Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persepsi sesorang dipengaruhi oleh pengalaman yang dialami oleh


setiap individu. Pengalaman pribadi mempengaruhi sensasi dan persepsi
seseorang. Jika banyak individu dari kelompok tertentu berbagi pengalaman
yang sama, makan akan terdapat pola pemikiran yang sama dalam
kelompok itu. Sebuah peristiwa dapat ditanggapi dengan berbagai macam
tanggapan. Secara psikologis kita dapat mengatakan bahwa setiap orang
mempersepsi stimuli sesuai dengan karakteristik personalnya.
Persepsi, merupakan salah satu bentuk proses pengolahan informasi,
selain sensasi, memori, dan berpikir. Persepsi merupakan proses memberi
makna pada sensasi sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru.
Dengan kata lain, persepsi mengubah sensasi menjadi informasi. Dengan
kata lain, persepsi mengubah sensasi menjadi informasi. Banyak sekali
faktor yang berperan dalam persepsi, antara lain yang sangat dominan
adalah budaya. Oleh karena itu budaya juga mempengaruhi persepsi
seseorang tidak hanya tentang persepsi melainkan juga pengidraan, persepsi
warna, waktu, kecantikan dan musik, kesadaran dan budaya, tidur dan
mimpi, serta kesadaran yang berubah.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah budaya mempengaruhi Persepsi?
2. Apa yang dimaksud Persepsi kedalaman?
3. Apa yang dimaksud ilusi visual?
4. Apa yang dimaksud pola gambar dan budaya?
5. Apa yang dimaksud Pengindraan?
6. Apa yang dimaksud Persepsi warna,waktu,kecantikan dan waktu?
7. Apa yang dimaksud tidur dan mimpi
8. Apa yang dimaksud Persepsi kedalaman?
9. Apa yang dimaksud kesadaran yang berubah?
C. Tujuan
1. Untuk mengatahui budaya mempengaruhi persepsi

1
2. Untuk mengatahui pengertian persepsi kedalaman
3. Untuk mengatahui pengertian ilusi visual
4. Untuk mengatahui pola gambar dan budaya
5. Untuk mengatahui pengindraan
6. Persepsi warna,waktu,kecantikan dan waktu
7. Untuk mengatahui pengertian tidur dan mimpi
8. Untuk mengatahui Persepsi kedalaman
9. Untuk mengatahui kesadaran yang berubah

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Prinsip Dasar Sensasi dan Persepsi


Sensasi merupakan sebuah pengalaman atau rangsangan yang ditimbulkan
oleh stimuli sederhana dimana sel penerima dibangkitkan dan menstransmisikan
informasi ke pusat otak.1 Sensasi diawali oleh stimulus lingkungan internal atau
eksternal yang mampu menghidupkan system syaraf neurofisiologi internal yang
menghasilkan pengalaman psikologis tertentu. Sifat dari sensasi tergantung pada
area otak yang diaktifkan oleh stimuli. Misal, stimuli elektrik di korteks virtual
primer, yang berada di occipital lobes di otak, menghasilkan sensasi visual,
sedangkan stimulasi kompleks, auditoris dalam temporal lobe dialami sebagai
suara.2 Namun, manusia tidak bisa merasakan semua stimuli tertentu sebab
kemampuan indra manusia yang terbatas oleh karena itu manusia tidak dapat
merasakan stimuli lingkungan sepenuhnya.
Jumlah minimum yang dibutuhkan individu untuk memperhatikan stimulus
disebut ambang absolute ( Absolute Threshold ). Ambang perbedaan adalah level
terendah dari stimn dari luar,ulasi yang dibutuhkan untuk merasakan adanya
perubahan dalam stimulasi. Adaptasi sensoris ( Sensori Adaptation ) adalah
tendensi system sensori ( indra ) untuk lebih sedikit merespon stimuli yang
berlangsung tanpa perubahan. Misalnya, kita bisa beradaptasi ke kondisi tertentu,
seperti panas atau dingin, ada tidaknya polusi udara dan makanan pedas.3

Persepsi merupakan suatu proses yang di dahului oleh pengindraan dimana


seseorang dapat memandang atau mengartikan sesuatu terhadap lingkungan oleh
indra yang dimilikinya.4 Menurut verbeek, persepsi diartikan sebagai fungsi
manusia yang dapat mengenal dunia riil dan fisik.
Dalam proses persepsi terdapat tiga komponen utama:

1
Mirna Wahyu Agustina, M.Psi. Diktat Perkuliahan Psikologi Umum. Fakultas Tarbiah dan Ilmu
Keguruan. Iain Tulungagung 2016.hlm 56
2
Eric B. Shiraew. Psikologi Lintas Kultural. PT Fajar Interpratama Mandiri. Prenadamedia Grub.
Jakarta 2016 hlm.128
3
Ibid, hlm 129
4
Uswah Wardiana M.Psi. Psikologi Umum. PT Bina Ilmu. Jakarta 2004

3
1. seleksi
Merupakan proses penyaringan oleh indra terhadap rangsangan dari luar,
intensitas dan jenisny dapat banyak atau sedikit.
2. interpretasi
Proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi
seseorang, interpretasi juga bergantung pada kemampuan seseorang untuk
mengadakan pengkategorian informasi yang diterimanya, yaitu proses mereduksi
informasi yang kompleks menjadi sederhana.
3. interpretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku
sebagai reaksi. Jadi, proses persepsi adalah melakukan seleksi, interpretasi, dan
pembulatan terhadap informasi yang sampai

B. Kultur Mempengaruhi Persepsi


Pengalaman dengan lingkungan akan membentuk prespsi melalui
penciptaan ekspekstasi persepstual. Ekspektasi ini, yang disebut set perseptual
melahirkan interpretasi dan meningkatkan kecepatan dan efisiensi proses persepsi.
Pengalaman pribadi mempengaruhi sensasi dan persepsi seseorang. Jika banyak
individu dari kelompok tertentu berbagi pengalaman yang sama, makan akan
terdapat pola pemikiran yang sama dalam kelompok itu. Misalnya kita biasanya
menyadari aroma disekitar restoran ketika kita sedang lapar. Akan tetapi kita
kurang peka terhadap aroma apabila kita sudah kenyang.
Dalam sebuah studi periset membandingkan pengalaman perseptual dari
keluarga miskin dengan keluarga kaya (Brunner dan Goodman, 1947).5 Mereka
meminta anak-anak untuk menyesuaikan ukuran lingkaran cahaya agar sesuai
dengan ukuran berbagai macam bemtuk koin: uang satu “penny” satu “dime”dan
satu “quarter”. Anak dari keluarga kaya cenderung melihat koin lebih ketimbang
ukuran sebenarnya, sedangkan keluarga miskin melihatnya tampak lebih besar dari
sebenarnya. Peneliti berpendapat bahwa kebutuhan akan uang di kalangan anak
miskin memengaruhipersepsi mereka terhadap koin. Temuan yang menarik ini juga
dijumpai dalam studi di HongKong (Dawon, 1975).6

5
Eric B. Shiraew. Psikologi Lintas Kultural. Jakarta: PT Fajar Interpratama Mandiri Prenadamedia
Grub. 2016. Hal 130.
6
Ibid hal 131.

4
Kondisi lingkungan mempengaruhi sensasi dan persepsi melalui banyak
cara. Studi-studi telah menunjukkan bahwa kultur budaya berburu dan meramu
memiliki tingkat buta warna yang lebih rendah ketimbang masyarakat. Dari sudut
pandang evolusi, tak banyak pemburu buta warna yang bertahan hidup karena
mereka tidak mampu membedakan detail warna dan kontur, yang merupakan
keahlian yang sangat penting bagi aktivitas berburu dan meramu (Pollack,1963).
Tidak adanya pengalaman memengaruhi persepsi. Misalnya periset
membesarkan anak kucing dalam kegelapan dan hanya dibaea ketempat terang
selama beberapa jam sehari. Selama ditempat terang anak-anak kucing ini
ditempatkan disebuah tabung silinder dengan strip vertikan dan horizontal
(Blacknote dan Cooper, 1970). Hewan ini tidak bisa mengamati tubuhnya sendiri
dan satu-satunya objek adalah garis-garis itu. Setelah lima bulan eksperimen
berlalu, anaka kucing ini dibesarkan “Horizontal” itu tidak mempresepsi garis
vertikal. Ootak mereka kekurangan detektor yang responsif terhadap garis vertikal.
Demikian pula, anak kucing yang dibesarkan di lingkungan “ vertikal” tidak bisa
mempresepsi garis horizontal. Jadi nisa disimpulkan secara keseluruhan kondisi
lingkungan dan juga aktivitas dan pengalaman akan menentukan perbedaan dan
persamaan kultural dalam hal sensasi dan persepsi.

C. Presepsi kedalaman
Presepsi kedalaman (depth perception) merujuk pada penataan sensasi
dalam tiga dimensi, meskipun citra diretina hanya dua dimensi. Lihat pada gambar
terkenal garpu tala Devil (dibawah). Secara keseluruhan, presepsi gambar adalah
kombinasi dari keterampilan-keterampilan kognitif. Beberapa kondisi suatu
Negara, wilayah, atau kultur tertentu akan menentukan keterampilan yang akan
berkembang pada diri seseorang dan keterampilan mana yang tidak.
Apakah semua orang disesatkan oleh ilusi VISUAL ?
Seperti ditunjukkan diawal bab ini, jika kelompok tertentu berbeda dalam
presepsi visualnya, perbedaan itu mungkin dipengaruhi oleh perbedaan pengalaman
anggota kelompok. Menurut hipotesis (carpentered world “segall et al, 1966”)
orang yang dibesarkan dilingkungan yang dibentuk oleh tukang kayu kebanyakan
dari kita tinggal dirumah persegi dengan perabot bersegi-segi dan pola jalan yang

5
mirip-mirip cenderung menginterpretasikan garis dalam bidang horizontal yang
tampak seolah-olah bergerak menjauh dari pengamat sebagai tampak lebih pendek
ketimbang garis yang melintasi garis penglihatan pengamat (ilusi horizontal-
vertikal). Semua orang yang pernah bersekolah formal terbiasa mengkonverensi
gambar dua dimensi ke tiga dimensi meski gambar di kayar computer dan foto
majalah dipampang pada permukaan yang datar. Set perceptual tertentu (lihat awal
bab) memungkinkan orang untuk melihat objek “datar” seolah-olah objek yang
memiliki “volume” (segall et al,1990)
Beberapa Pola Gambar Kultural
Individu yang tidal pernah sekolah formal, anak kecil, dan seniman ribuan
tahun lalu tidak memilki kemampuan untuk mengkonfersi persepsi tiga dimesi
menjadi lukisan atau sketsa dua dimensi. Dalam beberapa kelompok cultural,
lukisan mereka sering menampakan objek, detail, dan lingkungan yang independen
satu sama lain. Distorsi perseptrual mudah dijumpai dalam berbagai macam
lukisan. Misalnya dibanyak tradisi seni bangsa, prespektif linier tidak ada. Banyak
distorsi preseptual dijumpai pula dalam seni modern, mesir kuno, dan spanyol abad
pertengahan (Parker & Deregowski, 1990). Representif polidimensional dari ryang
telah digunakan diberbagai kultur. Dalam lukisan Mesir kuno dan Cretan, misalnya
kepala dan kaki seseorang ditampilkan dalam profil, tetapi mata dan bahunya
digambar secara frontal. Dilukiskan Indian dan Eropa masa lalu, sebelum abad 17
figur dan bentuk vertical lainya dirpresentasikan seolah-olah dilihat dari level tanah,
sedangkan bidang horizontal dimana figure dan objek berdiri diperlihatkan seolah-
olah dilihat dari atas. Paul Cezane (1839-1906) seniman Perancis terkenal,
merepresentasikan benda-benda dalam lukisannya seolah-olah dilihat dari berbagai
arah yang berbeda dan dari berbagai level mata.
Hudson (1960) mencoba mengembangkan sebuah tes proyektif mirip
Thematic Apperception Test untuk digunakan pada suku Bantu di Afrika Selatan.

6
Ia meminta seorang seniman untuk membuat gambar-gambar yang menurut
dugaan para ahli psikologi akan membuat anggota suku itu memikirkan emosi-
emosi mereka yang mendalam. Para ahli psikologi ini terkejut karena menjumpai
bahwa anggota suku Bantu seringkali melihat gambar-gambar tersebut dengan cara
berbeda dari yang dimaksudkan. Anggota-anggota suku itu seringkali tidak
menggunakan ukuran relatif sebagai petunjuk kedalaman. Dalam ilustrasi yang ada,
misalnya, kita akan cenderung melihat bahwa si pemburu bersiap melempar
tombaknya pada kijang yang ada di latar depan, sementara ada seekor gajah yang
berdiri di atas sebuah bukit sebagai latar belakang. Banyak anggota suku Bantu
justru melihat bahwa si pemburu di gambar yang sama sedang bersiap menusuk
gajak yang masih bayi.

Hudson menemukan bahwa perbedaan-perbedaan dalam persepsi


kedalaman ini terkait dengan pendidikan dan pengalaman dengan budaya Eropa.
Dengan kata lain, orang-orang suku Bantu yang terdidik di sekolah-sekolah Eropa,
atau punya pengalaman lebih banyak dengan budaya Eropa, akan melihat benda-
benda seperti halnya orang Eropa. Orang-orang suku Bantu yang tak berpendidikan
dan minim pengalaman dengan budaya Barat akan melihat gambar-gambar itu
secara berbeda.7

D. Ilusi Visual
Orang dalam mengamati sesuatu dapat mengalami persepsi atas dasar
stimulus yang diterima. Dalam memberikan interpretasi atau mengartikan
stimulus itu individu kadang-kadang mengalami kesalahan. Kesalahan dalam

7
David Matsumoto. Pengantar Psikologi Lintas Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
2008. Hal 74.

7
memberikan arti terhadap stimulus yang diterimanya. Misalnya, sendok yang
terlihat bengkok ketika dimasukan dalam gelas air dikarenakan perbedaan
berat jenis air dan udara. Jadi, ilusi merupakan pertentangan yang pasti antara
apa yang kita persepsi dengan fakta sebenarnya. Indra manusia bisa ditipu
dengan berbagai cara dan tipuan ini meluas ke setiap alat indra, namun dalam
eksperimen psikologi ilusi visual-lah yang paling banyak memperoleh
perhatian.
Macam-macam illusi:
1. Illusi Poggendorf

Illusi poggendorf adalah illusi geometris yang didalamnya terdapat


satu garis lurus, seperti bergerigi atau terbelah saat memotong dua persegi
panjang. Ini sendiri dinamakan sesuai Paggendorf, seorang edotor jurnal.
2. Illusi Zoellner

Illusi Zoellner adalah illusi optik klasik yang dinamai sesuai


penemunya yaitu Johann Karl Friedrich Zoellner, seorang astrofisikiawan
Jerman. Dalam gambar tersebut garis-garis hitam yang panjang tampaknya
tidak sejajar, tetapi dalam kenyataannya garis-garis tersebut sejajar. Garis
pendek berada mebentuk sudut dengan garis lebih panjang. Sudut ini

8
membantu menciptakan kesan bahwa salah satu ujung garis lebih dekat ke
penampil dari ujung lainnya.
3. Illusi Muller-Lyer

Illusi Muller-lyer adalah illusi optik yang terdiri dari tanda panah.
Dua garis lurus yang sejajar tersebut nampak garis yang diatas yang lebih
panjang, namun sebenarnya kedua garis tersebut sama panjang. Menurut
ilusi Mueller lyer, orang yang hidup dalam lingkungan visual yang akrab
dengan garis lurus dan sudut siku-siku “dunia para tukang” yang dibentuk
oleh peralatan seperti gergaji, ketam, dan timbangan pengukur garis tegak
lurus, belajar untuk membuat kesimpulan tertentu. Misalnya mereka
cenderung menafsirkan sudut lancip dan sudut tumpul sebagai sudut siku-
siku yang di perluas dalam ruang.8

E. Pola gambar kultural


Individu yang tidak pernah sekolah formal, anak kecil, dan seniman ribuan
tahun lalu tidak memiliki kemampuan untuk mengkonversi persepsi tiga dimensi
menjadi lukisan atau dua dimensi. Dalam beberapa kelompok kultural, lukisan
mereka sering menampakkan objek, detail, dan lingkungan yang independen satu
sama lain. Distorsi perseptual mudah dijumpai dalam berbagai macam lukisan.
Banyak distorsi perseptual dijumpai dalam seni modern, mesir kuno, dan spanyol
abad pertengahan (Parker & Deregowski, 1990). Dalam lukisan mesir kuno dan
cretan, kepala dan kaki seseorang ditampilkan dalam profil, tapi mata dan bahunya
digambar secara frontal. Di lukisan indian dan eropa, figur dan bentuk vertikal
lainnya direpresentasikan seolah dilihat dari level tanah, sedang bidang horizontal
diperlihatkan seolah dilihat dari atas. Paul cezanne (1839-1906), seniman perancis

8
Uswah Wardiana. Psikologi Umum. Jakarta: PT Bina Ilmu. 2004. Hal 97-99

9
terkenal, merepresentasikan benda-benda dalam lukisannya seolah-olah dilihat dari
berbagai arah yang berbeda dan dari berbagai level mata. Kubisme adalah salah
satu aliran modern yang memberi pemirsa pengalaman. Dalam lukisan kubis,
pemirsa secara spesifik diajak untuk mengamati permukaan objek dari semua sudut
yang mungkin.

F. Pengindraan.

1. Pendengaran

Buku ajar psikologi menekankan sifat universal dari indra pendengaran dan
proses persepsi manusia. Sebagian besar variasi dalam pendengaran didasarkan
pada perbedaan fisiologis individual yang berkaitan dengan usia, pendidikan,
training profesional, kondisi lingkungan dan penglaman umum. Perbedaan paling
penting adalah berkaitan dengan makna yang disematkan pada suara tertentu di
kultur yang berbeda-beda. Selama masa kanak-kanak dan priode sosialisasi
selanjutnya individu terbiasa mendengar suara teryentu atau pada kebisingan, dan
kemudian mengintrepretasikannya sesuia dengan norma yang asa didalam
kulturnya.

2. Rasa

Orang-orang diseluruh dunia merespon empat rasa dasar : manis, asin, asam,
pahit. Telah ditunjukkan bahwa individu dari berbagai latar kultur yang berbeda
bervariasi dalam hal kemampuannya, untuk mendeteksi empat rasa primer ini.
Namun seperti biasa diduga, ada variasi lintas kultur dalam soal pereverensi rasa
dan keyakinan tentang aroma dasar. ( Laing et al, 1993). Misalnya, orang yang
tinggal digaris khatulistiwa biasanya lebih menyukai makanan dengan bumbu yang
lebih tajam aromanya. Sedang orang dibelahan utara ataau selatan tidak terlalu
menyukainya.

3. Bau

Meskipun periset dewasa ini memahami fisiologi dari indra penciuman,


pengetahuan kita tentang bagaimana bau memengaruhi perilaku masih sangat
terbatas. Ada data yang menunjukkan bahwa keterpaparan pada suatu subtansi

10
(misalnya keringat di ketiak). Akan memengaruhi siklus menstruasi pada wanita
(Cutler et al, 1986). Dalam studi lain peneliti memeriksa dampak positif pada
berkendara yang aman jika ada pengharum mobil (Baron dan Kalsher, 1996).
Namun data variasi lintas kultural dalam persepsi bau ini kenanyakan hanya
anekdot dan fokusnya pada perbedaan pada lintas kultural.

4. Indra peraba

Indra peraba adalah indra yang kombinasi dari setidaknya tiga kualitas:
takanan, suhu, dan sakit. Yang terakhir ini paling anyak mendapat perhatian dari
psikolog lintas kultural. Banyak karakter individu dan situasional (misalnya: tekstur
kulit, usia, satatus sosial, kehadiran orang lain, dan level motivasi individual) dapat
mempengaruhi persepsi terhadap rasa sakit. Kecemasan pasif dapat meningkatkan
rasa sakit. Takut, marah, atau stress dapat menghambatnya. Cinta dan kebanggaan
dapat menyebabkan sebagian orang menyembuhkan rasa sakit yang paling parah
sekalipun.

Beberapa norma dan ekspektasi kultural memengaruhi pengalaman


seseorang dalam menerima rasa sakit (Morshe dan Park, 1988). Misalnya, laporan
subjektif dari rasa sakit melahirkan lebih sedikit dimana melahirkan dipandang
sebagai hal yang diharapkan dan dimana wanita hamil sedikit diberi penghiburan
atau bantuan. Perbedaan dalam kemampuan dalam menahan rasa sakit sering
merupakan fungsi dari situasi persepsi rasa sakit itu terjadi. Orang yang terbiasa
hidup susah dan kondisi kerja yang keras mungkin lebih tahan atau kebal terhadap
rasa sakit ketimbang orang yang terbiasa hidup nyaman dan bekerja di lingkungan
yang nyaman ( Clarck dan Clacrk , 1980). Orang yang tidak memiliki akses cukup
keperawatan, kesehatan mengkin menggunakan ambang batas yang lebih tinggi
untuk mendefinisikan rasa sakit yang luar biasa, dibandingkan dengan orang yang
memiliki jaminan perawatan kesehatan (Halonen dan Struck, 1995).

Orang- orang dari beragam kultur tampak mementingkan busana yang


dipakai oleh orang yang di sayanginya. Menyentuh (dan mengenakan ) baju yang
dipakai orang yang disukai biasanya diiringi dengan pengalaman emosi yang
positif. Tetapi, orang dalam banyak situasi cenderung tidak menyentuh objek yang
dioakai oleh orang lain khususnya jika baju itu mengandung bekas tubuh seperti

11
helai rambut atau noda (Rozin dan Fallon, 1987). Sensai proprioceptive membantu
orang merekam posisi dan gerakan tubuh. Variasi individu dalam kemampuannya
untuk mendeteksi dan kemudian mengkoordinasikan posisi tubuhnya adalah hal
penting. Bukti perbedaan dan persamaan kultural kebanyakan bersifat anekdotal
beberapa fakta terkenal tentang beberapa orang Romawi yang pandai dalam oleh
senam, beberapa orang Rusia yang pandai dalam balet dan orang Asia Timur yang
lihai dalam silat bukan merupakan alasan dasar yng baik untuk membuat
generalisasi.

G. Presepsi Warna
Warna memiliki tiga dimensi psikologis universal: warna, kecerahan,
saturasi. Warna semua orang sudah tahu, sedangkan kecerahan adalah intensitas
waran dan saturasi mengindikasikan kemurnian warna. Jika ada mekanisme
fisiologis dasar yang sama dari presepsi warna, apakah itu berarti bahwa presepsi
warna hanya memiliki sedikit variasi berdasar kultur? Apakah aktovitas cultural
mampu memngaruhi presepsi warna? Menurut teori bahasa presepsi warna yang
menekankan bahasa dalam mengidentifikasi dan melebeliwarna disetiap bahasa ada
kata-kata yang berkaitan dengan berbagai macam unit spectrum warna (Berry et all,
1992). Ringkasnya ytampak bahwa ada tingkat kesamaan yang signifikan dallam
cara penggunaan warna didalam kultur yang berbeda-beda. Label verbal, jika tidak
tersedia dalam leksikon dari suatu bahasa, dapat dipelajari dengan mudah, sekolah
formal dan ketersediaan sumber internasional seperti buku, televise dan computer
dan dapat berperan penting dalam pembelajaran.

H. Presepsi Waktu
Usia dan penuaan mungkinberhubungan dengan prespektif seseorang
tentang waktu. Mungkin, bagi sebagian orang pada masa kanak-kanak awal,
presepsi dominanya adalah waktu itu tak terbatas. Masa dewasa awal
menimbulkankesadaran bahwa waktu adalah sumber daya yang langka. Usia paruh
baya dan usia tua menimbulkan presepsi bahwa waktu benar-benar terbatas. Banyak
penulis melaporkan tentang tendensi lintas cultural semacam ini: orang
memerhatikan waktu mengalir semakin cepat seiring dengan usia.

12
I. Presepsi Kecantikan
Pengalaman estetika (aesthetic experience) atau presepsi akan keindahan
atau kecantikan, digunakan untuk mengidentfikasi perasaan senang yang dipicu
oleh stimuli yang dianggap bagus, menarik, atau memuaskan. Standard estetika
cultural bisa sangat banyak dan didefinisikan secara beragam; standard itu juga bisa
terbatas dan didefinisikan secara sempit. Misalnya di Negara dimana pemerintah
atau institusinya mengontrol media, dan membatasi arus informasi, standard
keindahan dan keburukan biasanya didefinisikan secara ketat. Karena kurangnya
informasi, langkanya produk dan tekanan ideology, pilihan orang menjadi terbatas
dan item-item tertentu (baju, music atau bahkan gaya rambut menjadi dominan).

J. Presepsi Musik
Music tradisional dari kultur yang berbeda-beda mungkin berfluktasi dari
segi gagasan dan harmoninya. Misalnya, harmoni Barat lama berbeda dengan gaya
Jepang dan India. Psikolog yang menganut keyakinan kontemporer bahawa
perbedaan sensoris antarakultural adalah tidak signifikan dan dampaknya terhadap
perilaku manusia adalah kecil secara umum, kemiripan universal dalam aanatomi
dan fisiologi indra manusia dan sisistem saraf tampaknya adalah sama di berbagai
macam cultural. Tetapi, meski ada persamaan orang mungkin memandang
keindahan dan keburukan obejek secara berbeda, dan ada faktor cultural penting
yang memngaruhi presepsi estetika kita. Orang dewasa yang sehat menyadari
sensasi dan presepsinya, apapun yang kita lakukan entah itu memperhatikan
beberapa kejadian atau sekedar berkhayal/melamun (daydreaming) tentang orang
lain, kita menydari pengalaman subjektif kita.

K. Kesadaran dan Budaya


Dalam istilah Psikologi, kesadaran didefinisikan sebagai tingkat
kesiagaan individu terhadap rangsangan eksternal dan internal, dengan kata
lain kesiagaan terhadap persitiwa-peristiwa lingkungan, suasana tubuh,
memori dan pikiran. Berdasarkan definisi itu, dapat diketahui bahwa kunci
penting kesadaran terletak pada kesiagaan dan stimulus.

13
Kebudayaan sendiri pada hakikatnya adalah keseluruhan sistem gagasan,
tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan milik dari manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 1996). Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa hampir semua tindakan manusia adalah
kebudayaan, karena hanya sebagian kecil dari tindakan manusia yang tidak
dibiasakan dengan belajar seperi naluri, refleks, atau tindakan yang dilakukan
akibat sesuatu proses fisiologis. Bahkan beberapa tindakan yang didasari atas
naluri (makan, minum, dan berjalan) sudah dapat banyak dikembangakan
manusia sehingga menjadi suatu tindakan yang berkebudayaan.
Sedangkan Kesadaran budaya merupakan sikap dimana seseorang
menghargai, memahami, dan mengerti akan adanya perbedaan-perbedaan yang
ada dalam budaya tersebut. Kesadaran budaya ini tentu menjadi suatu hal yang
teramat penting untuk kita benar-benar mengerti dan untuk kita pahami terkait
dengan beragamnya kebudayaan yang ada di tiap masyarakat di sekitar kita.
Wunderle (dalam Kertamuda) menyebutkan bahwa terdapat beberapa
tingkatan kesadaran budaya, yaitu:
1. Data dan information.
Data merupakan tingkat terendah dari tingkatan informasi secara
kognitif. Data terdiri dari signal-signal atau tanda-tanda yang tidak melalui
proses komunikasi antara setiap kode yang terdapat dalam sistem, atau rasa
yang berasal dari lingkungan yang mendeteksi tentang manusia. Dalam
tingkat ini penting untuk memiliki data dan informasi maka hal tersebut
dapat membantu kelancaran proses komunikasi.
2. Culture consideration.
Setelah memiliki data dan informasi yang jelas tentang suatu budaya
maka kita akan dapat memperoleh pemahaman terhadap budaya dan faktor
apa saja yang menjadi nilai-nilai dari budaya tersebut. Hal ini akan
memberikan pertimbangan tentang konsep-konsep yang dimiliki oleh suatu
budaya secara umum dan dapat memaknai arti dari culture code yang ada.
Pertimbangan budaya ini akan membantu kita untuk memperkuat proses
komunikasi dan interaksi yang akan terjadi.

14
3. Cultural knowledge.
Informasi dan pertimbangan yang telah dimiliki memang tidak
mudah untuk dapat diterapkan dalam pemahaman suatu budaya. Namun,
pentingnya pengetahuan budaya merupakan faktor penting bagi seseorang
untuk menghadapi situasi yang akan dihadapinya. Pengetahuan budaya
tersebut tidak hanya pengetahuan tentang budaya orang lain namun juga
penting untuk mengetahui budayanya sendiri. Oleh karena itu, pengetahuan
terhadap budaya dapat dilakukan melalui pelatihan-pelatihan khusus.
Tujuannya adalah untuk membuka pemahaman terhadap sejarah suatu
budaya
4. Cultural competence.
Tingkat tertinggi dari kesadaran budaya adalah kompetensi budaya.
Kompetensi budaya berfungsi untuk dapat menentukan dan mengambil
suatu keputusan dan kecerdasan budaya. Kompetensi budaya merupakan
pemahaman terhadap kelenturan budaya. Dan hal ini penting karena dengan
kecerdasan budaya yang memfokuskan pemahaman, perencanaan dan
pengambilan keputusan pada suatu situasi tertentu. implikasi dari
kompetensi budaya adalah pemahaman secara intensif terhadap budaya
tertentu.9

L. Tidur dan mimpi


Tidur adalah keadaan dimana kesadaran tidak bangun, dicirikan oleh tidak
adanya respon terhadap lingkungan dan oleh fisik yang diam. Selama tidur, daya
respons ke stimulasi (rangsangan) eksternal, terutama stimulasi visual menghilang,
tetapi tidak sepenuhnya lenyap (Antrobus,1991). Di setiap negara di dunia ini,
swbagian orang tidur selama lima atau enam jam, sedangkan sebagian lainnya
mungkin butuh waktu sembilan atau sepuluh jam. Contoh dalam sebuah studi
tentang siklus tidur di kalangan orang dewasa Meksiko, Taub (1971) menemukakan
bahwa rata-rata durasi tidur tidur orang Meksiko lebih lama ketimbang negara Barat
lainnya.

9
Alfian. Politik, Kebudayaan dan Manusia Indonesia. Jakarta: LP3ES, 1979. hal.59.

15
Mimpi adalah gambaran sesuatu yang terjadi saat tidur. McManus dan rekannya
(1993) membuat perbedaan antara dua tipe kultu terhadap mimpi. Yang pertama
kultur monophasic yaitu mengakui pengalaman kognitif yang berlangsung hanya
selama fase terjaga normal dan tidak memasukan mimpi ke dalam proses persepsi
sosial dan kognisi. Mimpi dianggap sebagai indikasi tak langsung dari perhatian,
rasa takut, dan keinginan si pemimpi (Bour-guignon, 1954). Yang kedua kultur
polyphasic yaitu mengakui mimpi dan memperlakukannya sebagai bagian dari
realitas. Tipe kultur pertama diasosiasikan dengan pandangan dunia materialistis
tentang pengalaman psikologis. Tipe kultur kedua diasosiasikan dengan pandangan
spiritual atau tradisional. Ilmu sains kontemporer mengembangkan beberapa
pandangan tentang sifat mimpi manusia. Beberapa fisiologis menyatakan bahwa
mimpi adalah fenomena biologis murni yang tidak mengandung makna psikologis
(Crick & Mitchison, 1983). Meskipun ada perbedaan signifikan tentang mimpi
yang jelas (yakni, konten aktual dari mimpi yang bisa diingat), konten laten (makna
mimpi) diyakini dapat diperbandingkan secara lintas kultural. Kemiripan dalam
cara orang mendeskripsikan konten mimpi mereka telah ditunjukkan dalam studi
Jepang AS (Griffith et al., 1958). Tedlock (1987) mengatakan bahwa, laporan orang
tentang mimpi-mimpi merka mencakup bukan sekedar laporan mimpi. Dia
menunjukkan bahwa mimpi yang dikisahkan itu didasarkan pada konsep kultural
tentang mimpi dan berdasarkan cara cara oenyampaian isi mimpi yang sesuai
dengan budaya orang itu. Ringkasnya, kultur kita mungkin mengubah pengalaman
mimpi kita dan karenanya mimpi kita menjadi bermuatan elemen kultur yang tidak
hanya berupa konten mimpi tetapi juga cara kita menyampaikan mimpi ( Ullman &
Zimmerman, 1979)

M. Kesadaran yang Berubah.


kesadaran yang berubah atau yang lebih sering dikenal dengan Altered
states of conscious (ASC), ASC adalah istilah umum untuk fenomena yang
abnormal, berbeda dari kesadaran saat terjaga dan membuat persepsi serta
pengalaman sensoris mistis, seperti meditasi, hypnosis,trance, dan kerasukan.10

10
Eric B. Shiraew. Psikologi Lintas Kultural. PT Fajar Interpratama Mandiri. Prenadamedia Grub.
Jakarta 2016 hlm.128

16
Trance, adalah keadaan mirip tidur yang ditandai dengan berkurangnya
sensitivitas terhadap stimuli, kehilangan pengetahuan, dan aktivitas motorik yang
sistematis. Keadaan trance sering dipicu oleh kekuatan dari luar, seperti
musik,lagu, dan sugesti langsung dari orang lain. Trance mungkin memberikan
perasaan terlindungi, kebijaksanaan dan kebanggaan diri. bagi kelompok, trance
dapat memberikan rasa kebersamaan dan kesatuan. Ada perbedaan antara trance
visionner, yakni ketika seseorang mengalami halusinasi, dengan trance kerasukan
ketika seseorang melaporkan bahsa tubuhnya dirasuki oleh roh atau arwah.

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Persepsi merupakan bagaimana cara seseorang memandang dan
mengartikan sesuatu. Persepsi stimulus dapat datang dari dalam, tetapi dapat
juga datang dari luar individu itu sendiri. Sedangkan sensasi dapat
ditemukan pada waktu proses menangkapnya stimuli. Sensasi merupakan
tahap pertama stimuli pada indera kita.
Proses sensasi dan persepsi itu berbeda. Dalam ungkapan lain
disebutkan sensasi ialah penerimaan stimulus lewat alat indera, sedangkan
persepsi adalah menafsirkan stimulus yang telah ada dalam otak. Meskipun
alat untuk menerima stimulus itu serupa pada setiap individu, namun
interpretasinya berbeda. Persepsi dipengaruhi oleh pengetahuan, hipotesis,
dan prasangka-prasangka sensorik misalnya ilusi.

B. Saran
Demi kesumpurnaan makalah ini, penulis sangat mengharapkan
kritikan dan saran yang bersifat membangun kearah kebaikan demi
kelancaran dan kesumpurnaan penulisan makalah ini agar kedepannya bisa
lebih baik lagi.

18
19

Anda mungkin juga menyukai