Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari

lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital yang

sangat kompleks, elastis dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras,

dan juga bergantung pada lokasi tubuh. Kulit manusia tidak bebas hama (steril)

sehingga berbagai penyakit kulit dapat timbul, salah satunya dermatitis.1

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respons

terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen. Dermatitis terdiri atas

dermatitis kontak, dermatitis atopik, dermatitis numularis, neurodermatitis dan lain-

lain. Dermatitis kontak terbagi atas dua yaitu, dermatitis kontak iritan dan dermatitis

kontak alergi.

Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang terjadi akibat kontak dengan

bahan alergen, penyakit ini terjadi karena adanya reaksi antara tubuh dengan bahan

alergen yang disebut dengan respon imun. Sistem imun terdiri atas respon imun

humoral dan respon imun seluler. Respon imun inilah yang menjadi dasar mekanisme

terjadinya dermatitis kontak alergi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respons

terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan

kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel,

skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Sedangkan, dermatitis kontak adalah

dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang menempel pada kulit.1


Dermatitis Kontak Alergi (DKA) merupakan dermatitis yang terjadi ketika

alergen masuk ke dalam tubuh atau kontak dengan kulit yang sebelumnya

peka. Hal tersebut mengacu pada hipersensitifitas tipe lambat yang disebut

juga dengan hipersensitifitas yang diperantarai sel (Cell-mediated

hypersensitivity) atau imunitas.2


B. ETIOLOGI
Penyebab dermatitis kontak alergi adalah bahan kimia sederhana dengan berat

molekul umumnya rendah (<1000 dalton), merupakan alergen yang belum

diproses, disebut hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dapat menembus

stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis di bawahnya (sel hidup).1


C. EPIDEMIOLOGI
Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita

dermatitis kontak alerg lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang

keadaan kulitnya sangat peka (hipersensitif). Diprediksikan bahwa jumlah


penderita dermatitis kontak alergi makin bertambah seiring dengan

bertambahnya jumlah produk yang mengandung bahan kimia yang dipakai

oleh masyarakat. Namun informasi mengenai prevalensi dan insidens

dermatitis kontak alergi di masyarakat sangat sedikit, dahulu diperkirakan

bahwa kejadian dermatitis kontak alergi akibat kerja adalah 20% tetapi data

yang diperoleh dari Amerika Serikat menunjukkan bahwa dermatitis kontak

akibat kerja karena alergi ternyata cukup tinggi yaitu berkisar antara 50-60%.

Sedangkan, dari satu penelitian ditemukan bahwa frekuensi dermatitis kontak

alergi bukan akibat kerja tiga kali lebih sering daripada dermatitis kontak

alergi karena kerja.1 Selain itu, dari sebuah penelitian di Amerika Serikat

didapatkan bahwa dermatitis kontak alergi mempengaruhi sekitar 20% dari

populasi dewasa dan terdapat lebih dari delapan juta kunjungan rawat jalan ke

dokter ahli kulit per tahunnya.3


Kejadian dermatitis kontak alergi berdasarkan umur yaitu dewasa usia 28-75

tahun, berdasarkan penelitian telah memperlihatkan peningkatan yang cukup

signifikan seiring dengan bertambahnya umur.4 Sedangkan, pada beberapa

penelitian dilaporkan bahwa kejadian dermatitis kontak alergi pada wanita

didapatkan sebesar 21.8% dan hanya 12% pada laki-laki, adapun dermatitis

kontak alergi untuk bahan allergen nikel didapatkan 17,1% wanita alergi

terhadap nikel dan hanya 3% pada laki-laki.4


D. PATOGENESIS
Ketika kulit terpapar dengan bahan allergen maka sel Langerhans di dalam

epidermis akan memproses allergen tersebut dan memasukkannya ke dalam


sebuah kompleks dengan Human Leucocyte Antigen (HLA)-DR pada

permukaannya. Allergen tersebut akan dipresentasikan ke sel T CD4+,

interaksi ang terjadi antara bahan allergen dengan reseptor sel T - kompleks

CD3 menyebabkan allergen tersebut akan dikenali. Selanjutnya, akan terjadi

proliferasi dan pengerahan limfosit dengan melepaskan substansi vasoaktif

dan mediator inflamasi. Variasi genetik pada proses ini dan factor lainnya

seperti tingkat konstrasi bahan allergen yang terpapar pada kulit, bahan dasar,

waktu dan lokasi kulit yang terpapar, umur, jenis kelamin, dan ras dari pasien

serta adanya penyakit sistemik yang diderita pasien sangat menentukan

apakah paparan dari bahan allergen tersebut akan masuk pada fase sensitisasi

atau tidak.2

DAFTAR PUSTAKA
1. Sularsito SA, Djuanda S. Dermatitis. In: Djuanda A, editor. Ilmu Penyakit

Kulit dan Kelamin. 6th ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2013.

P.3,7,129,133.
2. James WD, Elston DM, Berger TG. Disease Resulting from Fungi and

Yeasts. Andrews' Diseases of The Skin Clinical Dermatology. 7th ed. USA:

Elsevier Inc.; 2011. p.91.


3. Weintraub GS et al. Review of Allergic Contact Dermatitis: Scratching the

Surface. World Journal of Dermatology. 2015. p.96.


4. Castanedo-Tardan MP, Zug KA. Allergic Contact Dermatitis. In: Goldsmith

LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editors.

Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 8th ed. New York: McGraw

Hill Medical; p.152-153

Anda mungkin juga menyukai