Anda di halaman 1dari 18

40

II.3 Kajian Teknis Kelayakan


II.3.1 Hidrogeologi
Kajian hidrogeologi bertujuan mengindentifikasikan lapisan aquifer atau
lapisan pembawa air tanah yang berpotensi mempengaruhi kegiatan
penambangan. Analisis tentang kondisi hidrogeologi daerah tambang
didasarkan pada data litologi, karakteristik batuan dan struktur geologi.
Diasumsikan lapisan-lapisan batuan adalah berjajar dengan kemiringan rata-
rata 15° ke arah selatan. Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa
diantara batuan-batuan tersebut hanya batu pasir memiliki porositas 13-14%,
Diperkirakan batu pasir di wilayah ini bertindak sebagai aquifer, akan tetapi
iamemiliki kuat tekan antara 6-27MPa. Karena pit-pit di gali ke arah jurus
lapisan, maka lereng pit yang memiliki lapisan batu pasir akan selalu basah
karena rembesan air.Lapisan-lapisan ini kemiringannya ke arah barat
sehingga dampak rembesan air sangat berpeluang di bagian dinding pit
sebelah timur. Untuk menangani rembesan air tanah tersebut disarankan
untuk membuat penyaluran pada lereng-lereng galian

II.3.2 Curah Hujan

Untuk memahami karakteristik curah hujan di daerah kajian akan


digunakandata hasil pengukuran hujan dari berbagai stasiun hujan yang
terletak disekitar daerah kajian. Berdasarkan dari data tersebut dapat
disimpulkan karakteristik curah hujan sebagai berikut:

A. Curah hujan tahunan antara 12mm sampai 579mm dengan hari


hujanberkisar antara 4 hari sampai 17 hari.
B. Curah hujan tahunan rata-rata adalah 168,5mm. Bulan Januari –
Maret dan Nopember - Desember merupakan bulan-bulan basah
dengan curah hujan di atas 200 mm.
Karakteristik hujan di atas akan digunakan sebagai masukan dalam
perencanaan tambang terbuka.
41

II3.3 Intensitas Hujan

Sarana penyaliran tambang pada dasarnya berfungsi mengatasi masalah-


masalah yang ditimbulkan oleh hujan jangka pendek, atau oleh suatu kejadian
hujan yang akan mempengaruhi kegiatan penambangan. Oleh karena itu
sarana penyaliran tambang dirancang untuk dapat mengatasi kondisi ekstrim
yang mungkin terjadi selama umur sarana tersebut.Curah hujan jangka
pendek dinyatakan sebagai intensitas hujan.Di wilayah penyelidikan, seperti
umumnya daerah tropis, jenis hujan yang terjadi pada umumnya adalah hujan
konvektif yang mempunyai ciri intensitas tinggi dandurasi hujan pendek.
Penentuan intensitas hujan ekstrim yang dapat digunakan sebagai intensitas
hujan rencana (design rainfall intensity ) untuk sarana penyaliran tambang,
diperlukan data hasil pengukuran dengan alat pengukur otomatis. Jika hal ini
tidak tersedia, maka penentuan intensitas hujan rencana diperkirakan dari data
curah hujan harian. Berdasarkan data intensitas hujan untuk bulan Januari
mencapai 379 mm dan untuk bulan Desember mencapai 261mm dengan
pertimbangan bahwa kedua bulan tersebut dapat mewakili bulan-bulan basah,
maka untuk keperluan perancangan digunakan intensitas hujan, rencana
sebesar 60mm/jam dengandurasi hujan 30-60menit

II.3.4 Penyaliran Tambang

Tambang Bijih Besi akan membentuk cekungan ( pit ), maka operasi


penambangan akan selalu dihadapkan pada masalah air. Air tersebut dapat
berupa air tanah, air sungai maupun air hujan. Jika daerah penambangan
tergenang air, maka alat-alat akan sulit beroperasi dengan baik, demikian pula
kemantapan lereng juga akan terganggu bila lereng selalu dalam keadaan
basah. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan suatu sistem penyaliran yang
baik. Berdasarkan kajian hidrogeologi diketahui bahwa air tanah tidak akan
mempengaruhi daerah penambangan. Air hujan dan air dari aliran sungai
akan ditangani dengan cara mengalihkan aliran yang mungkin masuk
ketambang ke lokasi lain yang lebih rendah. Masalah air hujan ditangani dua
cara yaitu:a. Air hujan yang jatuh di luar pit di usahakan semaksimal
42

mungkin tidak mengalir ke dalam pit dengan membuat paritan atau saluran
sekeliling pit atau di lereng pit untuk mengalirkan air ke daerah yang lebih
rendah.b. Air yang jatuh ke dalam pit akan ditangani dengan menggunakan
sistem penyaliran open sump. Ini adalah suatu metode penyaliran dengan
membuat sumuran (sump) di elevasi terendah daerah penambangan (lantai
tambang), kemudian air dalam sumuran dialirkan ke luar pit Tempat
penyaliran open sump ini dilakukan dengan cara membuatparitan di dekat
jenjang ( toe ) untuk mengalirkan air menuju ke sumuran serta mencegah
genangan air di daerah jenjang. Paritan dan sumuran bersifat sementara yang
berubah kedudukannya sesuai dengan kemajuan penambangan. Agar daerah
penggalian tidak tergenang air maka elevasi sumuran dibuat lebih rendah dari
elevasi daerah penggalian sehingga semua air akan mengalir ke dalam
sumuran. Selain itu agar kemantapan lereng tidak terganggu, maka lantai
jenjangdi buat miring dan pada sisi jenjang di buat paritan.Paritan ini
akanmengalirkan air langsung ke luar daerah tambang. Semua air dariaktifitas
penambangan akan dialirkan ke dalam kolam pengendapsebelum dialirkan ke
sungai-sungai di sekitar daerah tambang.Perhitungan debit air yang masuk
daerah tambang dilakukan dengan metoderasional dengan menggunakan
rumus:

Q = 0,278 x C x I x A
Keterangan :Q = Debit limpasan (m3/det)
C = Koefisien limpasan (untuk daerah tambang = 0,9)
I = Intensitas hujan (mm/jam, 60mm/jam)
A = Luas daerah tangkapan atau catchment area(km2)

Dengan perhitungan tersebut, maka kebutuhan penyaliran dan volume


penggalian yang perlu dilakukan setiap tahun dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :
43

Tabel lI 3.
Perhitungan Debit Saluran Dengan Slope60° (Tahun 1Block I)

Sumber: Data berdasarkan pada hasil yg diperoleh Polman Resources

Tabel II.3.2
Perhitungan Debit Saluran Dengan Slope 60° (Tahun 2 Block 2)

Sumber: Data berdasarkan pada hasil yg diperoleh Polman Resources

Tabel II.3.3
Perhitungan Debit Saluran Dengan Slope 60° (Pit 5 Block I)

Sumber: Data berdasarkan pada hasil yg diperoleh Polman Resources

II.3.5 Kajian Teknik

Penyelidikan geoteknik untuk mendukung kegiatan operasional penambangan


Bijih Besi dengan sistem penambangan terbuka ( open pit ) bertujuan untuk
mendapatkan gambaran mengenai kemiringan lereng galian yang dapat
meminimalkan timbulnya longsoran dari dinding galian. Data yang
diperlukan untuk penyelidikan ini adalah sebagai berikut:
44

A. Data Lapangan
1) Susunan batuanSusunan batuan pembentuk Iereng yang
didapat dari data hasil pemboran inti.
2) Struktur lapisan batuan Struktur lapisan batuan agak kompak
akibat pengaruh tektonik namun ada beberapa memiliki
rekahan-rekahan dan kekar yang disebabkan oleh patahan dan
sesar.

B. Hasil Pengamatan Bor dan Sampel Untuk Uji Laboratorium


1) Pemboran Jumlah pemboran geoteknik untuk saat ini
sebanyak 3 titik.
2) Jumlah sampel untuk uji laboratorium Pengujian kondisi fisik,
mekanik dan analisis batuan dilakukandengan mengacu
kepada standar baku yang diakui secara umum.Jumlah sampel
yang dianalisis di laboratorium sebanyak 3 sampelyang terdiri
dari tanah dan Granit.

C. Hasil Uji Coba dan Analisis Laboratorium


1) Hasil Uji Sifat Fisik Jenis pengujian yang dilakukan di
laboratorium, meliputi uji sifat dasar dan sifat keteknikan.
Sifat dasar atau indeks digunakan untuk menentukan
klasifikasi dan perilaku tanah atau batuan. Adapun rincian
jenis pengujian tersebut, adalah sebagai berikut:
a. Pengujian sifat fisik dasar ( basical properties), antara
lain: kadar air (water content ), berat isi asli (bulk
density ), berat isi kering(dry density ), berat isi jenuh
(saturated density ), porositas( porosity ) dan derajat
kejenuhan (saturated )
b. Pengujian sifat indeks/perilaku (index properties),
diperlukan untuk menentukan batas-batas Atterberg
(consistensy ) dandistribusi butir (grain size)
45

2) Hasil Uji Sifat MekanikUji sifat mekanik atau keteknikan


diperlukan untuk mengetahuiketahanan tanah atau batuan di
bawah tekanan statik atau dinamik.Untuk tekanan searah atau
1 (satu) dimensi digunakan uji kuat tekanatau Unconfined
Compressive Strength. Untuk dua dimensi adalah ujigeser
langsung dan tegangan tiga dimensi adalah uji triaxial. Untuk
uji geser langsung akan menghasilkan nilai c (kohesi) dan
(sudutgeser dalam).

3) Hasil Uji Analisis Kekuatan Batuan Kekuatan batuan ( rock


strenght ) mencerminkan kekerasan batuan tersebut menerima
tekanan atau beban. Nilai kekuatan batuan diperoleh dari hasil
uji kuat tekan ( unconfined compression strenght ), dinyatakan
dalam satuan kg/cm2

Tabel 3.4
Data Hasil Uji Laboratorium Terhadap Contoh BatuanData
Parameter Hasil Uji Sifat-Sifat Fisik

Sumber: Data berdasarkan pada hasil yg diperoleh Polman Resources


46

II.3.5.1 Geometri Tambang

Seperti yang telah diketahui, kajian geoteknik diperlukan untuk


menentukan desain tambang yang mencakup tinggi dan sudut lereng
yang dianggap. Secara umum geometri lereng dinding bukaan tambang
Bijih Besidi bagi dalam dua kategori, yakni lereng keseluruhan atau
total (overall slope)dan lereng jenjang atau individu (bench / individual
slope). Selain menghitung dimensi kedua jenis lereng, dalam laporan ini
juga disertakan perhitungan terhadap lereng timbunan (dumping area).
Analisis dan perhitungan kemantapan lereng dilakukan pada setiap
lokasi titik pemboran yang mewakili daerah sekitarnya dan dibatasi
sampai kedalaman maksimun dari setiap lubang bor.

II.3.5.2 Analisis Perhitungan Kemantapan Lereng

Untuk memperoleh geometri lereng total dan jenjang tambang yang


aman diperlukan analisis perhitungan kemantapan lereng (slope
stability)secara empirik. Dengan kata lain, analisis kemantapan lereng
diperlukan untuk menentukan suatu bangunan lereng agar cukup stabil
sehingga tidak berbahaya untuk keselamatan dan kehidupan.Hal yang
terkait secara langsung dengan kemantapan lereng adalah menentukan
nilai Faktor Keamanan (safety factor).Faktor Keamanan (FK) adalah
nilai empirik yang diperoleh dari gaya penahan dibagi oleh gaya
pendorong, yang dinyatakan sebagai persamaan :

FK =

Selanjutnya, nilai FK (Bowles, 1981) dinyatakan sebagai berikut :


a. FK < 1,0 : Lereng longsor
b. FK 1, 0 - 1.2 : Lereng kondisi kritis
c. FK > 1,2 : Lereng dianggap aman (stabil)

II.3.5.3 Kondisi Lereng


47

Gaya Pendorong maupun gaya penahan yang bekerja pada sebuah


lereng, setidaknya dipengaruhi 2 (dua) faktor utama yang saling
berkaitan yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam (internal)
adalah gaya-gaya yang bekerja pada lereng tersebut, yaitu gaya
pendorong dan gaya penahan. Besaran atau nilai dari gaya - gaya
tersebut di atasdalam aspek keteknikan dinyatakan sebagai nilai sifat
fisik dan mekaniknya, seperti berat isi (density), sudut geser dalam
(internal friction angle)dan kohesi dari setiap lapisan sub-struktur yang
menyusun lereng tersebut. Faktor luar (eksternal) adalah faktor yang
dipengaruhi oleh kondisi fisik, seperti : dimensi tambang (sudut dan
tinggi lereng), kondisi geologi (struktur, kemiringan lapisan,
kegempaan), kondisi hidrologi (pengaruh tekanan air atau hydrostatic
pressure dan banjir), dan getaran yang disebabkan aktivitas atau
kegiatan penambangan seperti penggunaan alat-alat berat atau getaran
akibat peledakan (blasting).
Kedua faktor di atas, dapat diperoleh dari hasil penyelidikan di
lapangan maupun uji di laboratorium penyelidikan lapangan berupa
pemboran inti, merupakan aspek yang sangat penting untuk
mengidentifikasi keadaan/ karakteristik sub-struktur bawah permukaan,
dari hasil pemboran inti (coring)contoh tanah dan batuan tak terganggu
diambil untuk uji laboratorium.

II.3.5.4 Parameter Untuk Analisis Kemantapan Lereng

Adapun parameter yang diperlukan untuk menghitung analisis


kemantapan lereng adalah:
a. Sifat fisik, khususnya berat isi (bulk and dry density),
dinyatakan dengan: y dan ysat
b. Sifat mekanik, yaitu kohesi dan sudut geser dalam, dinyatakan
dengan dan c
c. Tekanan pori atau tekanan hydrostat
d. Percepatan atau akselarasi (getaran, gempa, peledakan atau
pergerakan alat-alat berat)
48

Nilai parameter yang diperoleh dari hasil pengujian di laboratorium dari


hasil pemboran (kohesi dan sudut geser dalam masing-masing total dan
efektif).
Selain parameter di atas, diperlukan juga data pendukung seperti:
a. Data makro dan mikro struktur (termasuk bidang diskontinu)
b. Sifat indeks (perilaku) yang dinyatakan dalam nilai konsistensi dan
distribusi butir (khusus untuk tanah dan batuan sedimen klastik)
c. Nilai kekerasan atau kuat tekan

II.3.6 Longsoran

Longsoran merupakan sebuah fenomena alam yang umum terjadi, akibat


perubahan keseimbangan terhadap kemantapan lereng. Ditinjau dari aspek
keteknikan,longsoran terjadi disebabkan oleh gaya dorong lebih besar dari
gaya penahan sehingga nilai F< 1 (terjadi longsor). Longsoran dianggap
berbahaya bila telah memakan korban jiwa dan merusak harta maupun
benda.Dikaitkan dengan bukaan tambang, longsoran termasuk berbahaya
karena adanya aktivitas di tempat tersebut. Akibat longsoran, selain
membahayakan juga menghambat aktivitas kegiatan penambangan, dan
selanjutnya akan menghambat produksi tambang. Secara umum terdapat 4
(empat) jenis longsoran yang terjadi pada area tambang terbuka, yaitu:
a Longsoran blok atau bidang (Plane Failure)
b Longsoran baji atau gunting (Wedge Failure)
c Longsoran memutar atau tak memutar (Circuit Circular Failure)
d Longsoran guling atau rebah (Toppling Failure)

Perbedaan jenis longsoran dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: jenis
batuan, struktur (makro) dan kondisi geologi daerah yang akan ditambang.
Longsoran memutar (rotasi) dan tak memutar, bidang (translasi), longsoran
baji umumnya terjadi pada batuan sedimen, sedangkan longsoran rebah
(jungkiran), umumnya terjadi pada batuan beku atau batuan-batuan sedimen
yang lapisannya relatif tegak. Longsoran bidang dan baji timbul karena
struktur kekar yang terpola (joint pattern),arah dan kemiringan lapisan sejajar
49

dan terpotong oleh bidang lereng (cut slope).Longsoran memutar dan tak
memutar sangat umum terjadi dibandingkan jenis longsoran
lainnya.Longsoran ini timbul karena struktur yang tak beraturan (chaotic),
dan lapisan batuan sedimen relatif belum terkonsolidasi baik.
Untuk menghitung analisis kemantapan lereng yang ditujukan untuk tipe
longsoran memutar digunakan rumus persamaan (Bishop, 1955), sebagai
berikut:

1
{(c, b,(W  b) tan  , } 
cos  , (1  ta , ) / FK
f 
W , sin 
Dimana :
FK =Faktor Keamanan
c = Kohesi
b = Lebar Irisan longsoran
W = Berat Massa (luas + berat asli/jenuh)
, = Sudut Gelincir Bidang Longsor
1 = Sudut Geser Dalam
P = Tekanan Hidrostatis (berat isi air x tinggi)
Mengingat data curah hujan cukup tinggi dan didukung hasil pengamatan
mikrostruktur di lapangan, maka perhitungan analisis kemantapan lereng total
diintensikan pada jenis longsoran memutar. Walaupun demikian untuk
perhitungannya, masih diperlukan beberapa asumsi tambahan, yakni:
a. Perhitungan untuk lereng total menggunakan nilai FK > 1,3 dengan
ketinggian mat (muka air tanah), sesuai dengan hasil pengukuran.
Untuk teras jenjang menggunakan nilai FK > 1,5 dengan kondisi
dianggap jenuh dan batuan dianggap homogen.
b. Dimensi longsoran ditentukan melalui daerah paling lemah (lapisan
batu-lempung) atau melalui bidang rekah yang terdeteksi.
50

c. Perhitungan longsoran memutar diasumsikan, bagian mahkota


longsoran terletak pada puncak datar, yakni beberapa meter dari
ujung.

II.3.6.1 Perhitungan Secara Grafis Hoek & Bray

Analisis kemantapan lereng secara grafis dengan menggunakan metode


Hoek dan Bray dapat dilakukan lebih cepat karena menggunakan
diagram(chart). Adapun cara dan langkah perhitungan dalam
menggunakan diagram yang dibuat oleh Hoek and Bray, dengan
langkah sebagai berikut:
1. Tentukan kondisi air tanah untuk memperoleh ketinggian seperti
pada gambar 3.4 yang dimaksud.
2. Hitung harga c / h tan 0, kemudian masukan dalam grafik
gambar 3.5
3. Letakkan harga (langkah 2) pada lengkung luar, tentukan
harganya
4. Tarik garis lurus yang berawal dari titik hasil langkah 3. sehingga
memotong lengkungan sudut lereng dan kemudian tentukan titik
perpotongannya.
5. Tarik garis lurus dari titik langkah 4, sehingga memotong garis
tepi kiri (tan /F)atau garis batas bawah (c/HF).
6. Hitung harga F (=FK) dari persamaan tan /F atau c/  HF).
Cara dan langkah metode Hoek & Bray dapat dilihat pada gambar II.3
1.4

1.2
51

tan  /F
90
1.0


gle
0.8 e An
p
tan  Slo
F 80
0.6
70
60
0.4 50
40
30
20
0.2

0
c
0.

0.

0.

0.

0.

0.

0.

0.

0.

0.

0.

0.

0
00

02

04

06

08

10

12

14

16

18

20

22
 HF c/  HF

Gambar II.3.6.1
Cara dan Langkah Perhitungan Hoek & Bray

Meskipun metode atau cara Hoek &Bray dapat dilakukan dengan cepat
dan mudah, namun hasil perhitungannya mempunyai kelemahan karena
kondisi Iereng diasumsikan homogen. Penggunaan diagram(chart)
sangat tergantung kepada kedudukan/ketinggian muka air tanah mulai
dari kering sampai jenuh, seperti yang terlihat pada gambar II.3.6.1
52

Gambar II.3.6.2
Kondisi Muka Air Tanah Untuk Diagram Hoek & Bray
53

.01

.02

.03

.04

.05
2.0

.06
CIRCULAR FAILURE CHART NUMBER 1

.0 7

.08
.09
.10
1.8

.11
.12
.13
c/ H.tan

.14
1.6

5
.1

.1 6
.1
7
.18 9
1.4 .1 0
.2

tan /F 1.2 .25

.30
1.0
90
.35

le .40
0.8 ng
p eA .45
Slo
.50
80
0.6 .60
70 .70
60 .80
0.4 .90
50 1.0
40
30 1.5
0.2 20 2.0
10 4.0
0 

0.
0.

0.

0.

0.

0.

0.

0.

0.

0.

0.

0.

0.

0.

0.

0.

0.

0.
30
00

02

04

06

08

10

12

14

16

18

20

22

24

26

28

32

34
c/  HF

Gambar II.3.6.3
Diagram Untuk Analisis Perhitungan Jenuh Air

II.3.6.2 Hasil Analisis

Untuk memperoleh hasil yang akurat, analisis perhitungan pada lereng


total (overall slope)dilakukan terhadap setiap titik pemboran,
disesuaikan dengan kedalaman maksimumnya.Analisis kemantapan
lereng dihitung berdasarkan pengambilan contoh tanah/batuan pada
kedalaman total pemboran setara dengan tinggi lereng (H) yang
dirancang. Tinggi lereng (H) - 50 meter.

II.3.6.2.1 Lereng Total

Hasil analisis perhitungan kemantapan lereng untuk jenis


longsoran memutar untuk lereng total tercantum dalam tabel 3.6
di bawah ini:
54

Tabel II.3.6.2
Hasil Perhitungan Kemantapan Lereng Total, Lokasi DH 1, 5 dan 7
Sudut Faktor Keamanan
(...0) DH -1, H = 70 DH - 5,H = 70 DH - 7, H = 70
30, 1,206 1,257 1,276
Catalan: H & B = Hoek & Bray FK >
1,200
Sumber: Data berdasarkan pada hasil yg diperoleh Polman Resources

II.3.6.2.2 Lereng Jenjang (Bench slope)

Hasil analisis perhitungan kemantapan lereng untuk lereng


jenjang tercantum dalam tabel 3.7 di bawah ini:

Tabel II.3.6.2
Hasll Perhitungan Kemantapan Lereng Jenjang, Lokasi DH 1, 5 dan 7
Sudut Faktor Keamanan
(...0)
DH-1, H = 10 DH-5, H = 10 DH-7, H = 10

30, 2,607 2,034 2,768


Catalan: H & B = Hoek & Bray
FK > 1,200
Sumber: Data berdasarkan pada hasil yg diperoleh Polman
Resources

III.6.2.3 Analisis Lereng Timbunan

Parameter yang digunakan untuk menganalisis lereng timbunan atau


lereng material buangan (dumping slope), yang terdiri dari campuran
beberapa material menggunakan data gabungan.Mengingat tingkat
kepadatan (tanah) timbun relatif rendah dan belum terkonsolidasi
dengan baik dibandingkan dengan lapisan/ sedimen aslinya, maka
diperlukan beberapa asumsi. Asumsi yang digunakan dalam
perhitungan lereng timbunan ini antara lain:
1. Tinggi lereng maksimum 25meter
2. Parameter yang digunakan untuk nilai c dan $ adalah 1/3 dari nilai
rata-rata dari setiap lokasi bor
3. Muka air tanah dianggap sama dengan tanah dasar
55

Hasil perhitungan analisis kemantapan lereng untuk timbunan (dumping


area)dengan menggunakan longsoran memutar, hasilnya dapat dilihat
pada tabel II.3. sebagai berikut:

Tabel II.3.6.3
Hasil Perhitungan Kemantapan Lereng Jenjang Tunggal
Lokasi DH 1, 5 dan 7
No. TINGGI 45 55 65 75
MP B MP B MP B MP B
1 6 1,533 1,523 1,334 1,325 1,175 1,168 1,034 1,028
2 7 1,315 1,329 1,111 1,123 0,965 0,954 0,820 0,810
3 8 1,186 1,168 0,979 0,964 0,812 0,797 0,670 0,656
4 9 1,080 1,060 0,903 0,883 0,707 0,688 0,562 0,543
5 10 0,932 0,910 0,793 0,793 0,633 0,608 0,486 0,460
Sumber: Data berdasarkan pada hasil yg diperoleh Polman Resources

Dari perhitungan diatas diketahui untuk jenjang tunggal dengan tinggi 6


m, maka sudut maksimum yang aman adalah 650.
Hasil analisis perhitungan kemantapan lereng total untuk jenis
longsoran memutar untuk lereng total tercantum dalam tabel 3.9 di
bawah ini:

Tabel II.3.6.4
Hasil Perhitungan Kemantapan Lereng Timbunan (H) = 25 m
Faktor Keamanan
Sudut (…..°)
DH-1 DH-S DH-7
15 1,236 1,292 1,254
Catatan : H & B = Hoek & Bray FK> 1,200
Sumber: Data berdasarkan pada hasil yg diperoleh Polman Resources

a. Biaya penambangan yang meliputi penggalian, pengolahan dan


pengangkutan Bijih Besi adalah sekitar US $ 75,00 per ton.
b. Biaya penggalian dan pemindahan tanah penutup sekitar US $ 4,80
per BCM.
c. Faktor kehilangan karena penambangan sekitar 10%.
56

Maka akan didapat nilai nisbah pengupasan sebesar :

 SR =

BESR =

= 11,56

II.3.7 Cadangan Tertambang (Mineable Reserve)

Cadangan Bijih Besi tertambang akan dihitung berdasarkan batasan-batasan


sebagai berikut:
1. Kondisi geologi (struktur, topografi, sungai)
2. Geometri lereng tambang dimana tinggi lereng keseluruhan rata-rata
adalah 50m dengan kemiringan lereng total 39,5°, dan lereng tunggal
adalah 10m dengan kemiringan 60
3. Nisbah pengupasan (SR)
Hasil perhitungan cadangan tertambang tercantum dalam tabel II.3.7:

Tabel II.3.7
Jumlah Cadangan Tertambang

Tahun Cadangan Tertambang Cadangan Layak Jual


Nisbah
Bijih Besi T. Penutup T. Penutup
Bijih Besi (Ton) Pengupasan
(Ton) (BCM ) (BCM)
2010 88.571,40 207.257,08 60.000 140.400 2,34
2011 89.083,90 327.828,75 60.000 220.800 3,68
2012 178.167,80 538.066,76 120.000 362.400 3,02
2013 177.142,80 543.828,40 120.000 368.400 3,07
Sumber: Data berdasarkan pada hasil perhitungan dan pengolahan 2016

Dalam merencanakan desain tambang, hal penting yang harus dilakukan


adalah pemilihan metode penambangan yang sesuai dengan kondisi teknis
dan ekonomis sumber daya Bijih Besi yang akan ditambang dalam
57

menentukan jumlah Bijih Besi yang dapat ditambang dari potensi sumber
daya yang ada, sehingga jumlah Bijih Besi sebagai cadangan yang dapat
ditambang akan dihitung dengan mempertimbangkan hasil desain tambang.
Secara teknis, pemilihan metode penambangan didasarkan pada pertimbangan
hal-hal sebagai berikut:
1. Kedalaman lapisan (seam)
2. Ketebalan lapisan dan penyebarannya
3. Kondisi lapisan tanah penutup (overburden)
4. Struktur geologi
Secara ekonomis akan dipertimbangkan nisbah pengupasan atau "stripping
ratio", yaitu besarnya volume pengupasan tanah penutup untuk mendapatkan
setiap ton Bijih Besi.

Anda mungkin juga menyukai