen Akhit (LEA) : Jumlah lintasan kendaraan rata-rata pada tahun
akhir dan masa pelayanan pada jalur rencana dengan as tunggal 8,16 ton.
- Lintas Ekivalen Tengah (LET) : Jumlah lintasan kendaraan rata-rata selama masa
pelayanan pada jalur rencana dengan satuan as tunggal 8,16 ton.
- Jalur Rencana : adalah suatu jalur dari jalan yang paling banyak (padat) dilewati
kendaraan.
Pada jalan dua jalur biasanya salah satu jalur; sedang pada jalan berjalur banyak
terpisah (multi lane divided) adalah pada jalur terluar.
- Faktor Regional (FR) : Faktor koreksi sebagai akibat adanya perbedaan antara
kondisi lapangan yang dihadapi dengan kondisi AASHO Road Test yang antara
lain dapat meliputi : iklim, curah hujan, kondisi alignment/topografi, lalu lintas,
fasilitas drainase dan lain sebagainya.
- Indeks Permukaan (IP) : disebut juga “serviceability” adalah besaran yang
menyatakan nilai dari kerataan/kehalusan dan kekokohan perkerasan di tinjau dari
kepentingan pelayanan lalu-lintas.
Nilai/harga IP tergantung pada jenis dan kondisi perkerasan (kondisi : rut dept,
roughness, patch, crack dll; tanpa dipengaruhi geometrik dari jalan yang
bersangkutan .
- IPo dan IPt : IPo adalah nilai IP pada awal tahun permulaan, sedangkan IPt adalah
IP pada akhir masa pelayanan. Pemilihan harga IPo dan IPt tergantung pada jenis
perkerasan dan klas jalan.
Pemilihan IPt menunjukkan tingkat kerusakan yang diijinkan/direncanakan pada
akhir masa pelayanan.
- Faktor penyesuaian (FP) : adalah faktor koreksi sehubungan rencana yang kita
perhitungkan tidak sama dengan 10 tahun.
UR
FP =
10
- Angka Ekivalen Beban (AE) : adalah besaran yang menyatakan jumlah lintasan as
tunggal 8,16 ton atau 18.000 lbs yang menyebabkan derajat kerusakan yang sama
dengan beban as yang mempunyai AE tersebut, bilamana lewat (lintasan) satu kali.
Rumus AE :
4
⎛ BebanSumbuTunggal ⎞
- As tunggal : AEtg = ⎜⎜ ⎟⎟
⎝ 8.160 kg ⎠
4
⎛ BebanSumbu Tunggal ⎞
- As Tandem : AEtg = ⎜⎜ ⎟⎟ x 0 .086
⎝ 8 .160 kg ⎠
- Koefisien Distribusi Kendaraan (C) : adalah koefisien yang menyatakan prosentase
atau bagian dari kendaraan yang lewat dari jalur rencana dari keseluruhan
kendaraan yang lewat pada jalan yang dimaksud.
- Indeks Tebal Perkerasan (ITP) : adalah besaran yang menyatakan nilai konstruksi
perkerasan yang besarnya tergantung pada tebal masing-masing lapisan serta
kekuatan relative dari lapisan-lapisan tersebut.
- Koefisien Kekuatan Relatif (a) : adalah koefisien yang menyatakan kekuatan
relative daripada lapisan perkerasan, yang besarnya tergantung pada CBR,
stability, kuat tekan dan lain sebagainya.
- Rumus ITP :
a. Hitung ADT masing-masing jenis kendaraan untuk tahun ke 0 dan untuk tahun ke n (n
= umur rencana).
6.1.4. Pelaksanaan
ITP = a1 D1 + a 2 D2 + a3 D3
a1,a2,a3 = koefisien kekuatan bahan perkerasan (VII)
D1,D2,D3 = tebal masing-masing lapis perkerasan (cm)
Angka 1, 2 dan3 : masing-masing untuk lapis permukaan, lapis pondasi dan lapis pondasi
bawah.
Metode perencanaan konstruksi bertahap didasarkan atas konsep “sisa umur”. Perkerasan
berikutnya direncanakan sebelum perkerasan pertama mencapai keseluruhan “masa
fatique”.
Untuk itu tahap kedua diterapkan bila jumlah kerusakan (cumulative Damage) pada tahap
pertama sudah mencapai k.1.60%. Dengan demikian “sisa umur” tahap pertama tinggal
k.1. 40%.
Untuk menetapkan ketentuan diatas maka perlu dipilih waktu tahap pertama antara 25% -
50% dari waktu keseluruhan. Misalnya : UR = 20 tahun, maka tahapI antara 5 – 10 tahun
dan tahap II 5 – 10 tahun.
a. Jika pada akhir tahap I tidak ada sisa umur (sudah mencapai fatique, misalnya timbul
retak), maka tebal perkerasan tahap I didapat dengan memasukkan lalu lintas sebesar
LER1.
b. Jika pada akhir tahap II diinginkan adanya sisa umur k.1.40% maka perkerasan tahap I
perlu ditebalkan dengan memasukkan lalu lintas sebesar x LER1
c. Dengan anggapan sisa umur linear dengan sisa lalu lintas, maka :
X LER1 = LER1 + 40% x LER1
(tahap I plus) (tahap I) (sisa tahap I)
Diperoleh y = 2,5.
d. Jika pada akhir tahap I tidak ada sisa umur maka tebal perkerasan tahap II didapat
dengan memasukkan lalu lintas sebesar LER2.
e. Tebal perkerasan tahap I + II didapat dengan memasukkan lalu lintas sebesar y LER2.
Karena 60% y LER2 sudah dipakai pada tahap I maka:
Y LER2 = 60% y LER2 + LER2
(tahap I+II) = (tahap I) + (tahap II)
Diperoleh y = 2,5.
f. Tebal perkerasan tahap II diperoleh dengan mengurangkan tebal perkerasan tahap I +
II (lalu lintas y LER2) terhadap tebal perkerasan I (lalu lintas x LER1)
g. Dengan demikian pada tahap II diperkirakan ITP2 dengan rumus :
ITP2 = ITP – ITP1
ITP didapat dari nomogram dengan LER = 2,5 LER2
ITP1 didapat dari nomogram dengan LER = 1,67 LER1.
Start
Benklement
Beam Test
Parameter Perencanaan
CBR
Analisa Data
Geometrik Lapangan
Inventory
Menentukan
Unique Section
Selesai
Tabel 1 Tabel 2
I (kend./hari)
Jumlah jalur LHR = Lalu Lintas Fe = Faktor
Harian Rerata Ekivalensi
II
E = angka ekivalensi
Tabel 3
Diketahui :
- Konfigurasi beban
sumbu LEP = Lintas C = koefisien
- Sumbu tunggal / ganda Ekivalen distribusi kend.
N
LEP = ∑ LHR
J =1
J xC j xE j
Tabel 4
IPo = Indeks
Permukaan awal Grafis
ITP = Indeks Tebal
DDT CBR
Perkerasan
Tabel 5
FR = faktor
regional
D1
No
Desain
Yes
selesai
Data-data teknis jalan yang diperlukan dalam perencanaan ini mengacu pada :
1. Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya No.13/1970, Dirjen Bina Marga,
Departeman Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik.
2. Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode
Analisa Komponen (SKBI-2.3.26. 1987), Departemen PU.
Tahapan perhitungan tebal perkerasan di atas dapat dilihat pada halaman berikut.
XT = X +
Sx
(YT − Yn )(mm)
Sn
90%. Xt
I= ( mm/jam )
4
5) Buat garis lengkung intensitas hujan rencana.
Garis lengkung intensitas hujan rencana dibuat dengan cara memplotkan harga
intensitas hujan (mm/jam), pada waktu konsentrasi 240 menit (4 jam) dan kemudian
tarik garis lengkung yang searah dengan garis lengkung basis.
6) Tentukan panjang daerah pengaliran L1, L2 dan L3, kemudian tentukan kondisi
permukaan saluran berikut koefisien hambatan (nd).
nd
t1 = ( 2/3. 3,28 . L0 . ) 0,167
s
L
t2 =
60V
Tc = t1 + t2
3) Hitung luas penampang basah yang paling ekonomis yang dapat menampung debit
yang dapat menampung debit maksimum, disesuaikan dengan bentuk selokan/gorong-
gorong.
Fe = Fd
w = 0.5 d ( m ).
6) Hitung kemiringan tanah pada lokasi yang akan dibuat saluran dengan rumus :
V .n
i = ( )2
R2 / 3
Periksa kemiringan tanah pada lokasi yang akan dibuat saluran dengan rumus :
t1 − t2
i = x 100 %
L
Table . 5
Data Curah Hujan Tetapkan Banjir Tentukan Panjang
Harian Max per Tahun Rencana 5 Th Daerah Pengaliran
Minimum 10 th Table . 6
Table . 7
Rumus Gumbel
Sx
Tentukan XT=x+ YT - Yn Y Y S
Xrt, Sx Sn t n n
dg Rumus Statistik
A1; A2; A3
90% XT Waktu
Kurva I= A1.C1+A2.C2+A3.C
Konsentrasi ( T C )
basis R=
4 A
I
Rencana
1
Q= C.I.A
3,6
Q V
Fd = Q / V Rumus Penampang
Ekonomis
Luas Penampang
Ekonomis (Fe)
F d = Fe
Tinggi = h
Lebar = b
W = √(0,5 d)
Rumus manning
R=F/P i = (V . n / R2/3 )2
( i ) Lapangan ( i ) perhitungan
( i ) lap. = ( i ) perh.
( i ) lap. = ( i ) perh.
Data curah hujan harian maksimum tahunan untuk wilayah perencanaan di Kota Banda Aceh
diambil dari Stasiun hujan Banda Aceh (No.107).
Secara kronologis tahapan perhitungan debit rencana adalah sebagai berikut :
1. Menentukan stasiun hujan yang akan dipakai (Tabel 6.2.1)
2. Melakukan perhitungan parameter dasar statistik data hujan (Tabel 6.2.2)
3. Membandingkan hasil perhitungan statistik data hujan dengan parameter sebaran
standar (Tabel 6.2.3)
4. Setelah diketahui analisa sebaran datanya kemudian tentukan metode perhitungan
hidrologi yang digunakan (Tabel 6.2.4)
5. Melakukan perhitungan intensitas hujan (Tabel 6.2.5)
6. Data hasil perhitungan intensitas hujan digambar dalam kurva basis (Gambar 6.2.1)
7. Menentukan debit rencana tiap saluran (Tabel 6.2.6)
8. Menentukan debit rencana komulatif saluran (Tabel 6.2.7)
9. Melakukan perhitungan dimensi saluran (Tabel 6.2.8)
10. Melakukan perhitungan elevasi dasar saluran (Tabel 6.2.9)
Perhitungan volume saluran dilakukan secara menyeluruh yang meliputi hal-hal sebagai
berikut :
- Galian tanah manual
- Pasangan batu kali 1 pc : 4 ps
- Beton K.250 (saluran)
- Beton bertulang (penutup saluran)
- Urugan pasir bawah saluran
- Plesteran 1 pc : 4 ps
- Suling-suling pipa PVC Ǿ 2 “ ( tiap 2 m2 diberi 1 bh )
- Gorong-gorong, dihitung berdasarkan ROWnya
- Paving blok t = 6 cm termasuk lapisan pasir dibawahnya (trotoar jalan)
- Kerb kanan kiri saluran
Hasil perhitungan volume pekerjaan untuk masing-masing ruas jalan dapat dilihat pada
Laporan Rencana Anggaran Biaya (RAB).
Dalam membangun suatu penyediaan air bersih sistem perpipaan dier1ukan suatu kriteria
perencanaan untuk mempermudah menghitung besaran sistem jaringan transmisi, jaringan distribusi
maupun bangunan penunjang.
Kriteria perencanaan untuk sistem perpipaan adalah sebagai berikut :
• Sistim pelayanan Kran Umum/Hydran Umum dan Sambungan rumah.
• Cakupan pelayanan 60 - 100 % daerah pelayanan
• Jarak minimum antara kran umum/hydran umum 200 meter
• Kebutuhan air : 30-120 t/orang/hari
• Kebutuhan non domestik : 1000 – 1500 l/sambungan
• Faktor kehilangan air : 20 % dan total kebutuhan.
• Faktorharimaksimum : 1,1.
• Faktor jam puncak : 15-20 %.
• Kapasitas reservoir : 2 x hari maksimum.
• Periode Design : 10 Tahun
• Koefisien Kekasaran Pipa GI 110 dan PVC : 130
1. Bak Pelepas Tekanan ( BPT )
a. Fungsi dari bak pelepas tekanan ini adalah untuk menurunkan tekanan hidrostatis
menjadi nol pada lokasi dimana bak ini dipasang pada jalur pelayanan.Bak ini diperlukan
bilamana beda t.inggi antara sumber air dengan daerah pelayanan lebih besar dari 80
m.
b. Jumlah bak ini pada suatu sistim perpipaan bisa lebih dari satu, yang mana jumlah
terebut tergantung pada beda tinggi seperti yang disebutkan diatas. Sebagai standar dari
bak ini, dengan ukuran sebagai berikut :
- Panjang bersih 1,6 m
- Lebar bersih 1 m
- Kedalaman 1 rn
c. Bak pelepas tekanan harus dilengkapi dengan pipa penguras, pipa masuk pipa keluar
dan pipa peluap.
d. Konstruksi dari bak pelepas tekanan ini adalah sebagaimana yang diperlihatkan pada
gambar.
2. Valve
Valve berfungsi menghentikan aliran dan mengatur aliran. Valve harus ditempatkan pada
PT.tempat-tempat
WASTU WIDYAWAN tertentu sehingga, jika ada kebocoran pipa, tidak semua sistim terganggu
Jl. Tumpang No. 3 Semarang 50232
Telp. (024) 8442614
VI -16
Jl. Gabus No. 36 Banda Aceh
Telp. (0651) 23808
DED Infrastruktur Desa di Propinsi NAD Laporan Perencanaan
tetapi dengan menutup satu atau beberapa valve, daerah yang terganggu akibat kebocoran
tersebut dapat diperkecil.
Jika terdapat perbedaan ketinggian yang cukup besar antara jalur-jalur pipa/perbedaan sisa
tekanan yang cukup besar, valve perlu ditempatkan pada persimpangan jalur pipa tersebut.
3. Air Release Valve.
Air release valve berfungsi untuk mengeluarkan udara yang terperangkap dalam pipa
sehingga aliran air tidak terganggu. Air valve harus ditempatkan pada tempat-tempat tertinggi
dan jalur pipa.
Pada jaringan distribusi, tidak perlu digunakan air release valve karena kran umum sudah
berfungsi sebagai air release valve setiap saat kran dibuka.
4. Wash out.
Wash out berfungsi untuk mengeluarkan kotoran-kotoran endapan yang ada didalam pipa.
Pada umumuya endapan akan terkumpul pada tempat-tcmpat terendah dan jalur-jalur pipa
sehingga wash out harus ditempatkan pada tempat-tempat terendah dari jalur pipa.
5. Reservoir (Bak Penampung)
a. Bak penampung berfungsi sebagai penampung / penyimpanan air untuk mengatasi
problem naik turunnya kebutuhan air dan kecilnya sumber, juga dapat memperbaiki
mutu air melalui pengendapan. Bak ini dapat pula berfungsi sebagai pelepas tekanan.
b. Semua sudut dinding harus dibuat lengkung untuk memudahkan pembersihan.
c. Pipa keluar harus dipasang kira-k.ira 5 - 20 cm diatas bak.
d. Pipa lubang peluap harus dipasang sedikit lebih tinggi danipada pipa masukan. Pipa
peluap sekaligus bisa berfungsi sebagai lubang hawa.
e. Pipa peluap harus berdiameter cukup besar untuk melayani aliran maksimum yang
sudah diperhitungkan.
f. Pipa peluap dan pipa keluaran ke jaringan distribusi harus memakai saringan.
g. Pada bak penampung harus ada lubang (manhole) yang besarnya cukup untuk
dilewati orang masuk ke dalam bak.
h. Atap/plafon bak penampung harus mempunyai kemiringan yang cukup sehingga air
hujan tidak tergenang di atasnya.
6. Sambungan Rurnah.
Pelayanan dengan cara ini hanya mungkin dilakukan apabila debit air dapat mencukupi
kebutuhan seluruh penduduk yang dilayani, serta tingkat penghasilan masyarakat yang
sudah cukup tinggi bagi pembayaran reslribusi sambungan rumah. Dalam merencanakan
penggunaan sambungan langsung sebagai sistim pelayanan hal utama yang perlu
diperhitungkan selain masalah tingkat pendapatan penduduk adalah kapasitas debit sumber
PT.diproyeksikan
WASTU WIDYAWAN terhadap jumlah penduduk yang dilayani.
Jl. Tumpang No. 3 Semarang 50232
Telp. (024) 8442614
VI -17
Jl. Gabus No. 36 Banda Aceh
Telp. (0651) 23808
DED Infrastruktur Desa di Propinsi NAD Laporan Perencanaan
PT.Rumus
WASTU Hazen
WIDYAWANWilliam:
Jl. Tumpang No. 3 Semarang 50232
Telp. (024) 8442614
VI -18
Jl. Gabus No. 36 Banda Aceh
Telp. (0651) 23808
DED Infrastruktur Desa di Propinsi NAD Laporan Perencanaan
6.3.1. Proyeksi Jumlah Penduduk dan Pengembangan Sistim Sarana Air Bersih
Berdasarkan data yang berasal dari Village Planning jumlah penduduk Desa Deah Raya adalah 346
jiwa pada tahun 2005 dan pertumbuhan rata-rata 2 %, jadi total jumlah penduduk sampai tahun 2.016
adalah sebanyak 430 jiwa. Sedangkan untuk pelayanan air bersih direncanakan dengan sistim
perpipaan, pelayanan diasumsikan 90 % menggunakan sistim perpipaan dan 10 % dengan sistim lain
dan direncanakan kebutuhan air akan dihitung untuk 10 tahun mendatang. Dari 90 % yang dilayani
oleh PDAM 70% dengan sambungan rumah dan 30 % dengan pelayanan Kran Umum atau Hidran
Umum.
Untuk lebih jelas data proyeksi penduduk dan cakupan pelayan yang direncanakan dapat dilihat dalam
table 6.3.1.
TABEL 6.3.1.
EBUTUHAN AIR BERSIH
PDDK. PROJECTION OF DESIGN PERIODE
NO ZONA (%)
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
PT. WASTU WIDYAWAN
Jl. Tumpang No. 3 Semarang 50232
Telp. (024) 8442614
VI -19
Jl. Gabus No. 36 Banda Aceh
Telp. (0651) 23808
DED Infrastruktur Desa di Propinsi NAD Laporan Perencanaan
1 ZONA I 138 2.00 141 144 147 150 153 156 159 162 165 169 172
2 ZONA II 114 2.00 116 119 121 124 126 129 131 134 136 139 142
3 ZONA III 93 2.00 95 97 99 101 103 105 107 109 112 114 116
Total 346 353 360 367 375 382 390 397 405 414 422 430
Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan dan sesuai dengan kesepakatan masyarakat dan
pemerintah, maka desa Deah Raya akan mendapat pelayan dengan sistim perpipaan.
Program ini berdasarkan data dari Master Plan desa hanya menyediakan sistim jaringan distribusi saja
sedangkan sumber air baku disediakan oleh PDAM.
Usulan sistim jaringan distribusi tersebut akan menggunakan pipa pvc, dengan diameter sebagai
berikut :
1. Pipa PVC
2. Assesories
Jumlah assesories yang dibutuhkan antara lain seperti pada table berikut.
Tabel 6.3.2
Jumlah Assesories yang dibutuhkan Desa Deah Raya
No Assesories Bahan/Material Jumlah Satuan
1 Tee PVC 80 Bh
PT. WASTU WIDYAWAN
Jl. Tumpang No. 3 Semarang 50232
Telp. (024) 8442614
VI -20
Jl. Gabus No. 36 Banda Aceh
Telp. (0651) 23808
DED Infrastruktur Desa di Propinsi NAD Laporan Perencanaan
2 Reducer PVC 39 Bh
3 Gate Valve Bronze 39 Bh
4 Water Meter Bronze 54 Bh
5 Water Moor PVC 39 Bh
6 Double Nipple PVC 39 Bh
7 Elbow PVC 22 Bh
8 Cap/Dop PVC 3 Bh
Berdasarkan hasil perhitungan jumlah Kran Umum yang direncanakan sebanyak 6 unit dan
penempatan Kran Umum berdasarkan kesepakatan masyarakat.
Untuk lebih jelasnya hasil perhitungan, kebutuhan air, diameter pipa, panjang pipa dan jumlah
Kran Umum dapat dilihat dalam tabel 6.3.3.
Perhitungan perencanaan air bersih ini dilakukan dengan program Epanet
TABLE 6.3.3.
d. Others ltr/Con/day 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000
F. Water Demand
1 Domestic demand 29.1 30.1 30.7 31.3 32.0 32.6 33.3 33.9 34.6 35.3 36.0
a. Individual connection (IC) m3/day 26.7 27.2 27.8 28.3 28.9 29.5 30.0 30.6 31.3 31.9 32.5
b. Public tap connection (PT) m3/day 2.4 2.9 3.0 3.0 3.1 3.2 3.2 3.3 3.3 3.4 3.5
2 Non Domestic 57.5 66.5 75.5 84.5 93.5 102.5 111.5 120.5 129.5 138.5 147.5
a. Governmental office m3/day 20.0 22.0 24.0 26.0 28.0 30.0 32.0 34.0 36.0 38.0 40.0
b. Publik health centre m3/day 10.0 12.0 14.0 16.0 18.0 20.0 22.0 24.0 26.0 28.0 30.0
c. Religious m3/day 22.5 25.5 28.5 31.5 34.5 37.5 40.5 43.5 46.5 49.5 52.5
d. Others m3/day 5.0 7.0 9.0 11.0 13.0 15.0 17.0 19.0 21.0 23.0 25.0
3 Total domestic + non domestic m3/day 86.6 96.6 106.2 115.8 125.5 135.1 144.8 154.4 164.1 173.8 183.5
G. Water Losses
1 Production processeing % 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00
2 Water losses on distribution pipe % 20.00 20.00 21.00 21.00 22.00 22.00 23.00 23.00 24.00 24.00 25.00
H. Production, distribution
1 Total water distribution m3/day 108.2 120.8 134.5 146.6 160.9 173.2 188.0 200.6 215.9 228.7 244.7
2 Net production m3/day 109.3 122.0 135.8 148.1 162.5 175.0 189.9 202.6 218.1 231.0 247.1
3 Maksimum day consumption faktor m3/day 1.15 1.15 1.15 1.15 1.15 1.15 1.15 1.15 1.15 1.15 1.15
4 Peak hour faktor m3/day 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5
5 Maksimum day consupmtion m3/day 124.4 138.9 154.6 168.6 185.0 199.2 216.2 230.6 248.3 263.0 281.4
6 Peak hour consumption m3/hour 7.8 8.7 9.7 10.5 11.6 12.5 13.5 14.4 15.5 16.4 17.6
7 Production duration hour 24.0 24.0 24.0 24.0 24.0 24.0 24.0 24.0 24.0 24.0 24.0
8 Average production capacity m3/day 124.4 138.9 154.6 168.6 185.0 199.2 216.2 230.6 248.3 263.0 281.4
ltr/sec 1.4 1.6 1.8 2.0 2.1 2.3 2.5 2.7 2.9 3.0 3.26
Berdasarkan data Master Plan Desa, untuk pembuatan jamban keluarga, saluran pembuangan air
limbah ( SPAL ), sudah termasuk dalam pembangunan rumah sehinggga DED untuk air limbah hanya
membuat Jamban Umum , Septik Tank dan Bidang resapan.
Untuk desa Deah Raya berdasarkan perhitungan untuk 10 tahun yang akan datang, terdapat 2 kran
umum, sehingga jamban umum yang akan dibangun di desa tersebut terdapat 2 unit.
Direncanakan untuk 1 (satu) jamban umum digunakan untuk 5 KK atau 25 jiwa. Lokasi pembuatan
jamban umum direncanakan menyesuaikan dengan penempatan kran umum.
- Dinding
Dinding jamban adalah pasangan batu merah dengan tebal 0.5 bata. Bata merah yang
digunakan harus berkualitas baik, keras, berwarna merah tua, dengan ukuran standar.
Dinding diplester setebal 1,5 cm, kemudian sebelum dicat dinding harus diplamir terlebih
dahulu.
Dinding diperkuat oleh sloof, kolom dan ring balok, seperti pada gambar dengan ukuran 12 cm
x 12 cm dan campuran beton 1 semen : 2 pasir : 3 kerikil atau batu pecah.
Pembesian adalah besi beton berdiameter 8 mm untuk tulangan pokok dan diameter 6 mm
untuk sengkang dengan jarak 16 cm.
- Lantai Jamban
PT. WASTU WIDYAWAN
Jl. Tumpang No. 3 Semarang 50232
Telp. (024) 8442614
VI -23
Jl. Gabus No. 36 Banda Aceh
Telp. (0651) 23808
DED Infrastruktur Desa di Propinsi NAD Laporan Perencanaan
Lantai jamban berupa beton tumbuk tanpa pembesian dengan campuran 1 semen : 2 pasir : 3
kerikil, setebal 5 cm.
Pada bagian tertentu dari lantai, diperlukan urugan pasir yang dapat untuk mencapai ketinggian
yang diinginkan. Lantai beton tumbuk harus diplester dengan campuran 1 semen : 2 pasir
dengan ketebalan rata-rata 1,5 cm dengan kemiringan 2% ke arah drain.
- Atap
Atap jamban adalah atap seng gelombang BJLS 27 yang berkualitas baik. Rangka atap kayu
Kamper atau yang sederajat dengan semua permukaan diserut halus dan bertumpu pada ring
balk serta diperkuat dengan angker besi beton Ǿ 10 mm.
Rangka atap setelah terpasang, harus dilapisi meni kayu sampai merata, kemudian dicat
dengan cat minyak.
Pada salah satu sisi atap dipasang talang, yang terbuat dari seng plat BJLS 27 sehingga pada
saat hujan airnya dapat dialirkan ke reservoir agar dapat dipergunakan untuk keperluan jamban
dan talang tersebut ditahan oleh kait-kait penahan talang dari besi plat dengan ukuran 2 cm,
tebal 2 mm yang dipasang pada setiap jarak 50 cm.
- Pintu Kayu.
Kusen pintu terbuat dari kayu kamper yang diserut halus dan berukuran sesuai gambar serta
harus di meni dan dicat dengan cat minyak yang berkualitas baik.
Rangka pintu di bagian luar dilapisi triplek dengan ketebalan 3 mm dan bagian dalam dilapisi
dengan seng plat BJLS 27.
Pintu dicat dengan cat minyak berkualitas baik, setiap pintu papan bagian dalam dipasang kunci
selot dan dibagian luar dipasang kunci gembok.
- Jendela
Jendela terbuat dari kayu kamper yang diserut halus dengan ukuran sesuai gambar, serta
dimeni dan dicat minyak berkualitas.
- Closet
Closet yang digunakan adalah closet jongkok leher angsa berkualitas baik dan dihubungkan ke
tangki septic oleh pipa PVC dia. 100 mm class D.
Closet dipasang di atas pasangan bata ( seperti pada gambar ) dengan campuran perekat 1
semen : 2 pasir dan diplester setebal 1,5 cm dibagian dalam dengan campuran 1 semen : 2
pasir.
PT. WASTU WIDYAWAN
Jl. Tumpang No. 3 Semarang 50232
Telp. (024) 8442614
VI -24
Jl. Gabus No. 36 Banda Aceh
Telp. (0651) 23808
DED Infrastruktur Desa di Propinsi NAD Laporan Perencanaan
Dasar tangki septic adalah beton tumbuk dengan campuran 1semen : 2 pasir : 3 batu pecah.
Dindingnya terbuat dari pasangan batu merah, dengan tebal setengah bata dan dengan campuran 1
semen : 4 pasir. Dinding dan dasar tangki septic bagian dalam diplester setebal 1.5 cm dengan
campuran 1 semen : 2 pasir.
Tutup tangki septic terbuat dari beton bertulang dengan campuran 1 semen : 2pasir : 3 batu pecah,
dengan tulangan besi beton diameter 10 mm yang dipasang setiap 15 cm.
Tangki septic dilengkapi juga dengan pipa inlet dan pipa outlet PVC clas D diameter 100 mm dan
pipa T diameter 100 mm pada bagian dalam dan juga dilengkapi dengan pipa hawa (udar) dengan
jenis pipa PVC, dengan diameter 0.75”. Setelah pengecoran, beton dikeringkan dan ditutup dengan
bejas sak semen selama 7 hari dan disiram pada siang hari, jangan dibiarkan terlalu kering.
Ukuran septic tank yang direncanakan sebagai berikut :
• Panjang = 2,0 m
• Lebar = 1,0 m
• Tinggi = 1,2 m
Untuk mengetahui besarnya timbulan sampah dan jumlah penduduk yang akan terlayani,
maka harus diketahui jumlah penduduk ( jiwa ), angka pertumbuhan penduduk untuk setiap
tahunnya (%) serta target pelayanan perencanaan (%).
Tahap analisa selanjutnya adalah mengetahui asal timbulan sampah. Dibawah ini jenis asal
timbulan sampah dan standard timbulan sampah yang dihasilkan dan dapat dijadikan bahan
pegangan perhitungan :
Setelah kita mendapatkan data jumlah penduduk yang akan terlayani dan jumlah timbulan
sampah yang dihasilkan dari jumlah penduduk yang akan terlayani, maka kita dapat
mengetahui berapa jumlah timbulan sampah yang dihasilkan. Analisa di atas tersebut
merupakan bahan pertimbangan kita untuk memilih volume tempat pewadahan dan alat
pengangkutan sampah yang sesuai dengan jumlah timbulan yang di dapat.
Deah Raya
Jumlah penduduk tahun 2006 : 382 jiwa
Perkiraan laju pertumbuhan penduduk : 1.3% (asumsi) 2006
Tahun perencanaan : 5 tahun
Rencana yang akan dilayani : 100%
Tahun Perencanaan
No Uraian Satuan
2007 2008 2009 2010 2011
2 target yang akan dilayani jiwa 387 392 397 402 407
3 Timbulan sampah :
5 Gerobak 1 m3 buah 2 2 2
Catatan :
1. Kebutuhan akan wadah dan alat pengangkutan sampah ( tong, gerobak dan kontainer)
pada tahun 2008 dan 2010 tidak ada, karena pertimbangan umur pemakaian maksimal
dari barang tersebut pada tahun-tahun sebelumnya.(lihat tabel 5.5.2 jenis peralatan)
2. Kebutuhan akan gerobak dilebihkan dengan alasan adanya rotasi pemakaiannya.
Analisa perhitungan listrik dilakukan dalam rangka menyiapkan jaringan listrik saja beserta
sarana penunjangnya yaitu box dan Casing sebagai penempatan kabel listrik. Perencanaan
mengacu pada Spesifikasi Teknis yang berlaku yaitu Peraturan Umum Instalasi Listrik
2000 (PUIL 2000), dengan Standar Nasional Indonesia (SNI 04-0225-2000) dari Badan
Standarisasi Nasional. Namun demikian dalam pelaksanaannya nanti mengikuti Sistem
jaringan yang sudah ada di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan standar daerah atau
peraturan pengatur lainnya yang dikeluarkan oleh PLN wilayah Propinsi Nanggroe Aceh
Darussalam.
Penempatan box bawah tanah berfungsi untuk melindungi kabel dan memudahkan dalam
perbaikan bila terjadi kerusakan. Box terbuat dari pasangan batu bata pada sisi samping
dan ditutup dengan beton bertulang. Sedangkan Casing listrik terbuat dari pipa PVC type D
dengan diameter 3” atau 7,5 cm. Dimensi box dapat dilihat pada gambar pelaksanaan.
Untuk pemeliharaan, maka dibuat Manhole yang diletakkan tiap jarak 20 m dan di tempat-
tempat persimpangan. Manhole berukuran 1 m x 1 m sehingga memudahkan untuk pekerjaan
perbaikan dan terbuat dari beton bertulang.
Daya listrik yang digunakan bersumber dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). Sedangkan
jeringan dan lampu penerangan direncanakan sebagai berikut :
↑ Kondisi jaringan direncanakan sedemikian rupa supaya teratur dan aman terutama di
pemukiman padat,
↑ Lampu penerangan jalan ditempatkan pada beberapa ruas jalan, dimana ditempatkan
untuk tiang listrik dengan jarak diatur sedemikian dengan jalur lalu-lintas (jarak lampu
penerangan jalan tiap 20 m dan jarak lampu pedestrian tiap titik titik 10 m)
↑ Penempatan jaringan direncanakan mengikuti jaringan jalan yang ada, dan ditanam di
bawah tanah, dengan pembagian klasifikasi dalam jaringan primer, sekunder, dan tersier.
Untuk memenuhi kebutuhan telepon, jaringan yang melalui kawasan perencanaan akan
ditingkatkan baik jumlah maupun penyebarannya sehingga dapat lebih merata dan
menjangkau seluruh kawasan.
Kebutuhan akan prasarana telepon berdasarkan perkiraan kebutuhan fasilitas telepon
digunakan asumsi sebagai berikut :
- 1 sambungan telepon dengan penduduk pendukung 10 jiwa
- 1 sambungan pelayanan umum dengan penduduk pendukung 100 jiwa
Sambungan telepon didasarkan pada standar yang berlaku. Penyediaan sambungan telepon
melalui jaringan dari PT. TELKOM.
Bab VII
Penutup
7.1. Kesimpulan
7.2. Saran
2. Untuk infrastruktur jalan sistim pelaksanaan timbunan dipadatkan lapis demi lapis
dengan ketebalan maksimal 20 cm menggunakan alat pemadat.
3. Untuk jalan di daerah rawa sebelum ditimbun dilakukan pembersihan terhadap kotoran
yang ada pada dasar tanah.
4. Pekerjaan pembentukan jalan di daerah rawa dilakukan sampai lapis pondasi atas
(Agregat A), sambil menunggu proses konsolidasi selama 3 bulan.
5. Bahwa pada saat perencanaan dilakukan berdasarkan data eksisting, tetapi sebelum
pelaksanaan kemungkinan telah dilaksanakan pekerjaan infrastrukturnya oleh
berbagai pihak atau atas inisiatif warga masyarakat. Untuk mengantisipasi ini
Kontraktor dan Konsultan Supervisi harus mengadakan setting ulang terutama atas
elevasi jalan atau drainase agar mendapatkan hasil yang optimal. Ketidaksamaan
kondisi di lapangan dengan gambar rencana perlu disikapi sebagai sesuatu yang tetap
harus dilaksanakan. Sehingga harus segera diambil keputusan, mengingat program ini
sangat mendesak dan dinantikan oleh masyarakat desa.
DAFTAR PUSTAKA
1. Jalan
- Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa
Komponen, SKBI – 2.3.26. 1987, UDC : 625.73 (02), Departemen Pekerjaan Umum.
- Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya, No.13 /1970, Direktorat Jenderal Bina
Marga, Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik.
- Spesifikasi dan Standard Jembatan Pelat Beton untuk Jembatan Jalan Raya, No.02/1969,
Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik.
2. Struktur
- Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971, NI – 2, Direktorat Jenderal Cipta Karya,
Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik.
- Perhitungan Lentur dengan cara “n”, UDC : 624.012.45:620.178, Direktorat Jenderal
Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik.
- Vademekum Lengkap Teknik Sipil, Imam Subarkah Ir, Idea Dharma, 1984.
3. Drainase
- Perencanaan dan Pelaksanaan Drainase, Modul P.6.4., Pusat Pendidikan dan Pelatihan,
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Ir. Enus Yunus, April 2000.
- Hidrologi untuk Perencanaan Bangunan Air, Imam Subarkah, Ir, 1980
- Hidrologi Terapan, Sri Harto Dipl.H Ir, 1983
4. Air Bersih
- Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan Lingkungan Proyek Pemasangan Pipa Air Baku
Pejompongan, Laporan Akhir, April 1996, PT. Nusuno Karya Consultant.
5. Persampahan
- Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbunan dan Komposisi sampah
perkotaan, SK SNI M-36-1991 – 03, Departemen Pekerjaan Umum.
- Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan, SK SNI T-13-1990-F, Departemen
Pekerjaan Umum.
- Spesifikasi Timbulan Sampah Untuk Kota Kecil dan Kota Sedang di Indonesia, SK SNI
S-04-1993-03, Departemen Pekerjaan Umum.
6. Listrik
- Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL 2000), SNI 04-0225-2000.
7. Lain-lain
- Penetapan Harga Satuan Pokok Kegiatan (HSPK) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam,
SK Gubernur Provinsi NAD Nomor : 050.205/414/2005, Tahun 2006, Biro
Perlengkapan Sekretariat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
- Penyesuaian Standar Barang dan Harga Satuan Barang Kebutuhan Pemerintah Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam, SK Gubernur Provinsi NAD Nomor : 050/023/2006, Biro
Perlengkapan Sekretariat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
PT. WASTUWIDYAWAN
Jl. Tumpang No. 3 Semarang 50232
Telp. (024) 8442614
Jl. Gabus No. 36 Banda Aceh
Telp (0651) 23808
DED Infrastruktur Desa di Propinsi NAD Laporan Perencanaan
- Penyesuaian Standar Barang dan Harga Satuan Barang Kebutuhan Pemerintah Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam, SK Gubernur Provinsi NAD Nomor : 050/024/2006, Biro
Perlengkapan Sekretariat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
- Rencana dan Estimate Real Cost, Bachtiar Ibrahim H, Bumi Aksara, 1978.
- Dasar Penyusunan Anggaran Biaya Bangunan, J.A.Mukomoko Ir, Kurnia Esa, 1977
PT. WASTUWIDYAWAN
Jl. Tumpang No. 3 Semarang 50232
Telp. (024) 8442614
Jl. Gabus No. 36 Banda Aceh
Telp (0651) 23808
DED Infrastruktur Desa di Provinsi NAD Laporan Perencanaan
KARAKTER NAMA TAJUK DIAMETER UKURAN LUBANG JARAK FUNGSI DIAMETER BATANG
NAMA LATIN
TANAMAN LOKAL TANAM DEWASA TANAM TANAM TANAMAN TANAM DEWASA
Angsana 1–2m 4–6m 50 x 50 x 100 cm 5 - 10 m Peneduh, 7 – 10 cm 30 – 40
estetika cm
Cemara Casuarinaceae 1-2 m 5–6m 50 x 50 x 100 cm 10 m Peneduh, 10 – 20 cm 40 – 50
KARAKTER estetika & cm
laut
KHUSUS penahan
gelombang
Mangrove Rhizophora 0,5 – 2,5
Mucronata m
Asem 2m 5–8 m 50 x 50 x 100 cm 10 m Pengarah & 20 cm 25 – 35
KARAKTER Peneduh cm
AKSEN Kelapa 20 m
VI - 31
DED Infrastruktur Desa di Provinsi NAD Laporan Perencanaan
VI - 32