Anda di halaman 1dari 7

Hubungan Merokok dengan Kejadian Hipertensi pada Laki-Laki di Ruang

Penyakit Dalam Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang

Terdapat permasalahan yang semakin lama semakin meningkat setiap

tahunnya, sehingga menyebabkan kematian dini pada masyarakat di dunia,

permasalahan tersebut adalah hipertensi. Hipertensi merupakan Penyakit Tidak

Menular (PTM) yang perlu menjadi fokus utama tidak hanya di Indonesia bahkan

dunia. Menurut (Mills et al, 2016), hipertensi adalah peningkatan tekanan darah

sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg.

Meningkatnya adrenalin tekanan darah melalui kontraksi arteri (vasokontriksi) dan

terjadi peningkatan denyut jantung, orang akan mengalami stress berlanjut, maka

tekanan darah akan tetap tinggi sehingga orang tersebut mengalami hipertensi

(Junaidy, 2010).

Hasil Riskesdas pada tahun 2018 menunjukkan prevalensi PTM

mengalami kenaikan, penyakit PTM tersebut antara lain kanker, stroke, penyakit

gagal ginjal kronik, diabetes miletus, dan hipertensi. Prevalensi kanker naik dari

1,4% menjadi 1,8%, stroke naik dari 7% menjadi 10,9%, gagal ginjal kronik naik

dari 2% menjadi 3,8%, diabetes mellitus naik dari 6,9% menjadi 8,5%, dan

hipertensi naik dari 25,8% menjadi 34,1%. Dari data tersebut terbukti bahwa

hipertensi menjadi prevalensi PTM yang paling banyak terjadi. Hipertensi juga

merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia, karena hipertensi bisa

merupakan pintu masuk atau faktor resiko yang menyebabkan banyak komplikasi,

misalnya jantung, gagal ginjal, dan stroke. Zaman sekarang hipertensi sering

dikenal berbagai orang dengan julukan “The Silent Killer”, karena menurut
Kemenkes 2018, “Penderita hipertensi sering mendapatkan dirinya sudah terdapat

penyakit penyulit atau komplikasi dari hipertensi padahal sebelumnya penderita

tidak tahu bahwa dirinya mengidap hipertensi, bahkan penderita merrasa tidak ada

keluhan”.

Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2015 ada

sekitar 1,13 miliyar orang didunia mengidap hipertensi, yang mana artinya

terdiagnosisis 1:3 orang di dunia. Karena penyandang hipertensi semkain lama

semakin meningkat setiap tahunnya, WHO memperkirakan pada tahun 2025

sebanyak 1,5 miliyar orang menderita hipertensi, dan akibat hipertensi dan

komplikasinya ini diperkirakan setiap tahunnya ada 9,4 juta orang meninggal dunia.

Berdasarkan Riskesdas 2018, data hipertensi berdasarkan golongan

umur didapatkan hasil kelompokkan berdasarkan umur 31-44 tahun (31,6%), umur

45-55 tahun (45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%), bahkan didapatkan juga hasil

pengukuran pada penduduk usia 18 tahun yang mengidap hipertensi sebesar 34,1%,

tertinggi di Kalimantan Selatan (44,1%), dan yang terendah di Papua (22,2%). Dari

prevalensi hipertensi sebesar 34,1% diketahui bahwa sebesar 8,8% terdiagnosa

hipertensi dan 13,3% orang yang terdiagnosis hipertensi tidak minum obat serta

32,3% tidak rutin minum obat, karena sebgaian besar penderita tidak mengetahui

bahwa dirinya hipertensi sehingga tidak dapat pengobatan. Banyak alasan kenapa

penderita hipertensi tidak minum obat anatar lain, penderita hipertensi merasa sehat

(59,8%), kunjungan tidak teratur ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes)

(31,3%), minum obat tradisional (14,5%), menggunakan terapi lain (12,5%), lupa

minum obat (11,5%), tidak mampu membeli obat (8,1%), terdapat efek samping

obat (4,5%), dan obat hipertensi tidak tersedia di fasyankes (2%).


Untuk wilayah Sumatera Selatan, hipertensi merupakan penyakit tidak

menular yang menduduki peringkat pertama. Prevalensinya penyakit hipertensi

pada tahun 2011 adalah 54,3% per 10.000 penduduk, tahun 2012 menjadi 59,3%

per 10.000 penduduk, dan tahun 2013 tercatat 54,8 per 10.000 penduduk. Hasil

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan prevalensi hipertensi di

Sumatera Selatan menduduki peringkat ke 12. Prevalensi penyakit hipertensi di

Kota Palembang pada tahun 2012 sebanyak 62,07% per 10.000 penduduk (6.856

kasus), tahun 2013 sebesar 49,61% per 10.000 penduduk (5.534 kasus), dan tahun

2014 sebesar 39,17% per 10.000 penduduk (4.552 kasus) hipertensi.

Tingginya prevalensi hipertensi di dunia, dipengaruhi oleh 2 macam

faktor yaitu bisa diubah dan tidak bida diubah. Untuk yang tidak bisa diubah seperti

umur, jenis kelamin, ras, dan yang bisa diubah diantaranya obesitas, konsumsi

alkohol, kurang olahraga, konsumsi garam yang berlebihan, dan kebiasaan

merokok (Yashinta Octavian Gita Setyanda, dkk 2015).

Merokok merupakan suatu aktivitas yang masih banyak digandrungi

oleh masyarakat saat ini dan ini merupakan salah satu penyebab dari tingginya

angka hipertensi diindonesia bahkan didunia. Merokok merupakan kebiasaan buruk

yang sampai saat ini masih menjadi masalah besar di dunia baik di negara maju

maupun negara berkembang. Menurut WHO tahun 2016, Pada tahun 2015 lebih

dari 1,1 triliun orang merokok tembakau. Dan prevalensi pria lebih banyak

dibandingkan wanita. Walaupun terjadi penurunan secara luas di seluruh dunia dan

dibeberapa negara, prevalensi dari merokok tembakau sejatinya mengalami

kenaikan .
Menurut riskesdas pada tahun 2018 prevalensi perokok di Indonesia

setiap tahun semakin meningkat. prevalensi merokok pada remaja (10-18 tahun)

pada tahun 2013 yaitu sebanyak 7,2%, sedangkan pada tahun 2016 menurut

Sirkenas jumlah perokok sebanyak 8,8% dan menurut Riskesdas pada tahun 2018

jumlah perokok sebesar 9,1%. Presentasi konsumsi tembakau (hisap dan kunyah)

pada penduduk laki-laki berumur ≥15 tahun pada tahun 2007 mencapai 65,6%, di

tahun 2013 mencapai 66%, dan pada tahun 2018 mecapai 62,9% (Riskesdas, 2018).

Rokok mengandung kurang lebih 4000 bahan kimia, 200 diantaranya

mengandung bahan beracun, dan 43 jenis lainnya dapat menyebabkan terjadinya

kanker (Menurut Yashinta Octavian Gita Setyanda, dkk 2015). Zat-zat inilah yang

jika masuk kedalam tubuh akan menyebabkan kerusakan jaringan sistem organ

termasuk sistem kardiovaskuler (jantung dan peredaran darah). Kandungan yang

terdapat didalam rokok seperti nikotin, tar, dan karbonmonoksida memegang

peranan penting terjadinya hipertensi. Kandungan nikotin akan memicu otak untuk

memberikan sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepaskan epinefrin atau

adrenalin, ini akan menyebabkan penyempitan pada pembuluh darah sehingga

tubuh akan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat. Zat ini juga akan

menyebabkan kerusakan pada dinding arteri sehingga lebih rentan terjadi

penumpukan plak atau yang kita kenal dengan istilah aterosklerosis. Sedangkan

untuk kandungan Tar terbukti dapat mempercepat aterosklerosis sehingga ketika tar

masuk ke dalam tubuh, jantung akan memompa darah lebih kuat. Kandungan

monoksida atau CO didalam rokok dapat menyebabkan pengentalan darah. Selain

itu, karbon monoksida juga berikatan dengan hemoglobin dalam darah sehingga

bisa mengganggu ikatan hemoglobin dengan oksigen yang dibutuhkan tubuh.


Tubuh pun bekerja lebih keras untuk bisa mendistribusikan oksigen ke seluruh

tubuh.

Pada tahun 2017 WHO menunjukkan kematian akibat PTM pada

kelompok usia 30-69 tahun sebanyak 15 juta. Dan sebanyak 7,2 juta kematian

tersebut disebabkan akibat konsumsi tembakau seperti merokok dan 70% kematian

tersebut terjadi di Negara berkembang termasuk di Indonesia.

Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan adanya hubungan antara

merokok dan hipertensi. Yashinta Octavian Gita Setyanda, dkk pada tahun 2015

mengadakan penelitian didapatkan hasil 60 (65,2%) dari 92 responden mengalami

hipertensi. Kejadian hipertensi yang paling sering dijumpai pada rentang umur 55-

65 tahun dengan jumlah 27 (45%). Dari karakteristik pendidikan, kejadian

hipertensi dijumpai paling tinggi pada tingkat tamat SMA dengan angka 23 orang

(38,3%), sedangkan bila dilihat dari status perkawinan, kejadian hipertensi tinggi

pada responden yang telah kawin, yaitu sebanyak 59 (98,3%) . Dari penelitian itu

didapatkan jumlah responden perokok ialah 57 responden (62%) dan bukan

perokok sebesar 35 responden (38%). Ini menandakan jumlah perokok lebih banyak

dibandingkan yang bukan perokok. Sedangkan untuk hubungan kebiasaan merokok

dan hipertensi didapatkan hasil responden yang merokok dan mengalami hipertensi

sebanyak 44 responden (77,2%), responden yang merokok tetapi tidak mengalami

hipertensi sebanyak 13 responden (22,8%), responden yang tidak merokok namun

mengalami hipertensi sebanyak 16 responden (45,7%), dan responden yang tidak

merokok dan tidak mengalami hipertensi sebanyak 19 responden (54,3%). Ini

menunjukkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan merokok dan hipertensi

ditandai dengan tingginya hasil prevalensi kebiasaan merokok dan hipertensi.


Dari data yang diambil di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang pada bulan

Agustus 2019 sebagian penderita di ruang penyakit dalam sebagian mengidap

hipertensi dan merupakan perokok aktif. Dari itu peneliti tertarik untuk

melaksanakan penelitian penelitian tentang “Hubungan Merokok dengan Kejadian

Hipertensi pada Laki-Laki di Ruang Penyakit Dalam Rumah Sakit Muhammadiyah

Palembang”.
Komponen Tertulis Seharusnya

Masalah

Dampak

Area Spesifik

Elaborasi

Kontroversi

Anda mungkin juga menyukai