Anda di halaman 1dari 18

1

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Farmasi merupakan salah satu bidang profesional kesehatan yang
mempunyai kombinasi dari ilmu kesehatan, ilmu kimia dan termasuk ilmu
fisika. Farmasi fisika merupakan ilmu yang mempelajari tentang ilmu fisika
dan mengaplikasikannya ke bidang farmasi. Banyak yang dapat dipelajari di
farmasi fisika misalnya bobot dan rapat jenis, kelarutan, mikromeritik dan
lain-lain. Selain itu, farmasi fisika juga mempelajari tentang kompleksasi
obat.
Dalam bidang farmasi, prinsip kompleks ini digunakan
untuk menambah kelarutan suatu senyawa obat. Karena ada sebagian dari
senyawaobat tak dapat larut dengan baik pada pelarut tertentu sehingga
diperlukan penambahan senyawa pengompleks.
Kompleksasi obat adalah suatu metode yang digunakan untuk
menetapkan kelarutan suatu senyawa dengan penambahan zat pengompleks.
Sedangkan senyawa pengompleks yaitu senyawa yang terbentuk karena
penggabungan dua atau lebih senyawa sederhana, yang masing-masingnya
dapat berdiri sendiri (Martin,1993).
Banyak bahan obat yang mempunyai kelarutan dalam air yang
rendahatau dinyatakan praktis tidak larut, umumnya mudah larut dalam
cairanorganik. Senyawa-senyawa yang tidak larut seringkali menunjukkan
absorbsiyang tidak sempurna atau tidak menentu. Ada beberapa cara yang
dapatdigunakan untuk meningkatkan kelarutan suatu bahan obat, antara lain
: pembentukan kompleks, penambahan kosolven, penambahan
surfaktan,manipulasi keadaan padat, dan pembentukan prodrug. Propilen
glikol atau propana-1,2diol adalah salah satu jenis pelarut atau kosolven
yang dapatdigunakan untuk meningkatkan kelarutan suatu obat dalam
formulasi sediaancair, semi padat dan sediaan transdermal. Dengan
penambahan kosolven dapatmeningkatkan permeabilitas suatu obat untuk
melewati membran (Linda,2009).
2

Karena pentingnya reaksi kompleksasi dalam dunia farmasi maka


dilakukanlah percobaan ini yang bertujuan untuk mengetahui dan
menetapkan kelarutan suatu zat obat yang terdapat pada suatu larutan
dengan penambahan zat pengompleks.
I.2 Maksud Dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara penetapan kelarutan suatu zat
dengan penambahan zat pengompleks.
I.2.2 Tujuan Percobaan
Menetapkan kelarutan paracetamol dalam air dengan
penambahan EDTA menggunakan metode konvensional.
I.3 Prinsip Percobaan
Penetapan kelarutan paracetamol dalam larutan dengan adanya
penambahan EDTA dengan kosentrasi yang berbeda-beda didasarkan pada
kompleks yang terjadi antara paracetamol dengan EDTA yang diukur
dengan metode konvesional.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori
Kompleks atau senyawa koordinasi, menurut definisi klasik,
diakibatkan oleh mekanisme donor-akseptor atau reaksi asam-basa Lewis
antara dua atau lebih konstituen kimia yang berbeda. Setiap atom atau ion
nonlogam apakah bebas atau berada dalam molekul netral atau dalam
senyawa ionik, yang dapat menyumbangkan satu pasang elektron, dapat
bertindak sebagai donor. Akseptor, atau konstituen yang ambil bagian dalam
pasangan elektron, seringkali berupa ion logam, walaupun dapat juga berupa
atom netral (Martin, A: 1990).
Dalam pelaksanaan analisis anorganik kualitatif banyak digunakan
reaksi-reaksi yang menghasilkan pembentukan kompleks. Suatu ion atau
molekul kompleks terdiri dari satu ion (ion) pusat dan sejumlah ligan yang
terikat erat dengan atom (ion) pusat itu. Jumlah relatif komponen-komponen
ini dalam kompleks yang stabil nampak mengikuti stoikiometri yang sangat
tertentu, meskipun ini tak dapat ditafsirkan di dalam lingkup konsep valensi
klasik (Roth, H., J: 1994).
Kompleks yang terbentuk dari suatu reaksi ion logam, yaitu kation
dengan suatu anion atau molekul netral. Ion logam didalam kompleks
disebut atom pusat dan kelompok yang terikat pada atom pusat disebut
ligan. Jumlah ikatan terbentuk oleh atom logam pusat disebut bilangan
koordinasi dari logam ( Kotton,2009 )
Ion logam atau atom dalam senyawa kompleks dinamakan ion logam
pusat atau atom pusat, gugus yang diikat dinamakan ligan. Ligan dapat
berupa ion atau molekul netral. Dalam ligan, atom yang menempel langsung
pada logam melalui ikatan kovalen koordinasi dinamakan atom donor. Spesi
koordinasi biasanya kumpulan atom dalam kurung persegi di dalam rumus
meliputi ion logam pusat plus ligan yang terikat. Bilangan koordinasi logam
pusat adalah jumlah pasangan elektron yang diterima atom pusat ( Rivai,H.
1995 )
4

Kompleks atau senyawa koordinasi, diakibatkan oleh mekanisme


donor-akseptor atau reaksi asam-basa Lewis antara dua atau lebih konstituen
kimia yang berbeda. Setiap atom atau ion nonlogam apakah bebas atau
berada dalam molekul netral atau dalam senyawa ionik, yang dapat
menyumbangkan satu pasang elektron, dapat bertindak sebagai donor.
Akseptor, atau konstituen yang ambil bagian dalam pasangan elektron,
seringkali berupa ion logam, walaupun dapat juga berupa netral ( Martin,A.
1990 ).
Senyawa kompleks atau senyawa koordinasi telah berkembang pesat
karena senyawa ini memegang peranan penting dalam kehidupan manusia
terutama karena aplikasinya dalam berbagai bidang seperti dalam bidang
kesehatan, farmasi, industri dan lingkungan. Senyawa kompleks dalam
industri sangat dibutuhkan terutama dalam katalis. Dalam industri
petrokimia kebutuhan katalis semakin meningkat karena setiap produk
petrokimia diubah menjadi senyawa kimia lainnya selalu dibutuhkan katalis,
misalnya pada reaksi hidrogenasi,karbonilasi,hidroformilasi (Gates,B.1992).
Kompleks logam transisi dapat mengkatalis berbagai reaksi kimia
seperti kompleks yang telah lama dipakai sebagi katalis untuk oksidasi
stirena yaitu dalam pembentukan senyawa olefin. Dalam bidang kesehatan
dan farmasi senyawa kompleks sangat penting juga dalam berupa obat –
obatan seperti vitamin B12 yang merupakan senyawa kompleks antara
kobalt dengan porfirin, hemoglobin yang berfungsi untuk mengangkut
oksigen (Sukardjo,1999).
Ion oksalat merupakan ligan yang istimewa karena mampu
membentuk senyawa kompleks dengan berbagai ion logam transisi
menghasilkan senyawa dengan sifat dan karakter yang bervariasi. Ion
oksalat memiliki empat atom donor namun hanya dua atom yang
menjadikannya sebagai ligan bidentat yang berikatan dengan ion logam
membentuk senyawa kompleks mono, bis dan tris oksalat. Ion oksalat
juga dapat berfungsi sebagai ligan jembatan yang menghubungkan lebih
dari satu inti ion logam transisi, baik ion logam yang sejenis maupun
5

berbeda jenis sehingga membentuk kompleks polimer berdimensi satu,


dua, bahkan tiga (Kiki,K,A.2006).
II.2 Uraian Bahan
II.2.1 Alkohol (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : AETHANOLUM
Sinonim : Alkohol, etanol, ethyl alkohol
Rumus molekul : C2H6O
Rumus struktur :

Berat Molekul : 46,07


Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap
dan mudah bergerak; bau khas rasa panas, mudah
terbakar dan memberikan nyala biru yang tidak
berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform
dan dalam eter.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terhindar dari
cahaya, ditempat sejuk jauh dari nyala api.
Kegunaan : Sebagai zat tambahan, juga dapat membunuh
kuman.
II.2.2 Aquadest (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : AQUA DESTILATA
Nama Lain : Aquadest
Rumus Molekul : H2O
Rumus Struktur : H-O-H
Berat Molekul : 18,02
Pemerian : Cairan jernih, tidak berbau, tidak berasa
Kelarutan : Melarutkan banyak zat kimia
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Sebagai pelarut.
6

II.2.3 EDTA (Dirjen POM, 1995)


Nama resmi : ETILEN DIAMINA TETRA ASETAT
Nama lain : EDTA
Rumus Molekul : C10H14N2Na2O8.2H2O
Rumus Struktur :

Berat Molekul : 372,24


Pemerian : Serbuk kristal putih tidak berbau dengan sedikit
rasa asam.
Kelarutan : Larut dalam 11 bagian air, sukar larut dalam
etanol (95%) P , praktis tidak larut dalam
kloroform P dan dalam eter.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup.
Kegunaan : Sebagai pengompleks
II.2.4 Indikator Fenolftalein (Dirjen POM,1979)
Nama Resmi : FENOLFTALEIN
Nama Lain : Fenolftalein, Indikator PP
Rumus Molekul : C20H14O4
Rumus Struktur :

Berat Molekul : 318,33


Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau;
tidak mempunyai rasa.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam etanol
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
7

Kegunaan : Zat tambahan, indikator


II.2.5 Natrium Hidroksida (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : NATRII HYDROXYDUM
Nama Lain : Natrium Hidroksida
Rumus Molekul : NaOH
Rumus Struktur : Na-OH
Berat Molekul : 40,00
Pemerian : Bentuk batang, butiran, massa hablur, kering,
keras, rapuh dan menunjukkan susunan hablur;
putih, mudah meleleh basah. Sangat alkalis dan
korosif. Segera menyerap karbondioksida.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan etanol (95%)
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Sebagai titran.
II.2.6 Paracetamol (Depkes RI, 1979)
Nama Resmi : ACETAMINOPHENUM
Nama Lain : Asetaminofen, paracetamol
Rumus Molekul : C8H9NO2
Rumus struktur :

Berat Molekul : 151,16


Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih, tidak berbau:
rasa pahit
Kelarutan : Larut dalam 27 bagian air, dalam bagianetanol
(95%)P, dalam 13 bagian bagian aseton P,
dalam 40 bagian gliserol.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Khasiat : Analgetikum, antipiretikum.
Kegunaan : Zat aktif
8

BAB III
ALAT DAN BAHAN
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat

Batang Pengaduk Buret Corong Pisa

Gelas Beker Gelas Ukur Labu erlenmeyer

Pipet tetes Statif dan Klem Timbangan


analitik
III.1.2 Bahan

Alkohol 70% Aquadest EDTA


9

Fenolftalein NaOH Paracetamol

Tissue

III.2. Cara Kerja


a. Larutan Standar
1. Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan.
2. Menimbang parasetamol sebanyak 2,5 g.
3. Melarutkan parasetamol sebanyak 2,5 g kedalam gelas ukur berukuran
100 ml.
4. Melarutkan parasetamol dengan 100 ml air suling pada gelas ukur
(sebagai larutan awal).
5. Menuangkan sebanyak 20 ml larutan awal kedalam gelas beker yang
kosong (sebagai larutan pembanding).
6. Menambahkan 3 tetes indicator PP kedalam larutan pembanding.
7. Lalu dititrasi dengan larutan NaOH 0,2 N hingga terjadi perubahan.
8. Melihat perubahan warna dan mencatat volume titrasi saat parasetamol
larut.
b. Larutan Sampel
1. Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan.
2. Menimbang EDTA sebanyak 0,1 g, 0,2 g, 0,3 g, dan 0,4 g.
3. Memasukkan EDTA yaitu 0,1 g, 0,2 g, 0,3 g, dan 0,4 g kedalam 4
erlenmeyer yang berbeda.
10

4. Melarutkan masing-masing EDTA dengan menuangkan masing-


masing 20 ml larutan awal kedalam erlenmeyer yang berisi EDTA 0,1
g, EDTA 0,2 g, 0,3 g dan 0,4 g (sebagai larutan sampel).
5. Kemudian dipipet 3 tetes indikator PP kedalam masing-masing larutan
sampel.
6. Lalu dititrasi dengan larutan NaOH 0,2 N hingga terjadi perubahan.
7. Melihat perubahan warna dan mencatat volume titrasi saat parasetamol
larut.
8. Membandingkan hasil parasetamol yang terlarut pada tiap sampel.
11

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Pengamatan
Gambar Vtitra
Ntitra % Konsent
Larutan n
Sebelum Sesudah n (N) Kadar rasi (C)
(ml)
PCT 10 0,2 12,08 -
ml N %

PCT + 4,5 0,2 5,22% 231,41%


0,1 g ml N
EDTA

PCT + 14 0,2 15,65 77,1%


0,2 g ml N %
EDTA

PCT + 10 0,2 10,78 112,05%


0,3 g ml N %
EDTA

PCT + 2 ml 0,2 2,08% 580,76%


0,4 g N
EDTA
12

IV.2 Analisis Data


A) Mencari persen kadar larutan standar

𝑉𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 × 𝑁𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 × 𝐵𝐸𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙


% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 = × 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

Diketahui :

𝑉𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 = 100 𝑚𝑙

𝑁𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 = 0,2 𝑁

Titran yang digunakan NaOH


𝑀𝑟
𝐵𝐸𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 𝐵𝐸𝑝𝑎𝑟𝑎𝑐𝑒𝑡𝑎𝑚𝑜𝑙 = 𝐵𝐸𝐶8 𝐻𝑔 𝑁𝑎𝑂𝐻 = 𝐶𝑟

151
(C = 12; H = 1; N = 14; O = 16) = 151
1

𝐶 = 12 × 8 = 96

𝐻 =1 × 9 =9

𝑁 = 1 × 14 = 14

𝑂 = 2 × 16 = 32

151

Berat sampel = Berat paracetamol = 2,5 gram karena dilarutakan


dalam larutan maka dikalikan 100

Penyelesaian :
10 𝑚𝑙 × 0,2 𝑁 ×151
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 = × 100%
2,5 𝑔𝑟 ×100

302
= × 100%
2500

% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 = 12,08%


13

B) Mencari persen kadar larutan sampel (larutan standar + pengompleks)

1) Diketahui larutan sampel pertama :

𝑉𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 = 4,5 𝑚𝑙

𝑁𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 = 0,2 𝑁

𝐵𝐸𝑝𝑎𝑟𝑎𝑐𝑒𝑡𝑎𝑚𝑜𝑙 = 151

Berat sampel = Berat PCT + Berat EDTA


= 2,5 gr + 0,1 gr
= 2,6 gr, karena dilarutkan dalam larutan
maka dikalikan 1000 untuk melarutkan PCT

Penyelesaian :
4,5 𝑚𝑙 ×0,2 𝑁 ×151
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = × 100%
2,6 𝑔𝑟 ×1000

135,9
= × 100%
2600

% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 = 5,22%

2) Diketahui larutan sampel kedua :

𝑉𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 = 14 𝑚𝑙

𝑁𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 = 0,2 𝑁

𝐵𝐸𝑝𝑎𝑟𝑎𝑐𝑒𝑡𝑎𝑚𝑜𝑙 = 151

Berat sampel = Berat PCT + Berat EDTA


= 2,5 gr + 0,2 gr
= 2,7 gr, karena dilarutkan dalam larutan
maka dikalikan 1000 untuk melarutkan PCT

Penyelesaian :
14 𝑚𝑙 ×0,2 𝑁 ×151
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = × 100%
2,7 𝑔𝑟 ×1000
14

422,8
= × 100%
2700

% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 = 15,65%

3) Diketahui larutan sampel ketiga :

𝑉𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 = 10 𝑚𝑙

𝑁𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 = 0,2 𝑁

𝐵𝐸𝑝𝑎𝑟𝑎𝑐𝑒𝑡𝑎𝑚𝑜𝑙 = 151

Berat sampel = Berat PCT + Berat EDTA


= 2,5 gr + 0,3 gr
= 2,8 gr, karena dilarutkan dalam larutan
maka dikalikan 1000 untuk melarutkan PCT

Penyelesaian :
10 𝑚𝑙 ×0,2 𝑁 ×151
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = × 100%
2,8 ×1000

302
= × 100%
2800

% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 = 10,78%

4) Diketahui larutan sampel keempat :

𝑉𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 = 2 𝑚𝑙

𝑁𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 = 0,2 𝑁

𝐵𝐸𝑝𝑎𝑟𝑎𝑐𝑒𝑡𝑎𝑚𝑜𝑙 = 151

Berat sampel = Berat PCT + Berat EDTA


= 2,5 gr + 0,4 gr
= 2,9 gr, karena dilarutkan dalam larutan
maka dikalikan 1000 untuk melarutkan PCT
15

Penyelesaian :
2 𝑚𝑙 ×0,2 𝑁 ×151
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = × 100%
2,9 𝑔𝑟 ×1000

308
= × 100%
2900

% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 = 2,08%

C) Konsentrasi sampel (𝐶𝑥 )


𝐶𝑠
𝐶𝑥 = × 100%
𝐴𝑥

Bila diketahui :

𝐶𝑠 : Konsentrasi pembanding sebagai persen kadar dari larutan standar

𝐴𝑥 : Absorban sampel sebagai persen kadar dari larutan sampel


𝐶𝑠
1. 𝐶1 = × 100%
𝐴1

12,08
= × 100%
5,22

𝐶1 = 231,41%
𝐶𝑠
2. 𝐶2 = × 100%
𝐴2

12,08
= × 100%
15,65

𝐶2 = 77,63%
𝐶𝑠
3. 𝐶2 = × 100%
𝐴3

12,08
= × 100%
10,78

𝐶2 = 112,05%
𝐶𝑠
4. 𝐶2 = × 100%
𝐴4

12,08
= × 100%
2,08

𝐶2 = 580,76%
16

IV.3 Pembahasan
Kompleks atau senyawa koordinasi, menurut definisi klasik,
diakibatkan oleh mekanisme donor-akseptor atau reaksi asam-basa Lewis
antara dua atau lebih konstituen kimia yang berbeda. Setiap atom atau ion
nonlogam apakah bebas atau berada dalam molekul netral atau dalam
senyawa ionik, yang dapat menyumbangkan satu pasang elektron, dapat
bertindak sebagai donor. Akseptor, atau konstituen yang ambil bagian dalam
pasangan elektron, seringkali berupa ion logam, walaupun dapat juga berupa
atom netral (Martin, A: 1990).
Pada percobaan ini, ditetapkan kelarutan parasetamol dalam air
dengan penambahan EDTA sebagai zat pengompleks menggunakan
metode konfensional yaitu titrasi.
Menurut Farmakope Indonesia, kelarutan parasetamol yaitu
agak sukar larut dalam air tetapi larut dalam etanol (95%). Dengan
penambahan EDTA ke dalam larutan paracetamol dapat meningkatkan
kelarutan dari parasetamol. Selain itu digunakan juga NaOH sebagai titrat dan
indikator fenolftalein sebagai pewarna yang berperan sebagai indikator pH.
Larutan standar dengan zat aktif parasetamol di timbang
sebanyak 2.5 gram yang kemudian dilarutkan kedalam air sebanyak 100 ml.
Larutan standar kemudian di tuangkan kedalam lima labu Erlenmeyer
dengan volume masing-masing sebanyak 20 ml untuk kemudian di titrasi.
Proses titrasi menggunakan NaOH sebagai titrat dan indikator PP sebanyak
3 tetes sebagai indikator pH. Titrasi dikatakan selesai saat larutan
parasetamol telah menunjukkan perubahan warna dari bening menjadi ungu
terang. Diamati berapa volume titrat yang keluar untuk kemudian dicatat
sebagai hasil pengamatan untuk larutan standar. Pada Percobaan ini di dapati
volume titran sebanyak 10 ml.
Titrasi selanjurnya adalah titrasi larutan sampel. Karena sifat dari
parasetamol yang agak sukar larut dalam air maka ditambahkan zat
pengompleks untuk membantu kelarutan dari parasetamol. Zat pengompleks
yang digunakan adalah EDTA. Pada percobaan ini, konsentrasi
17

pengompleks yang digunakan berbeda-beda yaitu 0.1, 0.2, 0.3, dan 0.4.
Untuk indikator pH nya tetap menggunakan indikator PP sebanyak 3 tetes.
Pada keempat larutan sampel ini akan menunjukkan sedikit perubahan
warna walaupun hanya dengan penambahan indikator PP. Keempat larutan
sampel di titrasi untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal dengan
melihat kejernihan larutan hasil titrasi. Setelah dititrasi didapatkan hasilnya
yaitu pada konsentrasi EDTA 0,1 volume titran sebanyak 4,5 ml, pada
konsentrasi EDTA 0,2 volume titran sebanyak 14 ml, pada konsentrasi
EDTA 0.3 volume titran 10 ml, dan pada konsentrasi 0.4 volume titran 2 ml.
Hasil yang didapatkan tidak signifikan karena volume titran yang
seharusnya didapatkan pada saat proses titrasi lebih tinggi dari 10 ml.
Dengan volume titran yang kurang dari 10 ml akan menghasilkan
konsentrasi sampel yang lebih dari 100%. Perkiraan adanya kemungkinan
kesalahan saat percobaan dilakukan yaitu pada saat proses titrasi dilakukan.
Tingkat kejelian pengamat pada saat melihat tingkat kecerahan warna yang
terjadi pada masing-masing larutan sampel merupakan salah satu
kemungkinan terjadinya kesalahan pada percobaan kali ini.
18

BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Setelah mengadakan pengamatan pada percobaan yang kita
lakukan, maka dapat kita ambil suatu kesimpulan yaitu pada titrasi larutan
standar dengan NaOH 0,2 N tanpa penambahan pengompleks paracetamol
menjadi larut setelah dititrasi 10 ml. Sedangkan, pada larutan sample
dimana dilakukan penambahan pengompleks dengan massa yang berbeda-
beda, paracetamol langsung menunjukkan perubahan meskipun belum
dilakukan titrasi NaOH 0,2 N. Setelah dilakukan titrasi, paracetamol
langsung larut. Artinya dalam percobaan ini penambahan pengompleks
dapat meningkatkan kelarutan paracetamol.
V.2 Saran
Saran kami pada praktikum kali ini adalah laboratorium lebih dapat
meperhatikan alat-alat dan bahan-bahan yang tidak tersedia di dalam
laboratorium, agar supaya pada saat kami akan memulai praktikum alat dan
bahannya sudah tersedia dan kami juga sebagai praktikan tidak merasa
kebingunan saat akan melakukan praktikan dan kami dapat melakukan
praktikum dengan benar dan baik.

Anda mungkin juga menyukai