Anda di halaman 1dari 10

The Correlation between Patient Safety Culture and Reporting of

Patient Safety Incidents by Nurses in The Inpatient Room of a


Hospital
Delly Tunggal Febri Suryanto, Sutomo Kasiman, Diah Arruum
Master of Nursing Administration, University of North Sumatra
email : dellysuryanto@gmail.com

Abstrak

The patient safety culture and reporting of patient safety incidents is an important factor in
reducing patient safety events in hospitals. There are several factors that may inhibit the reporting
of patient safety events, among others: the punishment for individuals who experience errors, poor
safety culture, lack of understanding among the clinicians about the incidents that need to be
reported and how the incident report can benefit the improvement of the service system. This
problem can be solved by implementing adequate patient safety culture. The objective of the
research was to identify the correlation between patient safety culture and reporting of patient
safety incidents by nurses in the inpatient room of a hospital. It is a correlation research design
with cross sectional approach. The samples were 112 nurses, taken by using simple random
sampling. The data were collected using Hospital Survey on Patient Safety Culture (HSOPSC)
from Agancy Hospital Quality Research (AHQR) and questionnaire developed by the researcher
concerning the reporting of patient safety incidents by the nurse. Spearman correlation testing was
employed for the statistical test. The results of this study indicate a significant relationship
between patient safety culture and reporting of patient safety incidents by nurses in the inpatient
room of the hospital (r = .273, p = .000). The results of this study also obtained a correlation
between each dimension of the patient safety culture and the reporting of patient safety incidents
by the nurses, i.e. supervisor/manager expectation and action promoting safety (r = .735, p = .000),
organizational learning - continuous improvement (r = .465, p = .000), teamwork within units (r = .
223, p = .013), communication openness (r = .119, p = .212), feedback and communication about
error (r = 0.197, p = .037), non-punitive response to error (r = -.110, p = .250), and staffing (r = .
290, p = .002). Based on the results of the study it can be concluded that a good patient safety
culture will improve the reporting of patient safety incidents by nurses. The results of this study
are expected to be information for the hospital to further improve the patient safety culture and
reporting of patient safety incidents so as to improve the quality of health services to patients in the
hospital.

Keywords: Patient Safety Culture, Reporting of Patient Safety Incidents, Nurses

INTRODUCTION perspektif staf rumah sakit yang terdiri dari 12


Salah satu tujuan penting dari penerapan dimensi diantaranya: harapan atasan/manajer
sistem keselamatan pasien di rumah sakit
adalah mencegah dan mengurangi terjadinya dan tindakan mendukung keselamatan,
insiden keselamatan pasien (IKP) dalam pembelajaran organisasi-perbaikan
pelayanan kesehatan. IKP adalah setiap berkelanjutan, kerjasama dalam unit rumah
kejadian atau situasi yang dapat mengakibatkan sakit, komunikasi terbuka, umpan balik dan
atau berpotensi mengakibatkan cidera pada komunikasi tentang kesalahan, respon tidak
pasien yang seharusnya tidak terjadi. IKP ini menghukum atas kesalahan, susunan
meliputi kejadian tidak diharapkan (KTD), kepegawaian/ staffing, dukungan manajemen
kejadian nyaris cedera (KNC), kejadian tidak untuk keselamatan pasien, kerjasama di seluruh
cedera (KTC), dan kejadian potensial cedera unit rumah sakit, handoffs/ perpindahan &
(KPC) (Kementrian Kesehatan Republik transisi pasien, persepsi keseluruhan dari
Indonesia, 2017). keselamatan pasien, dan frekuensi kejadian
Budaya keselamatan pasien menurut yang dilaporkan (Agency Hospital Research
Sorra & Nieva (2004) dapat diukur dari segi Quality [AHRQ], 2004).
Pada tahun 2000 lnstitute of Medicine di dengan Akreditasi Rumah Sakit versi 2012 ini.
Amerika Serikat menerbitkan laporan dalam To Di dalam standar Akreditasi Rumah Sakit versi
Err is Human: Building a Safer Health System. 2012 mencakup standar pelayanan berfokus
Laporan itu mengemukakan penelitian yang pada pasien, standar manajemen rumah sakit,
dilakukan pada rumah sakit di negara bagian sasaran keselamatan pasien di rumah sakit
Utah, Colorado dan New York ditemukan KTD (Permenkes, 2012).
(Adverse Event) sebesar 2.9 % dimana 6.6 % Pelaporan kesalahan atau insiden jarang
diantaranya menyebabkan kematian pada terjadi dengan 87 % dari dokter, 92 % dari
pasien di negara bagian Utah dan Colorado. Di perawat dan 91 % dari tenaga kesehatan lain
New York, KTD terjadi sebesar 3.7 % dengan yang menunjukkan bahwa mereka tidak
angka kematian 13.6 %. Angka kematian akibat melaporkan kesalahan (Bodur, S & Filiz, E .,
KTD pada pasien rawat inap diseluruh Amerika 2009). Ada beberapa faktor yang dapat
yang berjumlah 33.6 juta per tahun pada tahun menghambat pelaporan kesalahan medis, antara
1997. Hasil penelitian yang temukan di negara lain: adanya hukuman bagi individu yang
bagian Utah, Colorado, dan New York mengalami kesalahan, budaya keselamatan
didapatkan pasien meninggal berkisar antara yang buruk, kurangnya pengertian diantara
44.000-98.000 per tahun karena insiden klinisi tentang apa yang perlu dilaporkan dan
kesalahan pelayanan (Khon, 2000). WHO bagaimana laporan kejadian dapat memberikan
(2014) mengungkapkan fakta mengejutkan manfaat bagi perbaikan sistem pelayanan.
yang menyatakan bahwa 1 dari 10 pasien di Secara khusus, kurangnya analisis yang
negara berkembang termasuk Indonesia sistematik dan kurangnya umpan balik
mengalami cedera pada saat menjalani menyebabkan keterlibatan yang rendah dari
pengobatan di rumah sakit. Cedera pasien para klinisi dalam pelaporan kejadian
dapat disebabkan oleh berbagai kesalahan atau (Mahajan, 2010).
insiden keselamatan pasien. Laporan dari KKP- Perawat merupakan tenaga profesional
RS pada tahun 2007 ditemukan 145 insiden yang berperan penting dalam fungsi rumah
yang dilaporkan dari beberapa provinsi di sakit. Hal tersebut didasarkan atas jumlah
Indonesia. Angka insiden tertinggi terdapat di tenaga perawat sebagai kelompok terbesar
wilayah Jakarta (37. 9%) dan wilayah dengan dalam rumah sakit. Perawat dalam
angka insiden terendah adalah Aceh (0.68 %) menjalankan fungsinya, merupakan staf yang
(KKP-RS, 2007 dalam Mulyana, 2013). memiliki kontak terbanyak dengan pasien.
Peraturan Menteri Kesehatan Peran perawat yang sangat luas memungkinkan
(Permenkes) No. 11 Tahun 2017 Bab III Pasal untuk menemukan dan mengalami risiko
5 disebutkan bahwa rumah sakit dan tenaga kesalahan pelayanan. Kode etik keperawatan
kesehatan yang bekerja di rumah sakit wajib menyebutkan bahwa perawat memiliki
melaksanakan program keselamatan pasien tanggung jawab agar senantiasa memelihara
dengan mengacu pada kebijakan nasional mutu pelayanan keperawatan yang tinggi
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit. disertai kejujuran profesional yang menerapkan
Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun pengetahuan serta keterampilan keperawatan
2009 tentang Rumah Sakit bagian ke tiga pasal sesuai dengan kebutuhan klien. Perawat
40 yang menyatakan bahwa dalam upaya berkewajiban untuk melindungi klien dari
peningkatan mutu pelayanan rumah sakit wajib tenaga kesehatan lain atau teman sejawat yang
dilakukan akreditasi berkala minimal 3 (tiga) memberikan pelayanan kesehatan secara tidak
tahun sekali. Akreditasi rumah sakit yang kompeten, tidak etis, dan illegal (Persatuan
dimaksud dapat dilakukan oleh suatu lembaga Perawat Nasional Indonesia [PPNI], 2000)
independen baik dalam maupun dari luar negeri Berdasarkan uraian tersebut
berdasarkan standar akreditasi yang berlaku. menempatkan peran perawat sebagai
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 012 komponen penting dalam pelaporan insiden
Tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit keselamatan pasien dalam pengembangan
Bab II Pasal 3 butir ketiga menyatakan bahwa program keselamatan pasien di rumah sakit.
rumah sakit wajib mengikuti Akreditasi Oleh karena itu, perlu digali budaya
Nasional. keselamatan pasien dan pelaporan insiden
Sejak tahun 2012, akreditasi rumah sakit keselamatan pasien oleh perawat yang menjadi
mulai beralih dan berorientasi pada paradigma salah satu faktor pendukung penyelenggaraan
baru dimana penilaian akreditasi didasarkan program keselamatan pasien rumah sakit.
pada pelayanan berfokus pada pasien.
Keselamatan pasien menjadi indikator standar METODE PENELITIAN
utama penilaian akreditasi baru yang dikenal
Penelitian ini merupakan jenis harapan atasan/ manajer dan tindakan
penelitian kuantitatif dengan desain penelitian mendukung keselamatan pada kategori baik
korelati. Pendekatan yang digunakan dalam sebesar 61 responden (54.5 %), pembelajaran
penelitian ini adalah cross sectional yaitu organisasi-perbaikan berkelanjutan kategori
pengambilan data variabel independen dan baik sebesar 58 responden (51.8 %), kerjasama
variabel dependen pada waktu bersamaan. dalam unit rumah sakit pada kategori baik
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 112 sebesar 61 responden (54.5 %), komunikasi
orang perawat ruang rawat inap di Rumah terbuka pada kategori baik sebesar 93
Sakit Pemerintah Provinsi Sumatera Utara responden (83 %), umpan balik dan
dengan tehnik simple random sampling. Pada komunikasi tentang kesalahan kategori baik
metode ini jumlah unit sampel yang digunakan sebesar 61 responden (54.5 %), respon tidak
dipilih secara acak dengan elemen populasi menghukum atas kesalahan kategori baik
yang mempunyai peluang yang sama (Pollit & sebesar 68 responden (60.7%), susunan
Back, 2012). kepegawaian/ staffing kategori baik sebesar 66
Pengumpulan data pada penelitian ini responden (58.9 %).
menggunakan metode wawancara atau tanya Hasil penelitian pelaporan insiden
jawab dengan menggunakan kuesioner yang keselamatan pasien oleh perawat Ruang Rawat
merujuk pada instrumen Kuesioner budaya Inap Rumah Sakit di Provinsi Sumatera Utara
keselamatan pasien diadopsi dan dimodifikasi berada pada kategori baik yaitu sebesar 56
oleh peneilti dari AHRQ (2004) yaitu Hospital responden 50.0 %. Hasil penelitian berdasarkan
Survey on Patient Safety Culture (HSOPSC) dimensi pelaporan insiden keselamatan pasien
terdiri dari 24 item pernyataan dan kuesioner oleh perawat menunjukkan bahwa pelaporan
pelaporan insiden keselamatan pasien yang KTD oleh perawat pada kategori baik sebesar
dikembangkan sendiri oleh peneliti. Instrumen 56 responden (50.0 %), pelaporan KNC oleh
pelaporan insiden keselamatan pasien terdiri perawat pada kategori baik sebesar 64
dari 29 pertanyaanan. Uji reliabilitas responden (57.1 %), pelaporan KPC oleh
dilaksanakan di Rumah Sakit Universitas perawat pada kategori baik sebesar 56
Sumatera Utara Medan, instrumen diuji coba responden (50.0 %), pelaporan KTC oleh
kepada 30 orang perawat pelaksana di ruang perawat pada kategori baik sebesar 57
rawat inap. Hasil nilai Cronbach Alpha dari responden (50.9 %), dan pelaporan sentinel
kuesioner pelaporan insiden keselamatan oleh perawat pada kategori baik sebesar 68
pasien yaitu .97. Data hasil penelitian responden (60.7 %),
dikumpulkan dan dianalisis secara univariat
dan bivariat dengan statistik deskriptif, uji Bivariat
statistik Spearman.
Hubungan Budaya Keselamatan Pasien
HASIL PENELITIAN dengan Pelaporan Insiden Keselamatan
Univariat Pasien oleh Perawat di Ruang Rawat Inap
Hasil penelitian, didapatkan bahwa Rumah Sakit
mayoritas perawat di Rumah Sakit Rumah
Sakit Pemerintah di Provinsi Sumatera Utara Berdasarkan table 1 diketahui bahwa
berusia 26-55 tahun yaitu sebanyak 52.7 %, terdapat 5 dimensi budaya keselamatan pasien
paling dominan berjenis kelamin perempuan yang berkorelasi dengan pelaporan insiden
sebanyak 73.2 %, status kepegawaian perawat keselamatan pasien oleh perawat dan terdapat 2
terbanyak adalah non PNS dengan persentase dimensi budaya keselamatan pasien yang tidak
56.2 %, tingkat pendidikan perawat dengan berkorelasi dengan pelaporan insiden
pendidikan terbanyak adalah D3 Keperawatan keselamatan pasien oleh perawat. Adapun hasil
yaitu 70.5 % dan masa kerja mayoritas perawat analisis korelasi tiap variabel yang lebih
pada kategori 1-5 tahun sebanyak 35.7 %. spesifik adalah sebagai berikut: Harapan
Hasil penelitian tentang budaya atasan/ manajer dan tindakan mendukung
keselamatan pasien Ruang Rawat Inap Rumah keselamatan dengan pelaporan insiden
Sakit Pemerintah di Provinsi Sumatera utara keselamatan pasien oleh perawat di Ruang
menunjukkan dari 112 responden sebanyak 67 Rawat Inap Rumah Sakit didapatkan nilai r
responden (59.8 %.) memiliki budaya = .735. p = .000, pembelajaran organisasi-
keselamatan pasien dalam kategori baik. Hasil perbaikan berkelanjutan dengan pelaporan
penelitian berdasarkan 6 dimensi budaya insiden keselamatan pasien oleh perawat di
keselamatan pasien menunjukkan bahwa Ruang Rawat Inap Rumah Sakit didapatkan
nilai r = .465, p = .000, kerjasama dalam unit
rumah sakit dengan pelaporan insiden pada kategori “lemah”. Hal ini menjelaskan
keselamatan pasien oleh perawat di Ruang bahwa terdapat hubungan yang signifikan
Rawat Inap Rumah Sakit didapatkan nilai r = antara budaya keselamatan pasien dengan
.233, p = .000, komunikasi terbuka dengan pelaporan insiden keselamatan pasien oleh
pelaporan insiden keselamatan pasien oleh perawat di ruang rawat inap rumah sakit.
perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Tabel 2 Hasil Uji Korelasi Spearman Budaya
didapatkan nilai r = .119, p = .212, umpan Keselamatan Pasien dengan Pelaporan Insiden
balik dan komunikasi tentang kesalahan Keselamatan Pasien oleh Perawat di Ruang
dengan pelaporan insiden keselamatan pasien Rawat Inap Rumah Sakit
oleh perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Pelaporan Insiden
Sakit didapatkan nilai r = .197, p = .037, Keselamatan
respon tidak menghukum atas kesalahan Variabel
Pasien
dengan pelaporan insiden keselamatan pasien r p
oleh perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Budaya Keselamatan
Sakit didapatkan nilai r = -.110, p = .250, .273 .000
Pasien
susunan kepegawaian/staffing dengan
pelaporan insiden keselamatan pasien oleh
perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
didapatkan nilai r = .290, p = .000. PEMBAHASAN
Hubungan Budaya Keselamatan Pasien
Tabel 1 Hasil Uji Korelasi Spearman Per dengan Pelaporan Insiden Keselamatan
Dimensi Budaya Keselamatan Pasien Pasien oleh Perawat di Ruang Rawat Inap
dengan Pelaporan Insiden Rumah Sakit
Keselamatan Pasien oleh Perawat di
Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Berdasarkan hasil penelitian uji
Pelaporan Insiden korelasi Spearman didapatkan nilai r = .275
Budaya Keselamatan Keselamatan yang menunjukkan bahwa kekuatan
Pasien Pasien hubungan antara budaya keselamatan pasien
r p dengan pelaporan insiden keselamatan pasien
Harapan atasan/ oleh perawat di ruang rawat inap rumah sakit
manajer dan pada kategori “rendah” dengan nilai p = .
tindakan .735 .000 000. Hal ini menjelaskan bahwa ada
mendukung hubungan yang signifikan antara budaya
keselamatan keselamatan pasien dengan pelaporan insiden
Pembelajaran keselamatan pasien oleh perawat di ruang
organisasi – rawat inap rumah sakit. Hasil penelitian ini
.465 .000 sejalan dengan temuan Beginta (2012) yang
Perbaikan
berkelanjutan mengungkapkan bahwa pengaruh langsung
Kerjasama dalam antara budaya keselamatan pasien terhadap
.233 .000 persepsi pelaporan kesalahan pelayanan
unit rumah sakit
Komunikasi menunjukkan koefisien korelasi r = .12.
.119 .212 Sedangkan koefisien korelasi pengaruh total
terbuka
Umpan balik dan antara budaya keselamatan pasien terhadap
komunikasi tentang .197 .037 persepsi pelaporan kesalahan pelayanan adalah
kesalahan r = .23. Dari korelasi pengaruh total ini dapat
Respon tidak dinyatakan bahwa terdapat pengaruh yang
menghukum atas -.110 .250 positif pada kedua variabel ini, yang mana
kesalahan meningkatnya variabel budaya keselamatan
Susunan akan meningkatkan pula pada persepsi
.290 .002 pelaporan insiden keselatan pasien.
kepegawaian/Staffing
Studi Najjar et al. (2015) juga
Berdasarkan koelasi Spearman mengungkapkan bahwa ada hubungan antara
didapatkan nilai r = .273 , p = .000 yang budaya keselamatan dengan tingkat kejadian
menunjukkan bahwa kekuatan hubungan tidak diharapkan pada tingkat unit. Hampir
antara budaya keselamatan pasien dengan semua hubungan yang teruji ada pada arah
pelaporan insiden keselamatan pasien oleh yang diharapkan. Hal tersebut menunjukkan
perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit bahwa departemen kesehatan dengan budaya
keselamatan pasien yang lebih positif memiliki
tingkat kejadian tidak diharapkan yang lebih Dengan demikian safety leadership sangat
rendah. Budaya keselamatan pasien memiliki berperan sebagai kunci keberhasilan dalam
peran penting dalam membangun program membangun budaya keselamatan yang kuat
keselamatan pasien. Dalam melakukan pada industri beresiko tinggi (Astuti, 2010).
perubahan, diperlukan pemahaman dari setiap Heni (2011) menyatakan bahwa komitmen
staf mengenai budaya keselamatan pasien yang manajer terhadap keselamatan menentukan
ada. Demikian pula dalam mengubah persepsi pembangunan budaya keselamatan bagi tiap
perawat atau staf yang awalnya enggan untuk bawahannya dan komitmen pemimpin harus
melaporkan insiden keselamatan pasien dapat ditunjukkan dalam perkataan dan tindakan.
secara sadar dan sukarela melaporkan Pemimpin memiliki pengaruh dalam mengubah
kesalahan. Maka dari itu perlu dilandasi mindset tenaga kesehatan baik cara pikir, sikap
dengan adanya perubahan budaya keselamatan dan perilaku mereka dalam membangun
pasien dari setiap individu. budaya keselamatan baik demi petugas ataupun
pasien. Faktor keteladanan dalam safety
Hubungan Harapan Atasan/ Manajer dan leadership sangat diutamakan dalam
Tindakan Mendukung Keselamatan dengan membangun budaya keselamatan suatu
Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien oleh organisasi. Manajer atau pemimpin dalam
Perawat organisasi dapat memberi contoh nilai-nilai
keselamatan yang ditunjukkan dalam perilaku
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan dan tindakan serta etika kerja untuk
nilai r = .735 yang menunjukkan bahwa meningkatkan keselamatan.
kekuatan hubungan antara harapan atasan/
manajer dan tindakan mendukung keselamatan Hubungan Organisasi Pembelajaran-
dengan pelaporan insiden keselamatan pasien Perbaikan Berkelanjutan dengan Pelaporan
oleh perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Insiden Keselamatan Pasien oleh Perawat
Sakit pada kategori “kuat” dengan nilai p = .
000. Hal ini menjelaskan bahwa ada Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
hubungan yang signifikan antara kedua nilai r = .465 yang menunjukkan bahwa
variabel, arah hubungan adalah positif yaitu kekuatan hubungan antara organisasi
jika harapan atasan/ manajer dan tindakan pembelajaran-perbaikan berkelanjutan dengan
mendukung keselamatan semakin baik maka pelaporan insiden keselamatan pasien oleh
pelaporan insiden keselamatan pasien perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
semakin baik. Temuan ini selaras dengan hasil pada kategori “sedang” dengan nilai p = .
penelitian pada tenaga kesehatan yang 000. Hal ini menjelaskan bahwa ada
dilakukan oleh Najjar et al. (2013) di Palestina hubungan yang signifikan antara kedua
dan El-Jardali et al. (2011) di Libanon yang variabel, arah hubungan adalah positif yaitu
menyatakan bahwa ada korelasi signifikan jika pembelajaran organisasi-perbaikan
antara dimensi harapan atasan/ manajer dan berkelanjutan semakin baik maka pelaporan
tindakan mendukung keselamatan dengan insiden keselamatan pasien semakin baik.
pelaporan insiden keselamatan pasien r = -.86, Penelitian ini didukung oleh penelitian Najjar
p < .01 dan r = .371. Hal tersebut juga selaras et al. (2013) di Libanon yang menemukan
dengan hasil penelitian Winsvold Prang dan adanya korelasi yang signifikan antara
Jelsness-Jorgensen (2014) yang dilakukan organisasi pembelajaran-perbaikan
dengan responden perawat di 3 kota berbeda di berkelanjutan dengan insiden keselamatan
negara bagian Ostfold, Norwegia. Temuan pasien (r = −.778, p < .05).
menyatakan bahwa penyebab perawat Pada tingkat Pembelajaran Organisasi-
cenderung tidak melaporkan insiden Perbaikan Berkelanjutan dengan Pelaporan
keselamata pasien dikarenakan atasan yang Insiden Keselamatan Pasien Oleh Perawat.
tidak suportif terhadap keselamatan pasien. Pelaporan kesalahan pada level sistem dan
Atasan yang tidak mendukung terhadap bersifat wajib akan menciptakan kesempatan
keselamatan cenderung memerintahkan untuk belajar yang lebih baik dibandingkan
informan untuk berhati-hati dan selektif ketika pelaporan yang bersifat sukarela (Espin et al.,
melaporkan setiap kesalahan medis yang 2007). Organizational learning sendiri
terjadi. merupakan kegiatan proaktif yang dapat
Ahli Keselamatan Kerja di seluruh menciptakan serta mentransfer pengetahuan
dunia menyatakan bahwa pengembangan dalam nilai-nilai organisasi kesehatan (Kreitner
budaya keselamatan dimulai dari manajemen dan Kinicki, 2007). Adanya proses
puncak dan tim manajemen dalam organisasi. organizational learning berfungsi untuk
menambah, mengubah atau mengurangi semakin baik. Temuan ini selaras dengan
pengetahuan organisasi (Schulz, 2001). penelitian Erler et al. (2013) yang menemukan
Menurut Cyet dan March dalam Schulz (2001) bahwa kerjasama dalam tim memiliki korelasi
organisasi akan belajar saat terjadi masalah. yang bermakna dengan pelaporan insiden
Pada saat mengalami masalah, organisasi akan keselamatan pasien (r = .428, p < .001).
mencari penyelesaian masalah, mengadopsi Chakravarty (2013) juga menyatakan
solusi yang baik dan mempertahankan solusi bahwa mayoritas dokter dan perawat setuju
terbaik untuk nantinya digunakan di masa yang bahwa kerjasama yang baik dalam tim akan
akan datang. memberikan pengaruh yang baik terhadap
Sumber pembelajaran organisasi dapat kinerja keselamatan unit kerjanya. Kerjasama
berasal dari berbagai sumber termasuk dalam unit menunjukkan sejauh mana anggota
diantaranya adalah pengalaman masa lalu, unit tersebut dapat bekerjasama dalam tim.
pengalaman organisasi lain, proses berpikir, Kerjasama merupakan aspek penting dalam
rekombinasi pengetahuan, proses kehilangan, tiap rumah sakit karena banyak pekerjaan yang
dan eksperimen. Sebagian besar dari sumber melibatkan banyak orang dalam
tersebut mempunyai 2 peran yakni sebagai pelaksanaannya. Hal tersebut juga berlaku di
pencetus proses belajar (misal pencarian solusi rumah sakit dimana hampir semua pelayanan
masalah yang terjadi) atau memberikan input kesehatan yang diberikan melibatkan tenaga
pembelajaran (misal pengalaman atau ide) bagi kesehatan dalam kelompok interdisiplin
rumah sakit (Schulz, 2001). Pengetahuan atau (WHO, 2009).
pengalaman tentang keselamatan dapat berupa Perbedaan disiplin ilmu dari setiap
explicit knowledge ataupun tacit knowledge. anggota tim dapat berpengaruh terhadap
Explicit knowledge merupakan pengetahuan persepsi kerjasama yang berlaku di dalam tim
yang didapatkan petugas kesehatan melalui tersebut (Erler et al., 2013). Kerjasama tim
lembaga pendidikan formal atau non formal dalam rumah sakit merupakan aspek krusial
seperti pelatihan atau kursus. Sedangkan tacit yang harus dikembangkan untuk memastikan
knowledge adalah pengetahuan yang keselamatan pasien. Anggota tim yang bekerja
didapatkan melalui pengalaman yang diresapi dalam tiap fungsi di rumah sakit mungkin
sendiri. Pengetahuan petugas kesehatan di merupakan ahli yang sangat berpengalaman
rumah sakit terkait keselamatan yang dibidangnya namun mereka tidak terlatih
didapatkan dari tiap pelatihan yang dihadiri secara khusus untuk bekerja dalam sebuah tim
haruslah terlebih dahulu dipahami, dimengerti (Beuzekom et al., 2010). Maka dari itu
dan dilakukan agar dapat menjadi modal awal diperlukan satu sesi khusus bagi tiap rumah
pembelajaran mandiri dan aktif dari petugas sakit untuk mengembangkan kinerja tim di
yang bertugas di unit terkait. Upaya untuk masing-masing rumah sakit untuk
meningkatkan pengetahuan tersebut maka mempertahankan dan memperbaiki kinerja tim.
pengetahuan yang patut diketahui petugas
kesehatan bukan hanya terkait hal-hal di bidang Hubungan Komunikasi Terbuka dengan
keselamatan tetapi juga perlu mengetahui Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien oleh
aspek perilaku manusia, safety leadership serta Perawat
materi lainnya (Heni, 2011).
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
Hubungan Kerjasama dalam Unit Rumah nilai r = .119 yang menunjukkan bahwa
Sakit dengan Pelaporan Insiden kekuatan hubungan antara komunikasi
Keselamatan Pasien oleh Perawat terbuka dengan pelaporan insiden
keselamatan pasien oleh perawat di Ruang
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan Rawat Inap Rumah Sakit pada kategori
nilai r = .233 yang menunjukkan bahwa “rendah” dengan nilai p = .212 . Temuan ini
kekuatan hubungan antara kerjasama dalam berbeda dengan temuan Erler et al. (2013)
unit rumah sakit dengan pelaporan insiden mendapatkan hasil penelitian adanya korelasi
keselamatan pasien oleh perawat di Ruang antara komunikasi terbuka dengan frekuensi
Rawat Inap Rumah Sakit pada kategori pelaporan insiden keselamatan (r = .575, p < .
“rendah” dengan nilai p = .013. Hal ini 001). Hal ini dapat disebabkan oleh adanya
menjelaskan bahwa ada hubungan yang perawat yang masih enggan untuk
signifikan antara kedua variabel, arah melaporakan insiden keselamatan pasien
hubungan adalah positif yaitu jika kerjasama meskipun komunikasi terbuka sudah
dalam unit rumah sakit semakin baik maka dilakukan oleh perawat. Temuan ini
pelaporan insiden keselamatan pasien didukung hasil univariat pelaporan insiden
keselamatan pasien yang masih ditemukan 037. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa
respon negatif sebesar 50%. Sementara itu ada hubungan yang signifikan antara kedua
temuan dari univariat komunikasi terbuka variabel. Fakta hasil penelitian ini didukung
didapatkan hasil respon positif sebesar 83 %. oleh temuan penelitian El-Jardali et al. (2011)
Hal ini menunjukkan bahwa diruang rawat yang mengungkapkan bahwa umpan balik dan
inap rumah sakit pemerintah sumatera utara komunikasi tentang kesalahan yang terjadi
sudah menjalankan komunikasi terbuka berkorelasi signifikan dengan pelaporan
dengan baik. insiden keselamatan pasien pada tenaga
Dalam rangka meningkatkan budaya kesehatan di Libanon dengan nilai r = .378.
keselamatan pasien yang lebih positif, maka Perawat dan dokter seringkali tidak
komunikasi antar tenaga kesehatan haruslah melaporkan kesalahan medis yang terjadi
lebih suportif dan terbuka serta bebas dari akibat tidak ada umpan balik dari pelaporan
penyalahan individu (Ross, 2011). Menurut yang telah mereka lakukan (Lederman et al.,
The Joint Commission dalam White dan 2013). Berdasarkan hasil wawancara dengan
Gallagher (2013) kegagalan komunikasi adalah tenaga kesehatan di rumah sakit mereka
faktor utama dan terpenting dari terjadinya mengungkapkan lebih merasa termotivasi
kesalahan medis di rumah sakit karena tenaga untuk melakukan pelaporan ketika ada
kesehatan dapat meminimalisasi kesalahan feedback yang cukup kepada mereka yang telah
medis atau kondisi potensial kesalahan medis melapor. Tenaga kesehatan mengungkapkan
di rumah sakit yang sebelumnya dihadapi oleh rumah sakit telah memberikan feedback yang
rekan sejawat dalam timnya. baik terkait semua laporan yang mereka
Komunikasi antar petugas akan lebih lakukan. Mereka juga mengungkapkan bahwa
baik dan terbuka jika terdapat standarisasi selaku unit yang melapor sebaiknya diberikan
komunikasi mengenai hal-hal apa yang wajib feedback yang lebih dibandingkan unit lain
dikomunikasikan kepada rekan sejawatnya. yang tidak melapor sebagai wujud apresiasi
Maka tenaga kesehatan dengan begitu akan manajemen terhadap pelaporan yang telah
terbiasa menyampaikan apa yang harus diberikan.
disampaikan dan tidak ada informasi yang Ketiadaan atau minimnya umpan balik
terlewat. Beberapa penelitian sebelumnya juga terkait kesalahan perawatan yang terjadi juga
menyatakan bahwa kurangnya komunikasi merupakan salah satu kegagalan komunikasi.
menyebabkan timbulnya kesalahan medis yang Ginen (2014) menyatakan bahwa umpan balik
berujung pada kejadian tidak diharapkan merupakan aspek terpenting dan kritis dalam
(Chakravarty, 2013; Erler et al., 2013; Waters komunikasi baik ketika menerima ataupun
et al., 2012). Sebagian besar tenaga kesehatan memberikan umpan balik. Umpan balik yang
mengakui bahwa komunikasi adalah faktor efektif memberikan outcome positif bagi
terpenting yang paling diperlukan untuk pemberi, penerima dan juga organisasinya.
mencapai peningkatan keselamatan dan Ketika individu berbicara maka dia perlu
efisiensi (Chakravarty, 2013; Bognar et al., mendapatkan 2 hal dasar dalam komunikasi
2008). Pendidikan terkait keterbukaan tersebut yakni mereka perlu paham bahwa
komunikasi dan kemampuan komunikasi mereka dimengerti dan apa yang mereka
interpersonal bagi tenaga kesehatan sejak katakan adalah sesuatu yang bernilai. Umpan
mereka masih berada dibangku pendidikan balik yang positif juga merupakan kesempatan
sangat dibutuhkan dalam membangun dimensi untuk memberikan penghargaan dan motivasi
ini. Karena kemampuan komunikasi bagi orang tersebut. Umpan balik juga
didapatkan dengan proses yang cukup lama dan merupakan kesempatan untuk belajar dari hal
tidak instan. sebelumnya yang dikomunikasikan.

Hubungan Umpan Balik dan Komunikasi Hubungan Respon Tidak Menghukum Atas
Tentang Kesalahan dengan Pelaporan Kesalahan dengan Pelaporan Insiden
Insiden Keselamatan Pasien oleh Perawat Keselamatan Pasien oleh Perawat

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan Berdasarkan hasil penelitian didapatkan


nilai r sebesar .197 yang menunjukkan bahwa nilai r = -.110 yang menunjukkan bahwa
kekuatan hubungan antara umpan balik dan kekuatan hubungan antara respon tidak
komunikasi tentang kesalahan dengan menghukum atas kesalahan dengan pelaporan
pelaporan insiden keselamatan pasien oleh insiden keselamatan pasien oleh perawat di
perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Ruang Rawat Inap Rumah Sakit pada
pada kategori “rendah” dengan nilai p = . kategori “sangat rendah” dengan nilai p = .
250. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa yang signifikan antara staffing dengan angka
tidak ada hubungan yang signifikan antara kejadian tidak diharapkan dengan nilai r =
kedua variabel, arah hubungan adalah -.060, p = .444. Perbedaan ini dapat
negatif. Hasil ini didukung oleh penelitian disebabkan oleh sistem perekrutan staf di
Anggraeni D, Ahsan, Azzuhri M (2015) Hasil rumah sakit. Kepemimpinan/ manajer tiap unit
penelitian menunjukkan bahwa respon tidak dimasing-masing rumah sakit sebenarnya
menghukum tidak berpengaruh secara memegang peranan penting bagi pembentukan
signifikan terhadap sikap melaporkan insiden persepsi positif tenaga kesehatan terhadap
keselamatan pasien. pelaporan insiden keselamatan pasien.
Fakta dari hasil penelitian ini berbeda dengan Kepemimpinan/ manajer tiap unit dimasing-
hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan, masing rumah sakit sebenarnya memegang
di mana sumber data menyebutkan keengganan peranan penting bagi pembentukan persepsi
melaporkan insiden adalah dikarenakan positif tenaga kesehatan terhadap pelaporan
perasaan takut disalahkan dan dimarahi oleh insiden keselamatan pasien. Kepemimpinan
atasan. Temuan ini berbeda dengan hasil keselamatan yang adekuat di rumah sakit
penelitian El-Jardali et al. (2011) 68 rumah berfungsi sebagai rolemodel yang efektif dalam
sakit di Libanon mengungkapkan bahwa ada menciptakan persepsi tenaga kesehatan yang
hubungan respon tidak menghukum atas berada dalam tanggung jawabnya. Dalam
kesalahan dengan pelaporan insiden kepersonaliaan, pemimpin/ manajer merekrut,
keselamatan pasien dengan nilai r = .116, p < memilih, memberikan orientasi, dan
.01. Hasil ini dapat disebabkan karena salah meningkatkan perkembangan individu untuk
satu dari lokasi penelitian adalah rumah sakit mencapai tujuan organisasi. Kepersonaliaan
militer. Salah satu ciri organisasi militer adalah adalah fase penting proses manajemen di
adanya hubungan atasan dan bawahan yang organisasi perawatan kesehatan karena sifat
bersifat langsung dengan kesatuan komando labor intensive yaitu, membutuhkan banyak
yang terjamin baik dan garis kepemimpinan pekerja untuk mencapai tujuannya. Selain itu,
yang tegas, ini berpengaruh terhadap solidaritas tenaga kerja yang besar ini harus terdiri atas
internal yang tinggi (Wijono, S. 1993). Budaya para professional yang sangat terampil dan
senioritas pada organisasi militer dapat kompeten. Memastikan cukup tersedianya staf
diartikan oleh bawahan sebagai perasaan untuk yang terampil untuk memenuhi tujuan
tidak melaporkan kesalahan yang dilakukan organisasi merupakan salah satu fungsi
oleh atas atau staf lain Anggraeni D, Ahsan, manajemen yang penting (Marquis & Huston,
Azzuhri M (2015). 2013).
Rekrutmen sebagai suatu proses yang
Hubungan Susunan Kepegawaian/ Staffing dilakukan organisasi dalam mencari dan
dengan Pelaporan Insiden Keselamatan menemukan pegawai yang dibutuhkan,
Pasien oleh Perawat merupakan aktivitas manajemen sumberdaya
manusia. Kegiatan penyaringan adalah kegiatan
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan yang sangat penting karena menentukan
nilai r = .290 yang menunjukkan bahwa kualitas dari pelamar kerja (Simamora, R.H.,
kekuatan hubungan antara susunan 2014). Kualitas pelayanan keperawatan
kepegawaian/ staffing dengan pelaporan diharapkan menjadi lebih baik dengan merekrut
insiden keselamatan pasien oleh perawat di tenaga keperawatan yang berkompeten.
Ruang Rawat Inap Rumah Sakit pada Dengan adanya tenaga keperawatan yang
kategori “rendah” dengan nilai p = .002. berkompeten program keselamatan pasien
Temuan ini selaras dengan penelitian El-Jardali rumah sakit diharapkan dapat berjalan dengan
et al. (2011) yang mengungkapkan bahwa baik sehingga dapat meningkatkan kualitas dan
penyusunan staf berkorelasi dengan frekuensi mutu dari pelayanan kesehatan di rumah sakit.
pelaporan insiden keselamatan pasien dengan
nilai r = .107, p < .01. Hal ini menjelaskan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara KESIMPULAN
kedua variabel, arah hubungan adalah positif
yaitu jika susunan kepegawaian/ staffing Kesimpulan hasil dari penelitian ini
semakin baik maka pelaporan insiden menunjukkan bahwa budaya keselamatan
keselamatan pasien semakin baik. pasien berpengaruh signifikan dengan
Temuan dalam penelitian ini berbanding pelaporan insiden keselamatan pasien oleh
terbalik dengan penelitian Najjar et al. (2013) perawat ruang rawat inap di rumah sakit. Tidak
yang mengungkapkan bahwa tidak ada korelasi
terdapat hubungan yang signifikan pada the Culture of Safety in Pediatric
dimensi komunikasi terbuka dan respon tidak Cardiac Surgical Teams. The Annals
menghukum atas kesalahan dengan pelaporan of Thoracic Surgery, 85.
insiden keselamatan pasien oleh perawat ruang DOI:10.1016/j.athoracsur.2007.11.024
rawat inap di rumah sakit. Chakravarty, A. (2013). A Survey of Attitude of
Frontline Clinicians and Nurses
IMPLIKASI Towards Adverse Events. Medical
Journal Armed Forces India, 69, 335-
Pihak Komite Keselamatan Pasien 340. 10.1016/j.mjafi.2013.01.009
Rumah Sakit diharapkan dapat meningkatkan DepKes RI – PERSI (2008). Panduan nasional
sosialisasi kepada perawat dimasing-masing keselamatan pasien rumah sakit
unit kerja rumah sakit terkait keselamatan (patient safety) Utamakan
pasien dan pentingnya pelaporan insiden Keselamatan Pasien. Jakarta.
keselamatan pasien serta mulai membudayakan El-Jardali, et al. (2011). Predictors and
respon yang tidak menyalahkan atas kesalahan outcomes of patient safety culture in
pelayanan kesehatan yang terjadi. hospitals. BMC Health Services
Pengevaluasian efektifitas dari setiap program Research 2011, 11:45.
keselamatan yang ada perlu dilakukan dan http://www.biomedcentral.com/1472-
kemudian dibandingkan dengan hasil 6963/11/45
pengukuran budaya keselamatan pasien yang Erler, C., et al. (2013). Perceived patient safety
dilakukan setiap tahun. culture in a critical care transport
program. Air Med J. 2013;32(4):208–
DAFTAR PUSTAKA 15. doi: 10.1016/j.amj.2012.11.002.
[PubMed: 23816215].
Agency for Healthcare Research and Quality Espin, S., Levinson, W., Biancucci, C.
(AHRQ). (2004). Hospital Survey on (2007). Factors influencing
Patient Safety Culture. U.S. perioperative nurses' error reporting
Department of Health and Human preferences. Aorn Journal, 83(3), 527-
Services 540 Gaither Road Rockville, 543. DOI:10.1016/S0001-
MD 20850 http://www.ahrq.gov. 2092(07)60125-2
AHRQ Publication No. 04-0041 Ginen, B., (2014). Business Communication
September 2004 Feedback. Five reasons why feedback
Astuti, Yusri Heni Nurwidi (2010). Peran ― may be the most important skill
Safety Leadership Dalam Membangun [Online]. Dapat diakses dari:
Budaya Keselamatan Yang Kuat. http://www.cambridge.org/elt/blog/20
SEMINAR NASIONAL VI SDM 14/03/five-reasons-feedback-
TEKNOLOGI NUKLIR. Yogyakarta: mayimportant- skill/ [Pada 26 Mei
STTN BATAN & Fakultas Saintek 2017].
UIN SUKA. Heni, Y., (2011). Improving Our Safety Culture
Beginta, R., (2012). Pengaruh Budaya : Cara Cerdas Membangun Budaya
Keselamatan Pasien, Gaya Keselamatan Yang Kokoh, Jakarta, PT
Kepemimpinan, Tim Kerja, terhadap Gramedia Pustaka Utama.
Persepsi Pelaporan Kesalahan Kemenkes RI, (2017). Permenkes RI No. 11
Pelayanan Oleh Perawat di Unit 2017 Tentang Keselamatan Pasien.
Rawat Inap Rumah Sakit Umum Jakarta : Depkes RI. 2017.
Daerah Kabupaten Bekasi [Tesis]. Departemen Kesehatan RI
Bekasi: Universitas Indonesia; 2012. Kohn, L.T., et al. (2000). To err is human.
Beuzekom, M.V., et al. (2010). Patient Safety : Building a safer health
Latent Risk Factors. British Journal system.Washington: National
of Anaesthesia 105 (1): 52–9 (2010) Academy of Science, USA.
doi:10.1093/bja/aeq135 Kreitner, R., & Angelo, K., (2007).
Bodur, S., & Filiz, E., (2009). A survey on Organizational Behavior, New York,
patient's safety culture in primary McGraw-Hill Int.
healthcare services in Turkey. Int J Lederman, R., et al. (2013). Electronic error-
Qual Health Care., 21(5):348-55 reporting systems: a case study into
Bognár, A., et al. (2008). Errors and the Burden the impact on nurse reporting of
of Errors: Attitudes, Perceptions, and medical errors. Nurs Outlook. 2013
Nov-Dec;61(6):417-426.e5. doi:
10.1016/j.outlook.2013.04.008. Epub Schulz, M., (2001). Organizational Learning.
2013 Jul 6. In: BAUM, J. A. C. (ed.) Companion
Mahajan, R.P., (2010). Critical incident to Organizations. University of
reporting and learning. British Washington: Blackwell Publishers.
Journal of Anaesthesia;105:69-75 Simamora, R. H., (2014). Buku ajar
Marquis, B.L & Huston C.J. (2013). manajemen keperawatan. Jakarta :
Kepemimpinan dan manajemen EGC.
keperawatan. Alih bahasa Widyawati, Waters, N F.et al. (2012). Perceptions of
dkk. Jakrta: EGC. Canadian Labour and Delivery Nurses
Mulyana, D.S., (2013) Analisis Penyebab About Incident Reporting: A
Insiden Keselamatan Pasien oleh Qualitative Descriptive Focus Group
Perawat di Unit Rawat Inap Rumah Study. International Journal of
Sakit X Jakarta. [Tesis]. Universitas Nursing Studies, 49, 811-
Indonesia, Jakarta. 2013. 821.10.1016/j.ijnurstu.2012.01.009
Najjar, S., et al. (2013), The Arabic version of WHO. (2009). Human Factors in Patient
the hospital survey on patient Safety Review of Topics and Tools.
safety culture: a psychometric Report for Methods and Measures
evaluation in a Palestinian sample. Working Group of WHO Patient
BMC Health Services Research, Safety. WHO/IER/PSP/2009.05
13(193). Archived version. Final WHO. (2014). 10 Facts of Patient Safety.
publisher's version / pdf. Published Dapat diakses
version dari:http://www.who.int/features/factfi
http://dx.doi.org/10.1186/1472-6963- les/patient_safety/patient_safety_facts
13-193. /en/ [Pada 28 Mei 2016].
Najjar, S., et al. (2015). The relationship Wijono, S., (1993). Konflik dalam Organisasi
between patient safety culture and Industri dengan Strategi Pendekatan
adverse events: a study in palestinian Psikologi. Semarang: Satya Wacana.
hospitals. Safety in Health (2015) Winsvold, P.I, & Jelsness-Jorgensen, L.P.
1:16. DOI 10.1186/s40886-015-0008- (2014). Should I Report? A
z Qualitative Study of Barriers to
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Incident Reporting among Nurses
Indonesia, (2012). Permenkes Nomor Working in Nursing Homes. Geriatric
012 Tahun 2012 tentang akreditasi Nursing, 35, 441-447.
Rumah Sakit. Wolf, Z. R., & Ronda G. H., (2005). Chapter
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 35. Error Reporting and Disclosure.
(2000). Kode etik keperawatan In: HUGHES, R. G. (ed.) Patient
lambang panji PPNI dan ikrar Safety and Quality: AnEvidence-
keperawatan. Jakarta: Pengurus Pusat Based Handbook for Nurses.
PPNI. Rockville, MD: Agency for
Polit, D. F., & Beck, C. T. (2012). Nursing Healthcare Research and Quality.
research: Generating and assessing Yulia, S., (2010). Pengaruh Pelatihan
evidence of nursing practice. 9th Keselamatan Pasien Terhadap
edition. Philadelphia: Lippincott Pemahaman Perawat Pelaksana
Williams & Wilkins. Mengenai Penerapan Keselamatan
Purnomo, K.S.H., (2012). Model Pasien di RS Tugu Ibu Depok. Jakarta:
Kepemimpinan Pada Organisasi Universitas Indonesia.
Militer Perspektif Transformasional
(Studi Pada Tentara Nasional
Indonesia: Resimen Induk Komando
Daerah Militer V/ Brawijaya, Jawa
Timur). Jurusan Manajemen Fakultas
Ekonomi Universitas Islam Negeri
(UIN) Maulana Malik Ibrahim
Malang. etheses.uin-malang.ac.id.
Ross, Jacqueline. (2011). Understanding
Patient Safety Culture: Part I. Journal
of Peri Anesthesia Nursing, 26, 170-
172. DOI:10.1016/j.jopan.2011.03.004

Anda mungkin juga menyukai