Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN TERDAHULU

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Produktivitas

2.1.1.1 Definisi Produktivitas

Pengertian produktivitas menurut Daryanto (2012:41), adalah sebuah


konsep yang menggambarkan hubungan antara hasil (jumlah barang dan atau jasa
yang diproduksi) dengan sumber (jumlah tenaga kerja, modal, tanah, energi, dan
sebagainya) untuk menghasilkan hasil tersebut.

Pengertian produktivitas menurut Melayu S.P. Hasibuan (2012:94),


produktivitas kerja adalah perbandingan antara output dengan input, dimana
output-nya harus mempunyai nilai tambah dan teknik pengerjaannya yang lebih
baik.

Sedangkan menurut Muchdarsyah Sinugun (2015:16), pengertian


produktivitas dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu:
a. Rumusan tradisional bagi keseluruhan produktivitas tidak lain ialah ratio dari
pada apa yang dihasilkan (output) terhadap keseluruhan peralatan produksi
yang dipergunakan (input).
b. Produktivitas pada dasarnya adalah suatu sikap mental yang selalu mempunyai
pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik dari pada kemarin, dan
hari esok akan lebih baik dari hari ini.
c. Produktivitas merupakan interaksi terpadu secara serasi dari tiga faktor
efensial, yakni: investasi termasuk penggunaan pengetahuan dan teknologi
serta riset dan tenaga kerja.

Menurut Nasution (2016), produktivitas adalah sebuah konsep yang


menggambarkan hubungan antara mereka (jumlah barang dan jasa yang
diproduksi) dengan sumber (yang jumlah tenaga kerja, modal, tanah, energi, dll)
yang digunakan untuk menghasilkan hasil.

5
6

Berdasarkan pengertian produktivitas menurut para ahli diatas maka dapat


disimpulkan bahwa produktivitas adalah tingkat penghasilan perusahaan yang
terus menerus di perbaiki agar semakin hari semakin baik dan mendatangkan
income yang menguntungkan bagi perusahaan.

2.1.1.2 Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja

Berbagai faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja karyawan yang


dikemukakan oleh Sedarmayanti (Dunggio, 2013), diantaranya adalah:
1. Sikap mental, berupa:
a. Motivasi kerja
b. Disiplin kerja
c. Etika kerja
2. Pendidikan dan pelatihan
Pada umumnya orang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan
mempunyai wawasan yang lebih luas terutama penghayatan akan arti
pentingnya produktivitas. Pendidikan disini dapat berarti pendidikan formal
maupun non formal.
3. Keterampilan
Pada aspek tertentu apabila pegawai semakin terampil, maka akan lebih
mampu bekerja serta menggunakan fasilitas kerja dengan baik. Pegawai akan
lebih terampil apabila mempunyai kecakapan (ability) dan pengalaman
(experience) yang cukup.
4. Manajemen
Pengertian manajemen disini dapat berkaitan dengan sistem yang diterapkan
oleh pimpinan untuk mengelola atau memimpin serta mengendalikan staf atau
bawahannya.
5. Hubungan industrial
Dengan menciptakan hubungan kerja yang serasi dan dinamis antara pimpinan
dan bawahan dalam organisasi akan menciptkan ketenagan kerja sehingga
dapat memberikan motivasi secara produktif, serta dapat menumbuhkan
partisipasi aktif dalam usaha meningkatkan produktivitas.
6. Tingkat penghasilan
7

Apabila tingkat penghasilan memadai maka dapat menimbulkan konsentrasi


kerja dan kemampuan yang dimiliki dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan
produktivitas.
7. Gizi dan Kesehatan
Apabila pegawai dapat dipenuhi gizi dan berbadan sehat, maka akan lebih kuat
bekerja, apalagi bila mempunyai semangat kerja yang tinggi maka akan dapat
meningkatkan produktivitas kerjanya.
8. Jaminan sosial
Jaminan sosial yang diberikan oleh suatu organisasi kepada pegawainya
dimaksudkan untuk meningkatkan pengabdian dan semangat kerja.
9. Lingkungan dan iklim kerja
Lingkungan dan iklim kerja yang baik akan mendorong pegawai agar senang
bekerja dan meningkatkan rasa tanggung jawab untuk melakukan pekerjaan
dengan lebih baik menuju ke arah peningkatan produktivitas.
10. Sarana produksi
Mutu sarana produksi berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas.
Apabila sarana produksi yang digunakan tidak baik, kadang-kadang dapat
menimbulkan pemborosan bahan yang dipakai.
11. Kesempatan berprestasi
Apabila terbuka kesempatan untuk berprestasi, maka akan menimbulkan
dorongan psikologis untuk meningkatkan dedikasi serta pemanfaatan potensi
yang dimiliki untuk meningkatkan produktivitas kerja.

2.1.1.3 Pengukuran Produktivitas

Menurut Widodo dalam Putra (2013), cara pengukuran produktivitas


tenaga kerja dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, diantaranya:
Jumlah Hasil Produksi
Produktivitas Tenaga Kerja = Satuan Waktu

Jumlah Yang Dihasilkan


Atau = Masukan Tenaga Kerja

Pengukuran produktivitas kerja ini mempunyai peranan penting untuk


mengetahui produktivitas kerja dari para karyawan sehingga dapat diketahui
8

sejauh mana produktivitas yang dapat dicapai oleh karyawan. Selain itu
pengukuran produktivitas juga dapat digunakan sebagai pedoman bagi para
manajer untuk meningkatkan produktivitas kerja sesuai dengan apa yang
diharapkan oleh perusahaan. Sedangkan menurut Muchdarsyah Sinungan
(2015:30-35), sebagai berikut:
1. Produktivitas Total adalah perbandingan antara total keluaran (output) dengan
total masukan (input) persatuan waktu. Dalam perhitungan produktivitas total,
semua faktor masukan (tenaga kerja, capital, bahan, energy) terhadap total
keluaran harus diperhitungkan.
Hasil Total
Total Produktivitas = Masukan Total

2. Produktivitas parsial adalah perbandingan dari keluaran dengan satu jenis


masukan atau input persatuan waktu, seperti upah tenaga kerja, capital, bahan,
energi, beban kerja, dll.
Hasil Parsial
Produktivitas Parsial = Masukan Total

3. Produktivitas perusahaan dapat dinyatakan sebagai berikut:


Qt
Pt = L+C+R+Q

Pt = Produktivitas total (total productivity).


L = Faktor masukan tenaga kerja (labour input factor).
C = Faktor masukan modal (capital input factor).
R = Masukan bahan mentah dan barang-barang yang dibeli (raw material
and purchased parts input).
Q = Faktor masukan barang-barang dan jasa-jasa yang beraneka macam
(order miscellaneous goods and services input factor).
Qt = Hasil total (total output)

Agar susunan daftar produktivitas dari waktu ke waktu sebanding, setiap


susunan daftar harus di sesuaikan dengan nilai waktu dasar yang menggunakan
harga-harga paten. Oleh karena itu, melalui pengukuran produktivitas kita dapat
menghitung tenaga kerja, modal serta faktor-faktor produktivitas lainnya.
Akibatnya produktivitas faktor total merupakan rata-rata tenaga kerja dan
produktivitas modal yang diukur.
9

2.1.1.4 Aspek-Aspek Produktivitas

Produktivitas kerja menurut Jackson dalam Agustin (2014), mengatakan


bahwa ada empat aspek yang menentukan besar kecilnya produktivitas kerja
seseorang, antara lain:
1. Keterampilan Dimana setiap pekerja ingin dengan segera menyelesaikan
pekerjaannya dan memiliki motivasi untuk berkembang.
2. Kemampuan Berusaha meningkatkan kemampuan dan kualitas kerja.
3. Sikap Memiliki sikap yang siap dan sigap serta loyalitas dalam bekerja.
4. Perilaku Dimana setiap pekerja selalu ingin meningkatkan hasil produksi dan
setiap pekerja selelau bekerjasama dalam berbagai hal.

2.1.1.5 Manfaat Dari Penilaian Produktivitas

Menurut Muchdarsyah Sinungan (2005:126), manfaat dari pengukuran


produktivitas kerja adalah sebagai beikut:
1. Umpan balik pelaksanaan kerja untuk memperbaiki produktivitas kerja
karyawan.
2. Evaluasi produktivitas kerja digunakan untuk penyelesaian misalnya:
pemberian bonus dan bentuk kompensasi lainnya.
3. Untuk keputusan-keputusan penetapan, misalnya: promosi, transfer dan
demosi.
4. Untuk kebutuhan latihan dan pengembangan.
5. Untuk perencanaan dan pengembangan karier.
6. Untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan proses staffing.
7. Untuk mengetahui ketidak akuratan informal.
8. Untuk memberikan kesempatan kerja yang adil.

2.1.2 Lean Manufacturing

2.1.2.1 Definisi Lean

Menurut Gaspersz (2008), lean adalah suatu upaya terus menerus


(continuous improvement effort) untuk menghilangkan pemborosan (waste),
10

meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang dan/ jasa) dan
memberikan nilai kepada pelanggan (customer value).

Menurut Gaspersz (2007), terdapat lima prinsip dasar lean yaitu:


1. Mengidentifikasi nilai produk (barang dan/jasa) berdasarkan prespektif
pelanggan, dimana pelanggan menginginkan produk (barang/jasa) berkualitas
superior, dengan harga yang kompetitif pada pelayanan yang tepat waktu.
2. Mengidentifikasi pemetaan proses pada value stream (value stream process
mapping) untuk setiap produk (barang/jasa).
3. Menghilangkan pemborosan yang tidak bernilai tambah dari semua aktivitas
sepanjang value stream.
4. Mengorganisasikan agar material, informasi, dan produk itu mengalir secara
lancar dan efisien sepanjang proses value stream menggunakan sistem tarik
(pull system).
5. Mencari terus menerus berbagai teknik dan alat-alat peningkatan untuk
mencapai keunggulan dan peningkatan terus menerus.

2.1.2.2 Konsep Lean Manufacturing

Lean manufacturing atau lean production atau lebih dikenal sebagai lean,
merupakan metode optimal untuk memproduksi barang melalui peniadaan waste
(Lonnie, 2010). Metode ini terdiri dari sekumpulan teknik yang jika dikombinasi
akan mengurangi dan menghilangkan waste.

Lean sebagai suatu filosofi bisnis yang berlandaskan pada minimasi


penggunaan sumber daya termasuk waktu dalam berbagai aktivitas perusahaan
(Gaspersz, 2011). Konsep pendekatan ini dirintis oleh Taichi Ohno dan Shigeo
Shingo dimana implementasi dari konsep ini didasarkan pada 5 prinsip, yaitu
understand the customer value, value stream analysis, flow, pull, dan perfection
(Anvari & Hojjati, 2011).

The Association for Operation Management (2013), menyebutkan bahwa


Lean adalah sebuah filosofi bisnis yang berlandaskan pada minimasi penggunaan
sumber-sumber daya produksi dalam berbagai aktivitas perusahaan, melalui upaya
perbaikan dan peningkatan terus menerus, yang berfokus pada identifikasi dan
11

eliminasi aktivitas-aktivitas dalam bidang design, manufaktur, jasa, maupun


supply chain management yang berkaitan langsung dengan pelanggan.

2.1.3 Pemborosan (Waste)

2.1.3.1 Definisi Pemborosan (Waste)

Menurut Vincet Gaspersz dalam bukunya yang berjudul “Lean Six Sigma”
(2007) Pemborosan (waste) dapat difenisikan sebagai segala aktivitas kerja yang
tidak memberikan nilai tambah dalam proses transformasi input menjadi output
sepanjang value stream (proses untuk membuat, memproduksi, dan menyerahkan
produk baik barang dan atau jasa ke pasar).

Menurut Heizer dan Render (2009), Pemborosan terjadi pada proses bisnis
pabrik yang sering ditemukan seperti produk cacat, kelebihan persediaan,
pemborosan waktu dan sebagainya.

2.1.3.2 Jenis-Jenis Waste

Menurut Jurnal Teknik Hazmi at all (2012). “Penerapan Lean


Manufacturing Untuk Mereduksi waste”. Peningkatan untuk menimasi
pemborosan (waste) selama proses produksi terjadi adanya pemborosan antara
lain inappropriate processing, unnecessary inventory,waiting dan defect. Lean
Manufacturing merupakan pendekatan yang bertujuan untuk meminimasi
pemborosan yang terjadi pada aliran proses produksi.

Menurut Heizer dan Render (2009), dengan hal tersebut dapat dijelaskan 7
jenis pemborosan dikenal sebagai “MUDA” antara lain yaitu:
1. Produksi berlebih (Overproduction)
Produksi berlebih adalah menghasilkan produk atau barang yang secara
berlebihan dari yang dibutuhkan pelanggan. Dapat disimpulkan bahwa
pemborosan tersebut paling buruk yang sering ditemukan di pabrik. Karena
pemborosan ini terjadi memproduksi produk lebih banyak dari jumlah
pemesanan, sehingga pemborosan ini dapat menyebabkan permintaan menurun
dan tidak terjualnya persediaan (stock). Untuk mengatasi produksi berlebih,
12

dengan cara menjadwalkan dan memproduksi sesuai dengan jumlah yang


ditentukan.
2. Menunggu (Waiting)
Pemborosan terjadi pada saat tangan operator menganggur atau menunggu
proses. Pemborosan ini dapat terjadi pada gangguan mesin sehingga menunggu
perbaikan mesin, jalur kerja yang tidak seimbang. Dapat disimpulkan bahwa
pemborosan tersebut karena operator hanya melihat dan mengawasi proses
berjalannya mesin sehingga operator tidak melakukan apa-apa, dan pekerjaan
sepenuhnya telah dilakukan oleh mesin.
3. Memindahkan (Transporting)
Pemborosan memindahkan (transporting) terjadi pada kegiatan pergerakan
yang berlebihan dan penanganan yang berlebihan bisa menimbulkan kerusakan
serta kemungkinan menyebabkan mutu produk menurun. Hal ini terjadi pada
produk yang ditangani secara berulang-ulang dari satu proses ke proses
berikutnya tanpa memberikan nilai tambah produk.
4. Proses (Processing)
Pemborosan ini terjadi adanya teknologi yang kurang tepat atau rancangan
produk yang kurang baik. Pemborosan proses ini terjadi pada banyak kasus
seperti yang diakibatkan karena kegagalan melakukan sinkronisasi proses.
Operator seringkali melakukan pekerjaannya pada bidang tertentu lebih teliti
dari yang diisyaratkan.
5. Persediaan (Inventory)
Pemborosan persediaan hampir sama dengan pemborosan produksi berlebih,
hanya saja pemborosan persediaan merupakan pembelian bahan material yang
terlalu banyak, sehingga persediaan menjadi menumpuk digudang. Oleh sebab
itu untuk mengurangi pemborosan persediaan dengan cara yang menyingkirkan
barang-barang persediaan yang tidak diperlukan, tidak membeli barang
barang- barang dalam ukuran besar, dan tidak memproduksi barang yang tidak
dibutuhkan pada proses berikut.
6. Gerakan (Motion)
Terjadi karena adanya gerakan pekerja yang tidak berkaitan langsung dengan
nilai tambah. Hal tersebut sangat berpengaruh pada efisiensi dari jalur produksi
13

itu sendiri. Secara spesifik, semua gerak kerja yang membutuhkan usaha fisik
berlebih dari pekerja merupakan pemborosan. Contoh gerakan tersebut adalah:
a. Gerakan hilir-mudik mencari alat bantu.
b. Mengambil dan mengembalikan alat ke tempat kerja yang letaknya
berjauhan.
7. Cacat (Defects)
Pemborosan yang terjadi karena harus ada pengerjaan ulang terhadap produk
atau bila produk cacat maka harus dimusnahkan. Hal ini berdampak pada:
a. Operator pada proses produksi berikutnya menunggu.
b. Menambah biaya produksi.
c. Memperpanjang lead time
d. Perlu kerja tambahan untuk membongkar dan mereparasi produk.

Menurut Gaspersz dan Fontana (2011), menjelaskan 7 jenis pemborosan


yaitu:
1. Overproduction
Memproduksi lebih dari kebutuhan pelanggan internal dan eksternal atau
memproduksi lebih cepat dari waktu kebutuhan pelanggan. Akar penyebabnya
karena kurang berkomunikasi, hanya berfokus pada kesibukan kerja masing-
masing, tidak memenuhi kebutuhan pelanggan.
2. Delays (waiting time)
Keterlambatan saat menunggu mesin, peralatan, bahan baku, supplier,
perawatan mesin dan sebagainya. Akar penyebabnya adalah waktu penggantian
produk yang panjang (long changover times), dan lain-lain.
3. Transportation
Memindahkan material dengan jarak yang sangat jauh dari satu proses ke
proses berikut yang dapat mengakibatkan waktu penanganan material
bertambah. Akar penyebabnya adalah tata letak yang jelek, kurang
berkoordinasi dalam proses, poor housekeeping, organisasi tempat kerja yang
jelek (poor workplace organization), lokasi penyimpanan material yang
banyak dan saling berjauhan (multiple and long distance storage locations).
4. Processes
14

Proses tambahan atau aktivitas kerja yang tidak perlu atau tidak efisien. Akar
penyebabnya adalah ketidakpastian dalam penggunaan peralatan, pemeliharaan
perlatan yang jelek (poor tooling maintenance), gagal mengombinasi operasi
kerja.
5. Inventories
Menyembunyikan masalah dan menimbulkan aktivitas penanganan tambahan
yang seharusnya tidak diperlukan. Akar penyebabnya adalah Peralatan yang
tidak andal (unreliable equipment), aliran kerja yang tidak seimbang
(unbalanced flow), pemasok yang tidak kapabel (incapable suppliers),
peramalan kebutuhan yang tidak akurat (inaccurate forecasting), ukuran batch
yang besar (large bath sizes), long changeover times.
6. Motions
Suatu pergerakan dari orang atau mesin yang tidak menambah nilai kepada
barang dan jasa yang akan diserahkan kepada pelanggan, tetapi hanya
menambah biaya dan waktu saja. Akar penyebabnya adalah metode kerja yang
tidak konsistem, organisasi lokasi kerja yang jelek, tata letak tidak diatur
dengan baik.
7. Defect products
Pengerjaan ulang terhadap produk atau bila produk cacat maka harus
dimusnahkan. Akar penyebabnya adalah Incapable processes, insufficent
training, ketiadaan prosedur-prosedur operasi standar.

2.1.4 Value Stream Mapping (VSM)


2.1.4.1 Pengertian Value Stream Mapping (VSM)

Value Stream Mapping (VSM) adalah perangkat dari manajeman kualitas


(quality management tools) yang dapat menyusun keadaan saat ini dari sebuah
proses dengan cara membuka kesempatan untuk melakukan perbaikan dan
mengurangi pemborosan. Secara umum, Value Stream Mapping berasal dari
prinsip Lean. Prinsip dari teori Lean adalah mengurangi pemborosan, menurunkan
persediaan (inventory) dan biaya operasional, memperbaiki kualitas produk,
meningkatkan produktivitas dan memastikan kenyamanan saat bekerja (Womack
et al, 1990).
15

Menurut Mike & John (2003), Value Stream Mapping adalah salah satu
metode pemetaan aliran produksi dan aliran informasi untuk memproduksikan
satu produk atau satu family produk, tidak hanya pada masing-masing area kerja,
tetapi pada tingkat total produksi serta mengidentifikasi kegiatan yang value
added dan non value added.

Value stream mapping adalah suatu alat yang digunakan sebagai langkah
awal dalam melakukan proses perubahan untuk mendapatkan kondisi perusahaan
yang proses produksinya ramping (Goriwondo et al,2011).

2.1.4.2 Indikator Performansi Value Stream Mapping (VSM)

Indikator performansi dari value stream mapping diantaranya meliputi


kualitas, biaya, dan lead time. Berikut adalah indikator performansi dari value
stream mapping (Daonil, 2012):
1. First Time Through (FIT) adalah merupakan persentasi unit yang diproses
sempurna dan sesuai dengan standar kualitas pada saat pertama proses tanpa
adanya scrap, rerun, retest, repair maupun returned.
2. Built to Schedule (BTS) merupakan pembuatan jadwal untuk melihat eksekusi
rencana pembuatan produk yang tepat dengan waktu dan urutan yang benar.
3. Dock to Dock Time (DTD) ialah waktu antara unloading raw material dan
produk jadi yang telah selesai untuk kemudian siap dikirim kepada konsumen.
4. Overall Equipment Effectiveness (OEE) yakni mengukur ketersediaan, efisiensi
dan kualitas peralatan-peralatan yang digunakan dan sebagai batasan kapasitas
utilisasi dari suatu operasi.
5. Value Rate/Ratio adalah persentasi dari seluruh kegiatan yang bernilai tambah
(value added).
6. TAKT Time merupakan perbandingan/rasio dimana perusahaan harus mampu
memproduksi untuk memenuhi kebutuhan dan memuaskan permintaan dari
konsumen. TAKT Time dihitung dengan cara membagi antara waktu
kemampuan bekerja per shift dengan banyaknya jumlah permintaan konsumen
per shift (Singh & Sharma, 2009)
16

7. Value Adding Time merupakan waktu yang digunakan untuk memberikan nilai
aktual bagi suatu produk.
8. Non-value Adding Time yakni waktu yang dipergunakan untuk melakukan
aktivitas yang tidak bernilai tambah bagi suatu produk.
9. Production Lead Time adalah waktu total yang diperlukan untuk melakukan
pengiriman bahan baku dari supplier.
10. Available Time merupakan waktu total yang digunakan untuk melakukan
kegiatan produksi dikurangi dengan waktu istirahat.
11. Cycle Time merupakan hasil dari available time dikurangi rataan downtime
dan defect time yang kemudian dibagi dengan volume produksi yang
dihasilkan.
12. Working Time merupakan waktu yang digunakan oleh operator untuk
melaksanakan kegiatan produksi.

2.1.4.3 Tahap Value Stream Mapping (VSM)

Value Stream Mapping (VSM) dapat dibagi menjadi beberapa tahap,


sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi kelompok dari Produk/Jasa.
2. Membuat value stream dari keadaan saat ini untuk menentukan problem yang
dihadapi dari sudut pandang Organisasi dan Pelanggan.
3. Menentukan Pemetaan yang ideal untuk masa depan.
4. Mengidentifikasi aksi perbaikan yang dibutuhkan untuk menutup celah antara
keadaan saat ini dengan keadaan yang ideal untuk masa depan.
5. Melakukan aksi perbaikan
6. Membuat suatu pemetaan baru untuk memeriksa apakah masalah pada point 2
sudah dihilangkan.

2.1.4.4 Menentukan Keadaan Dengan VSM

Keyte dan Locher (2004) menjelaskan bahwa pencapaian VSM, dimana


selama ini sudah menggunakan pengaturan manufaktur tradisional, dapat
diterapkan kepada pengaturan Jasa, juga termasuk proses administrasi. Dalam
17

pegaturan Jasa, menentukan keadaan saat ini atau masa depan dari value
stream untuk proses spesifik dapat dilakukan dengan cara:
1. Menentukan titik awal dan titik akhir dari sebuah proses.
2. Mengenal seluruh stakeholder.
3. Mengetahui metric mana yang digunakan untuk mewakili nilai dari seluruh
proses
4. Membuat diagram alir untuk mengetahui seluruh langkah terdahulu dan
berturut-turut menuju langkah yang spesifik.
5. Mengukur metric pada point 3 mengenai jumlah penggunaan dan pemborosan
saat bekerja.
6. Mengidentifikasi kesempatan untuk perbaikan
7. Mengidentifikasi aksi perbaikan untuk menunjukan kesempatan untuk
perbaikan tersebut.

2.1.5 Value Stream Analysis Tools (VALSAT)

Value Stream Analysis Tools atau VALSAT adalah alat bantu yang
digunakan sebagai alat bantu untuk memetakan secara detail aliran nilai yang
berfokus pada nilai tambah (value added). Pemetaan yang terperinci ini kemudian
dapat digunakan untuk menemukan penyebab waste yang terjadi (Hines &
Rich,2007).

Kelebihan VALSAT adalah sebagai berikut menurut Daoinil (2012):


1. Memasukkan minimal dua level dari value stream pada proses analisisnya.
2. Merupakan pendekatan yang kuat dengan memberikan suatu pengukuran
subjektif dan objektif yang dikombinasikan.
3. Mampu diterapkan pada berbagai posisi di dalam value stream.
4. Berguna sebagai alat perencanaan secara khusus dimana bila terdapat suatu
jaringan kompleks dari hubungan value stream yang sulit untuk dipisahkan.
5. Mampu memberi kesempatan untuk menganalisa bagaimana mencapai
terobosan utama sehingga kompetitor sulit untuk menirunya.
18

2.1.6 Cause and Effect Diagram/Fishbone Diagram

Diagram tulang ikan atau fishbone diagram adalah salah satu metode
untuk menganalisa penyebab dari sebuah masalah atau kondisi. Sering juga
diagram ini disebut dengan diagram sebab-akibat atau cause effect diagram.
Penemunya adalah Professor Kaoru Ishikawa, seorang ilmuwan Jepang yang juga
alumni teknik kimia Universitas Tokyo, pada tahun 1943. Sehingga sering juga
disebut dengan diagram Ishikawa.
Fishbone Diagram atau Cause and Effect Diagram ini dipergunakan untuk:
1. Mengidentifikasi akar penyebab dari suatu permasalahan
2. Mendapatkan ide-ide yang dapat memberikan solusi untuk pemecahaan suatu
masalah
3. Membantu dalam pencarian dan penyelidikan fakta lebih lanjut

Fungsi dasar diagram Fishbone (Tulang Ikan)/Cause and Effect (Sebab


dan Akibat)/Ishikawa adalah untuk mengidentifikasi dan mengorganisasi
penyebab-penyebab yang mungkin timbul dari suatu efek spesifik dan kemudian
memisahkan akar penyebabnya. Fishbone Diagram sendiri banyak digunakan
untuk membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah dan
membantu menemukan ide-ide untuk solusi suatu masalah.

2.1.9 Kerangka Berpikir


Kerangka berpikir dari penelitian ini adalah sebagai berikut pada Gambar
2.1:

UMKM Tangerang
Selatan

Identifikasi lamanya
produksi

Mengidentifikasi
adanya waste
19

Perhitungan Menurut Perhitungan lamanya


lamanya proses Menurut Perhitungan
menurut CV.ADN VSM

Analisis
perbandingan
kedua nya

(Sumber : Data Diolah Peneliti)


Gambar 2.3 Kerangka Fikir
2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu seperti pada Tabel 2.1:

Tabel 2.1 Perbandingan dengan Penelitian Terdahulu


N Nama Metode Hasil Persamaan Perbedaan
o Penelitian/Judul
Penelitian
1. Muhammad Luthfi Lean Hasil analisis Menggunakan Pada
Mustofa, Penerapan Manufacturin dengan PCE metode Lean penelitian ini
Lean g dengan VSM Manufacturin melakukan
Manufacturing dan diperoleh nilai g future state
usulan perbaikan PCE sebesar mapping
proses kerja untuk 2,5%. Setelah
meminimasi dilakukan
pemborosan (waste) analisis
pada produksi batu pemborosan
bata potorono,2018 yang terjadi
kemudian
digambar ulang
menggunakan
future
state mapping
dan diperoleh
nilai PCE
sebesar 96,1%.
20

2. Ganang Aditya Lean hasil analisis Menggunakan Menggunaka


Pambudi, Manufacturin diperoleh nilai metode yang n data yang
Peningkatan g efisiensi siklus sama lean berbeda
produktivitas proses (PCE) manufacturing
dengan minimasi berdasarkan
waste melalui gambaran dari
pendekatan lean value stream
manufacturing mapping
,2016 adalah 23,24%
dan tergolong
unlean.
Sedangkan
untuk
pengukuran
produktivitas
perusahaan
diketahui bahwa
terjadi
penurunan
produktivitas
terhadap
periode
sebelumnya
pada Juni
minggu ketiga,
Juli minggu
kedua dan
ketiga, serta
Agustus minggu
ketiga dan
keempat dengan
presentase
masing-masing
sebesar
21,51%,
26,77%,
44,82%,
16,78%, dan
15,18%.
3. Khadijah, Value stream membahas Menggunakan Tidak
Perancangan mapping tentang metode menggunakan
Perbaikan (VSM), mengidentifikas VALSAT relation
Proses Produksi VALSAT,dan i aktivitas yang diagram
Baja dengan relation merupakan
Pendekatan Lean diagram aktivitas
Manufacturing,201 pemborosan
3 (waste) dan
penyebabnya
pada proses
produksi baja
coil dan
merancang
usulan
21

perbaikan untuk
mengurangi
pemborosan
(waste) pada
proses produksi
baja coil. Dari
analisa data
dapat diketahui
bahwa
pemborosan
terbesar yaitu
transportation
sebesar 22.14%,
dan terendah
waiting sebesar
18.57 %.
4. Kurniawan, Metode asil penelitian Menganalisis Tidak
Perancangan VALSAT diketahui empat dengan dilakukan di
lean manufacturing pemborosan metode produksi
dengan metode (waste) dari VALSAT yang sama
valsat pada line yang terbesar
produksi drum yaitu inventory
brake type (20.41%),
IMV,2012 motion
(17.97%),
transportation
(15.17%) dan
waiting
(13.28%).
Sedangkan
untuk
aktivitas yang
bernilai tambah
(VA) sebesar
0.139%,
aktivitas yang
tidak
memberikan
nilai tambah
tetapi
dibutuhkan
(NNVA)
sebesar
10.0% dan
aktivitas yang
tidak
memberikan
nilai tambah
(NVA)
sebesar 89.82%.
22

5. Fanani, Big Picture Dari hasil Menggunakan Tidak


Implementasi lean Mapping analisa metode menggunakan
manufacturing (BPM), dan data dapat VALSAT data yang
untuk VALSAT diketahui sama
peningkatan bahwa skor
produktivitas, 2011 tertinggi
yaitu waiting
(29.17%).

(Sumber: Pengelolaan Data Jurnal dan Skripsi Terbuka)

Anda mungkin juga menyukai