Anda di halaman 1dari 20

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

ASMA PADA IBU HAMIL

Kelompok 8
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus
terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan napas
yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun sebagai
hasil pengobatan (Muttaqin, 2008). Asma bronkial merupakan salah satu penyakit
saluran napas yang sering dijumpai pada kehamilan dan persalinan (Mustika, 2008).
Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya serangan asma selalu sama terhadap setiap
penderita, bahkan pada seorang penderita asma, serangan tidak sama pada kehamilan
pertama dan berikutnya. Penyakit ini menimbulkan yang serius pada wanita hamil.
Asma yang tidak terkontrol dengan baik, dapat berpengaruh terhadap ibu dan janin.
Penyakit asma terdapat 3,4 – 8,4 % pada wanita hamil dan gangguan nafas sangat
sering terjadi pada wanita hamil (Sity, 2013).

Terdapat risiko yang jelas baik pada ibu maupun janin, bila gejala asma memburuk.
Pada penelitian menyatakan asma dihubungkan dengan meningkatnya kematian
perinatal dua kali lipat. Selain itu juga meningkatkan risiko komplikasi berupa
hiperemesis, preeklampsia, dan perdarahan pada pasien yang mengidap asma,
begitupula halnya terjadi peningkatan angka kematian neonatal dan persalinan
prematur. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya penanganan aktif pasien hamil untuk
menghindari eksaserbasi akut asma bronkhial.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus
terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan napas
yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun sebagai
hasil pengobatan (Muttaqin, 2008).

Asma dalam kehamilan gangguan adalah inflamasi kronik jalan napas terutama sel
mast dan eosinofil sehingga menimbulkan gejala periodik berupa mengi, sesak napas,
dada terasa berat, dan batuk yang ditemukan pada wanita hamil. Asma mungkin
membaik, memburuk atau tetap tidak berubah selama masa kehamilan, tetapi pada
kebanyakan wanita gejala-gejalanya cenderung meningkat selama tiga bulan terakhir
dari masa kehamilan.

Dengan bertumbuhnya bayi dan membesarnya rahim, sebagian wanita mungkin


sering mengalami sesak nafas. Tetapi ibu - ibu yang tidak menderita asmapun
mengalami hal tersebut karena gerakan diafragma / sekat rongga badan menjadi
terbatas. (Febrianti, 2008)

2.2 Anatomi Fisiologi


Sistem pernafasan terdiri dari komponen berupa saluran pernafasan yang dimulai

dari hidung, pharing, laring, trakea, bronkus, bronkiolus, alveolus. Saluran pernafasan

bagian atas dimulai dari hidung sampai trakea dan bagian bawah dari bronkus sampai

alveolus.Fungsi utama sistem pernafasan adalah menyediakan oksigen untuk

metabolisme jaringan tubuh dan mengeluarkan karbondioksida sebagai sisa

metabolisme jaringan. Sedangkan fungsi tambahan sistem pernafasan adalah

mempertahankan keseimbangan asam basa dalam tubuh, menghasilkan suara,

memfasilitasi rasa kecap, mempertahankan kadar cairan dalam tubuh serta

mempertahankan keseimbangan panas tubuh.

Tercapainya fungsi utama pernafasan didasarkan pada empat proses yaitu: ventilasi

(keluar masuknya udara pernafasan), difusi (pertukaran gas di paru-paru), transportasi

(pengangkutan gas melalui sirkulasi) dan perfusi (pertukaran gas di jaringan).Adapun

kondisi yang mendukung dari proses pernafasan adalah tekanan oksigen atau udara

atmosfer harus cukup, kondisi jalan nafas dalam keadaan normal, kondisi otot

pernafasan dan tulang iga harus baik, ekspansi dan rekoil paru, fungsi sirkulasi

(jantung), kondisi pusat pernafasan dan hemoglobin sebagai pengikat oksigen.

Berikut ini dijelaskan lebih rinci mengenai anatomi dan fisiologi dari organ-organ

pernafasan:

1. Hidung

Merupakan saluran pernafasan teratas. Ditempat ini udara pernafasan

mengalami proses yaitu penyaringan (filtrasi), penghangatan dan pelembaban

(humidifikasi). Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi

yang terdiri dari epitel thoraks bertingkat, bersilia dan bersel goblet. Bagian

belakang hidung berhubungan dengan pharing disebut nasopharing.


2. Pharing

Berada di belakang mulut dan rongga nasal. Dibagi dalam tiga bagian yaitu

nasopharing, oropharing, dan laringopharing. Pharing merupakan saluran

penghubung antara saluran pernafasan dan saluran pencernaan. Bila makanan

masuk melalui oropharing, epiglotis akan menutup secara otomatis sehingga

aspirasi tidak terjadi.

3. Laring

Berada di atas trakea di bawah pharing. Sering kali disebut sebagai kotak suara

karena udara yang melewati daerah itu akan membentuk bunyi. Laring

ditunjang oleh tulang-tulang rawan, diantaranya yang terpenting adalah tulang

rawan tiroid (Adam Apple) yang khas pada pria, namun kurang jelas pada

wanita. Di bawahnya terdapat tulang rawan krikoid yang berhubungan dengan

trakea.

4. Trakea

Terletak di bagian depan esophagus, dan mulai bagian bawah krikoid kartilago

laring dan berakhir setinggi vertebra torakal 4 atau 5. Trakea bercabang menjadi

bronkus kanan dan kiri. Tempat percabangannya disebut karina yang terdiri dari

6 – 10 cincin kartilago.

5. Bronkus

Dimulai dari karina, dilapisi oleh silia yang berfungsi menangkap partikel-

partikel dan mendorong sekret ke atas untuk selanjutnya dikeluarkan melalui

batuk atau ditelan. Bronkus kanan lebih gemuk dan pendek serta lebih vertikal

dibanding dengan bronkus kiri.

6. Bronkiolus
Merupakan cabang dari bronkus yang dibagi ke dalam saluran-saluran kecil

yaitu bronkiolus terminal dan bronkiolus respirasi. Keduanya berdiameter ≤ 1

mm. Bronkiolus terminalis dilapisi silia dan tidak terjadi difusi di tempat ini.

Sebagian kecil hanya terjadi pada bronkiolus respirasi.

7. Alveolus

Duktus alveolus menyerupai buah anggur dan merupakan cabang dari

bronkiolus respirasi. Sakus alveolus mengandung alveolus yang merupakan unit

fungsional paru sebagai tempat pertukaran gas. Diperkirakan paru-paru

mengandung ± 300 juta alveolus (luas permukaan ± 100 m2) yang dikelilingi

oleh kapiler darah.

Dinding alveolus menghasilkan surfaktan (terbuat dari lesitin) sejenis fosfolipid

yang sangat penting dalam mempertahankan ekspansi dan rekoil paru. Surfaktan

ini berfungsi menurunkan ketegangan permukaan dinding alveoli. Tanpa

surfaktan yang adekuat maka alveolus akan mengalami kolaps.

8. Paru-paru

Paru merupakan jaringan elastis yang dibungkus (dilapisi) oleh pleura. Pleura

terdiri dari pleura viseral yang langsung membungkus/ melapisi paru dan pleura

parietal pada bagian luarnya. Pleura menghasilkan cairan jernih (serosa) yang

berfungsi sebagai lubrikasi. Banyaknya cairan ini lebih kurang 10 – 15 cc.

Lubrikasi dimaksudkan untuk mencegah iritasi selama respirasi. Peredaran

darah ke paru-paru melalui dua pembuluh darah yaitu arteri pulmonalis dan

arteri bronkialis.

2.3 Etiologi

Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal yang
menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus
penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non-imunologi.
Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah:
1. Faktor ekstrinsik (alergik): reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau
alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang.
2. Faktor intrinsik (non-alergik): tidak berhubungan dengan alergen, seperti common
cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat
mencetuskan serangan.
3. Asma gabungan: Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai
karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik (Smeltzer&Bare,2002).
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya
serangan Asma Bronkhial yaitu:
1. Faktor predisposisi
a. Genetik : Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yangjelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit Asma Bronkhial jika terpapar dengan faktorpencetus.
Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a. Alergen: Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:

1) Inhalan: yang masuk melalui saluran pernapasan. Contoh: debu, bulu binatang,
serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.

2) Ingestan: yang masuk melalui mulut. Contoh: makanan dan obat-obatan.

3) Kontaktan: yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh: perhiasan, logam
dan jam tangan.

b. Perubahan cuaca: Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhiAsma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor
pemicu terjadinya serangan Asma. Kadang-kadang serangan berhubungan
dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau.

c. Stres: Stres atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan Asma,
selain itu juga bisa memperberat serangan Asma yang sudah ada.
Disamping gejala Asma yang timbul harus segera diobati penderita Asma
yang mengalami stres atau gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi
maka gejala belum bisa diobati.

d. Lingkungan kerja: Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya


serangan Asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya
orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes,
polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.

e. Olahraga atau aktifitas jasmani : Sebagian besar penderita Asma akan


mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau olahraga yang
berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan Asma. Serangan
asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas
tersebut.

2.4 Patofisiologi dan Pathways

Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus,
penyumbatan mukus, edema dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat
selama ekspirasi karena secara fisioiogis saluran napas menyempit pada fase tersebut.
Hal ini menyebabkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa
diekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional
(KRF), dan pasien akan bernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru
total (KPT). Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan
pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot
bantu napas. Jelasnya patofisiologi asma adalah sebagai berikut:
1. Kontraksi otot pada saluran napas meningkatkan resistensi jalan napas
2. Peningkatan sekresi mukosa dan obstruksi saluran napas
3. Hiperinflasi paru dengan peningkatan volume residu
4. Hiperaktivitas bronkial, yang diakibatkan oleh histamin, prostaglandin dan
leukotrin.
Degranulasi sel mast menyebabkan terjadinya asma dengan cara pelepasan mediator
kimia, yang memicu peningkatan resistensi jalan napas dan spasme bronkus. Pada kasus
kehamilan alkalosis respiratori tidak bisa dipertahankan diawal berkurangnya ventilasi, dan
terjadilah asidosis. Akibat perubahan nilai gas darah arteri pada kehamilan (penurunan
PCO2 dan peningkatan pH). Pasien dengan perubahan nilai gas darah arteri secara
signifikan merupakan faktor risiko terjadinya hipoksemia maternal, hipoksia janin yang
berkelanjutan. dan gagal napas.
Pathway

2.5 Manifestasi Klinis


Gejala-gejala yang lazim muncul pada Asma Bronkhial adalah batuk, dispnea, dan
wheezing. Serangan seringkali terjadi pada malam hari. Asma biasanya bermula
mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai dengan pernapasan lambat,
wheezing. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibanding inspirasi, yang
mendorong pasien untuk duduk tegak dan menggunakan setiap otot-otot aksesori
pernapasan. Jalan napas yang ersumbat menyebabkan dispnea. Serangan Asma dapat
berlangsung dari 30menit sampai beberapa jam dan dapat hilang secara spontan.
Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadi reaksi kontinu yang
lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini mengancam hidup
(Smeltzer&Bare, 2002).

2.6 Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul dari asma pada ibu dan janin, diantaranya:
1. Hipoksia janin dan ibu.
2. Abortus
3. Persalinan premature
4. BBLR

2.7 Penatalaksnaan
Panatalaksanaan pada penderita asma antara lain:
1. Mencegah adanya strees
2. Menghindari factor pencetus yang sudah diketahui secara intensif
3. Mencegah penggunaan aspirin karena dapat menimbulkan serangan.
4. Pada serangan ringan dapat digunakan obat inhalan.
5. Pada keadaan yang lebih berat penderita harus dirawat dan serangan dapat
dihilangkan seperti efinefrin/sc, oksigen, isoproerenol/Inhalasi,
aminoplin/infuse, glukosa,Hidrokortison/ infuse dektrose 10%.
Terapi asma bronchial memiliki dua tujuan :
1. Meredakan serangan yang akut dan
2. Mencegah atau membatasi serangan yang datang. Pada semua individu yang
menderita asma, allergen yang diketahui harus dieliminasi dan suhu harus
dipertahankan nyaman didalam rumah. Infeksi pernafasan harus diobati dan
inhalasi uap atau kabut diterapkan untuk mengencerkan.lendir. terapi asma
bronchial diberikan. Episode akut membutuhkan steroid, aminofilin, oksigen,
dan koreksi ketidakseimbangan cairan-elektrolit.
Tindakan pencegahan khusus untuk obstetric meliputi hal-hal berikut :
1. Jangan gunakan morfin dalam persalinan karena obat ini dapat menyebabkan
bronkospasme. Meperidin (Demerol) biasanya akan meredakan bronkospasme.

2. Hindari atau batasi penggunaan efedrin dan kortikosteroid (obat-obatan


penekan) pada klien dengan preeklamsi dan eklamsia.
3. Pilih kelahiran per vaginam serta penggunaan anestesi local atau anestesi
regional setiap kali ada kesempatan

2.8 Pemeriksaan Diagnosis

a. Pemeriksaan laboratorium

- Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
 Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinophil
 Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang
bronkus
 Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
 Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat
mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug
- Pemeriksaan darah
 Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis
 Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH
 Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3
dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi. Pencetusnya allergen,
olahraga, cuaca, emosi (imun respon menjadi aktif, Pelepasan mediator
humoral), histamine, SRS-A, serotonin, kinin, bronkospasme, Edema
mukosa, sekresi meningkat, inflamasi (penghambat kortikosteroid)
 Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada
waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
- Pemeriksaan radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang
bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan
tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:

 Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah


 Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen
akan semakin bertambah
 Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrat pada paru
 Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
 Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada
paru-paru
- Pemeriksaan tes kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma

- Elektrokardiografi

Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi


3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru,
yaitu:

 Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan
clock wise rotation
 Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB
(Right bundle branch block)
 Tanda-tanda hipoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan
VES atau terjadinya depresi segmen ST negative
- Scanning paru

Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara
selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru

- Spirometri

Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling
cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pemberian
bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan
FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak
adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak
saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat
obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan
spirometrinya menunjukkan obstruksi.(Dudut Tanjung., Skp, 2007)
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas klien.

1. Pengkajian mengenai nama, umur dan jenis kelamin perlu di kaji pada penyakit
status asthmatikus.

2. Alamat menggambarkan kondisi lingkungan tempat klien berada, dapat


mengetahui kemungkinan faktor pencetus serangan asma.

3. Gangguan emosional yang timbul dalam keluarga atau lingkungan merupakan


faktor pencetus serangan asma

4. Pekerjaan, serta bangsa perlu juga digaji untuk mengetahui adanya pemaparan
bahan alergen.

5. Hal lain yang perlu dikaji tentang : Tanggal MRS, Nomor Rekam Medik, dan
Diagnosa medis.

3.1.2 Keluhan Utama

Pasien akan mengeluh sesak yang bertambah berat pada usia kehamilan 24-36
minggu.

3.1.3 Riwayat penyakit sekarang.

Klien dengan serangan asma datang mencari pertolongan dengan keluhan, terutama
sesak napas yang hebat dan mendadak kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain yaitu
: Wheezing, Penggunaan otot bantu pernapasan, Kelelahan, gangguan kesadaran,
Sianosis serta perubahan tekanan darah. Perlu juga dikaji kondisi awal terjadinya
serangan.

3.1.4 Riwayat penyakit dahulu.

Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti infeksi saluran napas
atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, polip hidung. Riwayat serangan asma
frekuensi, waktu, alergen-alergen yang dicurigai sebagai pencetus serangan serta
riwayat pengobatan yang dilakukan untuk meringankan gejala asma (Tjen Daniel,
1991)

3.1.5 Riwayat kesehatan keluarga.

Pada klien dengan serangan status asthmatikus perlu dikaji tentang riwayat penyakit
asma atau penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya karena hipersensitifitas
pada penyakit asma ini lebih ditentukan oleh faktor genetik oleh lingkungan, (Hood
Alsagaf, 1993)
3.1.6 Riwayat psikososial
Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu pencetus bagi serangan
asma baik ganguan itu berasal dari rumah tangga, lingkungan sekitar sampai
lingkungan kerja. Seorang yang punya beban hidup yang berat berpotensial terjadi
serangan asma. yatim piatu, ketidakharmonisan hubungan dengan orang lain sampai
ketakutan tidak bisa menjalankan peranan seperti semula, (Antony Croket, 1997 dan
Tjen Daniel, 1991).
3.1.7 Pola-pola fungsi kesehatan
1. Aktivitas
Keletihan, kelelahan, malaise, ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari,
ketidakmampuan untuk tidur, perlu posisi kepala lebih tinggi waktu tidur, dipsneu pada
saat istirahat, gelisah, insomnia,
2. Sirkulasi
Pembengkakan pada ekstremitas bawah, peningkatan tekanan darah, distensi vena
leher, pucat dapat menunjukkan anemia, warna kulit normal / sianosis
3. Integritas ego
Peningkatan factor resiko, perubahan pola hidup, ansietas, ketakutan peka rangsang

4. Makanan dan cairan


Edema dependen, berkeringat
5. Hygiene
Penurunan kemampuan perawatan diri, kebersihan buruk, bau badan
6. Pernafasan
Pernafasan pendek khususnya saat aktivitas, sulit nafas, dada tertekan, penggunaan
oksigen, riwayat pneumonia keluarga, menggunakan otot bantu pernafasan. Dada : saat
inspeksi dapat dilihat hiperinflasi dengan peninggian diameter ap, gerakan diafragma
minimal, bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi, ronchi, mengi, saat perkusi
ditemukan hipersonor pada area paru, bunyi pekak pada area paru, kesulitan bicara
kalimat.
7. Keamanan
Riwayat reaksi alergi, berkeringat atau kemerahan
8. Seksualitas
Penurunan libido
9. Interaksi sosial
Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, kegagalan dukungan,
penyakit lama, keterbatasan mobilitas fisik, kelalaian hubungan dengan orang lain
10. Penyuluhan dan pembelajaran
Penggunaan dan penyalahgunaan obat pernafasan, kesulitan menghentikan rokok,
konsumsi alcohol
3.1.8 Pemeriksaan fisik pada pasien Asma Bronchiale

1) Status kesehatan umum

Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara bicara,
tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan, penggunaan otot-otot
pembantu pernapasan sianosis batuk dengan lendir lengket dan posisi istirahat klien
(Laura A. T.; 1995, Karnen B ;19983).

2) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit,
kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya
bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut,
kelembaban dan kusam. (Karnen B ;1994, Laura A. Talbot; 1995).
3) Kepala
Dikaji tentang bentuk kepala, simetris adanya penonjolan, riwayat trauma, adanya
keluhan sakit kepala atau pusing, vertigo kejang ataupun hilang kesadaran. (Laura
A.Talbot;1995).
4) Mata
Adanya penurunan ketajaman penglihatan akan menambah stres yang dirasakan
klien. Serta riwayat penyakit mata lainya (Laura A. Talbot ; 1995)).
5) Hidung
Adanya pernafasan menggunakan cuping hidung, rinitis alergi dan fungsi olfaktori
(Karnen B.;1994, Laura A. Talbot;1995).
6) Mulut dan laring
Dikaji adanya perdarahan pada gusi. Gangguan rasa menelan dan mengunyah, dan
sakit pada tenggorok serta sesak atau perubahan suara. (Karnen B.:1994)).
7) Leher
Dikaji adanya nyeri leher, kaku pada pergerakaan, pembesaran tiroid serta
penggunaan otot-otot pernafasan (Karnen B.;1994).
8) Thorak
Inspeksi : Dinding torak tampak mengembang, diafragma terdorong ke bawah
disebabkan oleh udara dalam paru-paru susah untuk dikeluarkan karena
penyempitan jalan nafas. Frekuensi pernafasan meningkat dan tampak penggunaan
otot-otot tambahan
Palpasi : Pada palpasi dikaji tentang kesimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus. Pada
asma, paru-paru penderita normal karena yang menjadi masalah adalah jalan
nafasnya yang menyempit (Laura A.T.;1995).
Perkusi : Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan
diafragma menjadi datar dan rendah disebabkan karena kontraksi otot polos yang
mengakibatkan penyempitan jalan nafas sehingga udara susah dikeluarkan dari
paru-paru (Laura A.T.;1995).
Auskultasi : Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih
dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan wheezing karena
sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos
bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat
meningkat (Karnen B .;1994).
9) Kardiovaskuler
Jantung dikaji adanya pembesaran jantung atau tidak, bising nafas dan hyperinflasi
suara jantung melemah. Tekanan darah dan nadi yang meningkat serta adanya
pulsus paradoksus, (Robert P.;1994, Laura A. T.;1995).
10) Abdomen
Perlu dikaji tentang bentuk, turgor, nyeri, serta tanda-tanda infeksi karena dapat
merangsang serangan asma frekwensi pernafasan, serta adanya konstipasi karena
dapat nutrisi (Hudak dan Gallo;1997, Laura A.T.;1995).
11) Ekstrimitas
Dikaji adanya edema extremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi pada extremitas
karena dapat merangsang serangan asma,(Laura A.T.;1995)

3.2 Diagnosa Keperawatan


a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan broncospasme,
peningkatan sekresi pulmoner
b. Ansietas berhubungan dengan ancaman jiwa sekunder terhadap sesak nafas dan
takut
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, kelelahan, sekunder
d. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan prognosis penyakit saat hamil

3.3 Perencanaan Keperawatan


a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan broncospasme,
peningkatan sekresi pulmoner
Tujuan : menunjukkan pembersihan jalan nafas yang efektif, yang dibuktikan oleh
pencegahan aspirasi status pernafasan, kepatenan jalan nafas, dan status pernafasan :
ventilasi tidak terganggu. Kriteria hasil :
1) Pencegahan aspirasi : tindakan personal untuk mencegah masuknya cairan dan
partikel padat kedalam paru.

2) Status pernafasan : kepatenan jalan nafas : jalan nafas trakeobronkeal, terbukan


dan bersih untuk pertukaran gas.

3) Status pernafasan : ventilasi : pergerakan udara masuk dan keluar paru.

Rencana Tindakan (NIC):

Intervensi Rasional
1. Kaji tanda-tanda vital dan 1. Merupakan acuhan untuk
auskultasi bunyi nafas mengetahui keadaan umum klien,

2. Berikan klien untuk posisi yang 2. Peninggian kepala tempat tidur


nyaman mempermudah fungsi pernapasan.
3. Pertahankan lingkungan yang 3. Pencetus tipe reaksi alergi
nyaman pernapasan yang dapat menimbulkan
episode akut.
4. Tingkatkan masukan cairan, 4. Membantu mempermudah
dengan memberikan air hangat pengeluaran sekret

5. Dorong atau bantu latihan 5. Memberikan cara untuk mengatasi


nafas dalam dan batuk efektif dan mengontrol dispnea,
mengeluarkan sekret.
6. Kolaborasi dalam pemberian
obat dan humidifikasi, seperti 6. Menurunkan kekentalan sekret dan
nebulizer mengeluarkan sekret.

b. Ansietas berhubungan dengan ancaman jiwa sekunder terhadap sesak nafas dan
takut
Tujuan : Ansietas berkurang dibuktikan dengan bukti tingkat ansietas hanya ringan
sampai sedang dan selalu menunjukkan pengendalian diri terhadap ansietas, konsentrasi
dan Koping. Kriteria Hasil :
1) Menunjukkan pengendalian diri terhadap ansietas

2) Menggunakan teknik relaksasi untuk meredakan ansietas

Rencana Tindakan (NIC):

Intervensi Rasional
1. Kaji tanda-tanda vital dan 1. Merupakan acuhan untuk
auskultasi bunyi nafas mengetahui keadaan umum klien,

2. Batasi aktivitas pasien 2. Mengurangi keluhan

3. Memberikan tehnik untuk 3. Memberikan tehnik untuk


mengurangi ansietas mengurangi ansietas

4. Posisi yang nyaman dapat 4. Posisi yang nyaman dapat


mengurangi keluhan mengurangi keluhan

5. Menurunkan ansietas pasien 5. Menurunkan ansietas pasien

6. Memberikan motivasi pada pasien 6. Memberikan motivasi pada pasien


c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, kelelahan, sekunder
Tujuan : menoleransi aktivitas yang biasa dilakukan Kriteria hasil :
1) Toleransi aktivitas
2) Ketahanan
3) Penghematan energy
4) Kebugaran fisik
5) Perawatan diri
Rencana Tindakan (NIC):
Intervensi Rasional
1. Baringkan pasien semi flower. 1. Memaksimalkan ekspansi dada

2. Secara bertahap tingkatkan aktifitas 2. Dapat mempertahankan aktivitas


pasien.

3. Anjurkan tehnik relaksasi yang 3. Dengan tehnik dapat membantu


tepat. mempertahankan aktivitas

4. Anjurkan latihan ringan sesuai 4. Menghindarkan dari aktivitas


toleransi yang berlebihan

d. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan prognosis penyakit saat hamil


Tujuan : pasien mengerti tentang prognosis penyakit Kriteria hasil : Pasien dan
keluarga akan :
1) Mengidentifikasi kebutuhan terhadap informasi tambahan mengenai perilaku
promosi kesehatan atau program terapi

2) Memperlihatkan kempuan untuk mengetahui dan memahami tentan penyakit


yang diderita

Rencana Tindakan (NIC):


Intervensi Rasional
1. Ajarkan pasien menghindari alergi 1. Mencegah terjadinya keluhan
yang diketahui.

2. Observasi tingkat pengetahuan 2. Mengetahui pengetahuan pasien


mengenai proses penyakit

3. Jelaskan latihan pernapasan 3. Agar pernafasan tetap adekuat

4. Jelaskan obat-obatan yang 4. Menghindari penyalahgunaan obat


mengakibatkan penyakit kambuh.
5. Jadwalkan pemberian obat yang 5. Agar pasien tahu jadwal minum
tepat. obat

6. Hindari terhadap pemajanan iritan 6. Menghindari factor penyebab asma

Anda mungkin juga menyukai