Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pembelajaran suatu kegiatan yang dirancang oleh guru agar siswa melakukan
keiatan belajar , untuk mencapai tujuan atau kompetensi yang diharapkan . dalam
merancang kegiatan pembeajaran ini, seorang guru semestinya memahami karakteristik
siswa, tujuan pembelajran, yang ingin dicapai atau kompetensi yang harus dikuasai
siswa, materi ajar yang akan disajikan, dan cara yang digunakan terus mengemas
penyajian materi serta penggunaan bentuk dan jenis penilaian yang akan dipiih untuk
melakukan mengukuran terhadap ketercapaian tujuan pembelajaran atau kompetensi
yang telah dimiliki siswa.

Berkaitan dengan cara atau metode apa yang akan dipilih dan digunakan dalam
kegiatan pembelajaran , seorang guru harus terlebih dahulu memahami berbagai
pendakatan, strategi, dan model pembelajaran. Pemahaman tentang hal ini akan
memberikan tuntutan kepada guru untuk dapat memilah , memilih, dan menetapkan
dengan tepat metode pmbelajaran yang akan digunakan dalam pembelajaran.

Peru dipahami bahwa setiap pendekatan pembelajran memiliki pandangan yang


berbeda tentang konsepsi dan makna pembelajaran, pandangan tentang guru , dan
pandangan tentang siswa, perbedaan inilah kemudian mengakibatkan strategi dan model
pembelajaran yang dikembangkan menjadi berbeda juga, sehingga proses pembelajaran
akan berbeda walaupun strategi pembelajaran sama. Dalam makalah ini kami
menekankan model pembelajaran PJBL yang membahas tentang model belajar yang
menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan
mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktivitas
secara nyata.

1
B. RUMUSAN MASALAH :

1. Apa definisi model pembelajaran ?


2. Apa saja macam-macam Model Pembelajaran?
3. Apa saja Langkah-langkah Model Pembelajaran ?

C. TUJUAN :

1. Mengetahui definisi model pembelajaran


2. Mengetahui macam-macam Model Pembelajaran
3. Mengetahui langkah-langkah Model Pembelajaran.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi model pembelajaran

Model pembelajaran diartikan sebagai prosedur sistematis dalam


mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dapat juga
diartikan suatu pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran.

Jadi, sebenarnya model pembelajaran memiliki arti yang sama denganpendekatan,


strategi atau metode pembelajaran. Saat ini telah banyak dikembangkan
berbagai macam model pembelajaran, dari yang sederhana sampai model yang agak
kompleks dan rumit karena memerlukan banyak alat bantu dalam penerapannya.

· Pengertian model pembelajaran menurut para ahli :

1. Model pembelajaran menurut Kardi dan Nur ada lima model


pemblajaran yang dapat digunakan dalam mengelola pembelajaran, yaitu:
pembelajaran langsung; pembelajaran kooperatif; pembelajaran berdasarkan
masalah; diskusi; dan learning strategi.
2. Menurut Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega (1990)
mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model
interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-
humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian,
seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan
dengan strategi pembelajaran.
3. Menurut E. Mulyasa (2003) mengetengahkan lima model pembelajaran yang
dianggap sesuai dengan tuntutan Kurikukum Berbasis Kompetensi; yaitu : (1)
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning); (2) Bermain
Peran (Role Playing); (3) Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching
and Learning); (4) Belajar Tuntas (Mastery Learning); dan (5) Pembelajaran
dengan Modul (Modular Instruction).

3
4. Menurut Joyce dan Weil (1986: 14-15) mengemukakan bahwa setiap model
belajar
mengajar atau model pembelajaran harus memiliki empat unsur berikut.
5. Sintak (syntax) yang merupakan fase-fase (phasing) dari model yang
menjelaskan model tersebut dalam pelaksanaannya secara nyata (Joyce dan
Weil, 1986:14).
6. Menurut Toeti Soekamto dan Winataputra (1995:78) mendefinisikan ‘model
pembelajaran’ sebagai kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur
yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar bagi para
siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran dan berfungsi sebagai pedoman
bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan
dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.

Sistem sosial (the social system) yang menunjukkan peran dan hubungan guru dan
siswa selama proses pembelajaran. Kepemimpinan guru sangatlah bervariasi pada
satu model dengan model lainnya. Pada satu model, guru berperan sebagai fasilitator
namun pada model yang lain guru berperan sebagai sumber ilmu pengetahuan.

Prinsip reaksi (principles of reaction) yang menunjukkan bagaimana guru


memperlakukan siswa dan bagaimana pula ia merespon terhadap apa yang
dilakukan siswanya. Pada satu model, guru memberi ganjaran atas sesuatu yang
sudah dilakukan siswa dengan baik, namun pada model yang lain guru bersikap
tidak memberikan penilaian terhadap siswanya, terutama untuk halhal yang berkait
dengan kreativitas. Sistem pendukung (support system) yang menunjukkan segala
sarana, bahan, dan alat yang dapat digunakan untuk mendukung model tersebut.

Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa model-model pembelajaran


merupakan kerangka konseptual sedangkan strategi lebih menekankan pada
penerapannya di kelas sehingga model-model pembelajaran dapat digunakan
sebagai acuan pada kegiatan perancangan kegiatan yang sistematik dalam
mengkomunikasikan isi pelajaran kepada siswa untuk siswa mengerti .

4
B. Macam-macam model pembelajaran
1. Model Pembelajaran Saintifik

Model Pembelajaran adalah proses pembelajaran yang


dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep,
hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk
mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah,
mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai
teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep,
hukum atau prinsip yang “ditemukan”.

Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman


kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi
menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja,
kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu
kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong
peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi, dan
bukan hanya diberi tahu. Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran
melibatkan keterampilan proses seperti mengamati, mengklasifikasi,
mengukur, meramalkan,menjelaskan, dan menyimpulkan.

Dalam melaksanakan proses-proses tersebut, bantuan guru diperlukan.


Akan tetapi bantuan guru tersebut harus semakin berkurang dengan semakin
bertambah dewasanya siswa atau semakin tingginya kelas siswa. Metode
saintifik sangat relevan dengan tiga teori belajar yaitu teori Bruner, teori Piaget,
dan teori Vygotsky.Teori belajar Bruner disebut juga teori belajar penemuan.
Ada empat hal pokok berkaitan dengan teori belajar Bruner (dalam Carin &
Sund, 1975).

a) individu hanya belajar dan mengembangkan pikirannya apabila ia


menggunakan pikirannya.
b) dengan melakukan proses-proses kognitif dalam proses penemuan, siswa
akan memperoleh sensasi dan kepuasan intelektual yang merupakan suatau
penghargaan intrinsik.

5
c) satu-satunya cara agar seseorang dapat mempelajari teknik-teknik dalam
melakukan penemuan adalah ia memiliki kesempatan untuk
melakukan penemuan.
d) dengan melakukan penemuan maka akan memperkuat retensi ingatan. Empat
hal di atas adalah bersesuaian dengan proses kognitif yang diperlukan
dalam pembelajaran menggunakan metode saintifik. Teori Piaget,
menyatakan bahwa belajar berkaitan dengan pembentukan
dan perkembangan skema (jamak skemata). Skema adalah suatu struktur
mental atau struktur kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual
beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya (Baldwin, 1967).

Pembelajaran dengan metode saintifik memiliki karakteristik sebagai berikut

1) berpusat pada siswa.

2) melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi konsep, hukum


atau prinsip.

3) melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang


perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa. 4)
dapat mengembangkan karakter siswa.

· Proses pembelajaran dengan pendekatan Saintific terdiri atas lima pengalaman


belajar pokok yaitu:

a. mengamati

b. menanya

c. mengumpulkan informasi

d. mengasosiasi

e. mengkomunikasikan

6
Contoh penerapan pada model pembelajaran saintifik:

- Menanya : seorang siswa yang bertanya dengan apa yang ia lihat dan
perhatikan.

- Mengumpulkan Data : siswa yang dianjurkan untuk mengumpulkan data


dengan cara mencari informasi dan melakukan kunjungan atau observasi.

2. Model Pembelajaran PBL ( Problem Based Learning )

Model pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah model pembelajaran


yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk
belajar. Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta
didik bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world).

a. Kelebihan problem based learning ( Model Pembelajaran Berbasis Masalah)

Dengan PBL akan terjadi pembelajaran bermakna. Peserta


didik/mahapeserta didik yang belajar memecahkan suatu masalah maka
mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha
mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Belajar dapat semakin bermakna
dan dapat diperluas ketika peserta didik/mahapeserta didik berhadapan
dengan situasi di mana konsep diterapkan. Dalam situasi PBL,
peserta didik/mahapeserta didik mengintegrasikan pengetahuan dan
ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang
relevan. PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan
inisiatif peserta didik/mahapeserta didik dalam bekerja, motivasi internal
untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam
bekerja kelompok.

b. Sistem penilaian model pembelajaran problem based learning.

Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan


(knowledge), kecakapan (skill), dan sikap (attitude). Penilaian terhadap
penguasaan pengetahuan yang mencakup seluruh kegiatan pembelajaran

7
yang dilakukan dengan ujian akhir semester (UAS), ujianujian tengah
semester (UTS), kuis, PR,dokumen, dan laporan.
Penilaian terhadap kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat bantu
pembelajaran, baik software, hardware, maupun kemampuan perancangan
dan pengujian. Sedangkan penilaian terhadap sikap dititikberatkan pada
penguasaan soft skill, yaitu keaktifan dan partisipasi dalam diskusi,
kemampuan bekerjasama dalam tim, dan kehadiran dalam pembelajaran
Bobot penilaian untuk ketiga aspek tersebut ditentukan oleh guru mata
pelajaran yang bersangkutan.

c. Sistem Penilaian

Penilaian pembelajaran dengan PBL dilakukan dengan authentic assesment.


Penilaian dapat dilakukan dengan portfolio yang merupakan kumpulan yang
sistematis pekerjaan-pekerjaan peserta didik yang dianalisis untuk melihat
kemajuan belajar dalam kurun waktu tertentu dalam kerangka pencapaian
tujuan pembelajaran. Penilaian dalam pendekatan PBL dilakukan dengan cara
evaluasi diri (self-assessment) dan peer-assessment.

D. Penilaian (Assessment)

Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge),


kecakapan (skill), dan sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan
yang mencakup seluruh kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan ujian akhir
semester (UAS), ujian tengah semester (UTS), kuis, PR, dokumen, dan
laporan.Penilaian terhadap kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat bantu
pembelajaran, baik software, hardware, maupun kemampuan perancangan dan
pengujian.

8
E. Contoh Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based
Learning)

Sebelum memulai proses belajar-mengajar di dalam kelas, peserta didik


terlebih dahulu diminta untuk mengobservasi suatu fenomena terlebih dahulu.
Kemudian peserta didik diminta mencatat masalah-masalah yang muncul.
Setelah itu tugas guru adalah meransang peserta didik untuk berpikir kritis dalam
memecahkan masalah yang ada. Tugas guru adalah mengarahkan peserta didik
untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan pendapat yang berbeda
dari mereka.

Memanfaatkan lingkungan peserta didik untuk memperoleh pengalaman


belajar. Guru memberikan penugasan yang dapat dilakukan di berbagai konteks
lingkungan peserta didik, antara lain di sekolah, keluarga dan masyarakat.

Penugasan yang diberikan oleh guru memberikan kesempatan bagi


peserta didik untuk belajar diluar kelas. Peserta didik diharapkan dapat
memperoleh pengalaman langsung tentang apa yang sedang dipelajari.
Pengalaman belajar merupakan aktivitas belajar yang harus dilakukan peserta
didik dalam rangka mencapai penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar
dan materi pembelajaran.

3. Model pembelajaran Discovery Learning

Model Discovery Learning adalah didefinisikan sebagai proses


pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam
bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Sebagaimana pendapat
Bruner, bahwa: “Discovery Learning can be defined as the learning that takes
place when the student is not presented with subject matter in the final form, but
rather is required to organize it him self” (Penemuan Belajar dapat didefinisikan
sebagai pembelajaran yang terjadi ketika siswa tidak disajikan dengan materi

9
pelajaran dalam bentuk akhir , melainkan diperlukan untuk mengatur itu nya)
“ (Lefancois dalam Emetembun, 1986:103).

Ide dasar Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa
anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas. Model Discovery Learning
adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk
akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005:43). Discovery
terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk
menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi,
klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi. Proses tersebut disebut
cognitive process sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of
assimilatig conceps and principles in the mind (Adalah proses mental asimilasi
conceps dan prinsip-prinsip dalam pikiran (Robert B. Sund dalam Malik,
2001:219).

Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri


(inquiry). Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada kedua istilah ini, pada
Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip
yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa
pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang
direkayasa oleh guru, sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa,
sehingga siswa harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk
mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian. Di
dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan
mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses
belajar perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu siswa pada tahap eksplorasi.
Lingkungan ini dinamakan Discovery Learning Environment, yaitu lingkungan
dimana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum
dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Lingkungan
seperti ini bertujuan agar siswa dalam proses belajar dapat berjalan dengan baik
dan lebih kreatif. Untuk memfasilitasi proses belajar yang baik dan kreatif harus
berdasarkan pada manipulasi bahan pelajaran sesuai dengan tingkat
perkembangan kognitif siswa. Manipulasi bahan pelajaran bertujuan untuk

10
memfasilitasi kemampuan siswa dalam berpikir (merepresentasikan apa yang
dipahami) sesuai dengan tingkat perkembangannya.

Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning guru berperan


sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar
secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan
mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan (Sardiman, 2005:145).
Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented
menjadi student oriented. Dalam metode Discovery Learning bahan ajar tidak
disajikan dalam bentuk akhir, siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan
menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis,
mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan.

1) Kelebihan Penerapan Discovery Learning.

 Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-


keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci
dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.

 Pengetahuan yang diperoleh melalui model ini sangat pribadi dan ampuh
karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.

 Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan
berhasil.

 Model ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan
kecepatannyasendiri.

 Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan


melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.

 Membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan


bekerja sama dengan yang lainnya.

11
 Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan
gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai
peneliti di dalam situasi diskusi.

 Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah


padakebenaran yang final dan tertentu atau pasti.

 Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.

 Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses


belajar yang baru.

 Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.

 Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.

 Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik.

 Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.

 Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan


manusia seutuhnya.

 Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa.

 Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber


belajar.

 Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.

2) Kelemahan Penerapan Discovery Learning.

 Menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa
yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berpikir atau
mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan,
sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.

 Tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan
waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan
masalah lainnya.

12
 Harapan-harapan yang terkandung dalam model ini dapat buyar berhadapan
dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.

 Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman,


sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara
keseluruhan kurang mendapat perhatian.

 Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur
gagasan yang dikemukakan oleh para siswa

 Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berpikir yang akan


ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.

3) Langkah-langkah Operasional Implementasi dalam Proses Pembelajaran.

Menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan Discovery learning di


kelas,ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar
mengajar secara umum antara lain sebagai berikut :

a. Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)

Pertama-tama pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang


menimbulkan tanda tanya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi
generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Di samping itu
guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran
membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan
pemecahan masalah.

b. Problem Statement (Pernyataan/Identifikasi Masalah)

Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi


kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-
agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya
dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas
pertanyaan masalah) (Syah 2004:244). Permasalahan yang dipilih itu

13
selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni
pernyataan sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan.

Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan


menganalisis permasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang
berguna dalam membangun siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan
suatu masalah.

c. Data Collection (Pengumpulan Data)

Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada


para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan
untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada
tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar
tidaknya hipotesis.

Dengan demikian siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan


(collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati
objek, wawancara dengan narasumber, melakukan uji coba sendiri dan
sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk
menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi,
dengan demikian secara tidak disengaja siswa menghubungkan masalah
dengan pengetahuan yang telah dimiliki.

d. Data Processing (Pengolahan Data)

Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya,


semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu
dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan
tertentu (Djamarah, 2002:22). Data processing disebut juga dengan
pengkodean/kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan
generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan

14
baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat
pembuktian secara logis.

e. Verification (Pembuktian)

Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk


membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan
temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah,
2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan
berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui
contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Berdasarkan hasil
pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis
yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau
tidak, apakah terbukti atau tidak.

f. Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)

Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah


kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua
kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi
(Syah, 2004:244).

4) Penilaian pada Model Pembelajaran Discovery Learning.

Dalam Model Pembelajaran Discovery Learning, penilaian dapat dilakukan


dengan menggunakan tes maupun nontes, sedangkan penilaian yang digunakan dapat
berupa penilaian kognitif, proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa. Jika bentuk
penilaiannya berupa penilaian kognitif, maka dapat menggunakan tes tertulis. Jika
bentuk penilaiannya menggunakan penilaian proses, sikap, atau penilaian hasil kerja
siswa dapat menggunakan nontes.

15
5) Contoh Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning

· Memahami Tesk hasil Observasi dan mencermati apa yang ia temukan,


eksposisi, deskriptip , baik cerpen tulisan maupun lisan.

· Dalam mengaplikasikan model pembelajaran Discovery Learning guru


berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan
mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan. Kondisi seperti ini ingin
merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented.

4. Model Pembelajaran Berbasis Proyek ( PJBL )

Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan model belajar yang menggunakan


masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan
pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktivitas secara nyata.
Pembelajaran Berbasis Proyek dirancang untuk digunakan pada permasalahan
komplek yang diperlukan peserta didik dalam melakukan insvestigasi dan
memahaminya. Melalui PjBL, proses inquiry dimulai dengan memunculkan
pertanyaan penuntun (a guiding question) dan membimbing peserta didik dalam
sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam
kurikulum. Pada saat pertanyaan terjawab, secara langsung peserta didik dapat
melihat berbagai elemen utama sekaligus berbagai prinsip dalam sebuah disiplin
yang sedang dikajinya. PjBLmerupakan investigasi mendalam tentang sebuah
topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha peserta didik.

Mengingat bahwa masing-masing peserta didik memiliki gaya belajar yang


berbeda, maka Pembelajaran Berbasis Proyek memberikan kesempatan kepada
para peserta didik untuk menggali konten (materi) dengan menggunakan berbagai
cara yang bermakna bagi dirinya, dan melakukan eksperimen secara kolaboratif.

16
Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan investigasi mendalam tentang sebuah
topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha peserta didik.
Pembelajaran Berbasis Proyek dapat dikatakan sebagai operasionalisasi konsep
“Pendidikan Berbasis Produksi” yang dikembangkan di Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK). SMK sebagai institusi yang berfungsi untuk menyiapkan lulusan
untuk bekerja di dunia usaha dan industri harus dapat membekali peserta didiknya
dengan “kompetensi terstandar” yang dibutuhkan untuk bekerja pada bidang
masing-masing.

Pada Pembelajaran Berbasis Proyek memiliki beberapa karakteristik berikut ini,


yaitu :

1. Peserta didik membuat keputusan tentang sebuah kerangka kerja;

2. Adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada peserta didik;

3. Peserta didik mendesain proses untuk menentukan solusi atas permasalahan


atau tantangan yang diajukan;

4. Peserta didik secara kolaboratif bertanggungjawab untuk mengakses dan


mengelola informasi untuk memecahkan permasalahan;

5. Proses evaluasi dijalankan secara kontinyu;

6. Peserta didik secara berkala melakukan refleksi atas aktivitas yang sudah
dijalankan;

7. Produk akhir aktivitas belajar akan dievaluasi secara kualitatif; dan

8. Situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan perubahan.

Beberapa hambatan dalam implementasi metode Pembelajaran Berbasis


Proyekantara lain berikut ini.

1. Pembelajaran Berbasis Proyek memerlukan banyak waktu yang harus


disediakan untuk menyelesaikan permasalahan yang komplek.

2. Banyak orang tua peserta didik yang merasa dirugikan, karena menambah
biaya untuk memasuki system baru.

17
3. Banyak instruktur merasa nyaman dengan kelas tradisional ,dimana
instruktur memegang peran utama di kelas. Ini merupakan suatu transisi
yang sulit, terutama bagi instruktur yang kurang atau tidak menguasai
teknologi.

4. Banyaknya peralatan yang harus disediakan, sehingga kebutuhan listrik


bertambah.

1. Keuntungan Pembelajaran Berbasis Proyek

 Meningkatkan motivasi belajar peserta didik untuk belajar, mendorong


kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan penting, dan mereka perlu untuk
dihargai.

 Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.

 Membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-
problem yang kompleks.

 Meningkatkan kolaborasi.

 Mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan


keterampilan komunikasi.

 Meningkatkan keterampilan peserta didikdalam mengelola sumber.

 Memberikan pengalaman kepada peserta didik pembelajaran dan praktik dalam


mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain
seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.

 Menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan peserta didik secara kompleks


dan dirancang untuk berkembang sesuai dunia nyata.

 Melibatkan para peserta didik untuk belajar mengambil informasi dan


menunjukkan pengetahuan yang dimiliki, kemudian diimplementasikan dengan
dunia nyata.

 Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga peserta didik


maupun pendidik menikmati proses pembelajaran.

18
2. Kelemahan Pembelajaran Berbasis Proyek

 Memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah.

 Membutuhkan biaya yang cukup banyak.

 Banyak instruktur yang merasa nyaman dengan kelas tradisional, di mana


instruktur memegang peran utama di kelas.

 Banyaknya peralatan yang harus disediakan.

 Peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan


informasi akan mengalami kesulitan.

 Ada kemungkinanpeserta didikyang kurang aktif dalam kerja kelompok.

 Ketika topik yang diberikan kepada masing-masing kelompok berbeda,


dikhawatirkan peserta didik tidak bisa memahami topik secara keseluruhan.

Dalam pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Proyek/Project Based Learning ada beberapa


peran bagi guru/pendidik dan peserta didik dalam pelaksanaan Pembelajaran Berbasis
Proyek, antara lain :

a. Peran Guru

 Merencanakan dan mendesain pembelajaran.

 Membuat strategi pembelajaran.

 Membayangkan interaksi yang akan terjadi antara guru dan siswa.

 Mencari keunikan siswa.

 Menilai siswa dengan cara transparan dan berbagai macam penilaian.

 Membuat portofolio pekerjaan siswa.

b. Peran Peserta Didik

 Menggunakan kemampuan bertanya dan berpikir.

 Melakukan riset sederhana.

19
 Mempelajari ide dan konsep baru.

 Belajar mengatur waktu dengan baik.

 Melakukan kegiatan belajar sendiri/kelompok.

 Mengaplikasikanhasil belajar lewat tindakan.

 Melakukan interaksi sosial (wawancara, survey, observasi, dll).

Penilaian pembelajaran dengan metode Project Based Learning harus diakukan


secara menyeluruh terhadap Sikap, Pengetahuan dan Keterampilan yang diperoleh siswa
dalam melaksanakan pembelajaran berbasis proyek. Penilaian Pembelajaran Berbasis
Proyek dapat menggunakan teknik penilaian yang dikembangkan oleh Pusat Penilaian
Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yaitu penilaian proyek atau
penilaian produk. Penilaian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Penilaian Proyek

a. Pengertian

Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus
diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu investigasi
sejak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan dan
penyajian data. Penilaian proyek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman,
kemampuan mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan dan kemampuan
menginformasikan peserta didik pada mata pelajaran tertentu secara jelas.

Pada penilaian proyek setidaknya ada 3 hal yang perlu dipertimbangkan yaitu:

 Kemampuan pengelolaan, yaitu kemampuan peserta didik dalam memilih


topik, mencari informasi dan mengelola waktu pengumpulan data serta
penulisan laporan.

 Relevansi atau kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan


mempertimbangkan tahap pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam
pembelajaran.

20
 Keaslian maksudnya proyek yang dilakukan peserta didik harus merupakan
hasil karyanya, dengan mempertimbangkan kontribusi guru berupa petunjuk
dan dukungan terhadap proyek peserta didik.

b. Teknik Penilaian Proyek

Penilaian proyek dilakukan mulai dari perencanaan, proses pengerjaan, sampai


hasil akhir proyek. Untuk itu, guru perlu menetapkan hal-hal atau tahapan yang
perlu dinilai, seperti penyusunan disain, pengumpulan data, analisis data, dan
penyiapkan laporan tertulis. Laporan tugas atau hasil penelitian juga dapat disajikan
dalam bentuk poster. Pelaksanaan penilaian dapat menggunakan alat/ instrumen
penilaian berupa daftar cek ataupun skala penilaian.

2. Penilaian Produk

a. Pengertian

Penilaian produk adalah penilaian terhadap proses pembuatan dan kualitas suatu
produk. Penilaian produk meliputi penilaian kemampuan peserta didik membuat
produk-produk teknologi dan seni, seperti: makanan, pakaian, hasil karya seni
(patung, lukisan, gambar), barang-barang terbuat dari kayu, keramik, plastik, dan
logam. Pengembangan produk meliputi 3 (tiga) tahap dan setiap tahap perlu
diadakan penilaian yaitu:

 Tahap persiapan, meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dan


merencanakan, menggali, dan mengembangkan gagasan, dan mendesain produk.

 Tahap pembuatan produk (proses), meliputi: penilaian kemampuan peserta didik


dalam menyeleksi dan menggunakan bahan, alat, dan teknik.

 Tahap penilaian produk (appraisal), meliputi: penilaian produk yang dihasilkan


peserta didik sesuai kriteria yang ditetapkan.

b. Teknik Penilaian Produk

Penilaian produk biasanya menggunakan cara holistik atau analitik.

21
 Cara holistik, yaitu berdasarkan kesan keseluruhan dari produk, biasanya
dilakukan pada tahap appraisal.

 Cara analitik, yaitu berdasarkan aspek-aspek produk, biasanya dilakukan


terhadap semua kriteria yang terdapat pada semua tahap proses pengembangan.

22
BAB III

PENUTUPAN

A. Simpulan

Model-model pembelajaran merupakan kerangka konseptual sedangkan


strategi lebih menekankan pada penerapannya di kelas sehingga model-model
pembelajaran dapat digunakan sebagai acuan pada kegiatan perancangan kegiatan
yang sistematik dalam mengkomunikasikan isi pelajaran kepada siswa
untuk siswa mengerti . Pendekatan pembelajaran memiliki banyak sekali definisi
namun masing-masing masih memiliki hubungan. Dalam pendekatan
pembelajaran filsafat ada 3 yaitu : idealism, realiasme, pragmatisme,
kontruktivisme, eksistensialisme, dan pendidikan nasional pancasila. Pada model
– model pembelajaran yang kita bahas ada 4 yaitu : saintific, problem based
learning, Discovery Learning, dan Pembelajaran berbasis proyek .

B. Saran

Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari bahwa dalam


pembahasan masih terdapat kekurangan baik dari substansi materi maupun contoh
dari setiap materi yang dibahas. Penulis menyarankan kepada guru maupun calon
guru untuk menerapkan model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan
disampaikan, dan sesuai dengan kadaan siswa.

Dalam penulisan makalah ini juga masih terdapat kekurangan lain, oleh
karena itu saran dan kritik sangat penulis butuhkan dalam memperbaiki makalah
berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat khususnya untuk penulis dan
umumnya untuk pembaca.

23
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pengembangan MKDP.2011. Kurikulum Pembelajaran. Bandung : Rajawali Pers

Depdiknas. (2003). Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka
Ismail. (2003). Media Pembelajaran (Model-model Pembelajaran), Modul Diklat
Terintegrasi
Berbasis Kompetensi Guru Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Direktorat PLP.
Rahmadi Widdiharto. (2006). Model-model Pembelajaran Matematika.
Makalah diklat guru pengembang matematika SMP. Yogyakarta: PPPG Matematika.
Slavin (1994). Cooperative Learning, Theory, Research, and Practice (Second
Edition).

24

Anda mungkin juga menyukai