Anda di halaman 1dari 21

Laporan Kasus

Junior Preclerkship

Oleh:

Rahmadhya Khairina Rianti 1610313024


Lastri Daniati 1610311083
Muhammad Rayhandi Naufal 1610312039
Muhammad Rayhan Firdaus 1610312041
Yudha Bagus Sajiwo 1610311028
Adiatma Arli 1610311056
Emilia Sasqia Puteri 1610311066
Kirana 1610311053
Faris Maulana Irfan 1610312068

Tutor
dr. Benni Raymond, SpBP-RE

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

2019
TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN
Luka bakar atau combusio adalah suatu bentuk kerusakan dan kehilangan jaringan
disebabkan kontak dengan sumber suhu yang sangat tinggi seperti kobaran api di tubuh
(flame), jilitan api ke tubuh (flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas
(kontak panas), akibat serangan listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta sengatan
matahari (sunburn) dan suhu yang sangat tinggi Di Indonesia, luka bakar masih
merupakan problem yang berat. Perawatan dan rehabilitasinya masih sukar dan
memerlukan ketekunan, biaya mahal, tenaga terlatih dan terampil. Oleh karena itu,
penanganan luka bakar lebih tepat dikelola oleh suatu tim trauma yang terdiri dari
spesialis bedah (bedah anak, bedah plastik, bedah thoraks, bedah umum), intensifis,
spesialis penyakit dalam, ahli gizi, rehabilitasi medik, psikiatri, dan psikologi Prinsip
yang dimaksud adalah kewaspadaan yang tinggi akan terjadinya gangguan jalan napas
pada trauma inhalasi, serta mempertahankan hemodinamik dalam batas normal melalui
resusitasi cairan. Dokter penolong juga harus waspada dalam melaksanakan tindakan
untuk mencegah dan mengobati penyulit trauma termal, seperti misalnya rhabfomiolisis
dan gangguan irama jantung yang sering terjadi pada trauma listrik. Kontrol suhu tubuh
dan menyingkirkan penderita dari lingkungan yang berbahaya juga merupakan prinsip
utama pengelolaan trauma termal.

II. EPIDEMIOLOGI
Dari laporan American Burn Association 2012 dikatakan bahwa angka morbiditas
96,1% lebih banyak terjadi pada wanita (69%). Berdasarkan tempat kejadian, 69 % di
rumah tangga dan 9% di tempat kerja, 7% di jalan raya, 5% di rekreasi atau olahraga
10% dan lain-lain.
Menurut surat kabar Tribun pada tanggal 8 Februari 2012, pada Simposium Indonesia
Burn and Wound Care Meeting yang diselengarakan Universitas Padjadjaran di Bandung
dilaporkan data terakhir yang dikeluarkan unit luka bakar RSCM Januari 1998 - Mei 2001
menunjukkan bahwa 60% karena kecelakaan rumah tangga, 20% karena kecelakaan
kerja, dan 20% sisanya karena sebab-sebab lain. Dan angka kematian akibat luka bakar
pun di Indonesia masih tinggi, sekitar 40%, terutama diakibatkan luka bakar berat.

III. ANATOMI DAN FISIOLOGI KULIT


Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai peranan dalam
homeostasis. Kulit merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit
beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya
sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm
tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata,
penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat
pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong. Secara embriologis kulit
berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan
lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm
adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat. Kulit sangat
kompleks, elastis, dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga
bergantung pada lokasi tubuh.
Epidermis merupakan lapisan luar kulit yang utamanya disusun oleh sel-sel epitel.
Sel –sel yang terdapat dalam epidermis antara lain: keratinosit (sel terbanyak pada lapisan
epidermis), melanosit, sel merkel dan sel Langerhans. Epidermis terdiri dari lima lapisan
yang paling dalam yaitu stratum basale, stratum spinosum, stratum granulosum, stratum
lucidum dan stratum corneum.
Dermis merupakan lapisan yang kaya akan serabut saraf, pembuluh darah dan
pembuluh darah limfe. Selain itu, dermis juga tersusun atas kelenjar keringat, kelenjar
sebasea, dan folikel rambut. Dermis terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan papillaris dan
lapisan retikularis, sekitar 80% dari dermis adalah lapisan retikularis.

Gambar 3: Anatomi kulit


(Dikutip dari : Benjamin C. Wedro. First Aid for Burns. http://www.medicinenet.com)

Fungsi kulit adalah sebagai berikut :


1) Fungsi proteksi, kulit menjaga bagian dalam terhadap gangguan fisis atau mekanis,
misalnya tekanan, gesekan, tarikan; gangguan kimiawi, misalnya zat-zat kimiawi
terutama yang bersifat iritan, misalnya lisol, karbol, asam, dan alkali. Gangguan yang
bersifat panas, misalnya radiasi, sengatan sinar ultra violet; gangguan infeksi luar
terutama kuman/bakteri maupun jamur.
2) Fungsi absorpsi, kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat,
tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitupun yang larut lemak.
Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2, dan uap air memungkinkan kulit ikut
mengambil bagian pada fungsi respirasi. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah
antar sel menembus sel-sel epidermis atau melalui muara saluran kelenjar.
3) Fungsi ekskresi, kelenjar kulit mengeluarkan zat yang tidak berguna lagi atau sisa
metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, Urea, asam urat, dan amonia. Sebum yang
diproduksi melindungi kulit karena lapisan ini selalu meminyaki kulit jua menahan
evaporasi air yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering.
4) Fungsi persepsi, kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.
Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan–badan ruffinidermis dan sukutis.
5) Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), kulit melakukan peranan ini dengan
cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan pembuluh darah kulit.
6) Fungsi pembentukan pigmen, sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak di lapisan
basal dan sel ini berasal dari rigi saraf. Pigmen disebar ke epidermis melalui tangan-
tangan dendrit. Sedangkan ke lapisan kulit di bawahnya dibawa oleh sel melanofag.
7) Fungsi Kreatinisasi, lapisan epidermis dewasa mempunyai sel utama yaitu keratinosit,
sel langerhans, melanosis.
8) Fungsi pembentukan vitamin D, dimungkinkan dengan mengubah 7 dihidroksi
kolesterol dengan pertolongan sinar matahari.

IV. ETIOLOGI
Luka bakar pada kulit bisa disebabkan karena panas, dingin, ataupun zat
kimia.Ketika kulit terkena panas, maka kedalaman luka dipengaruhi oleh derajat panas ,
durasi kontak panas pada kulit dan ketebalan kulit.
1. Luka Bakar Termal (Thermal Burns)
Luka bakar termal disebabkan oleh air panas(scald), jilitan api ke tubuh
(flash), koboran api ke tubuh (flame) dan akibat terpapar atau kontak dengan objek-
objek panas lainnya (misalnya plastik logam panas dan lain-lain).
2. Luka Bakar Zat Kimia( Chemical Burns)
Luka bakar kimia biasanya disebabaka oleh asam kuat atau alkali yang biasa
digunakan bidang industri, militer, ataupun bahan pembersih yang sering digunakan
untuk keperluan rumah tangga.
3. Luka Bakar Listrik(Electrical Burns)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan ledakan.
Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling
rendah; dalam hal ini cairan. Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khususnya
tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Seringkali
kerusakan berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun
ground.
4. Luka Bakar Radiasi (Radiation Exposure)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe
luka bakar ini sering disebabkan oleh penggunaaan radioaktif untuk keperluan
terapeutik dalam kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu
lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi.

Gambar 4: Tipe luka bakar


(Dikutip dari : Mayo clinic staff. Burns First Aids. http: //
www.nlm.nih.gov/medlineplus)
V. KLASIFIKASI

1. Luka bakar derajat 1 (luka bakar superfisial). Luka bakar hanya terbatas pada lapisan
epidermis. Luka bakar derajat ini ditandai dengan kemerahan yang biasanya akan sembuh
tanpa jaringan parut dalam waktu 5 – 7 hari.
Gambar 1. Luka Bakar Derajat I

2. Luka bakar derajat 2 (luka bakar dermis)


Luka bakar derajat dua mencapai kedalaman dermis tetapi masih ada elemen epitel
yang tersisa, seperti sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan folikel
rambut. Dengan adanya sisa epitel yang sehat ini, luka dapat sembuh sendiri dalam 10 –
21 hari. Oleh karena kerusakan kapiler dan ujung saraf di dermis, luka derajat ini tampak
lebih pucat dan lebih nyeri dibandingkan luka bakar superfisial, karena adanya iritasi
ujung saraf sensorik. Juga timbul bula berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh
karena permeabilitas dindingnya meninggi.
Luka bakar derajat 2 dibedakan menjadi : a. Derajat dua dangkal dimana kerusakan
mengenai bagian superfisial dari dermis dan penyembuhan terjadi secara spontan dalam
10- 14 hari. b. Derajat dua dalam dimana kerusakan mengenai hampir seluruh bagian
dermis. Bila kerusakan lebih dalam mengenai dermis, subyektif dirasakan nyeri.
Penyembuhan terjadi lebih lama tergantung bagian dari dermis yang memiliki
kemampuan reproduksi sel-sel kulit (epitel, stratum germinativum, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea dan lain sebagainya) yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam
waktu lebih dari satu bulan.

Gambar 2. Luka Bakar Derajat II

Gambar 3. Evaluasi luka bakar derajat 2 Gambar 5 Evaluasi luka bakar derajat 2
— 1 jam —dua hari, lepuh tampak
Gambar 4 Evaluasi luka bakar derajat 2 – 1 hari

3. Luka bakar derajat 3.


Luka bakar derajat tiga meliputi seluruh kedalaman kulit, mungkin subkutis, atau organ
yang lebih dalam. Oleh karena tidak ada lagi elemen epitel yang hidup maka untuk
mendapatkan kesembuhan harus dilakukan cangkok kulit. Koagulasi protein yang terjadi
memberikan gambaran luka bakar berwarna keputihan, tidak ada bula dan tidak nyeri.
Gambar 6. Luka Bakar Derajat III

I. Berdasarkan luas permukaan luka bakar.


Luas luka tubuh dinyatakan sebagai persentase terhadap luas permukaan tubuh
atau Total Body Surface Area (TBSA). Untuk menghitung secara cepat dipakai Rules
of Nine atau Rules of Walles dari Walles. Perhitungan cara ini hanya dapat diterapkan
pada orang dewasa, karena anak-anak mempunyai proporsi tubuh yang berbeda. Pada
anak-anak dipakai modifikasi Rule of Nines menurut Lund and Browder, yaitu
ditekankan pada umur 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun.
Gambar 8: Wallence Rule of Nines
(Dikutip dari : Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
2)

Gambar 9: Lund and Browder


(Dikutip dari : Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
2
VI. PATOFISIOLOGI
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh kapiler
yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di
dalamnya ikut mengalami destruksi, sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya
permeabilitas menyebabkan oedem dan menimbulkan bula yang banyak elektrolit. Hal itu
menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka
bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat evaporasi yang berlebihan, masuknya cairan
ke bula yang terbentuk pada luka bakar derajat dua dan pengeluaran cairan dari keropeng
luka bakar derajat tiga.
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih
bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20% akan terjadi syok hipovolemik dengan
gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil, dan cepat, tekanan
darah menurun, dan produksi urin berkurrang. Pembengkakkan terjadi pelan-pelan,
maksimal terjadi setelah delapan jam.
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi
kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang terhisap. Oedem
laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala
sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak bewarna gelap akibat jelaga.
Dapat juga keracunan gas CO dan gas beracun lainnya. Karbon monoksida akan
mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi mengikat
oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual dan muntah. Pada
keracunan yang berat terjadi koma. Bisa lebih dari 60% hemoglobin terikat CO,
penderita dapat meninggal. Setelah 12 – 24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik
dan mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini di tandai
dengan meningkatnya diuresis

VII. Fase Luka Bakar


1. Fase Akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita mangalami
ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (makanisme bernafas) dan
circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau
beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran
peenafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam, pasca trauma. Cedera inhalasi
adalah penyebab kematian utama penderita pada fase akut.
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat
cedera termal yang berdampak sistemik.
2. Fase Sub Akut
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan
atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka yang terjadi
menyebabkan :
1. Proses inflamasi dan infeksi.
2. Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak
berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau pada organ-organ fungsional.
3. Keadaan hipermetabolisme.
3. Fase Lanjut
Fase ini akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka bakar
dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini
adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi,
deformitas dan kontraktur.
VIII. MANIFESTASI KLINIS
1. Cedera
Jika luka bakar disebabkan oleh nyala api atau korban terbakar pada tempat
yang terkurung atau kedua-duanya, maka perlu diperhatikan tanda-tanda sebagai
berikut :
a. Keracunan korban monoksida
Klien terperangkap dan menghirup karbon monoksida dalam jumlah yang
Signifikan.
b. Distress Pernapasan
Penurunan oksigenasi arteri sering terjadi setelah luka bakar. Hal ini
menunjukkan penurunan PO2 terjadi obstruksi jalan udara atau penurunan curah
jantung kiri.
2. Sepsis
Syok sejak terjadi pada klien luka bakar luas dengan ketebalan penuh, hal ini
disebabkan oleh bakteri yang menyerang luka masuk ke dalam aliran darah, gejalanya
:
a. Suhu tubuh berfariasi
b. Nadi (140-170x/mnt), sinus takikardi
c. Penurunan TD
d. Paralitik ileus
e. Perdarahan jelas dan luka
3. Pada ginjal meningkat haluaran urine dan terjadi mioglobinuria
4. Metabolik
Terjadi peningkatan energi dan kenaikan kebutuhan nutrisi,
hipermetabolisme,meningkat aliran glukosa dan pengeluaran banyak protein dan lemak
adalah bciri-ciri respon terhadap trauma dan infeksi. Klien dengan luka bakar
menunjukkan adanya penurunan BB 25% dari berat badan sebelum dirawat di RS
sampai 3 minggu setelah luka bakar.

IX. PENATALAKSANAAN
1. Prehospital
Hal pertama yang harus dilakukan jika menemukan pasien luka bakar di
tempat kejadian adalah menghentikan proses kebakaran. Maksudnya adalah
membebaskan pasien dari pajanan atau sumber dengan memperhatikan keselamatan
diri sendiri. Bahan yang meleleh atau menempel pada kulit tidak bisa dilepaskan. Air
suhu kamar dapat disiriamkan ke atas luka dalam waktu 15 menit sejak kejadian,
namun air dingin tidak dapat diberikan untuk mencegah terjadinya hipotermia dan
vasokonstriksi.
2. Resusitasi jalan nafas
Bertujuan untuk mengupayakan suplai oksigen yang adekuat. Pada luka bakar
dengan kecurigaan cedera inhalasi, tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema
mukosa menimbulkan manifestasi obstruksi. Sebelum dilakukan intubasi, oksigen
100% diberikan dengan menggunakan face mask. Intubasi bertujuan untuk
mempertahankan patensi jalan napas, fasilitas pemeliharaan jalan napas (penghisapan
sekret) dan broncoalveolar lavage. Krikotiroidotomi masih menjadi perdebatan
karena dianggap terlalu agresif dan morbiditasnya lebih besar dibandingkan intubasi.
Krikotiroidotomi dilakukan pada kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan
ETT yaitu lebih dari 2 minggu pada luka bakar luas yang disertaicedera inhalasi.
Kemudian dilakukan pemberian oksigen 2-4 liter/menit melalui pipa endotracheal.
Terapi inhalasi mengupayakan suasana udara yang lebih baik disaluran napas dengan
cara uap air menurunkan suhu yang meningkat pada proses inflamasi dan mencairkan
sekret yang kental sehingga lebih mudah dikeluarkan. Pada cedera inhalasi perlu
dilakukan pemantauan gejala dan distres pernapasan. Gejala dan tanda berupa sesak,
gelisah,takipneu, pernapasan dangkal, bekerjanya otot-otot bantu pernapasan dan
stridor. Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah analisa gas darah serial
dan foto thorax.

3. Resusitasi cairan
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar adalah:
1. Preservasi reperfusi yang adekuat dan seimbang diseluruh pembuluh vaskuler
regional sehingga tidak terjadi iskemia jaringan
2. Minimalisasi dan eliminasi pemberian cairan bebas yang tidak diperlukan.
3. Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskuler untuk menjamin survival
seluruh sel
4. Minimalisasi respon inflamasi dan hipermetabolik dan mengupayakan stabilisasi
pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologis.

I. Jenis cairan
Terdapat tiga jenis cairan secara umum yaitu kristaloid, cairan hipertonik
dan koloid:
Larutan kristaloid
Larutan ini terdiri atas cairan dan elektrolit. Contoh larutan ini adalah Ringer
Laktat dan NaCl 0,9%. Komposisi elektrolit mendekati kadarnya dalam plasma
atau memiliki osmolalitas hampir sama dengan plasma. Pada keadaan normal,
cairan ini tidak hanya dipertahankan di ruang intravaskular karena cairan ini
banyak keluar ke ruang interstisial. Pemberian 1 L Ringer Laktat (RL) akan
meningkatkan volume intravaskuer 300 ml.
Larutan hipertonik
Larutan ini dapat meningkatkan volume intravaskuler 2,5 kali dan
penggunaannya dapat mengurangi kebutuhan cairan kristaloid. Larutan garam
hiperonik tersedia dalam beberapa konsentrasi, yaitu NaCl 1,8%, 3%, 5 %, 7,5%
dan 10%. Osmolalitas cairan ini melebihi cairan intraseluler sehingga cairan akan
berpindah dari intraseluler ke ekstraseluler. Larutan garam hipertonik
meningkatkan volume intravaskuler melalui mekanisme penarikan cairan dari
intraseluler.
Larutan koloid
Contoh larutan koloid adalah Hydroxy-ethyl starch (HES) dan Dextran.
Molekul koloid cukup besar sehingga tidak dapat melintasi membran kapiler, oleh
karena itu sebagian akan tetap dipertahankan didalam ruang intravaskuler. Pada
luka bakar dan sepsis, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sehingga molekul
akan berpindah ke ruang interstisium. Hal ini akan memperburuk edema
interstisium yang ada.
HES merupakan suatu bentuk hydroxy-substitued amilopectin sintetik, HES
berbentuk larutan 6% dan 10% dalam larutan fisiologik. T ½ dalam plasma selama
5 hari, tidak bersifat toksik, memiliki efek samping koagulopati namun umumnya
tidak menyebabkan masalah klinis. HES dapat memperbaiki permeabilitas kapiler
dengan cara menutup celah interseluler pada lapisan endotel sehingga
menghentian kebocoran cairan, elektrolit dan protein. Penelitian terakhir
mengemukakan bahwa HES memiliki efek antiinflamasi dengan menurunkan lipid
protein complex yang dihasilkan oleh endotel, hal ini diikuti oleh perbaikan
permeabilitas kapiler. Efek anti inflamasi diharapkan dapat mencegah terjadinya
SIRS.

II. Dasar pemilihan Cairan


Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan cairan adalah
efek hemodinamik, distribusi cairan dihubungkan dengan permeabilitas kapiler,
oksigen, PH buffering, efek hemostasis, modulasi respon inflamasi, faktor
keamanan, eliminasi praktis dan efisien. Jenis cairan terbaik untuk resusitasi
dalam berbagai kondisi klinis masih menjadi perdebatan terus diteliti. Sebagian
orang berpendapat bahwa kristaloid adalah cairan yang paling aman digunakan
untuk tujuan resusitasi awal pada kondisi klinis tertentu. Sebagian pendapat koloid
bermanfaat untuk entitas klinik lain. Hal ini dihubungkan dengan karakteristik
masing-masing cairan yang memiliki kelebihan dan kekurangan. Pada kasus luka
bakar, terjadi kehilangan ciran di kompartemen interstisial secara masif dan
bermakna sehingga dalam 24 jam pertama resusitasi dilakukan dengan pemberian
cairan kristaloid.

III. Penentuan jumlah cairan


Untuk melakukan resusitasi dengan cairan kristaloid dibutuhkan tiga
sampai empat kali jumlah defisit intravaskuler. 1 L cairan kristaloid akan
meningkatkan volume intravaskuler 300 ml. Kristaloid hanya sedikit
meningkatkan cardiac output dan memperbaiki transpor oksigen.

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama


Resusitasi syok menggunakan Ringer laktat atau ringer asetat, menggunakan beberapa
jalur intravena. Pemberian cairan pada syok atau kasus luka bakar > 25-30% atau dijumpai
keterlambatan > 2 jam. Dalam <4 jam pertama diberikan cairan kristaloid sebanyak
3[25%(70%xBBkg)]ml. 70% adalah volume total cairan tubuh, sedangkan 25% dari jumlah
minimal kehilangan cairan tubuh dapat menimbulkan gejala klinik sidrom syok.
Pada resusitasi cairan tanpa adanya syok atau kasus luka bakar luas < 25-30%, tanpa
atau dijumpai keterlambatan < 2 jam. Kebutuhan dihitung berdasarkan rumus baxter 3-4
ml/kgBB/% LB.
Metode Parkland merupakan metode resusitasi yang paling umum digunakan pada
kasus luka bakar, menggunakan cairan kristaloid. Metode ini mengacu pada waktu iskemik
sel tubulus ginjal < 8 jam sehingga lebih tepat diterapkan pada kasus luka bakar yang tidak
terlalu luas tanpa keterlambatan
Pemberian cairan menurut formula Parkland adalah sebagai berikut:
1. Pada 24 jam pertama: separuh jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada bayi, anak dan orang tua, kebutuhan cairan
adalah 4 ml. Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan 4 ml ditambah 1%
dari kebutuhan.
2. Penggunaan zat vasoaktif (dopamin dan dobutamin) dengan dosis 3 mg/kgBB dengan
titrasi atau dilarutkan dalam 500ml Glukosa 5% jumlah tetesan dibagi rata dalam 24
jam.
3. Pemantauan untuk menilai sirkulasi sentral melalui tekanan vena sentral (minimal 6-
12cm H20) sirkulasi perifer (sirkulasi renal). Jumlah produksi urin melalui kateter,
saat resusitasi (0,5- 1ml /kg BB/jam maka jumlah cairan ditingkatkan 50% dari jam
sebelumnya.
4. Pemeriksaan fungsi renal (ureum, kreatinin) dan urinalisis (berat jenis dan sedimen).
5. Pemantauan sirkulasi splangnikus dengan menilai kualitas dan kuantitas cairan
lambung melaui pipa nasogastrik. Jika , 200ml tidak ada gangguan pasase lambung,
200-400ml ada gangguan ringan, >400 ml gangguan berat.

Penatalaksanaan 24 jam kedua


1. Pemberian cairan yang menggunakan glukosa dan dibagi rata dalam 24 jam. Jenis
cairan yang dapat diberikan adalah glukosa 5% atau 10% 1500-2000 ml. Batasan
ringer laktat dapat memperberat edema interstisial.
2. Pemantauan sirkulasi dengan menilai tekanan vena pusat dan jumlah produksi uin <1-
2 ml/kgBB/jam,berikan vasoaktif samapi 5 mg/kgBB
3. Pemantauan analisa gas darah, elektrolit

Penatalaksanaan setelah 48 jam


4. Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintanance
5. Pemantauan sirkulasi dengan menilai produksi urin (3-4 ml/kgBB), hemoglobin dan
hematokrit.

Rumus Baxter:
Pada dewasa:
1. Hari I: 3-4 ml x kgBB x % luas luka bakar
2. Hari II: Koloid: 200-2000 cc + glukosa 5%
Pemberian cairan ½ volume pada 8 jam pertama dan ½ volume diberikan 16 jam berikutnya.
Pada anak:
Hari I:

RL: dex 5% = 17:3


(2cc x kgBB x % luas luka bakar) + keb. faal

Kebutuhan Faal:

<1 thn = kgBB X 100cc


1 – 5 thn = kgBB X 75cc
5-15 thn = kgBB X 50cc
Hari II: sesuai kebutuhan faal
Formula Parkland:
Hari I (24jam pertama):
8 jam pertama: [0,5 x (4 cc x kgBB x % TBSA )] / 8 jam =cc/jam
16 jam kedua: [0,5 X (4 cc x kg BB x % TBSA)] / 16 jam = cc/jam

Penambahan cairan rumatan pada anak :


4 cc/kgBB/jam dalam 10 kg pertama
2 cc/kg BB/jam dalam 10 kg kedua (11-20kg)
1 cc/kgBB/jam untuk tiap >20kg

Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan 4 ml ditambah 1% dari


kebutuhan.Pengawasan kecukupan cairan yang diberikan dapat dilihat dari produksi urin
yaitu pada dewasa 0,5-1,0 cc/kg/jam dan pada anak 1,0-1,5 cc/kg/jam.

4. Perawatan luka
Perawatan luka dilakukan setelah tindakan resusitasi jalan napas, mekanisme bernapas
dan resusitasi cairan dilakukan. Tindakan meliputi debridement secara alami, mekanik
(nekrotomi) atau tindakan bedah (eksisi), pencucian luka, wound dressing dan pemberian
antibiotik topikal . Tujuan perawatan luka adalah untuk menutup luka dengan mengupaya
proses reepiteliasasi, mencegah infeksi, mengurangi jaringan parut dan kontraktur dan
untuk menyamankan pasien. Debridement diusahakan sedini mungkin untuk membuang
jaringan mati dengan jalan eksisi tangensial. Tindakan ini dilakukan setelah keadaan
penderita stabil, karena merupakan tindakan yang cukup berat. Untuk bullae ukuran kecil
tindakannya konservatif sedangkan untuk ukuran besar(>5cm) dipecahkan tanpa
membuang lapisan epidermis diatasnya.
Pengangkatan keropeng (eskar) atau eskarotomi dilakukan juga pada luka bakar
derajat III yang melingkar pada ekstremitas atau tubuh sebab pengerutan keropeng(eskar)
da pembengkakan yang terus berlangsung dapat mengakibatkan penjepitan (compartment
syndrome) yang membahayakan sirkulasi sehingga bahgian distal iskemik dan
nekrosis(mati). Tanda dini penjepitan (compartment syndrome) berupa nyeri kemudian
kehilangan daya rasa (sensibilitas) menjadi kebas pada ujung-ujung distal. Keaadan ini
harus cepat ditolong dengan membuat irisan memanjang yang membuka keropeng sampai
penjepitan bebas.
Pencucian luka dilakukan dengan hidroterapi yaitu memandikan pasien atau dengan
air hangat mengalir dan sabun mandi bayi. Lalu luka dibalut dengan kasa lembab steril
dengan atau tanpa krim pelembap. Perawatan luka tertutup dengan occlusive dressing
untuk mencegah penguapan berlebihan. Penggunaan tulle (antibiotik dalam bentuk
sediaan kasa) berfungsi sebagai penutup luka yang memfasilitasi drainage dan epitelisasi.
Sedangkan krim antibiotik diperlukan untuk mengatasi infeksi pada luka.

5. Eksisi dan graft


Luka bakar derajat IIB dan III tidak dapat mengalami penyembuhan spontan tanpa
autografting. Jika dibiarkan, jaringan yang sudah mati ini akan menjadi fokus inflamasi
dan infeksi. Eksisi dini dan grafting saat ini dilakukan sebagian besar ahli bedah karena
memiliki lebih banyak keuntungan dibandingkan debridement serial. Setelah dilakukan
eksisi, luka harus ditutup melalui skin graft (pencakokan kulit) dengan menggunakan
biological dressing. Terdapat 3 bahan biological dressing yaitu homografts (kulit mayat
dan penutup luka sementara), xenografts/heterografts (kulit binatang seperti babi dan
penutup luka sementara) dan autografts (kulit pasien sendiri dan penutup luka permanen).
Idealnya luka ditutup dengan kulit pasien sendiri (autograft). Terdapat 2 tipe primer
autografts kulit yaitu split-thickness skin grafts (STSG) dan full-thickness skin grafts
(FTSG). Pada luka bakar 20-30% biasanya dapat dilakukan dalam satu kali operasi
dengan penutupan oleh STSG diambil dari bagian tubuh pasien.

6. Lain-lain
Pemberian antibiotik pada kasus luka bakar bertujuan sebagai profilaksis infeksi dan
mengatasi infeksi yang sudah terjadi. Dalam3-5 hari pertana populasi kuman yang sering
dijumpai adalah bakteri Gram positif non-patogen.Sedangkan hari 5-10 adalah bakteri
Gram negative patogen. Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera, luka masih dalam keadaan
steril sehingga tidak diperlukan antibiotik. Beberapa antibiotik topikal yang dapat
digunakan adalah silver sulfadiazine 1%, silver nitrate dan mafenide (sulfamylon) dan
xerofom/bacitracin. Antasida diberikan untuk pencegahan tukak beban (tukak
stress/stress ulcer), antipiretik bila suhu tinggi dan analgetik bila nyeri.
Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan keseimbnagan
nitrogen yang negatif pada fase katabolisme, yaitu sebanyak 2500-3000 kalori sehari
dengan kadar protein tinggi. Kalau perlu makanan diberikan melalui enteral atau
ditambah dengan nutrisi parenteral. Pemberian nutrisi enteral dini melalui nasaogastik
dalam 24 jam pertama pasca cedera bertujuan untuk mencegah terjadinya atrofi mukosa
usus. Pemberian enteral dilakukan dengan aman bila Gastric Residual Volume (GRV)
<150 ml/jam yang menandakan pasase saluran cerna baik.
Penderita yang sudah mulai stabil keadaannya perlu fisioterapi untuk
memperlancarkan peredaran darah dan mencegah kekakuan sendi. Kalau perlu sendi
diistirahatkan dalam posisi fungsional degan bidai.Penderita luka bakar luas harus
dipantau terus menerus. Keberhasilan pemberian cairan dapat dilihat dari diuresis normal
yaitu 1ml/kgBB/jam. Yang penting juga adalah sirkulasi normal atau tidak dengan
menilai produksi urin,analisa gas darah, elektrolit, hemoglobin dan hematokrit.

X. KOMPLIKASI
Komplikasi pada luka bakar dibagi menjadi dua, yaitu komplikasi saat
perawatan kritis atau akut dan komplikasi yang berhubungan dengan eksisi dan
grafting.Kompilkasi yang dapat terjadi pada masa akut adalah SIRS, sepsis dan
MODS.Selain itu komplikasi pada gastrointestinal juga dapat terjadi, yaitu atrofi
mukosa, ulserasi dan perdarahan mukosa, motilitas usus menurun dan ileus. Pada ginjal
dapat terjadi acute tubular necrosis karena perfusi ke renal menurun. Skin graft loss
merupakan komplikasi yang sering terjadi, hal ini disebabkan oleh hematoma, infeksi
dan robeknya graft. Pada fase lanjut suatu luka bakar, dapat terjadi jaringan parut pada
kulit berupa jaringan parut hipertrofik., keloid dan kontraktur.Kontraktur kulit dapat
menganggu fungsi dan menyebabkan kekeauan sendi. Kekakuan sendi memerlukan
program fisioterapi yang intensif dan kontraktur memerlukan tindakan bedah.

XI. PROGNOSIS
Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas permukaan badan
yang terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti infeksi, dan kecepatan pengobatan
medikamentosa. Luka bakar minor ini dapat sembuh 5-10 hari tanpa adanya jaringan
parut. Luka bakar moderat dapat sembuh dalam 10-14 hari dan mugkin dapat
menimbulkan luka parut. Jaringan parut akan membatasi gerakan dan fungsi. Dalam
beberapa kasus, pembedahan dapat diperlukan untuk membuang jaringan parut.
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
 Nama : Ny. U
 Umur/Tanggal Lahir : 39 th/ 16 April 1980
 Jenis kelamin : perempuan
 Pekerjaan : ibu rumah tangga
 Negeri asal : kerinci
 Agama : islam
 Status perkawinan : kawin
 Masuk RS : 17 September 2019, 16.00 wib
 Tanggal pemeriksaan : 18 September 2019

II. ANAMNESA (AUTOANEMNESA)


A. Keluhan Utama
Kedua tangan dan kedua tungkai bawah terkena api di spbu 1 hari yang
lalu.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
 Kedua tangan dan kedua tungkai bawah terkena api saat melewati
spbu 1 hari yang lalu
 Saat ini pasien sudah tidak merasa sakit pada bagian yang terkena
 Namun pasien masih belum bisa berjalan
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada
D. Riwayat Pengobatan
Pasien mendapat perawatan luka bakar sebelumnya di RS Kerinci,
diberikan salep dan obat oral namun pasien lupa nama obatnya.
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada
F. Riwayat Pekerjaan, Ekonomi, Kejiwaan, Kebiasaan, dll
 Pasien adalah ibu rumah tangga
 Tidak ada riwayat kejiwaan
G. Riwayat Alergi
Tidak ada
H. Riwayat Sexual
Tidak ada
I. Review of System
 Ekstremitas atas kiri dan kanan (punggung tangan dan bagian
didekat siku) mengalami luka bakar
 Ekstremitas bawah kiri dan kanan (area pergelangan kaki sampai
jari kaki) mengalami luka bakar
III. PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan umum : sakit sedang
 Kesadaran : composmentis cooperatif
 Tekanan darah : 110/70
 Frekuensi nadi : 80x/menit
 Frekuensi nafas : 16x/menit
 Suhu : 35⁰C
 KULIT
Pengelupasan kulit, berwarna merah muda, ada krusta pada punggung
tangan sampai pergelangan tangan kiri dan kanan, area atas siku kiri
dan kanan, tungkai bawah (dari atas pergelangan kaki sampai jari kaki)
kiri dan kanan.
 KEPALA
- Normochepal, Rambut hitam, tidak mudah dicabut
- Tidak ditemukan kelainan
 MATA
- Sklera : tidak ada ikterik
- Konjuntiva : tidak anemis
- Pupil isiokor 3mm/3mm
- Tidak ada tanda radang
- Tidak ditemukan kelainan
 TELINGA
- Tidak ditemukan kelainan
- Tidak ada tanda radang
- Nyeri tekan (-)
- Nyeri ketok mastoid (-)
 HIDUNG
- Tidak ditemukan kelainan
- Tidak ada tanda radang
 MULUT, GIGI, TENGGOROKAN
- Tidak ada sianosis
- Tidak ditemukan kelainan
- Tidak ada tanda radang
 LEHER
- Tidak terlihat massa/pembesaran kelenjar getah bening dan kelenjer
tiroid
- Tidak terlihat tanda radang
- Tidak teraba massa/pembesaran kelenjer getah bening dan kelenjar
tiroid
 DINDING DADA
- Normochest
- Simestris on statis dan dinamis
- Retraksi dinding dada (-)
 PARU DEPAN
- Palpasi : fremitus dada kanan=kiri
- Perkusi : sonor diseluruh lapangan paru
kanan dan kiri
Batas paru-hepar → ditemukan setinggi ICS 5,
linea midclavicula
- Auskultasi : suara nafas vesikular, tidak ada suara
nafas tambahan
 JANTUNG
- Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus kordis teraba di RIC 5,
linea midclavicula sinistra, angkat kuat, tidak
ada thrill
Batas jantung kanan → RIC 3-4, linea parasternal
dextra
Batas pinggang jantung → RIC 2, linea
parasternal sinistra
Batas jantung kiri → RIC 5, linea midclavicula sisnitra
- Auskultasi : tidak ada bising jantung
 ABDOMEN
- Inspeksi : tidak ditemukan kelainan, tidak ada
tanda radang, tidak terlihat massa/pembesaran,
tidak ada hernia umbilikalis
- Palpasi : tidak ditemukan organomegali, tidak ada nyeri
tekan, tidak teraba massa
Hepar → teraba lunak, pinggir tajam, rata
Limfa → normal
- Perkusi : tidak ada nyeri ketok ginjal
- Auskultasi : bising usus normal (8x/mnt)
 PUNGGUNG
Tidak ditemukan kelainan
PARU BELAKANG
- Inspeksi : pergerakan saat bernafas simetris
- Palpasi : fremitus kiri=kanan
- Perkusi : sonor dilapangan paru kiri dan kanan
Batas paru bawah → ditemukan setinggi Th 10, peranjakan paru
ditemukan setinggi Th12
- Auskultasi : suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan
 EKSTREMITAS ATAS
- Refilling capiler normal (<2dtk)
- Akral hangat
- Punggung tangan kanan dan kiri serta area atas siku kiri dan kanan
terdapat luka bakar, sudah kering, berwarna merah mudah, ada
krusta
 EKSTREMITAS BAWAH
Bagian tungkai bawah, dimulai dari area atas pergelangan kaki sampai
jari kaki kiri dan kanan terdapat luka bakar yang dibalut, belum kering
 STATUS LOKALIS
Ekstremitas atas kanan : 3½%

Ekstremitas atas kiri : 3½%

Ektremitas bawah kanan : 3½%

Ekstremitas bawah kiri : 3½%

Total Burn : 14%

IV. DIAGNOSA
Luka bakar derajat I-II

Anda mungkin juga menyukai