mungkin tidak mengalir ke dalam pit dengan membuat paritan atau saluran
sekeliling pit atau di lereng pit untuk mengalirkan air ke daerah yang lebih
rendah.b. Air yang jatuh ke dalam pit akan ditangani dengan menggunakan
sistem penyaliran open sump. Ini adalah suatu metode penyaliran dengan
membuat sumuran (sump) di elevasi terendah daerah penambangan (lantai
tambang), kemudian air dalam sumuran dialirkan ke luar pit Tempat
penyaliran open sump ini dilakukan dengan cara membuatparitan di dekat
jenjang ( toe ) untuk mengalirkan air menuju ke sumuran serta mencegah
genangan air di daerah jenjang. Paritan dan sumuran bersifat sementara yang
berubah kedudukannya sesuai dengan kemajuan penambangan. Agar daerah
penggalian tidak tergenang air maka elevasi sumuran dibuat lebih rendah dari
elevasi daerah penggalian sehingga semua air akan mengalir ke dalam
sumuran. Selain itu agar kemantapan lereng tidak terganggu, maka lantai
jenjangdi buat miring dan pada sisi jenjang di buat paritan.Paritan ini
akanmengalirkan air langsung ke luar daerah tambang. Semua air dariaktifitas
penambangan akan dialirkan ke dalam kolam pengendapsebelum dialirkan ke
sungai-sungai di sekitar daerah tambang.Perhitungan debit air yang masuk
daerah tambang dilakukan dengan metoderasional dengan menggunakan
rumus:
Q = 0,278 x C x I x A
Keterangan :Q = Debit limpasan (m3/det)
C = Koefisien limpasan (untuk daerah tambang = 0,9)
I = Intensitas hujan (mm/jam, 60mm/jam)
A = Luas daerah tangkapan atau catchment area(km2)
Tabel lI 3.
Perhitungan Debit Saluran Dengan Slope60° (Tahun 1Block I)
Tabel II.3.2
Perhitungan Debit Saluran Dengan Slope 60° (Tahun 2 Block 2)
Tabel II.3.3
Perhitungan Debit Saluran Dengan Slope 60° (Pit 5 Block I)
A. Data Lapangan
1) Susunan batuanSusunan batuan pembentuk Iereng yang
didapat dari data hasil pemboran inti.
2) Struktur lapisan batuan Struktur lapisan batuan agak kompak
akibat pengaruh tektonik namun ada beberapa memiliki
rekahan-rekahan dan kekar yang disebabkan oleh patahan dan
sesar.
Tabel 3.4
Data Hasil Uji Laboratorium Terhadap Contoh BatuanData
Parameter Hasil Uji Sifat-Sifat Fisik
FK =
II.3.6 Longsoran
Perbedaan jenis longsoran dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: jenis
batuan, struktur (makro) dan kondisi geologi daerah yang akan ditambang.
Longsoran memutar (rotasi) dan tak memutar, bidang (translasi), longsoran
baji umumnya terjadi pada batuan sedimen, sedangkan longsoran rebah
(jungkiran), umumnya terjadi pada batuan beku atau batuan-batuan sedimen
yang lapisannya relatif tegak. Longsoran bidang dan baji timbul karena
struktur kekar yang terpola (joint pattern),arah dan kemiringan lapisan sejajar
49
dan terpotong oleh bidang lereng (cut slope).Longsoran memutar dan tak
memutar sangat umum terjadi dibandingkan jenis longsoran
lainnya.Longsoran ini timbul karena struktur yang tak beraturan (chaotic),
dan lapisan batuan sedimen relatif belum terkonsolidasi baik.
Untuk menghitung analisis kemantapan lereng yang ditujukan untuk tipe
longsoran memutar digunakan rumus persamaan (Bishop, 1955), sebagai
berikut:
1
{(c, b,(W b) tan , }
cos , (1 ta , ) / FK
f
W , sin
Dimana :
FK =Faktor Keamanan
c = Kohesi
b = Lebar Irisan longsoran
W = Berat Massa (luas + berat asli/jenuh)
, = Sudut Gelincir Bidang Longsor
1 = Sudut Geser Dalam
P = Tekanan Hidrostatis (berat isi air x tinggi)
Mengingat data curah hujan cukup tinggi dan didukung hasil pengamatan
mikrostruktur di lapangan, maka perhitungan analisis kemantapan lereng total
diintensikan pada jenis longsoran memutar. Walaupun demikian untuk
perhitungannya, masih diperlukan beberapa asumsi tambahan, yakni:
a. Perhitungan untuk lereng total menggunakan nilai FK > 1,3 dengan
ketinggian mat (muka air tanah), sesuai dengan hasil pengukuran.
Untuk teras jenjang menggunakan nilai FK > 1,5 dengan kondisi
dianggap jenuh dan batuan dianggap homogen.
b. Dimensi longsoran ditentukan melalui daerah paling lemah (lapisan
batu-lempung) atau melalui bidang rekah yang terdeteksi.
50
1.2
51
tan /F
90
1.0
gle
0.8 e An
p
tan Slo
F 80
0.6
70
60
0.4 50
40
30
20
0.2
0
c
0.
0.
0.
0.
0.
0.
0.
0.
0.
0.
0.
0.
0
00
02
04
06
08
10
12
14
16
18
20
22
HF c/ HF
Gambar II.3.6.1
Cara dan Langkah Perhitungan Hoek & Bray
Meskipun metode atau cara Hoek &Bray dapat dilakukan dengan cepat
dan mudah, namun hasil perhitungannya mempunyai kelemahan karena
kondisi Iereng diasumsikan homogen. Penggunaan diagram(chart)
sangat tergantung kepada kedudukan/ketinggian muka air tanah mulai
dari kering sampai jenuh, seperti yang terlihat pada gambar II.3.6.1
52
Gambar II.3.6.2
Kondisi Muka Air Tanah Untuk Diagram Hoek & Bray
53
.01
.02
.03
.04
.05
2.0
.06
CIRCULAR FAILURE CHART NUMBER 1
.0 7
.08
.09
.10
1.8
.11
.12
.13
c/ H.tan
.14
1.6
5
.1
.1 6
.1
7
.18 9
1.4 .1 0
.2
.30
1.0
90
.35
le .40
0.8 ng
p eA .45
Slo
.50
80
0.6 .60
70 .70
60 .80
0.4 .90
50 1.0
40
30 1.5
0.2 20 2.0
10 4.0
0
0.
0.
0.
0.
0.
0.
0.
0.
0.
0.
0.
0.
0.
0.
0.
0.
0.
0.
30
00
02
04
06
08
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
32
34
c/ HF
Gambar II.3.6.3
Diagram Untuk Analisis Perhitungan Jenuh Air
Tabel II.3.6.2
Hasil Perhitungan Kemantapan Lereng Total, Lokasi DH 1, 5 dan 7
Sudut Faktor Keamanan
(...0) DH -1, H = 70 DH - 5,H = 70 DH - 7, H = 70
30, 1,206 1,257 1,276
Catalan: H & B = Hoek & Bray FK >
1,200
Sumber: Data berdasarkan pada hasil yg diperoleh Polman Resources
Tabel II.3.6.2
Hasll Perhitungan Kemantapan Lereng Jenjang, Lokasi DH 1, 5 dan 7
Sudut Faktor Keamanan
(...0)
DH-1, H = 10 DH-5, H = 10 DH-7, H = 10
Tabel II.3.6.3
Hasil Perhitungan Kemantapan Lereng Jenjang Tunggal
Lokasi DH 1, 5 dan 7
No. TINGGI 45 55 65 75
MP B MP B MP B MP B
1 6 1,533 1,523 1,334 1,325 1,175 1,168 1,034 1,028
2 7 1,315 1,329 1,111 1,123 0,965 0,954 0,820 0,810
3 8 1,186 1,168 0,979 0,964 0,812 0,797 0,670 0,656
4 9 1,080 1,060 0,903 0,883 0,707 0,688 0,562 0,543
5 10 0,932 0,910 0,793 0,793 0,633 0,608 0,486 0,460
Sumber: Data berdasarkan pada hasil yg diperoleh Polman Resources
Tabel II.3.6.4
Hasil Perhitungan Kemantapan Lereng Timbunan (H) = 25 m
Faktor Keamanan
Sudut (…..°)
DH-1 DH-S DH-7
15 1,236 1,292 1,254
Catatan : H & B = Hoek & Bray FK> 1,200
Sumber: Data berdasarkan pada hasil yg diperoleh Polman Resources
SR =
BESR =
= 11,56
Tabel II.3.7
Jumlah Cadangan Tertambang
menentukan jumlah Bijih Besi yang dapat ditambang dari potensi sumber
daya yang ada, sehingga jumlah Bijih Besi sebagai cadangan yang dapat
ditambang akan dihitung dengan mempertimbangkan hasil desain tambang.
Secara teknis, pemilihan metode penambangan didasarkan pada pertimbangan
hal-hal sebagai berikut:
1. Kedalaman lapisan (seam)
2. Ketebalan lapisan dan penyebarannya
3. Kondisi lapisan tanah penutup (overburden)
4. Struktur geologi
Secara ekonomis akan dipertimbangkan nisbah pengupasan atau "stripping
ratio", yaitu besarnya volume pengupasan tanah penutup untuk mendapatkan
setiap ton Bijih Besi.