Anda di halaman 1dari 17

Kejang Demam pada Anak 4 Tahun

Intan Novia Sari


102014189
Kelompok D2
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana

ABSTRAK

Kejang demam sederhana merupakan gangguan kejang yang paling lazim ditemukan pada
anak. Kejang demam merupakan suatu bangkitan kejang yang terjadi akibat adanya demam
tinggi pada anak yang umumnya disebabkan adanya infeksi, misalnya infeksi saluran
pernapasan dan pendengaran. Umumnya kejang demam terjadi antara periode 9 bulan hingga
5 tahun. Ada kecenderungan genetik yang dijumpai pada kejang demam. Pemeriksaan yang
fisik yang dapat dilakukan meliputi pemeriksaan tanda vital dan rangsang meningea.
Pemeriksaan penunjang umumnya tidak terlalu spesifik. Umumnya serangan kejang ini akan
berhenti dengan sendirinya, meskipun perlu bantuan obat-obatan seperti fenobarbital dan
natrium valproat untuk mencegah rekurensi kejang. Prognosis kejang demam sederhana
umumnya baik.

Kata kunci : kejang demam, infeksi, genetik

Simple febrile seizure is a seizure disorder most commonly found in children. A febrile
seizure is a seizure that occurs due to high fever in children is usually caused by an infection,
such as respiratory infections and hearing. Febrile seizures occurred between the period of 9
months and 5 years. There is a genetic predisposition that is common in febrile seizures.
Physical examination may include checking vital signs and meningeal stimuli. Investigations
are generally not very specific. Generally, this seizure will stop by itself, though it needs the
help of drugs such as phenobarbital and sodium valproate to prevent recurrent seizures. The
prognosis is generally good, simple febrile seizures.
Keywords: febrile seizures, infections, genetic

1
PENDAHULUAN

Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada kenaikan suhu 38 derajat Celcius atau
lebih yang disebabkan proses diluar otak. Sebagian besar kejang demam terjadi pada usia 6
bulan sampai 5 tahun. Ciri khas kejang demam adalah demamnya mendahului kejang, pada
saat kejang anak masih demam, dan setelah kejang anak sadar kembali.1
Bila terjadi pada usia kurang dari 6 tbulan harus dipikirkan penyebab lain seperti
infeksi susunan saraf pusat, maupun epilepsi yang terjadi bersama demam. Hampir 1,5 juta
kejadian kejang demam terjadi tiap tahunnya di USA, dan sebagian besar terjadi dalam
rentang usia 6 hingga 36 bulan, dengan puncak pada usia 18 bulan.2

Skenario 7

Seorang anak perempuan berusia 4 tahun dibawa Ibunya ke IGD RS karena kejang
seluruh tubuhnya 30 menit yang lalu.

ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan biasanya dengan allo anamnesis, yaitu dengan menanyakan


kepada orangtua atau pengasuh yang membawanya datang kedokter atau kepada si anak
tersebut jika dia mengerti apa yang dimaksud

1. Waktu terjadi kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang


2. Sifat kejang (fokal atau umum)
3. Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)
4. Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis
meningoensefalitis)
5. Riwayat demam ( sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap atau naik
turun)
6. Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, GE)
7. Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai demam
atau epilepsi)
8. Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi)
9. Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
10. Trauma kepala

2
Dari hasil alloanamnesis didapatkan data yaitu anak perempuan usia 4 tahun kejang
seluruh tubuhnya 30 menit yang lalu, kejang kelojotan seluruh tubuh, mata mendelik keatas,
kejang berlangsung selama 5 menit dan hanya satu kali. Kejang diawali demam tinggi 40 C
dan batuk pilek sejak 2 hari yang lalu. Kakak pasien pernah kejang disertai demam saat usia 1
tahun. Dan pasien pernah mengalami kejang saat usia anak 2 tahun, memiliki riwayat
imunisasi lengkap sesuai usia.

PEMERIKSAAN FISIK
 Tanda Vital
 Pemeriksaan Fokus Infeksi
- Melihat apa tonsil memerah atau tidak.
- Apakah gendang telinga hipereremi atau tidak.
- Apakah ada ruam kulit atau tidak
 Tanda Ransang Meningeal
- Kaku kuduk (Nuchal rigidity)
Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu
tidak dapat menepel pada dada.
- Brudzinski I (Brudzinski’s neck sign)
Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala pasien dan
tangan lainnya di dada pasien untuk mencegah agar badan tidak
terangkat, kemudian kepala pasien difleksikan ke dada secara pasif.
Bila terdapat rangsang meningeal maka kedua tungkai bawah akan
fleksi pada sendi panggul dan lutut.
- Brudzinski II (Brudzinski’s contralateral leg sign)
Fleksi tungkai pasien pada sendi panggul secara pasif akan
diikuti oleh fleksi tungkai lainnya ada sendi panggul dan sendi
lutut.
- Kernig
Penderita dalam posisi terlentang dilakukan fleksi tungkai atas
tegak lurus, kemudian dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi
lutut. Pada iritasi menigeal ekstensi lutut secara pasif akan
menyebabkan rasa sakit dan terdapat hambatan.

3
Gambar 1: Kernig dan Brudzinski I

Hasil pemeriksaan fisik yang didapat ialah keadaan umum rewel, kesadaran compos
mentis, lain lain dalam batas normal. Pemeriksaan neurologis, Kaku kuduk (-), Brudzinski I
& II(-), Babinsky (-), Kernig (-) saraf cranial dalam batas normal.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi
dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain
misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat
dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.3

 Pemeriksaaan Punksi Lumbal


- Sangat dianjurkan untuk anak < 12 bulan dengan kejang demam
- Dianjurkan untuk anak < 18 bulan dengan kejang demam
- Anak dengan kejang demam disertai tanda meningeal yg positif ( perlu di
ingat : anak ≤ 12 bulan tanda meningeal tidak jelas maka lihat dari bulging
fontanel anterior, kesadaran, dan irritability)
- Kejang demam kompleks
- Dicurigai meningitis, ensefalitis.
- Anak dengan riwayat kejang demam dimana ada pemberian antibiotik
sebelum kejang yang terjadi ( disebut partially treated meningitis )

 Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya


kejang, ataum emprediksi berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan
kejadian epilepsi pada pasienkejang demam. Oleh karena itu tidak
direkomendasikan.4

4
 Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti CT-scan atau MRI jarang sekali dikerjakan,
tidak rutindan hanya atas indikasi seperti:
- Kelainan neurologic fokal yang menetap (hemiparesis)
- Paresis nervus VI
- Papiledema.

DIAGNOSIS BANDING
1. Kejang Demam Kompleks / Atipikal

Merupakan kejang pada demam dengan manifestasi klinis yang lebih lama
(lebih dari 15 menit) yang disertai dengan tanda fokal. Serangan kejang yang kompleks
dapat terjadi lebih dari satu kali dalam satu hari. Adanya kejang demam kompleks
harus diwaspadai karena dapat merupakan pertanda infeksi akut yang serius serta dapat
menyebabkan komplikasi berupa timbulnya epilepsi. Dua hal yang perlu diperhatikan
untuk membedakan kejang demam kompleks dan sederhana ialah lama
berlangsungnya kejang serta jumlah serangan kejang yang terjadi5

2. Meningitis Bakterialis
Meningitis adalah infeksi ruang subarachnoid dan leptomeningen yang
disebabkan oleh berbagai organism pathogen.
Aspek penting yang harus dipertimbangkan mencakup usia, etnik, musim,
factor pejamu, dan pola resistensi antibiotic regional di antara pathogen yang
mungkin.
Trias klasik gejala meningitis adalah demam, sakit kepala, dan kaku kuduk.
Namun, pada anak di bawah dua tahun, kaku kuduk atau tanda iritasi meningen
lain mungkin tidak ditemui. Perubahan tingkat kesadaran lazim terjadi, sebagian
besar penderita mengalami letargi, iritabilitas, atau delirium. Pemeriksaan fisik
mungkin memperlihatkan tanda-tanda iritasi meningen – kaku kuduk, tanda krenig
dan Brudzinski yang positif. Bayi mungkin menunjukkan peenonjolan ubun-ubun,
kelainan saraf keenam, mungkin terjadi akibat peninggian tekanan intrakranium
atay peradangan di ruang subarknoid.
Pleositosis sering dijumpai pada meningitis bakterialis, dengan hitung sel
darah putih CSS dalam rentang 100-10,000 sel/µL. selpolimorfonuklear
mendominasi dan biasanya melebihi 90% total. Hipoglikorakia biasanya ditemukan

5
dengan kadar glukosa CSS biasnya kurang dari 30-50% kadar glukosa serum.
Konsentrasi protein biasanya meningkat dalam 100-500mg/dL. Perwarnaan gram
akan positif pada lebih dari 90% pasien.6
3. Epilepsi
Merupakan kompleks gejala yang timbul akibat akibat gangguan fungsi otak
yang gangguan fungsinya sendiri dapat disebabkan oleh berbagai proses patologik.
Kejang epilepsi ialah satu gejala gangguan fungsi otak yang paling sering
ditemukan. Epilepsi adalah gangguan kronik, dengan tanda utama adalah kejang
spontan yang berulang.
Gejala-gejala atau tanda-tanda penyakit ayan ini adalah apabila penyakit ini
akan kambuh, penderita biasanya merasa pusing, pandangan berkunang-kunang,
alat pendengaran kurang sempurna. Selain itu, keluar keringat berlebihan dan
mulut keluar busa. Sesaat kemudian, penderita jatuh pingsan diiringi dengan
jeritan. Semua urat-urat mengejang, lengan dan tungkai menjulur kaku, tangan
menggenggam dengan eratnya, acapkali lidah luka tergigit karena rahang terkatup
rapat, si penderita sulit bernafas dan muka merah atau kebiru-biruan. Selama
terserang ayan, biasanya mata tertutup dan akhirnya tertidur pulas lebih dari 45
menit. Apabila telah bangun dan ditanya, tidak lagi ingat apa-apa yang telah terjadi
atas dirinya. Serangan ayan yang demikian itu senantiasa datang berulang-ulang.

DIAGNOSIS KERJA

Kejang Demam

Kejang Demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal >38°C)yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial. Kejang demam adalah suatu
kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 6 bulan dan 5tahun. Anak yang
pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk
dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak
termasuk dalam kejang demam. . Saraf Anak sepakat bahwa anak yang berumur kurang dari
6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang yang didahului demam, pikirkan
kemungkinan lain misalnya infeksi SSP atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.
Kejang terjadi akibat loncatan listrik abnormal dari sekelompok neuron otak yang
mendadak dan lebih dari biasanya, yang meluas ke neuron sekitarnya atau dari substansia

6
grasia ke substansia alba yang disebabkan oleh demam dari luar otak. Kejang demam sering
juga disebut kejang demam tonik-klonik
Klasifikasi Kejang Demam
1) Kejang Demam Sederhana atau Simple
- Terjadi pada anak 6 bulan – 5 tahun dengan status neurologis yang sehat
dan tanpa ada kelainan neurologis pada pemeriksaan fisik atau pada
riwayat perkembangan
- Disertai demam dan kejang yang bukan disebabkan oleh meningitis,
ensefalitis, dan penyakit lain yang dapat mempengaruhi otak
- Kejang bersifat umum dan berlangsung kurang dari 15 menit
- Kejang berhenti sendiri dan tidak berulang dalama 24 jam
- Kejang umum tonik klonik
- Kejang tidak ada lebih dari 1 kali dalam 24 jam
- Tidak ada kelainan neurologis setelah kejang
- Anaknya dalam keadaan sadar
2) Kejang Demam Kompleks
- Terjadi pada anak 6 bulan – 5 tahun dengan status neurologis yang sehat
dan tanpa ada kelainan neurologis pada pemeriksaan fisik atau pada
riwayat perkembangan.
- Disertai demam dan kejang yang bukan disebabkan oleh meningitis,
ensefalitis, dan penyakit lain yang dapat mempengaruhi otak.
- Kejang berlangsung > 15 menit.
- Kejang fokal atau kejang multiple yang terjadi dalam waktu yang
berdekatan antara 1 kejang dengan kejang yang lainnya.
- Kejang terjadi lebih dari 1x dalam 24 jam.
- Kejang fokal atau kejang fokal yang menjalar menjadi kejang umum
- Mirip gejala SSP ( pasien harus di rawat untuk pemeriksaan lebih lanjut
dan menyingkirkan diagnosis SSP )

ETIOLOGI

Etiologi dan pathogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui, akan tetapi
umur anak, tinggi dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi terjadinya kejang. Faktor

7
hereditas juga mempunyai peran yaitu 8-22% anak yang mengalami kejang demam
mempunyai orang tua dengan riwayat kejang demam pasa masa kecilnya.
Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam
dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam
adalah infeksi saluran pernafasan atas terutama tonsillitis dan faringitis, otitis media
akut(cairan telinga yang tidak segera dibersihkan akan merembes ke saraf di kepala pada otak
akan menyebabkan kejang demam), gastroenteritis akut, exantema subitum dan infeksi
saluran kemih. Selain itu, imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbetili) juga dapat
menyebabkan kejang demam.6,7

EPIDEMIOLOGI
Kejang demam merupakan salah satu kelainan neurologis yang sering dijumpai pada
bayi dan anak. Dari penelitian oleh berbagai pakar didapatkan bahwa sekitar 2,2%-5% anak
pernah mengalami kejang demam sebelum mereka mencapai usia 5 tahun.

Peneliti di jepang bahkan mendapatkan angka kejadian (insidensi) yang lebih tinggi,
yaitu: Maeda dkk, 1993, mendapatkan angka 9,7 % (pada pria 10,5% dan pada wanita 8,9%)
dan Tsuboi mendapatkan angka sekitar 7% .

Dari berbagai hasil penelitian didapatkan bahwa kejang demam agak sering di jumpai
pada anak laki-laki dari pada anak perempuan, dengan perbandingan berkisar antara 1,4:1 dan
1,2:1. Di dapatkan 42% dari anak berusia 6 tahun yang menderita kejang adalah kejang
demam .

Dari 112 penderita kejang demam yang diteliti oleh Miyake dkk, 1992, 60 adalah
laki-laki dan 52 perempuan. Millichap, 1968, telah mengumpulkan 29 laporan mengenai
kejang demam dan mendapatkan bahwa dari 4903 penderita kejang demam, perbandingan
pria dan wanita adalah 1,4:1.

Sampai sekarang kejang demam merupakan kelainan yang banyak terjadi pada
bangsal saraf. Kejang demam jarang terjadi pada anak yang berumur kurang dari 6 bulan atau
lebih dari 5 tahun. Aicardi, 1986, menyebutkan usia rata-rata penderita kejang demam adalah
usia antara 17-23 bulan, sesekali kejang demam juga dijumpai pada usia yang lebih tua yaitu
5-6 tahun. Lumbantobing, 1975, menyebutkan bahwa insiden tertinggi antara usia 6 bulan
sampai 1 tahun, dari 297 penderita kejang demam yang di telitinya. Kurang lebih 3% anak

8
yang berumur 6 bulan sampai 9 tahun pernah menderita satu kali atau lebih serangan kejang
demam.

Doeffer dan Wasser, 1987, melaporkan bahwa insidensi kejang demam 240,
8/100000. Di Jepang penelitian yang di kerjakan oleh Tsuboi, 1986, mendapatkan insidensi
kejang demam pada balita sebesar 7% .8

PATOFISIOLOGI

Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam (lipid) dan
permukaan luar (ion). Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dengan mudah
dilalui oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit
lainnya kecuali Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K dalam sel neuron tinggi dan ion
Na rendah. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan luar sel maka terdapat
potensial membran sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya:
- Perubahan konsentrasi ion di ekstraseluler.
- Rangsangan mendadak berupa mekanis, kimiawi, atau aliran listrik dari sekitarnya.
- Perubahan patofisiologi dari membran sendiri dari penyakit atau keturunan.
Gambar 2. Patofisiologi Kejang

9
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1°C akan menaikan metabolisme basal 10-15%
dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berusia 3 tahun, sirkulasi
otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi
pada kenaikan suhu tubuh tertentu, dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel
neuron,dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion K maupun Na melalui membran.
Perpindahan ini mengakibatkan lepas muatan listrik yang besar, sehingga meluas ke
membran sel lain melalui neurotransmitter, dan terjadilah kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda. Pada anak dengan ambang
kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38°C. Pada anak dengan ambang kejang
yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40°C. Terulangnya kejang demam lebih sering
terjadi pada anak dengan ambang kejang yang rendah, sehingga dalam penanggulangannya
perlu diperhatikan pada suhu berapa penderita kejang.8,9
Gambar 3. Patofisiologi Kejang Demam

MANIFESTASI KLINIS
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf
pusat, otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya
terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan
dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti

10
sendiri. Namun anak akan terbangun dan sadar kembali setelah beberapa detik atau menit
tanpa adanya kelainan neurologik.
Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain : anak mengalami
demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-tiba),
kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit
(hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam).Kejang dapat dimulai
dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot kedua sisi tubuh anak.Kontraksi pada umumnya
terjadi pada otot wajah, badan, tangan dan kaki.Anak dapat menangis atau merintih akibat
kekuatan kontaksi otot. Anak akan jatuh apabila dalam keadaan berdiri.
Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung
selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama,
biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya
terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya),
gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan.
Saat kejang, anak akan mengalami berbagai macam gejala seperti :
1. Anak hilang kesadaran
2. Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak
3. Sulit bernapas
4. Busa di mulut
5. Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan
6. Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang terlihat.9
PENATALAKSANAAN
A) Medika Mentosa
Dalam penanggulangan kejang demam ada 6 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu :
I. Bila pasien datang dengan keadaan kejang, maka atasi kejang secepat mungkin
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu datang, kejang sudah
berhenti. Apabila pasien dating dalam keadaan kejang :
Tabel 2. Obat-obat Anti Konvulsan dan Dosisnya
Obat Bucaal Intra Vena Rectal
Midazolam 0,5 mg/ kg ( max 10
mg )
Diazepam 0,3 mg/kg ( max 5 0,5 mg/kg (max 20
mg per dose < 5 mg per dose )

11
years; 10 mg for ≥ 5
years )
Lorazepam 0,05-0,1 mg/kg over 0,1 mg/kg ( max 4
1-2 min ( max 4 mg mg per dose )
per dose ) diluted 1:1 with
water prior to
administration

Jika kejang masih berlanjut :


1. Pemberian diazepam 0,2 mg/kgBB per infus diulangi. Jika belum terpasang selang
infus, 0,5 mg/kg per rektal
2. Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan
Jika kejang masih berlanjut :
1. Pemberian fenobarbital 20-30 mg/kgBB per infus dalam 30 menit
2. Pemberian fenitoin 10-20mg/kgBB per infus dalam 30 menit dengan kecepatan 1
mg/kgBB/menit atau kurang dari 50mg/menit.
Jika kejang masih berlanjut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang perawatan
intensif dengan thiopentone dan alat bantu pernapasan.
Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang
demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.
II. Pengobatan penunjang
Pengobatan penunjang dapat dilakukan dengan memonitor jalan nafas, pernafasan,
sirkulasi dan memberikan pengobatan yang sesuai. Sebaiknya semua pakaian ketat dibuka,
posisi kepala dimiringkan untuk mencegah aspirasi lambung.Penting sekali mengusahakan
jalan nafas yang bebas agar oksigenasi terjamin, kalau perlu dilakukan intubasi atau
trakeostomi. Pengisapan lender dilakukan secara teratur dan pengobatan ditambah dengan
pemberian oksigen. Cairan intavena sebaiknya diberikan dan dimonitor sekiranya terdapat
kelainan metabolik atau elektrolit.Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah,
pernafasan dan fungsi jantung diawasi secara ketat.
Pada demam, pembuluh darah besar akan mengalami vasodilatasi, manakala
pembuluh darah perifer akan mengalami vasokontrisksi. Kompres es dan alkohol tidak lagi
digunakan karena pembuluh darah perifer bisa mengalami vasokontriksi yang berlebihan

12
sehingga menyebabkan proses penguapan panas dari tubuh pasien menjadi lebih terganggu.
Kompres hangat juga tidak digunakan karena walaupun bisa menyebabkan vasodilatasi pada
pembuluh darah perifer, tetapi sepanjang waktu anak dikompres, anak menjadi tidak selesa
karena dirasakan tubuh menjadi semakin panas, anak menjadi semakin rewel dan
gelisah.Menurut penelitian, apabila suhu penderita tinggi (hiperpireksi), diberikan kompres
air biasa. Dengan ini, proses penguapan bisa terjadi dan suhu tubuh akan menurun perlahan-
lahan.
Bila penderita dalam keadaan kejang obat pilihan utama adalah diazepam yang
diberikan secara per rektal, disamping cara pemberian yang mudah, sederhana dan efektif
telah dibuktikan keampuhannya. Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua atau tenaga lain yang
mengetahui dosisnya. Dosis tergantung dari berat badan, yaitu berat badan kurang dari 10 kg
diberikan 5 mg dan berat badan lebih dari 10 kg rata-rata pemakaiannya 0,4-0,6 mg/KgBB.
Kemasan terdiri atas 5 mg dan 10 mg dalam rectiol. Bila kejang tidak berhenti dengan dosis
pertama, dapat diberikan lagi setelah 15 menit dengan dosis yang sama.
Untuk mencegah terjadinya udem otak diberikan kortikosteroid yaitu dengan dosis 20-30
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Golongan glukokortikoid seperti deksametason
diberikan 0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik.
III. Pengobatan rumat
Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat dengan cara mengirim
penderita ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih lanjut. Pengobatan ini dibagi
atas dua bagian, yaitu:
 Profilaksis intermitten
Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang demam
diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretika yang harus diberikan kepada anak
selama episode demam. Antipiretik yang diberikan adalah paracetamol dengan dosis 10-
15mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari atau ibuprofen dengan dosis 5-10mg/kg/kali, 3-4 kali
sehari.Antikonvulsan yang ampuh dan banyak dipergunakan untuk mencegah terulangnya
kejang demam ialah diazepam, baik diberikan secara rectal dengan dosis 5 mg pada anak
dengan berat di bawah 10kg dan 10 mg pada anak dengan berat di atas 10kg, maupun oral
dengan dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam. Profilaksis intermitten ini sebaiknya diberikan sampai
kemungkinan anak untuk menderita kejang demam sedehana sangat kecil yaitu sampai
sekitar umur 4tahun.Fenobarbital, karbamazepin dan fenition pada saat demam tidak berguna
untuk mencegah kejang demam.

13
 Profilaksis jangka panjang
Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis teurapetik
yang stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang di
kemudian hari.Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah:
1) Fenobarbital
Dosis 4-5 mg/kgBB/hari. Efek samping dari pemakaian fenobarbital jangka
panjang ialah perubahan sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus tidur dan
kadang-kadang gangguan kognitif atau fungsi luhur.

2) Sodium valproat / asam valproat


Dosisnya ialah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Namun, obat ini
harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan fenobarbital dan gejala toksik berupa
rasa mual, kerusakan hepar, pankreatitis.
3) Fenitoin
Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat
berupa hiperaktif sebagai pengganti fenobarbital. Hasilnya tidak atau kurang
memuaskan. Pemberian antikonvulsan pada profilaksis jangka panjang ini dilanjutkan
sekurang-kurangnya 3 tahun seperti mengobati epilepsi. Menghentikan pemberian
antikonvulsi kelak harus perlahan-lahan dengan jalan mengurangi dosis selama 3 atau
6 bulan.
IV.Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks biasanya infeksi
traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang tepat dan
kuat perlu untuk mengobati infeksi tersebut.Secara akademis pada anak dengan kejang
demam yang datang untuk pertama kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pungsi lumbal.
Hal ini perlu untuk menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak misalnya meningitis.Apabila
menghadapi penderita dengan kejang lama, pemeriksaan yang intensif perlu dilakukan, yaitu
pemeriksaan pungsi lumbal, darah lengkap, misalnya gula darah, kalium, magnesium,
kalsium, natrium, nitrogen, dan faal hati.
B) Non-medika mentosa
Edukasi kepada orang tua
a. Mengurangi kecemasan
 Yakinkan umumnya prognosis baik
14
 Ajarkan cara penanganan kejang
 Informasikan kemungkinan akan berulang kembali
 Pemberian obat untuk cegah rekurensi tetapi ingatkan efek sampingnya
 Tidak ada bukti bahwa terapi mengurangi kejadian epilepsy
dikemudian hari
b. Apabila anak kejang kembali
 Tetap tenang dan jangan panik
 Longgarkan pakaian terutama sekitar leher
 Bila tidak sadar :
 Posisi terlentang dengan kepala miring
 Jangan memasukkan sesuatu apapun ke dalam mulut walau
untuk mencegah lidah tergigit
 Bersihkan lendir/ ludah/ muntahan dari mulut dan hidung
 Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang
 Tetap bersama anak selama kejang
 Diazepam rekta; jangan diberikan bila kejang berhenti
 Bawa ke dokter/ klinik/ RS bila kejang ≥510

KOMPLIKASI
Komplikasi dari kejang demam adalah :
1. Kejang demam berulang
 Faktor risiko :
- Riwayat kejang dalam keluarga.
- Usia < 12 bulan.
- Temperatur yg rendah saat kejang.
- Cepatnya kejang setelah demam
*bila seluruh faktor ada kemungkinan berulangnya kejang demam
80%. Bila faktor (-) kemungkinan berulangnya kejang demam 10-15%.
Kemungkinan berulangnya kejang demam pada tahun I.
2. Gangguan belajar dan perilaku, retardasi mental, deficit koordiansi dan
motorik dll.
3. Epilepsi
 Anak yang menderita kejang demam berisiko lebih besar mengalami
epilepsi, dibandingkan dengan yang tidak.

15
 Faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari :
- Kelainan neurologis dan perkembangan yang jelas sebelum kejang
demam pertama
- Kejang demam kompleks
- Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
*Catatan :
- Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian
epilepsi 4-6%
-Kombinasi faktor risiko meningkatkan kejadian epilepsi menjadi 1o-
49%
-Kemungkinan epilepsi tidak dapat dicegah dengan memberi terapi
rumat pada kejang demam.8

PROGNOSIS
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosisnya baik.10 Kejadian
kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental
dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain
secara retrospektif melaporkan kelainan neu- rologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan
ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau
fokal. Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya
kejang demam adalah :

1. Riwayat kejang demam dalam keluarga

2. Usia kurang dari 12 bulan


3. Temperatur yang rendah saat kejang


4. Cepatnya kejang setelah demam

Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%,
sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya
10%-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.3

16
KESIMPULAN

Kejang demam tidak memiliki pemeriksaan penunjang yang spesifik. Oleh karena itu
anak perempuan berusia 4 tahun didiagnosa kejang demam bedasarkan gejala klinisnya.
Kejang demam sendiri memiliki prognosis yang baik apabila di terapi dengan tepat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kejang demam tidak seseram yang dibayangkan.1 september 2014. Diakses dari
http://www.idai.or.id/ . 13 januari 2017
2. Gunawan PI, Saharso Darto.Faktor risiko kejang demam berulang pada anak. M Med
Indones.2012.46(II).76.
3. Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael Sofyan. Konsensus penatalaksaan kejang
demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi.Ikatan Dokter Anak Indonesia
2006.Jakarta:IDAI;2006.
4. Mary R, Malcolm L . Pediatric and Child Health. 2nd edition. United States:
Blackwell Pulblishing; 2006.p. 72-90.
5. Annegers JF, Hauser WA, Shirts SB, et al. Factor prognostic of unprovoked seizures
after febrile convulsions. N Eng J Med 316: p.493
6. Behrman. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke-15. Jakarta : Kedokteran EGC;2002..h
2059-67
7. Febrile Seizures: Causes, Symptoms, Diagnosis and Treatment. Diunduh dari
www.medicinenet.com/febrile_seizures/article.html. 13 Januari 2017.
8. Price, Sylvia, Anderson. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta
: Kedokteran EGC;2006.
9. Rudolph AM. Febrile Seizures. Rudoplh Pediatrics. 20th edition. United States:
Appleton and Lange; 2002.
10. Latief A, Napitupulu PM, Pudjiadi A, Ghazali M, Putra TS. Edisi ke-9. Ilmu
Kesehatan Anak. Jakarta: Infomedika Jakarta; 2000. h. 850-4.

17

Anda mungkin juga menyukai