Bab I
Bab I
Kelompok 8
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus
terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan napas
yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun sebagai
hasil pengobatan (Muttaqin, 2008). Asma bronkial merupakan salah satu penyakit
saluran napas yang sering dijumpai pada kehamilan dan persalinan (Mustika, 2008).
Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya serangan asma selalu sama terhadap setiap
penderita, bahkan pada seorang penderita asma, serangan tidak sama pada kehamilan
pertama dan berikutnya. Penyakit ini menimbulkan yang serius pada wanita hamil.
Asma yang tidak terkontrol dengan baik, dapat berpengaruh terhadap ibu dan janin.
Penyakit asma terdapat 3,4 – 8,4 % pada wanita hamil dan gangguan nafas sangat
sering terjadi pada wanita hamil (Sity, 2013).
Terdapat risiko yang jelas baik pada ibu maupun janin, bila gejala asma memburuk.
Pada penelitian menyatakan asma dihubungkan dengan meningkatnya kematian
perinatal dua kali lipat. Selain itu juga meningkatkan risiko komplikasi berupa
hiperemesis, preeklampsia, dan perdarahan pada pasien yang mengidap asma,
begitupula halnya terjadi peningkatan angka kematian neonatal dan persalinan
prematur. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya penanganan aktif pasien hamil untuk
menghindari eksaserbasi akut asma bronkhial.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus
terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan napas
yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun sebagai
hasil pengobatan (Muttaqin, 2008).
Asma dalam kehamilan gangguan adalah inflamasi kronik jalan napas terutama sel
mast dan eosinofil sehingga menimbulkan gejala periodik berupa mengi, sesak napas,
dada terasa berat, dan batuk yang ditemukan pada wanita hamil. Asma mungkin
membaik, memburuk atau tetap tidak berubah selama masa kehamilan, tetapi pada
kebanyakan wanita gejala-gejalanya cenderung meningkat selama tiga bulan terakhir
dari masa kehamilan.
dari hidung, pharing, laring, trakea, bronkus, bronkiolus, alveolus. Saluran pernafasan
bagian atas dimulai dari hidung sampai trakea dan bagian bawah dari bronkus sampai
Tercapainya fungsi utama pernafasan didasarkan pada empat proses yaitu: ventilasi
kondisi yang mendukung dari proses pernafasan adalah tekanan oksigen atau udara
atmosfer harus cukup, kondisi jalan nafas dalam keadaan normal, kondisi otot
pernafasan dan tulang iga harus baik, ekspansi dan rekoil paru, fungsi sirkulasi
Berikut ini dijelaskan lebih rinci mengenai anatomi dan fisiologi dari organ-organ
pernafasan:
1. Hidung
(humidifikasi). Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi
yang terdiri dari epitel thoraks bertingkat, bersilia dan bersel goblet. Bagian
Berada di belakang mulut dan rongga nasal. Dibagi dalam tiga bagian yaitu
3. Laring
Berada di atas trakea di bawah pharing. Sering kali disebut sebagai kotak suara
karena udara yang melewati daerah itu akan membentuk bunyi. Laring
rawan tiroid (Adam Apple) yang khas pada pria, namun kurang jelas pada
trakea.
4. Trakea
Terletak di bagian depan esophagus, dan mulai bagian bawah krikoid kartilago
laring dan berakhir setinggi vertebra torakal 4 atau 5. Trakea bercabang menjadi
bronkus kanan dan kiri. Tempat percabangannya disebut karina yang terdiri dari
6 – 10 cincin kartilago.
5. Bronkus
Dimulai dari karina, dilapisi oleh silia yang berfungsi menangkap partikel-
batuk atau ditelan. Bronkus kanan lebih gemuk dan pendek serta lebih vertikal
6. Bronkiolus
Merupakan cabang dari bronkus yang dibagi ke dalam saluran-saluran kecil
mm. Bronkiolus terminalis dilapisi silia dan tidak terjadi difusi di tempat ini.
7. Alveolus
mengandung ± 300 juta alveolus (luas permukaan ± 100 m2) yang dikelilingi
yang sangat penting dalam mempertahankan ekspansi dan rekoil paru. Surfaktan
8. Paru-paru
Paru merupakan jaringan elastis yang dibungkus (dilapisi) oleh pleura. Pleura
terdiri dari pleura viseral yang langsung membungkus/ melapisi paru dan pleura
parietal pada bagian luarnya. Pleura menghasilkan cairan jernih (serosa) yang
darah ke paru-paru melalui dua pembuluh darah yaitu arteri pulmonalis dan
arteri bronkialis.
2.3 Etiologi
Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal yang
menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus
penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non-imunologi.
Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah:
1. Faktor ekstrinsik (alergik): reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau
alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang.
2. Faktor intrinsik (non-alergik): tidak berhubungan dengan alergen, seperti common
cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat
mencetuskan serangan.
3. Asma gabungan: Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai
karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik (Smeltzer&Bare,2002).
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya
serangan Asma Bronkhial yaitu:
1. Faktor predisposisi
a. Genetik : Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yangjelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit Asma Bronkhial jika terpapar dengan faktorpencetus.
Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a. Alergen: Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1) Inhalan: yang masuk melalui saluran pernapasan. Contoh: debu, bulu binatang,
serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
3) Kontaktan: yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh: perhiasan, logam
dan jam tangan.
b. Perubahan cuaca: Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhiAsma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor
pemicu terjadinya serangan Asma. Kadang-kadang serangan berhubungan
dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau.
c. Stres: Stres atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan Asma,
selain itu juga bisa memperberat serangan Asma yang sudah ada.
Disamping gejala Asma yang timbul harus segera diobati penderita Asma
yang mengalami stres atau gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi
maka gejala belum bisa diobati.
Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus,
penyumbatan mukus, edema dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat
selama ekspirasi karena secara fisioiogis saluran napas menyempit pada fase tersebut.
Hal ini menyebabkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa
diekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional
(KRF), dan pasien akan bernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru
total (KPT). Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan
pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot
bantu napas. Jelasnya patofisiologi asma adalah sebagai berikut:
1. Kontraksi otot pada saluran napas meningkatkan resistensi jalan napas
2. Peningkatan sekresi mukosa dan obstruksi saluran napas
3. Hiperinflasi paru dengan peningkatan volume residu
4. Hiperaktivitas bronkial, yang diakibatkan oleh histamin, prostaglandin dan
leukotrin.
Degranulasi sel mast menyebabkan terjadinya asma dengan cara pelepasan mediator
kimia, yang memicu peningkatan resistensi jalan napas dan spasme bronkus. Pada kasus
kehamilan alkalosis respiratori tidak bisa dipertahankan diawal berkurangnya ventilasi, dan
terjadilah asidosis. Akibat perubahan nilai gas darah arteri pada kehamilan (penurunan
PCO2 dan peningkatan pH). Pasien dengan perubahan nilai gas darah arteri secara
signifikan merupakan faktor risiko terjadinya hipoksemia maternal, hipoksia janin yang
berkelanjutan. dan gagal napas.
Pathway
2.6 Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul dari asma pada ibu dan janin, diantaranya:
1. Hipoksia janin dan ibu.
2. Abortus
3. Persalinan premature
4. BBLR
2.7 Penatalaksnaan
Panatalaksanaan pada penderita asma antara lain:
1. Mencegah adanya strees
2. Menghindari factor pencetus yang sudah diketahui secara intensif
3. Mencegah penggunaan aspirin karena dapat menimbulkan serangan.
4. Pada serangan ringan dapat digunakan obat inhalan.
5. Pada keadaan yang lebih berat penderita harus dirawat dan serangan dapat
dihilangkan seperti efinefrin/sc, oksigen, isoproerenol/Inhalasi,
aminoplin/infuse, glukosa,Hidrokortison/ infuse dektrose 10%.
Terapi asma bronchial memiliki dua tujuan :
1. Meredakan serangan yang akut dan
2. Mencegah atau membatasi serangan yang datang. Pada semua individu yang
menderita asma, allergen yang diketahui harus dieliminasi dan suhu harus
dipertahankan nyaman didalam rumah. Infeksi pernafasan harus diobati dan
inhalasi uap atau kabut diterapkan untuk mengencerkan.lendir. terapi asma
bronchial diberikan. Episode akut membutuhkan steroid, aminofilin, oksigen,
dan koreksi ketidakseimbangan cairan-elektrolit.
Tindakan pencegahan khusus untuk obstetric meliputi hal-hal berikut :
1. Jangan gunakan morfin dalam persalinan karena obat ini dapat menyebabkan
bronkospasme. Meperidin (Demerol) biasanya akan meredakan bronkospasme.
a. Pemeriksaan laboratorium
- Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinophil
Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang
bronkus
Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat
mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug
- Pemeriksaan darah
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis
Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH
Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3
dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi. Pencetusnya allergen,
olahraga, cuaca, emosi (imun respon menjadi aktif, Pelepasan mediator
humoral), histamine, SRS-A, serotonin, kinin, bronkospasme, Edema
mukosa, sekresi meningkat, inflamasi (penghambat kortikosteroid)
Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada
waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
- Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang
bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan
tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma
- Elektrokardiografi
Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan
clock wise rotation
Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB
(Right bundle branch block)
Tanda-tanda hipoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan
VES atau terjadinya depresi segmen ST negative
- Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara
selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru
- Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling
cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pemberian
bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan
FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak
adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak
saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat
obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan
spirometrinya menunjukkan obstruksi.(Dudut Tanjung., Skp, 2007)
BAB III
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas klien.
1. Pengkajian mengenai nama, umur dan jenis kelamin perlu di kaji pada penyakit
status asthmatikus.
4. Pekerjaan, serta bangsa perlu juga digaji untuk mengetahui adanya pemaparan
bahan alergen.
5. Hal lain yang perlu dikaji tentang : Tanggal MRS, Nomor Rekam Medik, dan
Diagnosa medis.
Pasien akan mengeluh sesak yang bertambah berat pada usia kehamilan 24-36
minggu.
Klien dengan serangan asma datang mencari pertolongan dengan keluhan, terutama
sesak napas yang hebat dan mendadak kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain yaitu
: Wheezing, Penggunaan otot bantu pernapasan, Kelelahan, gangguan kesadaran,
Sianosis serta perubahan tekanan darah. Perlu juga dikaji kondisi awal terjadinya
serangan.
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti infeksi saluran napas
atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, polip hidung. Riwayat serangan asma
frekuensi, waktu, alergen-alergen yang dicurigai sebagai pencetus serangan serta
riwayat pengobatan yang dilakukan untuk meringankan gejala asma (Tjen Daniel,
1991)
Pada klien dengan serangan status asthmatikus perlu dikaji tentang riwayat penyakit
asma atau penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya karena hipersensitifitas
pada penyakit asma ini lebih ditentukan oleh faktor genetik oleh lingkungan, (Hood
Alsagaf, 1993)
3.1.6 Riwayat psikososial
Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu pencetus bagi serangan
asma baik ganguan itu berasal dari rumah tangga, lingkungan sekitar sampai
lingkungan kerja. Seorang yang punya beban hidup yang berat berpotensial terjadi
serangan asma. yatim piatu, ketidakharmonisan hubungan dengan orang lain sampai
ketakutan tidak bisa menjalankan peranan seperti semula, (Antony Croket, 1997 dan
Tjen Daniel, 1991).
3.1.7 Pola-pola fungsi kesehatan
1. Aktivitas
Keletihan, kelelahan, malaise, ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari,
ketidakmampuan untuk tidur, perlu posisi kepala lebih tinggi waktu tidur, dipsneu pada
saat istirahat, gelisah, insomnia,
2. Sirkulasi
Pembengkakan pada ekstremitas bawah, peningkatan tekanan darah, distensi vena
leher, pucat dapat menunjukkan anemia, warna kulit normal / sianosis
3. Integritas ego
Peningkatan factor resiko, perubahan pola hidup, ansietas, ketakutan peka rangsang
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara bicara,
tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan, penggunaan otot-otot
pembantu pernapasan sianosis batuk dengan lendir lengket dan posisi istirahat klien
(Laura A. T.; 1995, Karnen B ;19983).
2) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit,
kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya
bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut,
kelembaban dan kusam. (Karnen B ;1994, Laura A. Talbot; 1995).
3) Kepala
Dikaji tentang bentuk kepala, simetris adanya penonjolan, riwayat trauma, adanya
keluhan sakit kepala atau pusing, vertigo kejang ataupun hilang kesadaran. (Laura
A.Talbot;1995).
4) Mata
Adanya penurunan ketajaman penglihatan akan menambah stres yang dirasakan
klien. Serta riwayat penyakit mata lainya (Laura A. Talbot ; 1995)).
5) Hidung
Adanya pernafasan menggunakan cuping hidung, rinitis alergi dan fungsi olfaktori
(Karnen B.;1994, Laura A. Talbot;1995).
6) Mulut dan laring
Dikaji adanya perdarahan pada gusi. Gangguan rasa menelan dan mengunyah, dan
sakit pada tenggorok serta sesak atau perubahan suara. (Karnen B.:1994)).
7) Leher
Dikaji adanya nyeri leher, kaku pada pergerakaan, pembesaran tiroid serta
penggunaan otot-otot pernafasan (Karnen B.;1994).
8) Thorak
Inspeksi : Dinding torak tampak mengembang, diafragma terdorong ke bawah
disebabkan oleh udara dalam paru-paru susah untuk dikeluarkan karena
penyempitan jalan nafas. Frekuensi pernafasan meningkat dan tampak penggunaan
otot-otot tambahan
Palpasi : Pada palpasi dikaji tentang kesimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus. Pada
asma, paru-paru penderita normal karena yang menjadi masalah adalah jalan
nafasnya yang menyempit (Laura A.T.;1995).
Perkusi : Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan
diafragma menjadi datar dan rendah disebabkan karena kontraksi otot polos yang
mengakibatkan penyempitan jalan nafas sehingga udara susah dikeluarkan dari
paru-paru (Laura A.T.;1995).
Auskultasi : Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih
dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan wheezing karena
sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos
bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat
meningkat (Karnen B .;1994).
9) Kardiovaskuler
Jantung dikaji adanya pembesaran jantung atau tidak, bising nafas dan hyperinflasi
suara jantung melemah. Tekanan darah dan nadi yang meningkat serta adanya
pulsus paradoksus, (Robert P.;1994, Laura A. T.;1995).
10) Abdomen
Perlu dikaji tentang bentuk, turgor, nyeri, serta tanda-tanda infeksi karena dapat
merangsang serangan asma frekwensi pernafasan, serta adanya konstipasi karena
dapat nutrisi (Hudak dan Gallo;1997, Laura A.T.;1995).
11) Ekstrimitas
Dikaji adanya edema extremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi pada extremitas
karena dapat merangsang serangan asma,(Laura A.T.;1995)
Intervensi Rasional
1. Kaji tanda-tanda vital dan 1. Merupakan acuhan untuk
auskultasi bunyi nafas mengetahui keadaan umum klien,
b. Ansietas berhubungan dengan ancaman jiwa sekunder terhadap sesak nafas dan
takut
Tujuan : Ansietas berkurang dibuktikan dengan bukti tingkat ansietas hanya ringan
sampai sedang dan selalu menunjukkan pengendalian diri terhadap ansietas, konsentrasi
dan Koping. Kriteria Hasil :
1) Menunjukkan pengendalian diri terhadap ansietas
Intervensi Rasional
1. Kaji tanda-tanda vital dan 1. Merupakan acuhan untuk
auskultasi bunyi nafas mengetahui keadaan umum klien,