Anda di halaman 1dari 25

PAJAK PENGHASILAN (Final)

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Perpajakan
Yang dibina oleh Dr. Makaryanawati, S.E., M.Si.,AK.,CA

Oleh

Rangga Dwi Kurniawan 170422620625


Rasbianto Hidayat 170422620634
Reyhan Mahardika 170422620655
Rizal Fajar Permana Aji 170422620685

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI
September 2018
1
DAFTAR ISI

Cover ..................................................................................................................................... 1
Daftar Isi ................................................................................................................................ 2
1. Pajak Penghasilan Final .................................................................................................... 3
1.1. Pengertian PPh Final ................................................................................................. 3
1.2. Wajib Pajak ............................................................................................................... 3
1.3. Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak ............................................................................. 4
1.4. Menghitung PPh Bersifat Final 1%........................................................................... 5
1.5. Tata Cara Penyetoran dan Pelaporan ........................................................................ 5
2. Pajak Penghasilan Bersifat Final Pasal 15 ....................................................................... 8
2.1. Pajak Penghasilan atas Imbalan yang Dibayarkan atau Terutang kepada Perusahaan
Pelayaran Dalam Negeri............................................................................................ 8
2.2. Pajak Penghasilan atas Imbalan yang Dibayarkan atau Terutang kepada Perusahaan
Pelayaran dan Penerbangan Luar Negeri ................................................................. 10
2.3. Pajak Penghasilan atas Imbalan yang Dibayarkan atau Terutang kepada Perusahaan
Penerbangan dalam Negeri ...................................................................................... 11
3. Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Bersifat Final Pasal 4 Ayat (2) ........................... 12
3.1. Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto SBI .......... 12
3.2. Pajak Penghasilan atas Transaksi Saham dan Sekuritas Lainnya ........................... 14
3.3. Pajak Penghasilan atas Bunga Obligasi .................................................................. 15
3.4 Pajak Penghasilan atas Hadiah Undian................................................................... 18
3.5. Pajak Penghasilan atas Persewaan Tanah dan/atau Bangunan ............................... 18
3.6. Pajak Penghasilan atas Usaha Jasa Kontruksi......................................................... 19
3.7 Pajak Penghasilan atas Pengalihan Harta berupa Tanah dan/atau Bangunan......... 20
3.8. Pajak Penghasilan atas Bunga Simpanan yang Dibayarkan oleh Koperasi kepada Anggota
Koperasi Orang Pribadi ........................................................................................... 22
3.9. Pajak Penghasilan atas Dividen yang Diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi... 23
Kesimpulan dan Saran ........................................................................................................ 24
Daftar Pustaka .................................................................................................................... 25

2
1. PAJAK PENGHASILAN FINAL
1.1. Pengertian
Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha bagi Wajib Pajak dengan peredaran bruto
tertentu bersifat final dimaksudkan untuk memberi kemudahan bagi Wajib Pajak yang
menerima/memperoleh penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto tertentu dapat melakukan
penghitungan,penyetoran, dan pelaporan pajak penghasilan yang terutang. Ketentuan pengenaan
PPh ini dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013, Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 107/PMK.011/2013, dan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-42/PJ/2013.
Ketentuan ini dalam uraian selanjutnya disebut PPh bersifat final 1%
1.2. Wajib Pajak
Berikut ini yang termasuk sebagai wajib Pajak dengan peredaran bruto tertentu dalam
PPh bersifat final 1%.
1. Wajib Pajak bagi Orang Pribadi (OP) dan badan, kecuali bentuk usaha tetap,
2. Wajib Pajak pada nomor 1 menerima penghasilan dari usaha tidak termasuk
penghasilan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak
lebih dari Rp4.800.000.000 untuk semua cabang dalam satu tahun pajak.

Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, meliputi hal-hal berikut :


1. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas (pengacara, akuntan, arsitek, dokter,
konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris).
2. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,
bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama,
dan penari.
3. Olahragawan
4. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator.
5. Pengarang, peneliti, dan penerjemah.
6. Agen iklan
7. Pengawas atau pengelola proyek
8. Perantara
9. Petugas penjaja barang dagangan
10. Agen asurasni
11. Distributor perusahaan pemasaran berjenjang (multi level marketing) atau
penjualan langsung (direct selling) dan kegiatan sejenis lainnya.
Hal yang tidak termasuk Wajib Pajak dalam Pph final 1% adalah :
3
1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukkan kegiatan usaha perdagangan atau jasa
yang dalam usahanya :
a. Menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik
yang menetap maupun tidak menetap.
b. Menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak
diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan.
2. Wajib Pajak badan yang :
a. Belum beroperasi secara komersial;
b. Dalam jangka waktu satu tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh
peredaran bruto melebihi Rp4.800.000.000.

1.3. Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak


Besarnya tariff PPh bersifat final 1% adalah 1% dan bersifat final. Besarnya tarif
tersebut dikalikan dengan jumlah perderan bruto usaha sebulan.
Contoh 1 :
CV Andika memilikki usaha perdagangan alat-alat rumah tangga yang berdasarkan
pembukuan tahun 2016 (Januari s.d Desember 2016) memilikki peredaran bruto
sebesar Rp4.000.000.000. atas penghasilan dari usaha yang diterima oleh CV Andika
pada tahun 2016 dikenai PPh bersifat final 1%.
Dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung PPh bersifat final
1% adalah :
1. Dasar pengenaan pajak adalah peredaran bruto dari usaha dalam suatu satu
tahun pajak terakhir sebelum tahun pajak yang bersangkutan.

Contoh 2 :
CV Karina adalah usaha dibidang elektronik. Pada tahun 2015, memilikki peredaran
bruto usaha sebesar Rp4.100.000.000. pada 2016, CV Karina menghitung PPh
bersifat final 1%.
2. Dalam hal peredaran jumlah bruto atau bruto kumulatif Wajib Pajak pada suatu
bulan telah melebihi jumlah Rp4.800.000.000 dalam suatu tahun pajak, Wajib
Pajak tetap dikenai PPh bersifat final 1% sampai dengan akhir tahun pajak yang
bersangkutan.
Contoh 3 :

4
Apabila CV Karina pada contoh 2, pada Januari sampai Oktober 2016
memperoleh peredaran bruto sebesar Rp5.000.000.000, atas penghasilan usaha
yang diterima CV Karina dengan Desember 2016 (akhir tahun pajak 2016) tetap
dikenai tarif PPh bersifat final 1%.
3. Dalam hal peredaran bruto Wajib Pajak telah melebihi jumlah Rp4.800.000.000
pada suatu tahun pajak, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
pada tahun pajak berikutnya dikenai tariff PPh berdasarkan ketentuan UU PPh.
Contoh 4 :
Apabila CV Karina pada contoh 2, pada Januari sampai Desember 2016
memperoleh peredaran bruto usaha sebesar Rp6.000.000.000, penghasilan yang
diperoleh CV Karina pada 2017 dikenai PPh sesuai ketentuan UU PPh (tidak
menggunakan PPh final tariff 1% dari peredaran bruto lain).
1.4. Menghitung PPh Bersifat Final 1%
Dasar pengenaan pajak untuk menghitung PPh bersifat final 1% adalah jumlah
peredaran bruto setiap bulan.

PPh terutang sebulan = Tarif x Dasar pengenaan


pajak sebulan
= 1% x peredaran bruto usaha

Contoh 1 :
PPh Final 1 persen / pajak UKM menurut Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 46 Tahun 2013 adalah pajak yang dikenakan pada wajib
pajakpribadi dan badan yang mendapatkan penghasilan dari usaha dengan
peredaran bruto (omzet) tidak melebihi Rp 4,8 miliar dalam 1 tahun pajak.
3
Peredaran bruto (omzet) merupakan jumlah peredaran bruto (omzet)
semua gerai/counter/outlet atau sejenisnya baik pusat maupun cabangnya.
Cara menghitung PPh Final / pajak UKM yang terutang dan harus dibayar
adalah:
1% x Omzet dalam sebulan
Misalnya dalam 1 bulan, omzet penjualan usaha Anda adalah Rp 10.000.000,-.
Maka jumlah pajak final terutang / harus dibayar adalah :
1% x Rp 10.000.000,- = Rp 100.000,-
Contoh 2 :

5
CV Amanda merupakan perusahaan dagang, penghitungan PPh terutang
setiap bulan pada tahun 2016 sebagai berikut :
PPH
TERUTANG
PEREDARAN SEBULAN (1% X
PEREDARAN BRUTO KUMULATIF PEREDARAN
BULAN SEBULAN BRUTO BRUTO
JANUARI 400.000.000 400.000.000 4.000.000
FEBRUARI 410.000.000 810.000.000 4.100.000
MARET 430.000.000 1.240.000.000 4.300.000
APRIL 425.000.000 1.665.000.000 4.250.000
MEI 430.000.000 2.095.000.000 4.300.000
JUNI 435.000.000 2.530.000.000 4.350.000
JULI 450.000.000 2.980.000.000 4.500.000
AGUSTUS 465.000.000 3.445.000.000 4.650.000
SEPTEMBER 460.000.000 3.905.000.000 4.600.000
OKTOBER 475.000.000 4.380.000.000 4.750.000
NOVEMBER 460.000.000 4.840.000.000 4.600.000
DESEMBER 465.000.000 5.305.000.000 4.650.000
TOTAL 3.305.000.000 53.050.000

Pada bulan November, total peredaran bruto tahun 2016 sebesar Rp4.840.000 (lebih dari
Rp4.800.000), tetapi penghitungan PPh terutang tetap menggunakan tarif PPh final 1% dari
peredaran bruto usaha sebulan. Kemudian, pada tahun 2017 CV Ananda tidak lagi menggunakan
penghitungan PPh terutang berdasar PP 46 Tahun 2013. Penghitungan PPh terutang didasarkan
pada tarif Pasal 17 UU PPh.

1.5. Tata Cara Penyetoran dan Pelaporan


Beberapa hal berikut yang terkait dengan tata cara penyetoran dan pelaporan PPh
bersifat final 1% sebagai berikut.
1. Wajib pajak yang hanya menerima atau memperoleh penghasilan yang dikenai Pph
bersifat final, tidak diwajibkan melakukan pembayaran angsuran pajak sebagaimana
diatur dalam pasal 25 UU PPh, yaitu angsuran PPh setiap bulan yang dibayar sendiri
oleh wajib pajak. Apabila wajib pajak selain memperoleh penghasilan dengan PPh
bersifat final 1% juga menerima atau memperoleh penghasilan yang dikenai PPh
berdasarkan tarif umum PPh, atas penghasilan yang dikenai PPh berdasarkan tarif
umum tersebut wajib dibayar angsuran pajak sesuai ketentuan PPh Pasal 25 UU PPh.

2. Penyetoran pajak dilakukan melalui kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh MenKeu
dengan menggunakan Surat Setor Pajak (SSP) atau saran administrasi lain yang

6
dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak yang telah mendapat validasi dengan
Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) paling lambat tanggal 15 bulan
berikutnya setelah masa pajak berakhir.
3. Pelaporan dilakukkan dengan menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) Masa Pajak
Penghasilan paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir.
a. Wajib pajak yang telah menyetor pajak dianggap telah menyampaikan SPT sesuai
dengan tanggal validasi NTPN yang tercantum dalam SSP.
b. Wajib pajak yang telah menyetor pajak, tetapi di dalam SSP tidak mendapat
validasi dengan NTPN, wajib menyampaikan SPT Masa PPh pasal 4 ayat (2) ke
Kantor Pelayanan Pajak sesuai tempat kegiatan usaha Wajib Pajak terdaftar
dengan mengisi barid pada angka 11 formulir SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2),
kolom uraian diisi dengan “Penghasilan usaha WP yang memilikki peredaran
bruto tertentu”, sedangkan kolom KAP/KJS diisi dengan “411128/420”
4. Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh WP yang memilikki
peredaran usaha tertentu, yang dipotong atau dipungut pihak lain diatur sebagai
berikut.
a. Atas pemungutan PPh pasal 22 oleh bendaharawan pemerintah dengan
menggunakan SSP yang telah diisi atas nama rekanan.
1). Dapat diajukan permohonan pemindahbukuan ke setoran PPh pasal 4 ayat (2)
sesuai dengan ketentuan mengenai tata cara pembayaran pajak melalui
pemindahbukuan;
2). Dapat diajukan permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak
terutang sesuai dengan tata cara pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak
yang seharusnya tidak terutan; atau
3). Dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang untuk tahun pajak yang
bersangkutan.
b. Atas pemotongan atau pemungutan PPh oleh pihaklain dengan bukti
pemotongan atau pemungutan, termasuk pemungutan PPh pasal 22 atas impor.
1). Dapat diajukan permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak
terutang sesuai dengan ketentuan mengenai tata cara pengembalian atas kelebihan
pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang; atau
2). Dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang tahun pajak yang
bersangkutan.

7
5. Atas penghasilan dari usaha yang dikenai PPh bersifat final 1% dilaporkan dalam
Surat Pemberitahuan Tahunan PPh pada kelompok penghasilan yang dikenai pajak
bersifat final, sebagai berikut.
a. formulir 1770-III atau lampiran III bagian A nomor 16 (“Penghasilan Lain yang
dikenakan Pajak final atau bersifat final”) bagi WP orang pribadi.
b. formulir 1771-IV atau lampiran IV bagian A nomor 14 dengan menuliskan
“Penghasilan usaha WP memilikki peredaran bruto tertentu” bagi WP badan.

2. Pajak Penghasilan Bersifat Final Pasal 15


PPh Pasal 15 adalah Pajak Penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak Tertentu, yaitu Perusahaan pelayaran atau
penerbangan internasional, Perusahaan pelayaran dalam negeri, Perusahaan penerbangan
dalam negeri, Perusahaan asuransi luar negeri, Perusahaan pengeboran minyak, gas dan
panas bumi, Perusahaan dagang asing Perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk
bangun-guna-serah atau BOT (“build, operate, and transfer”).
Pasal 15 UU PPh mengatur tentang Norma Penghitungan Khusus untuk menghitung
penghasilan neto dari WP tertentu yang tidak dapat dihitung berdasarkan ketentuan Pasal 16
ayat (1) atau ayat (3) UU PPh ditetapkan MenKeu (Dirjen Pajak 2008).
Norma Perhitungan Khusus untuk golongan WP tertentu, antara lain:
1. Perusahaan pelayaran atau penerbangan internasional
2. Perusahaan asuransi luar negeri
3. Perusahaan pengeboran minyak, gas, dan panas bumi
4. Perusahaan dagang asing
5. Perusahaan yang melakukkan investasi dalam bentuk bangun-guna-serah (build,
operate, and transfer).

2.1. Pajak Penghasilan atas Imbalan yang Dibayarkan atau Terutang kepada
Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri

Pajak Penghasilan atas imbalan yang dibayarkan atau terutang kepada perusahaan
pelayaran dalam negeri diatur dalam Keputusan MenKeu Nomor 416/KMK.04/1996 dan Surat
Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-29/PJ.4/1996
A. Objek Pengenaan PPh
Penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari pengangkutan orang dan/atau
barang, termasuk penghasilan penyewaan kapal yang dilakukan dari :
1. pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lainnya di Indonesia;
8
2. pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar Indonesia;
3. pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia; dan
4. pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lainnya di luar Indonesia.
B. Subjek Pajak
Subjek Pajak Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri adalah orang yang bertempat
tinggal atau badan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia yang melakukan usaha
pelayaran dengan kapal yang didaftarkan baik di Indonesia maupun di luar negeri atau
dengan kapal pihak lain.
C. Tarif Dan Dasar Pengenaan Pajak
Besarnya PPh yang terutang adalah 1,2% dari peredaran bruto dan bersifat final.
Peredaran bruto adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri dari
pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain
di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan luar negeri dan/atau
sebaliknya.
D. Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, Dan Pelaporan
1. Dalam hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan atau charter
dengan pemotong pajak, maka pihak yang maembayar atau terutang hasil tersebut
wajib:
a. Memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya imbalan
atau nilai pengganti.
b. Memberikan bukti pemotongan PPh kepada pihak yang menerima atau
memperoleh penghasilan.
c. Menyetor PPh yang terutang ke bank presepsi atau Kantor Pos dan Giro selambat-
lambatnya sepuluh bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya
imbalan atau nlai pengganti, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).
d. Melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan
Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran
atau terutangnya imbalan atau nilai pengganti dilampiri dengan Lembar ke-3 SSP
dan Lembar ke-2 Bukti Pemotongan PPh atas Penghasilan Perusahaan Pelayaran
Dalam Neger (final).
2. Dalam hal penghasilan diperoleh selain dimaksud di atas, maka Wajib pajak
perusahaan pelayaran dalam negeri wajib:

9
a. menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro selambat-
lambatnya tanggal 15 bulan berikut setelah bulan diterima atau diperolehnya
penghasilan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) Final;
b. melaporkan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-
lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan diterima atau diperolehnya
penghasilan.
2.2. Pajak Penghasilan atas Imbalan yang Dibayarkan atau Terutang kepada
Perusahaan Pelayaran dan Penerbangan Luar Negeri
Pajak penghasilan ini diatur dalam Keputusan MenKeu nomor 417/KMK.04/1996
dan surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-32/PJ.4/1996
A. Subjek Pajak
Perusahaan pelayaran/penerbangan yang bertempat kedudukan di luar negeri
yang melakukan usaha melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT).
B. Objek Pajak
Penghasilan dari pengangkutan orang dan/atau barang yang diterima oleh wajib
pajak perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri yang melakukan usaha
melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.
Tidak termasuk penggantian atau imbalan yang diterima atau diperoleh
perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri tersebut dar pengangkutan orang
dan/atau barang dari pelabuhan di luar negeri ke pelabuhan di Indonesia.
C. Tarif Pajak
Tarifnya adalah sebesar 2,64 persen dari peredaran bruto dan bersifat final
D. Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, Dan Pelaporan
1. Dalam hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian carter, maka pihak yang
membayar atau pihak yang mencarter wajib:
a. Memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya
imbalan/nilai pengganti.
b. Memberikan bukti pemotongan PPh atas penghasilan perusahaan pelayaran
dan/atau penerbangan luar negeri (final) kepada pihak yang menerima atau
memperoleh penghasilan.
c. Menyetor PPh yang terutang ke bank presepsi atau Kantor Pos selambat-
lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau
terutangnya imbalan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).

10
d. Melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan
Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran
atau terutangnya imbalan.
2. Dalam hal penghasilan diperoleh selain yang dimaksud pada huruf a di atas,
maka wajib pajak perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri wajib:
a. Menyetor PPh yang terutang ke bank presepsi atau Kantor Pos selambat-
lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan diterima atau diperolehnya
penghasilan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (final).
b. Melaporkan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-
lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan diterima atau diperolehnya
penghasilan.
2.3. Pajak Penghasilan atas Imbalan yang Dibayarkan atau Terutang kepada
Perusahaan Penerbangan dalam Negeri
Pajak penghasilan ini diatur dalam Keputusan MenKeu Nomor 475/KMK.04/1996
dan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-35/PJ.4/1996.
A. Objek Pajak
Penghasilan yang diterima berdasarkan perjanjian carter dar pengangkutan orang
dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia
dan/atau dar pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan luar negeri.
B. Subjek Pajak
Perusahaan penerbangan yang bertempat kedudukan di Indonesia yang memperoleh
penghasilan berdasarkan perjanjian carter/sewa.
C. Tarif Dasar Pengenaan Pajak
Tarifnya adalah sebesar 1,8 persen dari peredaran bruto dan tidak bersifat final.
D. Pemotongan Dan Pelaporan
Atas pemotongan PPh ini pencarter wajib:
a. Memberikan bukti pemotongan PPh kepada pihak yang menerima atau
memperoleh penghasilan.
b. Menyetor PPh yang terutang ke bank presepsi atau Kantor Pos selambat-
lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau
terutangnya imbalan atau nlai pengganti, dengan menggunakan Surat Setoran
Pajak (SSP).

11
c. Melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan
Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran
atau terutangnya imbalan atau nilai pengganti.

3. Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Bersifat Final Pasal 4 Ayat (2) UU PPh
Pajak penghasilan (PPh) pasal 4 ayat (2) adalah salah satu jenis pajak atas penghasilan
dengan ketentuan spesifik diantaranya yaitu objek pajak, pemotong pajak sampai dengan
subjek pajak yang bisa dikenakan pajak tersebut. pemotongan pajak dalam PPh pasal 4 ayat
(2) bersifat final. Artinya, pajak harus diselesaikan atau dilunasi dalam masa pajak yang
sama.
Dalam PPh pasal 4 ayat (2) penghasilan yang dikenakan PPh bersifat final meliputi :
3.1. Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto SBI
Pajak penghasilan atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 131 tahun 2000 dan Keputusan
Menteri Keuangan No. 51/KMK.04/2001.
 Pengertian
Deposito ialah mata uang rupiah ataupun mata uang asing yang diterbitkan oleh
bank. Tabungan ialah simpanan yang ada dalam bank dengan nama apapun misalnya
saja giro, yang penarikannya dilakukan berdasarkan syarat-syarat tertentu yang
ditetapkan oleh bank.
 Wajib Pajak dan Objek Pajak
Dalam PPh ini wajib pajaknya ialah orang pribadi atau badan dalam negeri dan luar
negeri serta bentuk usaha tetap yang menerima penghasilan dari bunga deposito dan
tabungan serta diskonto sertifikat Bank Indonesia. Sedangkan objek pajak dalam PPh
ini yakni penghasilan yang berupa bunga atas deposito dan tabungan serta diskonto
SBI. Diskonto SBI merupakan selisih antara nilai nominal Sertifikat Bank Indonesia
dengan jumlah harga di bawah nominal yang dibayar oleh pembeli. Jika pembeli
tersebut menjual kembali SBI tersebut maka keuntungan yang diperoleh diakui
sebagai pengalihan harta yang tidak perlu dipotong PPh, tetapi wajib dilaporkan di
SPT Tahunan.
 Tarif dan Dasar Penanganan
Tarif dan dasar pengenaan PPh atas pendapatan bunga deposito dan tabungan serta
diskonto SBI adalah:
Wajib Pajak Tarif Dasar Pengenaan

12
Wajib Pajak dalam 20% (dua puluh Jumlah bruto bunga
negeri dan BUT persen) deposito dan tabungan serta
diskonto sertifikat Bank
Indonesia (SBI)

Wajib Pajak luar 20% (dua puluh Jumlah bruto bunga


negeri selain BUT persen) atau sesuai deposito dan tabungan serta
tarif berdasarkan diskonto sertifikat Bank
persetujuan Indonesia (SBI)
penghindaran pajak
berganda

PPh terutang bersifat final dihitung sebesar tarif dikalikan dasar pengenaan pajak.
 Pemotong PPh
Pemotong PPh atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto
SBI: o Bank yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia
o Cabang bank luar negeri di Indonesia
o Bank Indonesia
o Dana Pensiun dan bank yang menjual kembali Sertifikat Bank Indonesia kepada
pihak lain yang bukan bank kepada Dana Pensiun yang pendiriannya belum
disahkan oleh Menteri Keuangan.
 Pengecualian Pemotongan PPh
Pemotongan PPh atas bunga deposito dan tabungan serta Sertifikat Bank
Indonesia tidak bisa dilakukan terhadap:
o Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI, sepanjang jumlahnya tidak
melebihi Rp. 7.500.000,00]
o Bunga dan diskonto yang diterima dan diperoleh bank yang didirikan di
Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia
o Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh
Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan
sepanjang dananya diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana yang
dimaksudkan dalam pasal 29 Undang-Undang Nomer 11 tahun 1992 tentang Dana
Pensiun.
o Bunga tabungan pada bank yang ditunjuk pemerintah dalam rangka pemilikan
rumah sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah
13
sederhana dan sangat sederhana, atau rumah susun yang sederhana sesuai dengan
ketentuan yang berlaku untuk dihuni sendiri
 Contoh:
Pada 31 Agustus 2017, suatu bank membayarkan bunga deposito kepada nasabahnya.
Deposito berjangka waktu 1 bulan ini bernilai Rp.900.000.000, dengan bunga 10%
setahun.
Atas pembayaran bunga tersebut dipotong PPh final
sebesar : 20% x 10% x Rp. 900.000.000 x 1/12 = Rp.
1.500.000
Ketentuan pengenaan PPh final atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI tidak
berlaku terhadap orang pribadi subjek pajak dalam negeri yang seluruh penghasilannya
dalam 1 (satu) tahun pajak, termasuk bunga dan diskonto, tidak melebihi PTKP. Orang
pribadi dengan kriteria tersebut dapat mengajukan permohonan restitusi atas pajak yang
telah dipotong PPh final. Restitusi yakni permohonan pengembalian.

3.2. Pajak Penghasilan atas Transaksi Saham dan Sekuritas Lainnya


Pajak penghasilan atas transaksi saham dan sekuritas lainnya diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomer 14 tahun 1997 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomer
282/KMK.04/1997.
 Pengertian
Saham pendiri merupakan saham yang dimiliki oleh pendiri perusahaan yang
diperoleh dengan harga kurang dari 90% dari harga saham pada saat penawaran
umum perdana. Sedangkan saham merupakan surat berharga yang menujukkan
kepemilikan dalam suatu perusahaan.
 Wajib Pajak dan Subjek Pajak
Objek pengenaan pajak ini adalah transaksi penjualan saham di Bursa Efek Indonesia
(BEI). Sedangkan subjek pajaknya yakni orang pribadi atau badan transaksi
penjualan saham di bursa efek.
 Tarif dan Dasar Pengenaan
Jenis Transaksi Tarif Dasar Pengenaan

Semua transaksi 0,1% Jumlah bruto nilai


penjualan saham transaksi penjualan

Transaksi pemilik 0,1% dan tambahan Jumlah bruto nilai


saham pendiri 0,5% transaksi penjualan,
14
kecuali penjualan
saham pendiri oleh
perusahaan modal
ventura atas penyertaan
modal kepada
perusahaan pasangan
usahanya.

 Tata Cara Pelunasan


Pengenaan pajak penghasilan dilakukan dengan cara pemotongan oleh
penyelenggara bursa efek melalui perantara pedagang efek pada saat pelunasan
transaksi penjualan saham. Penyelenggara bursa efek wajib menyetor pajak
penghasilan kepada bank persepsi atau kantor pos dan giro selambat - lambatnya
tanggal 20 setiap bulan atas transaksi penjualan saham yang dilakukan dalam bulan
sebelumnya.
3.3 Pajak Penghasilan atas Bunga Obligasi

Pajak penghasilan atas bunga obligasi diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun
2009 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun
2013 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 07/PMK.011/2012.
 Pengertian
Obligasi adalah surat utang dan surat utang negara yang berjangka waktu lebih dari
12 bulan. Bunga obligasi adalah imbalan yang diterima dan/atau diperoleh pemegang
obligasi dalam bentuk bunga dan/atau diskonto
 Wajib Pajak dan Objek Pajak
Wajib pajak pada PPh ini ialah orang pribadi atau badan dalam negeri dan luar negeri
serta bentuk usaha tetap yang menerima bunga obligasi serta diskonto obligasinya.
Objek pajak ini adalah penghasilan berupa bunga obligasi termasuk diskonto
obligasi.
 Tarif dan Dasar Pengenaan
Tarif dan dasar pengenaan PPh atas bunga obligasi adalah :
PPh terutang yang bersifat final dihitung sebesar tarif dikalikan dengan dasar
pengenaan pajak.

15
Jenis Bunga Wajib Pajak Tarif Dasar Pengenaan

16
atau Diskonto Pajak

Bunga  Wajib Pajak  15% Jumlah bruto bunga


obligasi dalam negeri sesuai dengan masa
dengan kupon dan BUT kepemilikan obligasi
 Wajib Pajak  20% atau
luar negeri sesuai tarif
selain BUT berdasarkan
persetujuan
penghindaran
pajak
berganda

Diskonto  Wajib Pajak  15% Selisih lebih harga


oligasi dengan dalam negeri jual atau nilai
kupon dan BUT nominal di atas
harga perolehan

 Wajib Pajak  20% atau obligasi tidak


luar negeri sesuai tarif termasuk bunga
selain BUT berdasarkan berjalan
persetujuan
penghindaran
pajak
berganda

Diskonto  Wajib Pajak  15% Selisih lebih harga


obligasi tanpa dalam negeri jual atau nilai
bunga dan BUT nominal di atas
 Wajib Pajak  20% atau harga perolehan
luar negeri sesuai tarif obligasi tidak
selain BUT berdasarkan termasuk bunga

17
persetujuan berjalan
penghindaran
pajak
berganda

Bunga Wajib Pajak  5% (tahun Selisih lebih harga


dan/atau reksa dana yang 2014 s.d 2020) jual atau nilai
diskonto terdaftar pada  10% (tahun nominal
obligasi Badan 2021 dan
Pengawas Pasar seterusnya)
Modal dan
Lembaga
Keuangan

 Pemotong PPh
Pemotong PPh atas penghasilan berupa bunga obligasi adalah : Penerbit obligasi atau
kustodian selaku agen pembayaran yang ditunjuk atas bunga dan/atau diskonto yang
diterima oleh pemegang obligasi dengan kupon pada saat jatuh tempo bunga
obligasi, dan diskonto yang diterima pemegang obligasi tanpa bunga pada saat jatuh
tempo obligasi
o Perusahaan Efek, dealer, atau bank selaku pedagang perantara dan/atau
pembeli, atas bunga dan diskonto yang diterima penjual obligasi pada saat
transaksi.
 Pengecualian Pemotongan PPh
Pemotongan PPh ini tidak bisa berlaku apabila penerima penghasilan bunga obligasi
adalah:
o Wajib pajak dana pensiun yang pendiriannya atau pembentukannya telah di
sahkan oleh Meteri Keuangan. Penghasilan bunga obligasi ini tidak dikenai
PPh.
o Wajib Pajak bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di
Indonesia. Penghasilan bunga obligasi ini dikenai PPh Umum sebagaimana
yang telah diatur dalam UU PPh.
3.4. Pajak Penghasilan atas Hadiah Undian
Dasar hukum pengaturan PPh atas hadiah undian terdapat dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 132 Tahun 2002 dan Keputusan Dirjen Pajak Nomor Kep. 395/PJ/2001.
 Pengertian
18
Hadiah undian merupakan hadiah dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang
diterima oleh penerima undian melalui sebuah undian. Hadiah undian berbeda
dengan hadiah dari suatu perlombaan atau pertandingan. Hadiah undian didapatkan
karena keberuntungan dari penerima undian tersebut.
 Wajib Pajak dan Objek Pajak
Wajib Pajak pada PPh ini ialah orang pribadi atau badan yang menerima hadiah
undian. Objek Pajaknya yakni penghasilan berupa hadaih undian dengan nam dan
dalam bentuk apapun.
 Tarif dan Dasar Pengenaan
Tarif pada PPh ini sebesar 25% dengan dasar pengenaan pajak adalah jumlah bruto
hadiah undian. PPh ini bersifat final dihitung dengan cara dikalikan dasar pengenaan
pajak.
 Pemungut atau Pemotong
Pemungut PPh atas hadiah undian adalah penyelenggara undian yang telah
mendapatkan izin dari pihak yang berwenang. Pemotong atau pemungut wajib
menyetorkan pajak yang telah dipotong ke bankatau lainnya paling lambat tanggal 10
bulan berikutnya, dan melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak stempat paling
lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir.
3.5. Pajak Penghasilan atas Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
Pajak penghasilan atas persewaan tanah dan/atau bangunan diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002, Keputusan Menteri Keuangan No. 120/KMK.03/2002,
Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-227/PJ/2002.
 Pengertian
Sewa tanah dan bangunan yang dimaksud ialah persewaan tanah dan/atau bangunan
yang berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kantor, ruko, industri, dll.
 Wajib Pajak dan Objek Pajak
Wajib Pajak dari PPh ini yakni orang yang menerima atau memperoleh penghasilan
dengan menyewakan tanah atau bangunan. Sedangkan objek pajaknya yakni
penghasilan dari persewaan tanah atau bangunan tersebut.
 Tarif dan Dasar Pengenaan
Besar tarif dari PPh ini yakni 10%, dengan dasar pengenaan pajak ialah jumlah bruto
nilai persewaaan tanah atau bangunan. PPh terutang yang bersifat final ini dihitung
dengan cara tarif dikalikan dengan cara dasar pengenaan pajaknya.
 Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan

19
Penghasilan dari penyewa yang ditunjuk sebagai pemotong pajak, wajib dipotong
pajak oleh penyewa, sedangkan apabila penyewa bukan sebagai pemotong pajak
maka PPh tersebut wajib dibayar sendiri oleh orang pribadi atau badan yang
menerima penghasilan tersebut.
Pemotong pajak wajib menyetorkannya pajak tersebut ke bank persepsi atau Kantor
Pos paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dan wajib meloprkan kepada Kantor
Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah diserahkan
hadiah tersebut.
3.6. Pajak Penghasilan atas Usaha Jasa Kontruksi
Peraturan yang mengatur PPh atas usaha jasa kontruksi yakni Peraturan Pemerintah Nomor
51 Tahun 2008 dan sudah disempurnakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun
2009 dan juga diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/2008.
 Pengertian
Usaha jasa kontruksi yakni usaha yang didirikan untuk melayani jasa konsultasi
perencanaan pekerjaan konstruksi, melayani jasa pelaksanaan pekerjaan kontruksi,
dan melayani jasa konsultasi pengawasan pekerjaan kontruksi.
 Wajib Pajak dan Objek Pajak
Pada PPh ini Wajib Pajaknya ialah penyedia jasa kontruksi, yaitu orang pribadi atau
badan termasuk BUT yang melayani jasa kontruksi, sedangkan Objek Pajaknya
berupa jasa perencanaan kontruksi, pelaksana kontruksi, dan pengawas kontruksi.
 Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
Jenis Kontruksi Wajib Pajak Tarif

Pelaksanaan Penyedia jasa yang memiliki kualifikasi 2%


usaha kecil

Pelaksanaan Penyedia jasa yang tidak memiliki 4%


kualifikasi usaha

Pelaksanaan Penyedia jasa selain dua diatas 3%

Perencanaan atau Penyedia jasa yang memiliki kualifikasi 4%


pengawasan usaha

Perencanaan atau Penyedia jasa yang tidak memiliki 6%


pengawasa kualifikasi usaha

20
Besarnya dasar pengenaan pajak yakni jumlah pembayaran tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai, dalam hal PPh dipotong oleh pengguna jasa dan jumlah
penerimaan pembayaran tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai, dalam hal yang
disetor sendiri oleh penyedia jasa.
 Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan
Pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh ini dilakukan sebagai berikut :
o PPh yang dipotong oleh pengguna jasa, disetor ke kas negara melalui Kantor Pos
atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan paling lama tanggal 10 bulan
berikutnyasetelah dilakukan pemotongan,
o PPh yang disetor sendiri, disetor ke kas negara melalui Kantor Pos atau bank
yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan paling lama tanggal 15 bulan berikutnya
setelah dilakukan pemotongan,
o Pembayaran atau penyetoran PPh dilakukan dengan SSP atau sarana administrasi
yang sama dengan SSP,
o Pemotong pajak memberikan tanda bukti kepada penyedia jasa,
o Penyedia jasa yang melakukan pemotongan wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan Masa paling lama tanggal 20 hari setelah bulan dilakukannya
pemotongan,
o Pajak yang dibayar di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima
penyedia jasadapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan UU
PPh,
o Penghasilan lain yang diterima oleh penyedia jasa dari luar usaha jasa kontruksi
dikenakan tarifberdasarkan UU PPh.

3.7. Pajak Penghasilan atas Pengalihan Harta berupa Tanah dan/atau Bangunan
PPh ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994, dan sudah diubah
terakhir di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan
atas penghasilan dari pengalihan tanah dan/atau bangunan dan perjanjian pengikatan jual
beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya.
 Pengertian
Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yakni kegiatan mengalihkan tanah
dan/atau bangunan yang dilakukan pihak pertama dengan pihak kedua dengan cara
penjulaan, tukar-menukar, pelepasan hak, lelang, hibah, waris dll yang telah disepakti
keduanya.
21
 Wajib Pajak dan Objek Pajak
Wajib Pajak dala PPh ini yakni orang pribadi atau badan yang telah menerima
penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan perjanjian
pengikatan jual beli. Objek pajaknya yakni penghasilan dari wajib pajak.
 Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
Tarif PPh ini yakni 2,5% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan selain Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana, sebesar 1%dari
jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang berupa Rumah
Sederhana dan Rumah Susun Sederhana, sebesar 0% atas pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan kepada pemerintah, BUMN yang mendapat penugasan khusus
dari pemerintah atau BUMD, sebagaimana dalam UU yang mengatur pengadaan
tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
Dasar pengenaan pajak ini yakni nilai berdasarkan keputusan pejabat yang
berwenang, nilai menurut risalah lelang, nilai yang seharusnya diperoleh, dan nilai
yang seharusnya diperoleh sesuai harga pasar.
 Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan
Orang pribadi atau badan wajib menyetor sendiri PPh yang terutang ke Bank
Persepsi atau Kantor Pos sebelum akta ditandatangani oleh pejabat yang berwenang.
Orang Pribadi yang nilai pengalihannya tidak lebih dari Rp. 600.000.000, tetapi
penghasilan lainnya melebihi PTKP, penyetoran paling lambat pad akhir tahun pajak
yang bersangkutan.
Bendahara pemerintah melakukan pembayaran dengan menyetorkannya ke Bank
Persepsi atau Kantor Pos dengan menggunakan SSP sebelum tukar menukar
dilaksanakan kepada Orang Pribadi atau Badan.
Orang Pribadi atau Badan yang melakukan pembayaran sendiri wajib menyampaikan
Surat Pemberitahuan Masa paling lama tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan
dilakukan pengalihan.
Bendaharawan yang melakukan pembayaran wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan Masa paling lama tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan
dilakukannya pengalihan atau diterimanya pemberitahuan.
 Pengecualian
Pembayaran PPh ini tidak berlaku bagi Orang Pribadi yang memiliki PTKP dengan
jumlah bruto kurang dari Rp. 60.000.000 dan bukan jumlah yang dipecah-pecah.
Orang pribadi dan badan yang mengalihakan dengan cara hibah kepada keluarga
22
sedarah dalam garis keturunan yang sederajat, badan keagamaan, bdan pendidikan,
badan sosial, koperasi, UMKM, dll sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan.
Badan yang melakukan penggabungan, peleburan, atau pemerkasaan usaha yang
telah ditetapkan Menteri Keuangan untuk menggunakan nilai buku, selain itu orang
pribadi atau badan menerima pengalihan karena waris. Kemudian, orang pribadi atau
badan yang melakukan pengalihan dalam rangka melaksanakan perjanjian bangun
serah guna dan yang lainnya, dan orang pribadi atau badan yang selain subjek pajak
tidak dikenakan pajak penghasilan ini.
3.8. Pajak Penghasilan atas Bunga Simpanan yang Dibayarkan oleh Koperasi
kepada Anggota Koperasi Orang Pribadi
Pajak penghasilan ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2009 dan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112 Tahun 2010.
 Pengertian
Penghasilan berupa bunga simpanan ialah imbalan yang berupa bunga simpanan
yang diterima oleh anggota koperasi orang pribadi dari dana yang telah disimpan
oleh anggota koperasi tersebut.
 Wajib Pajak dan Objek Pajak
Wajib pajak pada PPh ini merupaka orang pribadi yang telah menjadi anggota
koperasi yang telah menerima bunga atas simpanannya. Objek pajaknya yakni bunga
simpanan yang diterima oleh anggota.yang tidak termasuk dalam bunga simpanan
yakni bunga simpanan dari SHU.
 Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
Tarif pada PPh ini yakni sebesar 0% untuk bunga simpanan sampai dengan Rp.
240.000 per bulan, dan juga sebesar 10% dari jumlah bruto bunga simpanan lebih
dari Rp. 240.000 per bulan. Dasar pengenaan pada pajak ini ialah jumlah bruto bunga
simpanan tiap anggota koperasi tersebut. PPh terutang ini bersifat final dihitung
dengan cara tarif dikalikan dengan pengenaan pajak.
 Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan
Pengaturan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pada PPh ini yakni sebagai
berikut : Koperasi yang membayarkan bunga simpanan kepada anggotanya wajib
melakukan pemotongan pemotongan PPh sesuai ketentuan yang berlaku. Koperasi
juga sebagai pemotong pajak wajib memberikan tanda bukti kepada Wajib Pajak
23
orang pribadi. Setalah pemotongan oleh pihak koperasi maka PPh tersebut wajib
disetor ke kas negara melalui Kantor Pos atau bank yang telah ditunjuk oleh Menteri
Keuangan, paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setalah masa pajak berakhir
dengan menggunakan SSP. Koperasi wajib menyampaikan laporan pemotongan dan
pembayaran PPh tersebut paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir dengan
menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Final Pasal 4 ayat (2).
3.9. Pajak Penghasilan atas Dividen yang Diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi
Pada PPh ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2009 dan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 111 Tahun 2010.
 Pengertian
Dividen merupakan bagian laba dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang
diterima oleh pemegang saham atas kepemilikan saham dalam sebuah perseoran.
 Wajib Pajak dan Objek Pajak
Pada PPh ini Wajib Pajaknya ialah orang pribadi sebagai pemegang saham di suatu
perseroan, pemegang polis suatu perusahaan asuransi, dan anggota koperasi yang
menerima SHU. Objek pajaknya ialah dividen yang diterima oleh Wajib Pajak.
 Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
Besarnya PPh ini adalah 10%, dan dasar pengenaan pajak ini adalah jumlah bruto
dividen. PPh ini bersifat final dihitung dengan cara tarif dari PPh tersebut dikalikan
dengan dasar pengenaan pajak tadi.
 Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan
Tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan paja ini diatur sebagai berikut:
Pengenaan PPh ini dilakukan melalui pemotongan oleh pihak yang membayar atau
pihak lain. Pemotongan dilakukan ketika dividen telah siap dibayarkan. Pemotong
PPh wajib memberikan bukti tanda pemotongan kepada Wajib Pajak. Pemotong
wajib menyetor PPh tersebut ke kas negara paling lambat tanggal 10 bulan
berikutnya setelah masa pajak berakhir dengan menggunakan SSP. Dan yang terakhir
pemotong PPh wajib melaporkan dan menyetorkan ke Kantor Pelayanan Pajak
paling lam 20 hari setelah masa pajak berakhir menggunakan Surat Pemberitahuan
Masa PPh Final Pasal 4 Ayat (2).

KESIMPULAN

24
Dari pembahasan diatas perlu diketahui dan di pahami arti dari Pajak Penghasilan serta
yang berhubungan dengan pajak penghasilan lainnya, seperti ari dari subyek pajak penghasilan,
obyek pajak penghasilan, BUT, tata cara dasar pengenaan pajak, Kompensasi kerugian, PTKP,
Cara menghitung pajak, Penghasilan dan pemisahan penghasila, serta hubungan istimewa yang
terdapat di dalam sebuah pajak penghasilan.

SARAN
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari
kesempurnaan akibat keterbatasannya buku-buku yang kami gunakan dalam membuat makalah
ini.Adapun saran yang bisa kami paparkan dari makalah ini yaitu pentingnya memperbarui
pengetahuan tentang perpajakan karena perpajakan memiliki berbagai undang-undang dimana
setiap tahun atau jenjang masa tertentu akan mengalami perubahan dan perbaikan.

DAFTAR PUSTAKA

Resmi, Siti. 2018. Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat

http://thoifahasriandini.blogspot.com/2015/10/ringkasan-mata-kuliah-rmk-

pajak_31.html https://www.online-pajak.com/pph-final-cara-menghitung-pph-final-ukm
25

Anda mungkin juga menyukai