91
sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF=1/Tolerance). Nilai cutoff yang umum dipakai
untuk menunjukkan adanya multikolonieritas adalah nilai Tolerance <0.10 atau sama
dengan nilai VIF >10. Setiap peneliti harus menentukan tingkat kolonierias yang masih
dapat ditolerir. Sebagai misal nilai tolerance 0.10 sama dengan tingkat kolonieritas
0,95.Walaupun multikolonieritas dapat dideteksi dengan nilai Tolerance dari VIF, tetapi kita
masih tetap tidak mengetahui variabel-variabel independen mana sajakah yang saling
berkorelasi.
Berikut ini disajikan cara mendetcksi multikolonieritas dengan menganalis matrik korelasi
antar variahel independen dan perhitungan nilai Tolerance dan VIF
Langkah Analisis
a. Buka file Crossec.xls
b. Dari menu utama SPSs, pilih menu Analyze, kemudian submenu regression, lalu pilih puth
linear.
c. Tampak di layar windows Linear Regression,
d. Pada kotak Dependent isikan variabel INCOME
e. Pada kotak Independent isikan variabel SIZE, ARNS WEALTH dan SAVING.
f. Pada kotak method, pilih Enter.
g. Untıuk menampilkan matrik korelasi dan nilai Tolernace serta VIF
h. Pilih Statistics, dilayar akan muncul tampilan windows Linear Regression Statistics
i. Aktitkan pilihan Covariance matrix dan Colinicrity Diagnostics
92
j. Tekan continue, abaikan yang lain dan tekan OK
Model SAVING
SIZE WEALTH EARNS
1 Correlations SAVING 1000 -,058 131 -435
SIZE 0,58 1.000 161 -072
WEALTH .131 .161 1.000 -,620
EARNS -,435 -,072 -,620 1.000
Covariences SAVING .004 -,001 .000 -,002
SIZE -,001 ..028 -,001 -,001
WEALTH .000 .001 000 -,001
EARNS -,002 -,001 -,001 -,005
a.Dependen variable INCOME
Coefficient (a)
Melihat hasil besaran korelasi antar variabel independen tampak bahwa hanya variabel
EARNS yang hanya mempunyai korelasi cukup tinggi dengan variabe WEALTH dengan
tingkat korelasi sebesar -0.620 atau sekitar 62%. Oleh karena korelasi ini maih di bawah 95%
maka dapat dikatakan tidak terjadi multikolonieritas yang serius.
Hasil perhitungan ini Tolerance juga menunjukkan tidak ada variabel independent yang
memiliki nilai Tolerence kurang dari 0.10 yang berarti tidak ada korelasi antar variabel
independen yang nilainya lebih dari 95%. Hasil perhitungan nilai Varience Inflaction Factor
(VIF) juga menunjukkan hal yang sama tidak ada satu variabel independen yang memiliki nilai
VIF lebih dari 10. Jadi dapat disimoulkan bahwa tidak ada multikolonieritas antar variabel
independen dalam model regresi.
d. Cara lain mendeteksi ada tidaknya multikolonieritas adalah menggunakan cara regresi
parsial :
1.Lakukan estimasi pada model regresi awal INCOME=
f(SIZE,EARNS,WEALTH,SAVING) dan dapatkan nolai R² nya.
93
2. Lakukan auxilary regression antar variabel independen :
SIZE = f (EARNS,WEALTH,SAVING)
EARNS= f(SIZE, WEALTH, SAVING)
SAVING= f ( SIZE,EARNS, WEALTH)
3. Nilai R² dati masing-masing regresi pada point 2 du atas kemudian dibandingkan dengan
nila R² lebih tingfi dibandingkan dengan model utama, maka di dalam regresi parsial
tersebut terdapat multikolonierotas.
e. Seperti metode (d), metode ini dikemukakan oleh Farrar dan Glauber (1967) . Setelah
dilakukan regresi parsial variabel independen seperti pada point d, dapatkan nila R²
kemudian nilai F dengam rumus :
𝑅² 𝑥 𝑡 𝑛−𝑘
F hitung = x
1−𝑅²𝑥 𝑡 𝑘−𝑙
Jika nilai F hitung > tabel, berarti variabel independen berkolerasi dengan variabel independen
lainnya dan ini menunjukan adanya multikololinear.
𝑀𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑒𝑖𝑔𝑒𝑛𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒
𝑘=
𝑀𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑒𝑖𝑔𝑒𝑛𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒
𝑀𝑎𝑥𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑒𝑖𝑔𝑒𝑛𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒
𝐶𝐼 = √ = √𝑘
𝑀𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑒𝑖𝑔𝑒𝑛𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒
94
Jika nilai k antara 100 dan 1000, maka terdapat multikolinieritas moderat ke kuat. Jika k
>1000 , maka terdapat multikolonieritas sangat kuat.Dengan cara lain jika CI (= k) nilainya
antara 10 dan 30 terdapat multikolonieritas moderat ke kuat, jika nilai CT > 30
multikolonieritas sangat kuat.
d. Gunakan model dengan variabel independen yang mempunyai korelasi tinggi hanya
semata-mata untuk prediksi (jangan mencoba untuk menginterpretasikan koefisien
regresinya)
e. Gunakan metode analisis yang lenih canggih seperti Bayesian regression atau dalam
kasus ridge regression.
f. Gunakan center data untuk analisis. Center data adalah data mentah dikurangi nilai
mean ( Xi-Xmean)
95
Pada data crossection (silang waktu), masalah autokorelasi relatif jarang terjadi karena
“gangguan” pada observasi yang berbeda berasal dari individu. Kelompok yang berbeda.
Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Ada beberapa cara yang
dapat digunakan untuk mendetekasi ada atau tidaknya autokorelasi.
Contoh analisis
Langkah Analisis
a. Lakukan langkah analisis regresi dengam model INCOME = f ( SIZE, EARNS,
WEALTH,SAVING seperti contoh sebelumnya.
b. Lanjutkan dengan menekan tombolb Statistics, hingga tampak tampilan layar windows
Linear Regression Statistics.
c. Aktifkan pilihan Durbin Watson
96
Gambar 7.2 Linear Regression : Statistics
Model Sumarry(b)
Model R R Square Adjusted R Std. Error of Durbin-
Square the Estimate Watson
1 .902(a) .814 .807 2.45627 2.061
a. Predictors: (Constant), SAVING, SIZE, WEALTH, EARNS
b. Dependent Variable: INCOME
Nilai DW sebesar 2.061, nilai ini akan kita bandngkan dengan nilai tabel dengan menggunakan
nilai signifikansi 5%, jumlah sampel 100(n) dan jumlah variabel independen 4(k=4), maka di
tabel Durbin Watson akan didapatkan nilai sbb :
97
Oleh karena nilai DW 2.061 lebih besar dari batas atas (du) 1.76 dan kurang dari 4 – 1.76 (4 -
du), maka dapat disimpulkan bahwa kita tidak bisa menolak H0 yang menyatakan bahwa tidak
ada autokorelasi positif atau negatif (lihat tabel keputusan) atau dapat disimpulkan tidak
terdapat autokorelasi.
Dengan hipotesis nol (H0) adalah p1 = p2 = pp = 0, dimana koefesien autogresive secara simultan
sama dengan nol, menunjukkan bahwa tidak terdapat autokorelasi pada setiap orde. Secara
manual, jika ( n – p )* R2 atau C2 hitung lebih besar dari C2 tabel, kita dapat menolak hipotesis
nol yang menyatakan bahwa tidak ada autokorelasi dalam model.
Untuk memberikan gambaran uji autokorelasi ini, kita gunakan data time series (timeserie.xls)
permintaan uang kartal di Indonesia. Kita akan bandingkan hasil uji autokorelasi dengan DW
dan BG test. Misalkan kita ingin menguji apakah permintaan uang dipengaruhi oleh GDP,
suku bunga dalam negeri (R) dan suku bunga luar negeri (RF) dengan persamaan regresi sbb:
Langkah Analisis
a. Buka file timeserixls
b. Dari menu utama SPSS, pilih submenu Analyze kemudian submenu Regression, lalu pilih
Linear.
c. Tampak dilayar windows Linear Regression.
d. Pada kotak Dependent isikan variabel LMSCR
e. Pada kotak Independent isikan variabel LGDPR, R dan RF
f. Pada kotak method isikan Enter
g. Pilih Statistic dan aktifkan estimate dan Durbin Watson
h. Abaikan yang lain dan tekan OK
i. Output SPSS
98
Model Sumarry(b)
Model R R square Adjusted R Std. Error of Durbin-
Square Estimate Watson
1 .976(a) .953 .951 .06465 .898
a. Predictors (Constant), RF, R, LGDPR
b. Dependent Variable: LMSCR
ANOVA(b)
Model Sum of df Mean F Sig.
Squares Square
1 Regression 4.353 3 1.451 347.208 .000(a)
Residual .213 51 .004
Total 4.566 54
a. Dependent Variable: LMSCR
b. Dependent Variable: LMSCR
Coefficients(a)
Model Unstandardized Standardized Sig.
Coefficients Coefficients
B Std. Error Beta
1 (Constant) -.951 .246 -3.861 .000
LGDPR .889 .037 .967 23.898 .000
R -.006 .003 -.070 -2.225 .031
RF -.005 .005 -.038 -975 .334
a. Dependent Variable: LMSCR
Dari tampilan output SPSS besarnya Adjusted R2 adalah 0.951, hal ini berarti 95.1% variasi
Ln permintaan uang (LMSCR) yang dapat dijelaskan oleh variasi tiga variabel Independen Ln
Gross Domestic Product (LGDPR), tingkat suku bunga dalam negeri (R) dan tingkat suku
bunga luar negeri (RF). Sedangkan sisanya (100% - 95.1% = 4.9%) dijelaskan oleh sebab-
sebab lain diluar model.
Uji ANOVA atau F test, didapat F hitung sebesar 347.208 dengan tingkat probabilitas 0.000
(signifikan). Karena probabilitas jauh lebih kecil daripada 0,05 , maka model regresi dapat
digunakan untuk memprediksi LMSCR atau dapat dikatakan bahwa LGDPR, R dan RF secara
bersama-sama berpengaruh terhadap LMSCR.
Dari ketiga variabel independen yang dimasukkan dalam model regresi, variabel tingka
suku bunga luar negeri (RF) tidak berpengaruh terhadap LMSCR hal ini dapat dilihat dari
probabilitas signifikan untuk RF sebesar 0.334 yang jauh diatas 0.05. Sementara itu variabel
LGDPR dan tingkat suku bunga dalam negeri (R) berpengaruh signifikan terhadap permintaan
uang (LMSCR) masing-masing dengan tingkat probabilitas signifikan 0.000 dan 0.031.
99
Uji Durbin Watson memberikan nilai DW 0.898, nilai ini akan dibandingkan dengan tabel
DW dengan jumlah observasi (n) = 55, Jumlah variabel independen (k) = 3 dan tingkat
signifikansi 0.05 didapat nilai d1 = 1.45 dan nilai du = 1.68. Oleh karena DW 0.898 berada di
bawah d1 = 1.45 dan diatas 0, maka dari tabel keputusan H0 yang menyatakan tidak ada
autokorelasi positif ditolak, yang berarti terdapat autokorelasi positif.
Untuk menguji BG test pertama kita perlu mendapatkan nilai pengganggu (residual)
dengan cara :
a. Pada windows Linear Regression (lihat langkah contoh sebelumnya)
b. Pilih save dan aktifkan unstandardized residual. Setelah ini dilakukan, maka kita
mempunyai file data residual (Res_1)
100
a. Selanjutnya membentuk variabel lag residual (Ut-1, Ut-2 dst) dengan perintah pilih
Transform, lalu Compute.
b. Akan tampak tampilan Windows Compute Variable.
c. Pada kotak target Variable isikan res_2 merupakan variabel residual lag 2 (Ut-2)
d. Pada kotak Nuemric expression, pilih fungsi Lag (Variabel) dan isikan menjadi Lag (res_1)
e. Abaikan lainnya dan tekan Ok, maka kita sekarang mempunyai dua variabel lag residual
(res_1 dan res_2)
f. Sekarang kita siap untuk melakukan Uji Breusch-Godfrey dengan meregress model
persamaan sbb (residual lag 1):
Coefficients(a)
Model Unstandardized Standardized Sig.
Coefficients Coefficients
B Std. Beta
Error
1 (Constant) .012 .211 .059 .953
LGDPR -001 .032 -007 -045 .964
R .001 .002 .036 .290 .773
RF -002 .005 -071 -462 .646
RES_2 .559 .124 .543 4.501 .000
a. Dependent Variable : Unstandardized Residual
101
Tampilan output menunjukkan bahwa koefisien parameter untuk residual lag 2 (res_2)
memberikan probabilitas signifikan 0.000 hal ini menunjukkan indikasi adanya autokorelasi
tingkat satu. Sesuai dengan uji Durbin Watson yang juga menyatakan adanya autokorelasi.
c. Uji Statistics Q : Box-Pierce dan Ljung Box
Uji Box Pierce dan Ljung Box digunakan untuk melihat autokorelasi dengan lag lebih dari
dua (by default SPSS menguji sampai lag 16). Uji ini dilakukan dengan cara:
a. Dari menu utama SPSS, pilih Graph kemudian submenu Time Series, lalu pilih
Autocorrelation.
b. Tampak dilayar windows Autocorrelation
102
Hasil statistik Ljung Box jelas bahwa enam belas lag (16) ternyata semua signifikan.
Kriteria ada tidaknya autokorelasi adalah jika jumlah lag yang signifikan lebih dari dua, maka
dikatakan terjadi autokorelasi. Jika lag yang signifikan dua aatu kurang dari dua, maka
dikatakan tidak ada autokorelasi. Hasil uji Ljung Box juga konsisten dengan uji Durbin Watson
maupun uji Breusch-Godfrey.
Langkah Analisis
a. Dari menu SPSS, pilih Analize, lalu Non-parametric Test
b. Kemudian pilih Runs
c. Tampak di layar windows Run Test
103
Gambar 7.6 Runs Test
Runs Test
Unstandardize
d Residual
Test Value (a) -01299
Cases < Test Value 27
Cases >= test value 28
Total Cases 55
Number of Runs 13
Z -4.128
Asymp. Sig (2-tailed) 000
a Median
Hasil output SPSS menunjukkan bahwa Nilai test adalah -0,01299 dengan probabilitas 0.000
signifikan pada 0.05 yang berarti hipotesis nol ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa
residual tidak random atau terjadi autokorelasi antar nilai residual.
104
7.3 Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance
dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas
dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang
Homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas karena data ini menghimpun data yang
mewakili berbagai ukuran (kecil, sedang dan besar).
Dasar analisis :
1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur
(bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi
heteroskedastisitas.
2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0
pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Untuk menggambarkan hal ini kita lihat regresi dengan data crossec.xls dengan langkah
analisis sbb :
a. Lakukan regresi dengan persamaan INCOME = f (SIZE, EARNS, WEALTH, SAVING).
b. Lanjutkan dengan menekan tombol Plots hingga di layar tampak tampilan windows
Linear Regression Plots
105
Gambar 7.7 Linear Regression : Plots
SCATTERPLOT
106
Dari grafik scatterplots terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik di
atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi
heteroskedastisitas pada model regresi., sehingga model regresi layak dipakai untuk
memprediksi INCOME keluarga bredasarkan masukan variabel independen SIZE, EARNS,
WEALTH dan SAVING.
Analisis dengan grafik plots memiliki kelemahan yang cukup signifikan oleh karena jumlah
pengamatan mempengaruhi hasil ploting. Semakin sedikit jumlah pengamatan semakin sulit
menginterpretasikan hasil grafik plot. Oleh sebab itu diperlukan uji statistik yang lebih dapat
menjamin keakuratan hasil. Ada beberapa uji statistik yang dapat digunakan untuk mendeteksi
ada tidaknya Heteroskedastisitas.
b. Uji Park
park mengemukakan metode bahwa variance (S2) merupakan fungsi dari variabel-
variabel independen yang dinyatakan dalam persamaan sbb :
o2i = α Xiβ
Persamaan ini dijadikan linear dalam bentuk persamaan logaritma sehingga menjadi :
Ln o2i = α + β LnXi + vi
Karena s2i umumnya tidak diketahui, maka dapat ditaksir dengan menggunakan residual
sebagai proksi, sehingga persamaan menjadi :
LnU2i = α + β LnXi + vi
107
e. Regresikan variabel Ln U2i sebagai variabel dependen dan variabel independen SIZE,
EARNS, WEALTH, SAVING sehingga persamaan regresi menjadi :
Coefficients (a)
Unstandardized Standardized
Model Coefficients Coefficients t Sig
B Std Error Beta
1 (Constant) 1.025 .660 1.552 .124
SIZE -173 .129 -137 -1.343 .183
EARNS -001 .053 -002 -015 .988
WEALTH -016 .015 .143 1.085 .281
SAVING -021 .049 -047 -417 .678
Hasil tampilan output SPSS memberikan koefisien parameter untuk variabel independen tidak
ada yang signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak terdapat
Heteroskedastisitas. Hal ini konsisten dengan hasil uji Scatterplots.
c. Uji Glejser
Seperti halnya Uji Park, Glejser mengusulkan untuk meregres nilai absolut residual
terhadap variabel independen (Gujarati, 2003) dengan persamaan regresi :
Ut = α + βXt + vt
108
d. Regresikan variabel (AbsUt) sebagai variabel dependen dan variabel
SIZE,EARNS,WEALTH dan SAVING sebagai variabel independen sehingga persamaan
regresi menjadi:
Coefficiennts (a)
Ustandardized Ustandardized
Model Coefficients Coefficients t Sig.
d. Uji White
Pada dasaranya uji White mirip dengan kedua uji Park dan Glejser. Menurut White, uji
ini dapat dapat dilakukan dengan meregres residual kuadrat (U2t) denagan veriabel independen,
variabel independen kuadrat dan perkalian (interaksi) variabel independen. Misalkan kita
punya dua variabel independen X1 dan X2, maka persamaan regresinya sbb:
Dari persamaan regresi ini dapatkan nilai R2 untuk menghitung c2, dimana c2 = n x R2
(Gujarati,2003). Pengujiannya adalah jika c2 hitung < c2 tabel, maka hipotesis alternatif adanya
heteroskesastisitas dalam model ditolak.
109
Misalkan model awal Yi = b0 + b1X1 + b2X2 + ut
Model transformasinya menjadi
a. Analisis Grafik
Salah satu cara termudah untuk melihat normalitas residual adalah dengan melihat grafik
histogram yang membandingkan antara data observasi denga distribusi yang mendekati
distribusi normal. Namun demikian hanya dengan melihat histogram hal ini dapat menyesatkan
khususnya untuk jumlah sampel yang kecil. Metode yang lebih handal adalah dengan melihat
normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal.
Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal. Jika distribusi data residual
normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis
diagonalnya.
Cara menguji normalitas residual dengan analisis grafik lewat SPSS dapat dilakukan
dengan langkah sebagai berikut:
110
Gambar 7.8 Linear Regression : Plots
c. Aktifkan standardized Residual Plots pada Histogram dan pada Normal Probability Plots
d. Tekan Continue dan abaikan lainnya dan tekan Ok.
Histogram
Dependent Variabel: INCOME
30
20
10 Mean = 0.00
Frequency
N = 100.00
111
Normal P-P Plot of Regression Stanc
1.00
.75
.50
Ekspected Cum Prob
.25
0.00
Dengan melihat tampilan grafik histogram maupun grafik normal plot dapat
disimpulkan bahwa grafik histpgram memberikan pola distribusi yang menceng (skewness) ke
kiri dan normal. Sedangkan pada grafik normal plot terlihat titik-titik menyebar disekitar garis
diagonal, serta penyebarannya agak menjauh dari garis diagonal. Kedua grafik ini menunjukan
bahwa model regresi menyalahi asumsi normalitas.
Pada prinsipnya normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada
sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat histogram dari residualnya. Dasar pengambilan
keputusan :
Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik
histogramnya menunjukan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi
normalitas.
Jika data menyebar jauh dari diagonal dan/atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau
grafik histogram tidak menunjukan pola distribusi normal, maka model regresi tidak
memenuhi asumsi normalitas.
b. Analisis Statistik
Uji normalitas dengan grafik dapat menyesatkan kalao tidak hati-hati secara visual
kelihatan normal, pada hal secara statistik bisa sebaliknya. Oleh sebab itu dianjurkan disamping
uji grafik dilengkapi dengan uji statistik. Uji statistik sederhana dapat dilakukan dengan melihat
nilai kurtosis dan
112
skewness dari residual. Nilai z statistik untuk skewness dapat dihitung dengan rumus:
Skewness
Zskewness =
√6/N
Dimana N adalah jumlah sampel, jika nilai Z hitung > Z tabel, maka distribusi tidak
normal. Misalkan nilai Z hitung > 2,58 menunjukan penolakan asumsi normalitas pada tingkat
signifikansi 0.01 dan pada tingkat signifikansi 0.05 nilai Z tabel = 1.96.
Sekarang kita terapkan uji ini dengan cara:
a. Lakukan regresi dengan persamaan INCOME = f (SIZE,EARNS,WEALTH,SAVING)
b. Lanjutkan dengan menekan tombol Save dan aktifkan Unstandardized Residual
c. Tekan Continue, lalu Ok
d. Sekarang kita memiliki data residual (Res-1)
e. Dari menu utama SPSS pilih Analyze, kemudian pilih Descriptive Statistics, lalu pilih
submenu Descriptive.
f. Pada kotak variabel, isikan Unstandardized Residual, lalu pilih Option
g. Aktifkan Kurtosis dan Skewness
h. Hasil output SPSS
Descriptive Stastistics
N Skewness Kurtosis
Statistic Statistic Std. Error Statistic Std. Error
Unstandardized Residual 100 1,853 .241 .478
Valid N (listwise) 100 4.169
Dari nilai skewness dan kurtosis ini dapat dihitung nilai Zskewness dan Zkurtosis sebagai
berikut:
1.853 4.169
Zskewness = = 7.566 Zkurtosis = = 8.5099
√6/100 √24/100
113
Hasil perhitungan Zskewness dan Zkurtosis jauh di atas nilai tabel. Jadi dapat disimpulkan
bahwa data residual tidak berdistribusi normal, hal ini konsisten dengan uji grafik.
Uji statistik lain yang dapat digunakan untuk menguji normalitas residual adalah uji statistik
non-parametrik Kolmogrov-Smirnow (K-S). Uji K-S dilakukan dengan membuat hipotesisi.
Langkah Analisis
a. Dari menu utama SPSS pilih menu Analyze, lalu pilih Non-parametric Test
b. Kemudian pilih submenu I-Sample K-S, dilayar akan tampak tampilan windows One-
sample Kolmogrov-Smirnow test.
c. Pada kotak test variable list, isikan ustandardized residual, dan aktifkan test Distribusi pada
kotak Normal.
d. Pilih Ok
e. Output SPSS
114
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardiz
ed Resedual
N 100
Normal Parametersa,b Mean .0000000
Std. Deviation 2.40614098
Most Extreme Absolute .186
Positive .186
Negative -.124
Kolmogorov-Smirnov Z 1.861
Asymp. Sig. (2-tailed) .002
a. Test distribution is Normal
b. Calculated from data.
Besarnya nilai Kolmogorov-Smirnov adalah 1.861 dan signifikan pada 0.002 hal ini berarti H0
ditolak yang berarti data residual terdistribusi tidak normal. Sekali lagi hasilnya konsisten
dengan uji sebelumnya.
115
spesifikasi model persamaan utama adalah salah, atau
misspesification.
Model Summaryb
Adjusted Std. Error of Durbin-W
Model R R Square R Squere the Estimate atson
1 .976a .953 .951 .06465 .898
a. Predictors : (Constant), RF, R, LGDPR
b. Dependent Variable : LMSCR
Model Summaryb
Adjusted Std. Error of Durbin-W
Model R R Square R Squere the Estimate atson
a
1 .982 .964 .959 .05870 1.157
a. Predictors : (Constant), RF2, R, LGDPR2, RF, R2, LGDPR
b. Dependent Variable : LMSCR
Oleh karena D-W model utama 0.898 berada di bawah dl = 1.45 dengan n=55 dan k=3, maka
dapat disimpulkan terdapat autokorelasi positif pada model utama dan salah spesifikasi.
b. Ramsey Test
Uji ini dikembangkan oleh Ramsey tahun 1969. Ramsey menyarankan suatu uji yang
disebut general test of spesification atau RESET. Untuk melakukan uji ini kita harus membuat
suatu asumsi atau keyakinan bahwa fungsi yang benar adalah fungsi linear. Uji ini bertujuan
untuk menghasilkan F-hitung, caranya :
a. Dapatkan fitted value dari variabel dependen dengan cara dari linear regression, pilih
save an aktifkan Dfit pada influence statiscs.
b. Kemudian variabel fitted tersebut diregres Bersama-sama dengan model semula
sebagai variabel independent. Dapatkan nila R2 untuk menghitung F statistic dengan
rumus :
(R2new - R2old)/m
F=
(1 - R2new)/(n - k)
116
m = Jumlah variabel independen yang baru masuk
n = Jumlah data observasi
k = banyaknya parameter dalam persamaan yang baru
R2new = nilai R2 dari persamaan regresi baru
R2old = nilai R2 dari persamaan regresi awal
Dari hasil perhitungan nilai F hitung, kemudian dibandingkan dengan F table. Jika F hitung >
F table, maka hipotesis nol yang menyatakan bahwa spesifikasi model dalam bentuk fungsi
linear ditolak
Model Summaryb
ANOVAb
Sum of
model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 4.526 4 1.132 1.419.194 .000a
Residual .040 50 .001
Total 4.566 54
a. Predictors : (Constant), DFFIT, LGDPR, R, RF
b. Dependent Variable : LMSCR
Coefficientsb
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) -.895 .108 -8.317 .000
LGDPR .882 .016 .960 54.285 .000
R -.006 .001 -.072 -5.225 .000
RF -.007 .002 -.049 -2.873 .000
DFFIT 10.217 .693 .195 14.743 .000
a. Dependent Variable : LMSCR
Hasil tampilan output SPSS menunjukkan bahwa R2new = 0.991 sedangkan R2old = 0.953
(lihat regresi utama sebelumnya), jumlah variabel independent yang baru masuk adalah 1 yaitu
dffit dan n jumlah observasi 55, dan jumlah parameter k yang baru adalah 5. Dari data ini dapat
dihitung besarnya F hitung sbb :
117
( 0.991 - 0.953 ) / 1
F Hitung = = 211.11
( 1 - 0.991) / ( 55 - 5 )
Sedangkan F tabel degree of freedom (df)=(n-k) =50 dan jumlah parameter 4 adalah 2.56. jadi
F hitung > F tabel maka dapat disimpulkan bahwa hipotesa nol ditolak yang berarti model
regresi tidak dalam bentuk linear.
Ut = b0 + b1 LGDPR2 + b2 R2 + b3 RF2
Model Summaryb
ANOVAb
Sum of
model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression .002 3 .001 .191 .902a
Residual .211 51 .004
Total .213 54
a. Predictors : (Constant), RF2, R2, LGDPR2
b. Dependent Variable : RES_1
118
Coefficientsb
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) .064 .123 .524 .602
LGDPR2 -.001 .003 -.087 -.469 .641
R2 8.852E-06 .000 .017 .120 .905
RF2 .000 .000 -.135 -.750 .457
a. Dependent Variable : RES_1
Hasil tampilan output menunjukkan nilai R2 sebesar 0.011 dengan jumlah n observasi 55, maka
besarnya nilai c2 hitung = 55 x 0.011 = 0.605. Nilai ini dibandingkan dengan c2 tabel dengan
df=50 dan tingkat signifikansi 0.05 didapat nilai c2 tabel 67.5. Oleh karena nilai c2 hitung
lebih kecil dari c2 tabel maka dapat disimpulkan bahwa model yang benar adalah model linear.
119