Laporan Kasus Luka Bakar
Laporan Kasus Luka Bakar
Junior Preclerkship
Oleh:
Tutor
dr. Benni Raymond, SpBP-RE
2019
TINJAUAN PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
Luka bakar atau combusio adalah suatu bentuk kerusakan dan kehilangan jaringan
disebabkan kontak dengan sumber suhu yang sangat tinggi seperti kobaran api di tubuh
(flame), jilitan api ke tubuh (flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas
(kontak panas), akibat serangan listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta sengatan
matahari (sunburn) dan suhu yang sangat tinggi Di Indonesia, luka bakar masih
merupakan problem yang berat. Perawatan dan rehabilitasinya masih sukar dan
memerlukan ketekunan, biaya mahal, tenaga terlatih dan terampil. Oleh karena itu,
penanganan luka bakar lebih tepat dikelola oleh suatu tim trauma yang terdiri dari
spesialis bedah (bedah anak, bedah plastik, bedah thoraks, bedah umum), intensifis,
spesialis penyakit dalam, ahli gizi, rehabilitasi medik, psikiatri, dan psikologi Prinsip
yang dimaksud adalah kewaspadaan yang tinggi akan terjadinya gangguan jalan napas
pada trauma inhalasi, serta mempertahankan hemodinamik dalam batas normal melalui
resusitasi cairan. Dokter penolong juga harus waspada dalam melaksanakan tindakan
untuk mencegah dan mengobati penyulit trauma termal, seperti misalnya rhabfomiolisis
dan gangguan irama jantung yang sering terjadi pada trauma listrik. Kontrol suhu tubuh
dan menyingkirkan penderita dari lingkungan yang berbahaya juga merupakan prinsip
utama pengelolaan trauma termal.
II. EPIDEMIOLOGI
Dari laporan American Burn Association 2012 dikatakan bahwa angka morbiditas
96,1% lebih banyak terjadi pada wanita (69%). Berdasarkan tempat kejadian, 69 % di
rumah tangga dan 9% di tempat kerja, 7% di jalan raya, 5% di rekreasi atau olahraga
10% dan lain-lain.
Menurut surat kabar Tribun pada tanggal 8 Februari 2012, pada Simposium Indonesia
Burn and Wound Care Meeting yang diselengarakan Universitas Padjadjaran di Bandung
dilaporkan data terakhir yang dikeluarkan unit luka bakar RSCM Januari 1998 - Mei 2001
menunjukkan bahwa 60% karena kecelakaan rumah tangga, 20% karena kecelakaan
kerja, dan 20% sisanya karena sebab-sebab lain. Dan angka kematian akibat luka bakar
pun di Indonesia masih tinggi, sekitar 40%, terutama diakibatkan luka bakar berat.
IV. ETIOLOGI
Luka bakar pada kulit bisa disebabkan karena panas, dingin, ataupun zat
kimia.Ketika kulit terkena panas, maka kedalaman luka dipengaruhi oleh derajat panas ,
durasi kontak panas pada kulit dan ketebalan kulit.
1. Luka Bakar Termal (Thermal Burns)
Luka bakar termal disebabkan oleh air panas(scald), jilitan api ke tubuh
(flash), koboran api ke tubuh (flame) dan akibat terpapar atau kontak dengan objek-
objek panas lainnya (misalnya plastik logam panas dan lain-lain).
2. Luka Bakar Zat Kimia( Chemical Burns)
Luka bakar kimia biasanya disebabaka oleh asam kuat atau alkali yang biasa
digunakan bidang industri, militer, ataupun bahan pembersih yang sering digunakan
untuk keperluan rumah tangga.
3. Luka Bakar Listrik(Electrical Burns)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan ledakan.
Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling
rendah; dalam hal ini cairan. Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khususnya
tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Seringkali
kerusakan berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun
ground.
4. Luka Bakar Radiasi (Radiation Exposure)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe
luka bakar ini sering disebabkan oleh penggunaaan radioaktif untuk keperluan
terapeutik dalam kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu
lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi.
1. Luka bakar derajat 1 (luka bakar superfisial). Luka bakar hanya terbatas pada lapisan
epidermis. Luka bakar derajat ini ditandai dengan kemerahan yang biasanya akan sembuh
tanpa jaringan parut dalam waktu 5 – 7 hari.
Gambar 1. Luka Bakar Derajat I
Gambar 3. Evaluasi luka bakar derajat 2 Gambar 5 Evaluasi luka bakar derajat 2
— 1 jam —dua hari, lepuh tampak
Gambar 4 Evaluasi luka bakar derajat 2 – 1 hari
IX. PENATALAKSANAAN
1. Prehospital
Hal pertama yang harus dilakukan jika menemukan pasien luka bakar di
tempat kejadian adalah menghentikan proses kebakaran. Maksudnya adalah
membebaskan pasien dari pajanan atau sumber dengan memperhatikan keselamatan
diri sendiri. Bahan yang meleleh atau menempel pada kulit tidak bisa dilepaskan. Air
suhu kamar dapat disiriamkan ke atas luka dalam waktu 15 menit sejak kejadian,
namun air dingin tidak dapat diberikan untuk mencegah terjadinya hipotermia dan
vasokonstriksi.
2. Resusitasi jalan nafas
Bertujuan untuk mengupayakan suplai oksigen yang adekuat. Pada luka bakar
dengan kecurigaan cedera inhalasi, tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema
mukosa menimbulkan manifestasi obstruksi. Sebelum dilakukan intubasi, oksigen
100% diberikan dengan menggunakan face mask. Intubasi bertujuan untuk
mempertahankan patensi jalan napas, fasilitas pemeliharaan jalan napas (penghisapan
sekret) dan broncoalveolar lavage. Krikotiroidotomi masih menjadi perdebatan
karena dianggap terlalu agresif dan morbiditasnya lebih besar dibandingkan intubasi.
Krikotiroidotomi dilakukan pada kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan
ETT yaitu lebih dari 2 minggu pada luka bakar luas yang disertaicedera inhalasi.
Kemudian dilakukan pemberian oksigen 2-4 liter/menit melalui pipa endotracheal.
Terapi inhalasi mengupayakan suasana udara yang lebih baik disaluran napas dengan
cara uap air menurunkan suhu yang meningkat pada proses inflamasi dan mencairkan
sekret yang kental sehingga lebih mudah dikeluarkan. Pada cedera inhalasi perlu
dilakukan pemantauan gejala dan distres pernapasan. Gejala dan tanda berupa sesak,
gelisah,takipneu, pernapasan dangkal, bekerjanya otot-otot bantu pernapasan dan
stridor. Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah analisa gas darah serial
dan foto thorax.
3. Resusitasi cairan
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar adalah:
1. Preservasi reperfusi yang adekuat dan seimbang diseluruh pembuluh vaskuler
regional sehingga tidak terjadi iskemia jaringan
2. Minimalisasi dan eliminasi pemberian cairan bebas yang tidak diperlukan.
3. Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskuler untuk menjamin survival
seluruh sel
4. Minimalisasi respon inflamasi dan hipermetabolik dan mengupayakan stabilisasi
pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologis.
I. Jenis cairan
Terdapat tiga jenis cairan secara umum yaitu kristaloid, cairan hipertonik
dan koloid:
Larutan kristaloid
Larutan ini terdiri atas cairan dan elektrolit. Contoh larutan ini adalah Ringer
Laktat dan NaCl 0,9%. Komposisi elektrolit mendekati kadarnya dalam plasma
atau memiliki osmolalitas hampir sama dengan plasma. Pada keadaan normal,
cairan ini tidak hanya dipertahankan di ruang intravaskular karena cairan ini
banyak keluar ke ruang interstisial. Pemberian 1 L Ringer Laktat (RL) akan
meningkatkan volume intravaskuer 300 ml.
Larutan hipertonik
Larutan ini dapat meningkatkan volume intravaskuler 2,5 kali dan
penggunaannya dapat mengurangi kebutuhan cairan kristaloid. Larutan garam
hiperonik tersedia dalam beberapa konsentrasi, yaitu NaCl 1,8%, 3%, 5 %, 7,5%
dan 10%. Osmolalitas cairan ini melebihi cairan intraseluler sehingga cairan akan
berpindah dari intraseluler ke ekstraseluler. Larutan garam hipertonik
meningkatkan volume intravaskuler melalui mekanisme penarikan cairan dari
intraseluler.
Larutan koloid
Contoh larutan koloid adalah Hydroxy-ethyl starch (HES) dan Dextran.
Molekul koloid cukup besar sehingga tidak dapat melintasi membran kapiler, oleh
karena itu sebagian akan tetap dipertahankan didalam ruang intravaskuler. Pada
luka bakar dan sepsis, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sehingga molekul
akan berpindah ke ruang interstisium. Hal ini akan memperburuk edema
interstisium yang ada.
HES merupakan suatu bentuk hydroxy-substitued amilopectin sintetik, HES
berbentuk larutan 6% dan 10% dalam larutan fisiologik. T ½ dalam plasma selama
5 hari, tidak bersifat toksik, memiliki efek samping koagulopati namun umumnya
tidak menyebabkan masalah klinis. HES dapat memperbaiki permeabilitas kapiler
dengan cara menutup celah interseluler pada lapisan endotel sehingga
menghentian kebocoran cairan, elektrolit dan protein. Penelitian terakhir
mengemukakan bahwa HES memiliki efek antiinflamasi dengan menurunkan lipid
protein complex yang dihasilkan oleh endotel, hal ini diikuti oleh perbaikan
permeabilitas kapiler. Efek anti inflamasi diharapkan dapat mencegah terjadinya
SIRS.
Rumus Baxter:
Pada dewasa:
1. Hari I: 3-4 ml x kgBB x % luas luka bakar
2. Hari II: Koloid: 200-2000 cc + glukosa 5%
Pemberian cairan ½ volume pada 8 jam pertama dan ½ volume diberikan 16 jam berikutnya.
Pada anak:
Hari I:
Kebutuhan Faal:
4. Perawatan luka
Perawatan luka dilakukan setelah tindakan resusitasi jalan napas, mekanisme bernapas
dan resusitasi cairan dilakukan. Tindakan meliputi debridement secara alami, mekanik
(nekrotomi) atau tindakan bedah (eksisi), pencucian luka, wound dressing dan pemberian
antibiotik topikal . Tujuan perawatan luka adalah untuk menutup luka dengan mengupaya
proses reepiteliasasi, mencegah infeksi, mengurangi jaringan parut dan kontraktur dan
untuk menyamankan pasien. Debridement diusahakan sedini mungkin untuk membuang
jaringan mati dengan jalan eksisi tangensial. Tindakan ini dilakukan setelah keadaan
penderita stabil, karena merupakan tindakan yang cukup berat. Untuk bullae ukuran kecil
tindakannya konservatif sedangkan untuk ukuran besar(>5cm) dipecahkan tanpa
membuang lapisan epidermis diatasnya.
Pengangkatan keropeng (eskar) atau eskarotomi dilakukan juga pada luka bakar
derajat III yang melingkar pada ekstremitas atau tubuh sebab pengerutan keropeng(eskar)
da pembengkakan yang terus berlangsung dapat mengakibatkan penjepitan (compartment
syndrome) yang membahayakan sirkulasi sehingga bahgian distal iskemik dan
nekrosis(mati). Tanda dini penjepitan (compartment syndrome) berupa nyeri kemudian
kehilangan daya rasa (sensibilitas) menjadi kebas pada ujung-ujung distal. Keaadan ini
harus cepat ditolong dengan membuat irisan memanjang yang membuka keropeng sampai
penjepitan bebas.
Pencucian luka dilakukan dengan hidroterapi yaitu memandikan pasien atau dengan
air hangat mengalir dan sabun mandi bayi. Lalu luka dibalut dengan kasa lembab steril
dengan atau tanpa krim pelembap. Perawatan luka tertutup dengan occlusive dressing
untuk mencegah penguapan berlebihan. Penggunaan tulle (antibiotik dalam bentuk
sediaan kasa) berfungsi sebagai penutup luka yang memfasilitasi drainage dan epitelisasi.
Sedangkan krim antibiotik diperlukan untuk mengatasi infeksi pada luka.
6. Lain-lain
Pemberian antibiotik pada kasus luka bakar bertujuan sebagai profilaksis infeksi dan
mengatasi infeksi yang sudah terjadi. Dalam3-5 hari pertana populasi kuman yang sering
dijumpai adalah bakteri Gram positif non-patogen.Sedangkan hari 5-10 adalah bakteri
Gram negative patogen. Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera, luka masih dalam keadaan
steril sehingga tidak diperlukan antibiotik. Beberapa antibiotik topikal yang dapat
digunakan adalah silver sulfadiazine 1%, silver nitrate dan mafenide (sulfamylon) dan
xerofom/bacitracin. Antasida diberikan untuk pencegahan tukak beban (tukak
stress/stress ulcer), antipiretik bila suhu tinggi dan analgetik bila nyeri.
Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan keseimbnagan
nitrogen yang negatif pada fase katabolisme, yaitu sebanyak 2500-3000 kalori sehari
dengan kadar protein tinggi. Kalau perlu makanan diberikan melalui enteral atau
ditambah dengan nutrisi parenteral. Pemberian nutrisi enteral dini melalui nasaogastik
dalam 24 jam pertama pasca cedera bertujuan untuk mencegah terjadinya atrofi mukosa
usus. Pemberian enteral dilakukan dengan aman bila Gastric Residual Volume (GRV)
<150 ml/jam yang menandakan pasase saluran cerna baik.
Penderita yang sudah mulai stabil keadaannya perlu fisioterapi untuk
memperlancarkan peredaran darah dan mencegah kekakuan sendi. Kalau perlu sendi
diistirahatkan dalam posisi fungsional degan bidai.Penderita luka bakar luas harus
dipantau terus menerus. Keberhasilan pemberian cairan dapat dilihat dari diuresis normal
yaitu 1ml/kgBB/jam. Yang penting juga adalah sirkulasi normal atau tidak dengan
menilai produksi urin,analisa gas darah, elektrolit, hemoglobin dan hematokrit.
X. KOMPLIKASI
Komplikasi pada luka bakar dibagi menjadi dua, yaitu komplikasi saat
perawatan kritis atau akut dan komplikasi yang berhubungan dengan eksisi dan
grafting.Kompilkasi yang dapat terjadi pada masa akut adalah SIRS, sepsis dan
MODS.Selain itu komplikasi pada gastrointestinal juga dapat terjadi, yaitu atrofi
mukosa, ulserasi dan perdarahan mukosa, motilitas usus menurun dan ileus. Pada ginjal
dapat terjadi acute tubular necrosis karena perfusi ke renal menurun. Skin graft loss
merupakan komplikasi yang sering terjadi, hal ini disebabkan oleh hematoma, infeksi
dan robeknya graft. Pada fase lanjut suatu luka bakar, dapat terjadi jaringan parut pada
kulit berupa jaringan parut hipertrofik., keloid dan kontraktur.Kontraktur kulit dapat
menganggu fungsi dan menyebabkan kekeauan sendi. Kekakuan sendi memerlukan
program fisioterapi yang intensif dan kontraktur memerlukan tindakan bedah.
XI. PROGNOSIS
Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas permukaan badan
yang terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti infeksi, dan kecepatan pengobatan
medikamentosa. Luka bakar minor ini dapat sembuh 5-10 hari tanpa adanya jaringan
parut. Luka bakar moderat dapat sembuh dalam 10-14 hari dan mugkin dapat
menimbulkan luka parut. Jaringan parut akan membatasi gerakan dan fungsi. Dalam
beberapa kasus, pembedahan dapat diperlukan untuk membuang jaringan parut.
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. U
Umur/Tanggal Lahir : 39 th/ 16 April 1980
Jenis kelamin : perempuan
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Negeri asal : kerinci
Agama : islam
Status perkawinan : kawin
Masuk RS : 17 September 2019, 16.00 wib
Tanggal pemeriksaan : 18 September 2019
IV. DIAGNOSA
Luka bakar derajat I-II