Anda di halaman 1dari 9

INTEGRATED CASE 6 : CHIBA INTERNASIONAL

Ken Morinawa, GM Administrasi pada Manufatur Jepang yg sedang didirikan di pedesaan


Georgia, sedang dalam kesulitan karena pagi itu Manager SDMnya yang orang Amerika bernama
John Sinclair memberitahukan bahwa dia telah menemukan professor ahli Studi Jepang dari Univ
Georgia yang bersedia membantu menterjemahkan filsafat perusahaan, dan Sinclair ingin
mempekerjakannya. Ken merasa tertekan, seperti kebanyakan orang Amerika, Sinclair dianggap
terlalu berharap banyak dari perusahaan Jepang. Filsafat perusahaan yang Ken pelajari selama hidup
di Tokyo akan senantiasa menjadi bekal petunjuk baginya, namun dia tidak yakin orang Amerika akan
menyambutkan atau bahkan memahaminya.
Ken memiliki tugas besar dalam melakukan pengawasan pembangunan pabrik yang suatu
saat nanti akan menyediakan sekitar 2.000 pekerjaan, di daerah yang sangat sedikit tenaga kerja yang
memiliki pengalaman industry. Ia ingin menunjukan pada meraka bahwa perusahaannya memiliki
perhatian terhadap kesejahteraan dan keamanan para pekerja dan dapat dipercaya akan
memperlakukan mereka secara adil dan tidak akan memecatnya. Ia percaya jika filsafat semacam ini
jika dapat berjalan dengan baik akan dengan sendirinya menjelaskan pada pekerja dan dapat dengan
hati-hati diimplementasikan, akan membantu membangun moralitas yang tinggi antara pekerja dan
akan meningkatkan produktivitas pekerja.
Ken juga ingin memastikan moralitas pekerja yang tinggi tetap terjaga sejalan dengan
semakin bertambahnya pekerja kearah pabrik berkapasitas penuh. Disamping isu kemudahan
transportasi dan distribusi, karakteristik pekerja lokal yang dinilai yang memiliki “etika kerja Jepang”,
telah menjadi alasan utama dalam mendirikan pabrik di tempat tersebut. Dia percaya bahwa
pelatihan akan menghasilkan perubahan para pekerja yang masih “hijau” menjadi pekerja yang
bernilai. Dengan pelatihan diharapkan dapat terhindar dari orang yang telah memiliki kebiasaan-
kebiasaan lama yang buruk dan moralitas rendah terhadap terhadap pekerjaan industry. Di Jepang,
Ken tahu ajaran filsafat perusahaan penting sebagai bagian dari pelatihan pengenalan perusahaan,
namun apakah akan sukses di Georgia.
Ken sangsi bila pekerjaan barunya dibidang administrasi mengurangi perhatiannya terhadap
masalah SDM. Setelah dia melakukan ulasan atas tulisan Alfred Sloan tentang General motor yang
berfokus pada SDM, maka dia ditunjuk perusahaanyan sebagai Manajer Human Resources. Meskipun
bidang studi utamanya berlatar belakang Matematika Ekonomi, namun tugas pertamanya dulu di
perusahaan ini adalah di bidang pusat desain SDM, yang melakukan kontrol terhadap pelatihan dan
administrasi penggajian bagi pekerja kerah putih. Setelah dua tahun dia dikirim ke kantor distrik
sebagai salesman. 13 bulan kemudian dia kembali ke bagian Kesejahteraan Pegawai bagian dari
Departemen SDM, yang mengadminsitrasikan program seperti kredit perumahan karyawan dan
aktivitas rekreasi karyawan. 8 tahun dengan perusahaan dia kemudian dikirim ke Perguruan Tinggi
Amerika untuk studi terkait SDM dan meningkatkan kemampuan bahasa Inggris, kemudian kembali
ke perusahaan.
Setelah menyelesaikan MBAnya dia kembali ke kantor pusat. Penguasaan di bidang yang
paling akhir sebelum datang ke Georgia adalah departemen riset dan pengembangan SDM,
perencanaan system penggajian baru. Pada pekerjaan barunya di Georgia, semula diharapkan Ken
hanya akan memimpin sebagai GM di kantor operasional di Amerika dan bertugas sebagai penasehat
kapasitas pabrik, Namun demikian pada tahap penting ini dia merasa perusahaan sangat
membutuhkan keahliannya terkait dengan manajemen SDM untuk mengatur bagi kesuksesan masa
depan perusahaan. Tidak mungkin bagi Ken mengabaikan area yang selama ini dia sangat terlatih
sensitivitasnya dalam masalah SDM tersebut.
Dia kemudian membawa permasalah ini pada John Sinclair, dia menjelaskan bahwa dia tahu
banyak mengapa orang Jepang lebih sukses dalam mencapai kualitas dan produktivitas tinggi
dibanding orang Amerika akhir-akhir ini. Memang banyak ide besar datang dari Amerika Serikat,
namun orang Jepang belajar berkonsentrasi pada pengaplikasian ide tersebut secara hati-hati. Orang
Amerika menekankan pada penciptaan sesuatu yang baru dan kemudian cepat bergerak
mencobanya. Sementara orang Jepang hati-hati menganalisis problem dari segala sisi dan juga
melihat bagaimana solusi yang sebaiknya diimplementasikan. Menurut Ken, penguasaan filsafat
perusahan diantara Pekerja tidak akan tuntas dalam sehari seperti pepatah “Roma tidak dibangun
dalam sehari”. Ken juga tidak tahu apakah para pekerjanya nanti yang orang-orang Amerika akan
memahami arti sebenarnya filsafat perusahaan ini. Ken menyarankan sebaiknya sambil perusahaan
jalan pelan-pelan kita lihat orang-orang seperti apa yang dipekerjaan dan sambil melihat apa yang
baik bagi kebutuhan mereka nanti.
John yang telah bekerja 11 tahun pada perusahaan Amerika konvensional , mulai tertarik
mengetahui lebih banyak tentang bagaimana perusahaan Jepang akan memimpin para pekerja
Amerika, sehingga ingin bergabung dengan perusahan ini. Dia ingin melihat aksi strategi Jepang
seperti Long Term Employment, ekspresi filsafat perusahaan dan perhatian penuh pada integrasi
pekerja kedalam perusahaan. John menjawab dengan yakin bahwa Ken memang tidak suka konflik,
namun Ken juga berpikir bahwa sangat penting untuk mengumpulkan informasi. Salah satu agen
penjualan perusahaan bernama Billy telah menyampaikan pada John tentang perusahan jepang yang
baru saja dia kunjungi, yaitu Chiba International. Tampaknya mereka telah mengimplementasikan
dengan penuh filsafat perusahannya dan mereka dapat melaksanakan itu dengan baik. John
mengajak Ken pergi ke California dan berbicara dengan para manajer di Chiba dan berusaha
memahami bagaimana dan mengapa mereka berkosnentarai dalam mengkomunikasikan filsafat
Jepang pada pekerja Amerika, akhirnya Ken setuju untuk studi banding ke Chiba International Inc di
California.

1. PERUSAHAAN CHIBA
Dalam kunjungannya ke Chiba International di California, Ken dan John mendapatkan
informasi dari manajemen Chiba sebagai berikut:
Chiba International Inc di San Jose California adalah pembuat komponen teknologi
berketepatan tinggi “high precision” serta komponen elektronik canggih yang digunakan dalam
perakitan final pada integrated circuit, khususnya memory chip yang dipasang pada peralatan
computer dan militer. Dalam produk semacam ini kehandalan adalah segalanya, dan harga tidak
menjadi pertimbangan utama. Hal serupa namun lebih murah adalah pabrik yang menggunakan
komponen yang diproduksi produk volume besar diserahkan pada perusahaan lain.
Chiba International Inc adalah subsidiary (cabang perwakilan) dari Chiba Electrionic
Company. Koran terkenal Jepang Nihon Keizai Shimbun, meranking perusahaan Chiba sebagai salah
satu perusahan yang fenomenal di Jepang berbasis pada stabilitas pendapatan dan kinerja,
mengungguli perusahaan yang popular sekalipun seperti Sony, Matshusita electric dan Toyota motor.
Chiba elektronik memiliki 70 % dari 350 juta dollat per tahun pasar dunia untuk product tsb, Chiba
international juga memiliki 70 % dari 250 juta dollar pasar Amerika.
Chiba Internasional mengawali perusahaan di Amerika mulai dari perusahaan penjualan kecil
di Amerika Serikat 12 th yang lalu. Pabrik Amerika yang mereka ambil alih dari perusahaan pesaing
Amerika sebenarnya telah mengalami kerugian 100.000-200.000 dollar per bulan Manajemen
Amerika kemudian digantikan dengan Tim manajemen Jepang yang di dipimpin oleh orang Jepang
kelahiran Canada, yang kemudian sukses dalam waktu 2 tahun. Kini 14 diantara 24 top eksekutif dan
65 diantara 70 salesman di Chiba adalah orang Amerika. Semua pekerja di kategori lain juga orang
Amerika.

2. FILSAFAT CHIBA
Ketika matahari terbit cerah di langit,
menampilkan tingginya gunung, itulah tujuan pasar kita.
Dengan missi tinggi di hati kita melayani industry.
Memenuhi apa yang diinginkan konsumen.
Kita pemimpin di industri ini dan
jalan masa depan juga sangat bersinar dan memuaskan
Manajer Chiba yang setuju bertemu dengan Ken dan John menjelaskan bahwa bahwa filsafat
Chiba belum di introduksi kepada pekerja, karena filsafat perusahaan disampaikan dan
diimplementasikan pada pekerja secara hari-hati dan perlahan-lahan. Setiap level pekerja diberikan
leaflet menjelaskan filsafat perusahaan ketika dulu mereka awal mulai bekerja di perusahaan. Chiba
tidak memiliki sesi training khusus dalam mensosialisasikan filsafat perusahaan, karena perusahaan
tidak memaksa pekerja menelan filsafat tersebut, terserah pada mereka untuk memahaminya.
Pada perusahaan Amerika yang Chiba ambil alih ini, hal yang sama juga dilakukan yaitu
bertahap, karena bila dipaksakan akan menyebabkan “muntah”. Penanaman filsafat perusahaan
mereka di Amerika cukup mudah dilakukan karena sangat padat karya, pekerjaan bertipe
pengulangan dan perakitan. Jika mungkin diterapkan di tempat lain karena sumberdaya pekerjanya
berbeda maka mungkin berbeda hasil. Meski mereka paham filsafat perusahaan, manajemen Chiba
sadar belum tentu pekerja menjalankan filsafat tersebut. Karyawan orang-orang Insinyur dan tehnisi
adalah golongan orang yang kurang mengimplementasikan dan menerima filsafat tersebut dibanding
orang sales, orang HRD dan orang administrasi.

ISI LEAFLET :
Filsafat Manajemen tujuan kita adalah untuk bertahan menuju baik pemenuhan material dan
spiritual dari seluruh pekera di perusahaan dan melalui itu kita akan sukses memenuhi pelayanan
konsumen sehingga perusahaan dan karyawan yang akan semakin maju dan sejahtera.

Kebijakan Manajemen :
Tujuan perusaahaan adalah sepenuhnya memuaskan kebutuhan konsumen dan sebagai balasanya
adalah laba bagi perusahaan. Perusahaan dan karyawan adalah keluarga besar disatukan oleh ikatan
yang sama dan tujuan yang satu. Satu dari tujuan ini menghargai dan mendukung perasaan kita bagi
teman dan dan keluarga pekerja.

Tekad lainnya : Dimana akan kebutuhan kita bekerja keras untuk memenuhinya dan bagi kita tidak
ada pekerjaan berat. Semua masalah yang harus dikerjakan harus diselesaikan, kita semua siap untuk
mengepel lantai, membongkar muat truk, mengangkut kotak, membersihkan jendela, menyimpan
berkas dalam file, dan melakukan apa saja yang harus dikerjakan.

3. PERTEMUAN-PERTEMUAN
Dilakukan pertemuan harian pada awal setiap shift di halaman dan pekerja berbaris. Setiap
harinya anggota manajemen yang berbeda berbicara sekitar 5 menit. Pada setiap Senin eksekutif
berbicara, Selasa HRD presentasi, Rabu masalah keamanan, Kamis dan Jumat bagian produksi dan
sales berbicara, mereka bergantian menyampaikan sesuatu. Ada kegiatan berupa event olahraga,
pesan motivasi dan latihan olah raga sebentar untuk kegiatan ini sukarela tetapi hampir sebagian
besar karyawan ikut serta. Kemudian grup besar ini dipecah dalam pertemuan departemen.
Dalam pertemuan ditingkat departeman pembicara dipilih diantara karyawan, diminta
berbicara 5 menit, karyawan dari level yang paling bawah boleh bicara, kemudian manajer
departemen membahas kinerja kemarin, skedul hari ini dan pesan lainnya. Kemudian sebulan sekali
ada pengumuman total kinerja perusahaan dibanding perencanaan, hal ini penting karena setiap
karyawan berperan dalam level yang sama (mengikuti berbagai meeting, sharing, menyampaikan
segala masalah, membahas pemecahan masalah) sehingga semua orang layak mendapat bonus
tahunan, yang dihitung bebasis laba dan biasanya sama dengan gaji per bulan.
Awalnya dulu banyak keluhan karena kebanyakan meeting, tetapi kemudian mereka tidak
mengeluh lagi. Karena para pekerja mulai menyukai mendengarkan dan mendapatkan informasi-
informasi yang penting bahkan yang kurang penting penting sekalipun. Sebenarnya yang menerapkan
hal ini di Perusahaan Chiba Amerika adalah manajer Amerika, yang pernah melihat hal ini diterapkan
diperusahaan dalam kunjugannya ke Jepang. Kegiatan-kegiatan semacam ini di Jepang merupakan
suatu ritual dan simbolisasi yang dibutuhkan untuk membangun pemahaman atau mutual
understanding yang makin baik antar pekerja. Ketika atmosfer perusahaan tepat dan waktunya tepat,
meskipun membutuhkan satu setengah tahun untuk membuat semua orang akhirnya bergabung
karena tidak ada kewajiban. Sekarang hampir semua orang diperusahaan memahami filsafat dibalik
semua ritual-ritual meeting dan kegiatan bersama tersebut, jika dihentikan kegiatan semacam ini
justru akan dicomplaint oleh karyawan.
Selain pertemuan setiap pagi, kita melaksanakan pertemuan lain di hari senin kita adakan pertemuan
besar untuk sharing, semua eksekutif hadir, sales manjer, sales staff, manajer pabrik, asisten manajer
pabrik. Di Selasa ada produksi meeting dihadiri oleh manajer dan staf produksi stat yang terlibat.
Pada setiap Senin jam 16.00 sore setiap minggu ke dua ada pertemuan supervise, khususnya
komunikasi satu arah, kemudian diselingi training meeting. Lalu secara lebih informal
diselenggarakan kombinasi meeting antar departeman. Semua formal meeting didukung dan
disposori oleh perusahaan. Selain meeting ada kegiatan bowling, teniis, footsal, dll.

4. TIM TENAGA PENJUALAN


Perusahaan mengawali dengan mempekerjakan banyak petugas sales yang orang Amerika, menurut
orang Jepang, ternyata tipe orang Amerika ini berbeda dengan orang Jepang. Sales orang Amerika
sangat kuat dengan kebanggaan profesionalismenya. Kebanyakan sales Amerika berperilaku angkuh
model “take it or leave it” (ambil atau tinggalkan). Sementara sikap sales Jepang sangat bertolak
belakang. Sales Jepang mencoba melayani kebutuhan konsumen sepenuh hati, hampir seperti cara
gadis Geisha yang berupaya membuat konsumen merasa bahwa dia adalah satu satunya konsumen
yang sedang dilayani.

Dalam bidang sales, manajemen berupaya berkomunikasi dengan pekerja melalui moto mereka yaitu
singkatan SALES adalah :
Sincerity
Ability
Love
Energy
Service

Sencerity adalah sikap dasar yang harus dimiliki selain kemampuan untuk meyakinkan konsumen.
Sales harus mencintai produk yang ditawarkan, karena tanpa mencintai produk tersebut tidak
mungkin seorang sales dapat meyakinkan konsumennya. Sales harus memiliki energy, karena pada
akhir hari sales harus membuktikan melakukan sesuatu atau telah melakukan suatu sales call.
Akhirnya mentalitas dalam melayani konsumen merupakan hal yang penting.

Kepada petugas sales manajemen mengkomunikasikan filsafat motto tersebut pada para pekerja,
dan mereka menyukainya. Khususnya dalam hal bahwa mereka tidak perlu menyampaikan
kebohongan kepada konsumen, atau berakhir menerima kekasaran dari konsumen. Manajemen juga
ingin agar para sales memiliki kejujuran terhadap perusahaan, bahkan tentang kesalahannya
sekalipun. Cukup sering perusahaan mengandalkan pada input yang diberikan orang sales tentang
pemahaman konsumen, sehingga suatu laporan objektif melalui telex atau telephone akan menjadi
sangat penting bagi perusahaan.

Tidak satupun dalam perusahaan Chiba bekerja atas dasar komisi, tidak juga para salesnya. Karena
dengan system komisi, perusahaan dapat kehilangan pangsa pasar yang sulit untuk dipromosikan,
sales akan cenderung mencari pasar yang mudah didekati saja. Kemudian adanya kondisi perbedaan
wilayah sales membuat pemberian komisi menjadi tidak adil. Meskipun perusahaan membayar
berdasarkan gaji bulanan saja, tetapi kita tidak hanya memiliki kuota sales secara satu arah. Justru
petugas tenaga penjualan akan melakukan diskusi dengan para pimpinan masing-masing, kemudian
bersama-sama mereka menetapkan target yang disepakati. Pada umumnya mereka menetapkan
target yang tinggi, sehingga kinerja yang baik dibandingkan target yang mereka tetapkan akan
menjadi dasar peningkatan gaji mereka di tahun berikutnya. Mereka tidak secara spesifik memiliki
departemen pemasaran, perusahaan menganggap sebagai suatu kemewahan, Vice president mereka
diberi tanggung jawab bidang pemasaran, tetapi sebenarnya merupakan tugas dari semua fungsi
petugas sales.

5. MANAJEMEN AMERIKA SERIKAT


John sangat penasaran dengan bagaimana manajer Amerika bereaksi dalam kondisi kerja perusahaan
Jepang samacam ini. Kemudian dijelaskan oleh manajer Jepang, Ketika orang-orang Amerika
bergabung dalam Chiba, umumnya mereka memiliki harapan besar dalam politicking internal.
Mereka memandangi satu-persatu (scanning) orang-orang di ruang pertemuan, mencari siapa
sebenarnya orang yang memiliki kekuasaan paling besar, mencari siapa yang harus didekati. Sangat
butuh waktu bagi mereka untuk menyadari bahwa semua hal tersebut tidak perlu dilakukan.

Ketika perusahaan melakukan wawancara bagi eksekutif Amerika dalam posisi di perusahaan, Chiba
melakukannya interview secara kolektif, sekitar 5 sampai 10 orang (Team work) hadir dalam sesi
interview tersebut. Hal ini seringkali membuat pusing orang Amerika yang mereka interview. Mereka
kadang bingung diarahkan kepada siapa jawaban yang mereka buat. Kami sering menjelaskan
bahwa mereka akan dipekerjakan oleh perusahaan, walaupun mereka melaporkannya kepada
seseorang. Seperti di Jepang, filsafatnya yaitu perusahaanlah yang akan menghidupi karyawannya,
sehingga tidak tergantung pada loyalitas mereka terhadap seseorang, tetapi sebaiknya loyalitas
ditujukan pada perusahaan.

Selanjutnya John menanyakan kriteria Chiba dalam mempekerjakan manajer. Mereka focus pada cara
berpikir calon manajer tersebut, tidak melulu kemampuan. Mereka mencontohkan, meskipun MBA
lulusan Havard sangat disambut baik, tetapi tidak harus manajer berasal dari lulusan Havard.
Kenyataannnya di Chiba Amerika ini tidak ada manajer yang berasal dari lulusan Havard. Perusahaan
tidak akan menyediakan sesuatu berdasarkan elegancy atau status elit seseorang, tidak ada kantor
pribadi. Gaji dan Manfaat (tunjangan) tergantung pada lokasi industry meski perbedaannya tidak
tinggi. Dan manajer memiliki jam kerja yang panjang.

Chiba mencari manajer yang bersedia mengabdikan dan mendedikasikan diri serta memiliki sikap
aggressive. Dilakukan 2 hingga 3 kali interview bagi posisi penting. Kita mengajukan pertanyaan
seperti apa kesulitan utama yang mereka hadapi ? perusahaan tidak tertarik dengan jawaban itu
sendiri tetapi cara berpikir dibalik jawaban-jawaban tersebut. Kadang langkah tersebut salah dalam
mendapatkan manajer yang tepat, tetapi rata-rata perusahaan tepat memilih manajer dengan cara-
cara tersebut. Sering terjadi gap komunikasi antara manajer Jepang dengan Amerika. Karena
Manajer Jepang percaya pada pengabdian dan dedikasi pada perusahaan, Manajer Amerika memang
melakukanya tetapi hanya sampai batas tertentu. Kita menyarankan Manajer Amerika untuk
menyukai pekerjaan dan dapat menganggap kecintaan pada pekerjaan identik dengan kebahagiaan
bersama sebuah keluarga. Manajer Jepang memberikan pengertian pada keluarga masing-masing
untuk memahami pekerjaan mereka, bahwa mungkin mereka harus bekerja 6 hari seminggu, mulai
jam 7 hingga jam 22.00 malam. Sementara para istri eksekutif Amerika menuntut suami mereka
pulang jam 18.00 sore, Manajer Amerika lebih meletakan kebahagiaan personal dan keluarganya di
atas pekerjaan. Memang hal tersebut tidak salah, tetapi bagi orang Jepang memang biasa untuk
memikirkan masa depan perusahaan. Sudah lama kita pahami ketika kita mendapatkan tantangan
tugas dan peluang pekerjaan semacam ini, maka secara otomatis kita akan meletakan kepentingan
perusahaan di atas kesenangan pribadi.
John menanyakan bagaimana perasaan Manajer Amerika tetang hal tersebut. Ada masalah yang
mengemuka ditanyakan dalam interview, yaitu calon manajer Amerika seringkali menanyakan
bagaimana sesungguhnya masa depan karir mereka nanti di Chiba, mungkinkah mereka suatu saat
nanti menduduki jabatan top seperti president perusahaan. Tidak ada jawaban yang pasti dari kami
untuk itu karena kemungkinan posisi puncak akan berada di tangan manajer Jepang. Namun
perusahaan tidak akan menutup kemungkinan untuk menyerahkan kepemimpinan pada orang
Amerika yang memang benar-benar berkemampuan.

Masih terdapat masalah komunikasi antara pekerja Jepang dengan Amerika. Setelah semua orang
Amerika pulang kerja, orang Jepang berkumpul sampai jam 19.00 atau 20.00 dan bicara dalam
bahasa Jepang tentang masalah-masalah dan mengambil keputusan tanpa kehadiran orang Amerika.
Umumnya, hal ini menyebabkan orang Amerika merasa kurang dihargai. Perusahaan berusaha
mengurangi masalah ini dengan meminta manajer Jepang untuk tidak mengambil keputusan sendiri
dan mencoba mengajak manajer Amerika agar bersedia pulang terlambat jika akan ada pembahasan
masalah atau pengambilan keputusan setelah jam kerja. Jika saja filsafat perusahaan dapat dipahami
dan dilaksanakan oleh orang-orang Amerika tersebut, maka semua pekerja Jepang akan kembali ke
Jepang tanpa kawatir tentang hal tersebut. Misi mereka dalah untuk menjalani hari dengan pelatihan
dan pendidikan.

Selama ini masih ada gap, karena Manajer Amerika rupanya lebih tertarik pada pencapaian diri
sendiri, besaran gaji dan tunjangan serta kekuasaan. Jika mereka diberi tanggung jawab lebih,
mereka bukannya merasa makin berbobot, malahan mereka merasa membebani area kekuasaan
sehingga malah ingin dikurangi. Hal ini menyebabkan konflik antar manajer Amerika.

Manajer SDM Chiba ini kemudian akhirnya menyimpulkan, bahwa dia senang dia dulu direkrut oleh
pimpinan. Sekarang dia telah bekerja 5 tahun dan perbedaan dengan tempat kerjanya dulu sangat
besar. Dia tidak perlu keluar dan menjadi dua muka, bekerja keras untuk mempertahankan kesatuan,
melakukan resiko untuk mencari uang. Secara umum sangat sulit menemukan perusahaan Amerika
yang sungguh-sungguh tulus memperhatikan kesejahteraan pekerja level bawah. Namun perusahaan
Chiba ini melakukannya jauh lebih baik dibanding perusahaan-perusahaan Amerika tersebut.
Perusahaan Amerika ingin melakukan banyak hal dalam waktu yang terlalu cepat, tanpa diperoleh,
dengan cara seperti itu kita tidak akan mendapatkan rasa hormat dari karyawan

6. PRINSIP – PRINSIP KEUANGAN


Orang-orang bagian keuangan di perusahaan ini sangat bangga karena suksesnya kinerja keuangan
perusahaan. Seperti misalnya pembiayaan perusahaan Chiba hanya 20% yang melalui hutang, sangat
kontras dengan banyak perusahaan Jepang lain. Mereka juga memiliki cara unik untuk
memperlakukan bahan mentah. Mereka cenderung menghabiskan bahan mentah per harinya. Hal ini
berasal dari pendiri Chiba yang menjalankan system manajemen yang sangat konservatif. Misal ada
pertanyaan kritis seperti jika kita tutup usaha besok lalu asset likuid kita akan menjadi apa? Kalo kita
sudah habiskan bahan mentah , maka persediaan kita akan menjadi nol.
Perusahaan mengikuti prinsip keuangan penjual mie. Penjual mie adalah seorang wirausaha. Dia
biasanya menyewa gerobak, piring, alat panic rebus. Dia juga harus menjadi pemasar yang baik untuk
tahu kemana dia harus menjual mie. Dia harus menjadi direktur pembelian yang baik dan tidak
berlebihan membeli bahan mie, kalau-kalau nanti hujan. Dia bisa saja membeli lemari es, namun hal
ini akan menimbulkan modal, rasa mie akan kurang enak dan akan membutuhkan tambahan tenaga
kerja untuk menjaga persediaan di dalam lemari es tersebut. Penjual mie sukses akan menyimpan
uangnya disisihkan pada setiap harinya untuk depresiasi dan beli bahan mentah esok hari. Hanya
dengan itulah ia akan menghasilkan laba. Hal ini menyebabkan perusahaan tidak merasa perlu
memiliki departemen pemasaran. Pedagang mie yang sukses tidak punya waktu untuk
mempertimbangkan peluang di kota lain.
7. KOMUNIKASI TERBUKA
John merasa memahami apa yang dijelaskan pihak Chiba, dia kemudian mengajukan pertanyaan
bagaimana sesungguhnya perusahaan Chiba ini menjelaskan filsafat perusahaan yang abstrak
menjadi sesuatu yang nyata? Menurut Chiba kuncinya ada pada keterbukaan komunikasi.
Perusahaan memiliki pekerja yang cukup homogen, kebanyakan mereka adalah orangn-orang
terdidik (intelligent) bahkan banyak dari lulusan universitas. Mereka kebanyakan tipe stabil yang
mampu membiayai keluarga bahkan mengirim uang untuk orang tua mereka. Mereka merasa
beruntung tetapi situasi di sini tidak sehomogen di Jepang, dimana di Jepang semua mengalami
kultur yang sama. Sehingga di Amerika ini filsafat harus di back up dengan komunikasi yang kuat.
Komunikasi ditempuh melalui berbagai pertemuan yang ada di perusahaan. Perusahaan juga
menyediakan sistem kotak saran, semua saran dibalas secara tertulis di Koran perusahaan. Dan satu
orang dari bagian SDM setiap hari ada yang melakukan keliling pabrik sehari penuh karena ada tiga
kali shift di pabrik, satu kali dalam seminggu hanya untuk ngobrol dan cepat tahu dan mendapatkan
informasi jika da masalah. Ini adalah cara kedua untuk menampung system keluhan pekerja. Hal ini
dianggap memberikan flesibilitas besar dan memungkinkan rotasi pegawai antar bagian.
Pada musim gugur ketika volume pekerjaan rendah, sering diadakan “kompa”, yaitu suatu pertemuan
kecil setelah jam kerja diikuti oleh sekitar 8 – 18 orang. Jarang membahas masalah isu-isu sosial,
tetapi pertemuan ini memiliki tujuan tertentu, contohnya jika ada dua departemen yang tidak rukun
sehingga mereka perlu kerjasama, maka mereka akan mengadakan kompa. Kelompok yang
mengadakan kompa lebih sering, cenderung membicarakan isu-isu filsafat perusahaan dibanding hal-
hal produksi.

8. SISTEM PENILAIAN DAN RENUMERASI


Sejauh ini menurut Ken, kedengarannya sudah bagus seperti perusahaan Jepang lain pada umumnya,
selanjutnya Ken menanyakan tentang apa kaitan semua ini dengan system penggajian dan upah,
karena orang-orang di Chiba menggunakan system yang berbeda. Manajemen menjelaskan bahwa di
Chiba tidak ada pekerja seumur hidup, tetapi ada secara jelas komitmen tidak akan ada pemecatan.
Perusahaan bertanggung jawab terhadap pekerja. Artinya pekerja juga harus bertanggung jawab dan
memperluas kategori pekerjaannya, sehingga perusahaan tidak perlu melakukan perjanjian
administrasi ulang. Kami berusaha mengurangi klasifikasi kerja sampai rendah, sehingga perusahaan
hanya membayar dua tingkatan kerja terhadap 700 pekerjanya rendah. Pada tingkat kerja yang tinggi
mereka memiliki 3 tingkatan gaji satu tingkatan untuk tenaga craft dan 2 tingkatan untuk tehnisi.
Contoh fleksibilitas pekerjaan adalah seorang dry press mekanik. Minggu ini pindah
pekerjaan melakukan menial labour, tetapi gaji dry press mekanik tidak dipotong, dia tidak akan
dipindahkan dari pekerjaan jika tidak penting. Perusahaan menghindari mempekerjakan orang luar,
hanya bila keahlian tidak diperoleh di dalam perusahaan saja. Bagian besar dari training adalah on
the job training (uji coba kerja langsung). Kita tidak menggunakan system job posting. Kita
mempromosikan kapan keahlian seseorang dibutuhkan kapan tidak. Tugas dari pemimpin atau
pemimpin tim adalah batu loncatan untuk menjadi seorang supervisor. Bukan sebuah job status yang
terpisah dan system mereka, tetapi pemimpin diberi beberapa extra uang setiap ekstra jam.
Pemimpin tim akan hati-hati menjaga posisinya dan meski pemimpin bisa dipindah karena kebutuhan
spesifik tidak diperlukan lagi, maka pemimpin tidak akan diganti karena dia tidak mampu dalam
memimpin.
Balas jasa adalah untuk layanan dan kinerja. Pekerja pabrik, tenaga tanpa skill dan tenaga semi skill
akan dinilai setiap 6 bulan. Tim leader akan mengevaluasi dari 10 faktor penilaian. Penilaian ini akan
dicek ulang dan dikonfirmasikan pada supervisornya dan setiap point akan diartikan sebagai cent
dollar per jam. Satu lembar untuk supervisor dan lembar lain untuk pekerja.
Petugas administrasi juga menerima penialian tiap April dan Oktober. Penilaian dari manajer
dipergunakan untuk menentukan seluruh nilai. Nilai kemudian dimasukan dalam lembaran dan
dibandingkan antar departemen, melalui berbagai pertemuan manajer dan Tim manajemen SDM,
sampai nilai konsisten satu sama lain. Kemudian nilai akan dikonversikan dalam dollar, dan kadang
ada feedback dari manajer pada bawahan.

9. KUALITAS LAYANAN

Tingkat turnover karyawan sekitar 2,5% per bulan, hal ini merupakan kondisi memuaskan pada
pekerja perusahaan, mengingat mereka dalam situasi transisi perusahaan. Perusahaan jarang
mengumumkan perekrutan tenaga baru. Masyarakat akan tahu bila ada lowongan kerja. Tetapi
perusahaan melakukan seleksi dengan sungguh. Departemen SDM melakukan screening awal,
kemudian manajer produksi dan supervisor bersama-sama melakukan interview. Tidak adanya orang
yang terdidik secara teknikal merupakan masalah besar, namun dalam setahun tersebut perusahaan
mencetak ahli dari dalam. Produktivitas pekerja kini hampir sama tingginya seperti di Jepang.
Ken dan John bertanya apakah ada aspek lain dalam perusahaan yang belum didiskusikan. Mereka
mengemukakan kualitas dan pelayanan konsumen, adalah salah satu bagian penting dalam filsafat
perusahaan. Pendiri Chiba Mr. Amano sangat percaya pada teori nol kesalahan. Dr Deming Orang
Amerika mengajarkan kita konsep kontrol kualitas (Quality Control). Sayangnya banyak perusahaan
Amerika tidak menekankan hal ini. Dalam Perang Dunia II konsep level penerimaan kualitas
dikembangkan di Amerika. Idenya adalah dalam produksi massal akan terjadi suatu kesalahan produk
(missal max 5 % kesalahan atau 10% kesalahan). Daripada membayar petugas inspeksi dalam lini
produksi, mereka memilih real problem akan ditemukan konsumen ketika telah mengkonsumsi
produk tersebut dan kesalahan produksi dapat diperbaiki kemudian di lapangan.
Perusahaan Chiba tidak mengijinkan hal tersebut terjadi, Filsafat mereka adalah 100 persen
inspeksi visual di semua bagian penting, dengan hanya biaya 50 dollar per 1000 unit. Inspeksi
dilakukan setiap paket pekerjaan selesai dibawah microscop, sehingga dibutuhkan 130 inspektur
sekitar 1/6 dari total pekerja perusahaan untuk mengawasi sehingga produk 100 persen benar (zero
kesalahan). Mr. Amano menyatakan bahwa perusahaan berusaha membangun setiap item yang
dinginkan konsumen, memang menjadi lebih lambat, karena kita tidak pernah berkata tidak, kita
tidak pernah berkata tidak bisa. Pabrik yang lebih tua akan mengevaluasi proposal atas basis biaya
dan kemudian mengatakan tidak. Namun Chiba telah memiliki laba sejak awal mulai meski tidak
pernah berkata tidak.

Persamaan Amano :
Kemampuan x filsafat perusahaan x zeal = kinerja

Jika filsafat negative, maka kinerja akan negatif karena hubungan kinerja dengan filsafat adalah
sebuah hubungan perkalian. Namun dalam perusahaan Chiba dimana sekarang berjumlah 2.000
pekerja kita harus mulai dari awal untuk memiliki cara berpikir yang berbeda. Ibarat pedang Jepang
kuat karena dibuat dari berbagai jenis baja yang disatukan satu sama lain, atau Pedang China juga
sangat kuat karena terdiri dari satu bahan, maka dia percaya setiap alat dapat sukses di situasi
tertentu. Sehingga harus ditanamkan dibenak bahwa kita memiliki cara berbeda dalam berbagi
filsafat

Kita sedang berpikir untuk menulis filsafat perusahaan ini dalam sebuah buku menjelaskan berbagai
isu seperti apa itu loyalitas dalam filsafat kami, menuliskan segala peristiwa dan cerita perusahaan
akan menjadi buku yang membantu perusahaan dalam melakukan pelatihan.

Akhir cerita, seusai kunjungan Ken dan John segera pulang dan keluar dari areal pabrik menuju areal
parkir, John mengungkapkan ternyata lebih kompleks dari yang dia bayangkan. Ken menjawab tentu
saja, dan John perlu memiliki banyak kesabaran. Kemudian John menyatakan dengan antusias lebih
baik kita cepat – cepat memulai, dan dari mana memulainya , John mengusulkan dimulai dengan
mempekerjakan si translator (professor dari Univ Goergia sebagai translator). Ken menjadi tidak
yakin apa yang harus dia jawab pada John, (karena ternyata meskipun John Sinclair telah belajar dari
Chiba di California tentang filsafat jepang, ternyata John tidak paham juga akan apa yang harus
dilakukannnya).

1. Atas segala informasi yang dipelajari Ken dan John dari Chiba International, ide-ide manajemen
SDM apa saja yang menurut anda penting ? dan mengapa penting ?
2. Apa tantangan terbesar dalam mengimplementasikan apa yang mereka dengar dari Chiba di
tempat pabrik mereka sendiri ?
3. Jika anda bertugas pada operasional pabrik di Georgia tersebut, ide dari Chiba mana yang akan
anda implementasikan lebih dulu. Pilih 3 dan beri alasan

Sumber : Studi kasus ini ditulis oleh Professor Vladmir Pucik dan Nina Harvany sebagai bahan diskus
kelas untuk menjelaskan mengenai efektif dan tidak efektifnya pengelolaan sebuah situasi bisnis.
Copyright oleh International Insitute for Management Development, Lausanne, Switzserland.

Anda mungkin juga menyukai