Anda di halaman 1dari 10

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/327097539

Pigmentasi Oral Pada Pasien HIV/AIDS

Conference Paper · August 2018

CITATIONS READS
0 1,175

4 authors, including:

Akhyar Dyni Zakyah Ardena MAULIDIA Hamdani


Universitas Sriwijaya Universitas Padjadjaran
2 PUBLICATIONS 0 CITATIONS 1 PUBLICATION 0 CITATIONS

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Literature review View project

All content following this page was uploaded by Akhyar Dyni Zakyah on 18 August 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Pigmentasi Oral Pada Pasien HIV/AIDS
Wahyu Hidayat, Akhyar Dyni Zakyah, Selvi Anggun Septialinisa, Ardena Maulidia Hamdani
Departemen Ilmu Penyakit Mulut, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Padjadjaran
Jl. Sekeloa Selatan no. 1 Coblong-Bandung, Jawa Barat, Indonesia

Abstrak
Pendahuluan: Sejak munculnya virus HIV pada tahun 1980-an, beragam manifestasi oral telah
diteliti dan didokumentasikan dalam jurnal-jurnal ilmiah dari berbagai bidang kesehatan. Lesi
oral yang jarang dikaitkan dengan HIV/AIDS tetapi cukup banyak ditemukan adalah pigmentasi.
Studi literatur ini mempresentasikan penelitian mengenai pigmentasi oral pada pasien HIV/AIDS
yang telah dilakukan di beragam populasi sejak tahun 2006-2016 untuk memberikan pembaruan
informasi mengenai penyebab, gejala, dan penanganannya. Metode: Kata kunci hiv, oral, dan
pigmentation digunakan dalam 4 pusat data jurnal elektronik yaitu Ebscohost, NCBI,
Sciencedirect, dan Google Scholar. Dari 762 hasil yang ditemukan, hanya 28 yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil: Hasil analisis menunjukkan bahwa lesi lebih banyak
ditemukan pada populasi kulit berwarna, terjadi akibat terapi obat HAART (Highly Active Anti-
Retroviral Therapy) yang menginduksi melanogenesis, dan suspek patofisiologi lainnya akibat
penumpukan metabolit obat. Kesimpulan: Pigmentasi oral pada pasien HIV/AIDS dipengaruhi
oleh lamanya pasien mengidap HIV/AIDS dan lamanya pasien mendapat terapi HAART.
Kata Kunci: pigmentasi oral, HIV/AIDS, HAART.

Abstract:
Introduction: Since the emergence of HIV virus on the early 1980’s, many oral manifestations
of HIV/AIDS have been found and well documented in scientific journals. Oral lesion that is less
commonly associated with HIV/AIDS yet has significant prevalence globally is pigmentation.
This study aims to present researches regarding oral pigmentation in HIV/AIDS patient that was
done from 2006-2016 to give insight about etiology, symptoms, and treatment of the lesion.
Method: HIV, oral, and pigmentation keywords were used in 4 health sciences journal databases
including Ebscohost, NCBI, Sciencedirect, and Google Scholar. 762 journals were found and
refined with inclusion and exclusion criteria. That resulted in 28 journals that were analyzed and
discussed in this study. Result: Lesion are more common to be found in colored race, mostly
caused by HAART (Highly Active Anti-Retroviral Therapy) that caused melanogenesis, and
another pathophysiology suspect is by the deposition of drug metabolites in melanocyte.
Conclusion: Oral pigmentation in HIV/AIDS patient is caused by the duration of HIV infection
a patient has and the length of HAART that a patient has underwent.
Keyword: oral pigmentation, HIV/AIDS, HAART.
PENDAHULUAN
Sejak munculnya virus HIV pada tahun 1980-an, beragam manifestasi oral telah diteliti
dan didokumentasikan dalam jurnal-jurnal ilmiah dari berbagai bidang kesehatan. Menurut
Prabhu et al. (2013) lesi yang sering dikaitkan dengan virus HIV pada pasien HIV/AIDS adalah
kandidiasis, Kaposi’s sarkoma, dan penyakit periodontal. Sedangkan kasus yang kurang umum
dikaitkan dengan virus HIV pada pasien HIV/AIDS adalah infeksi bakteri, stomatitis ulseratif,
penyakit kelenjar saliva, dan pigmentasi 1.

Pigmentasi oral pada pasien HIV/AIDS merupakan kasus yang jarang terjadi dan lebih
spesifik pada kelompok ras tertentu. Hal ini didukung dengan penelitian mengenai pigmentasi
oral pada pasien HIV/AIDS yang lebih banyak dilakukan pada populasi orang India dan
Afrika1,2,3,4,5. Meskipun demikian, dengan prevalensi penderita HIV/AIDS di seluruh dunia yang
berjumlah sekitar 38 juta orang, penderita pigmentasi oral dapat mencapai angka 7 juta orang6.
Sehingga penelitian mengenai pigmentasi oral pada pasien HIV/AIDS sangat diperlukan untuk
menentukan penyebab dan penanganan yang tepat bagi pasien.

Penelitian terdahulu mengenai pigmentasi oral pada pasien HIV/AIDS mengemukakan


fakta sebagai berikut: lesi lebih banyak ditemukan pada populasi kulit berwarna, terjadi akibat
obat HAART (Highly Active Anti-Retroviral Therapy) menginduksi melanogenesis, dan suspek
patofisiologi lainnya akibat penumpukan metabolit obat1,6,7. Studi literatur ini mempresentasikan
penelitian mengenai pigmentasi oral pada pasien HIV/AIDS yang telah dilakukan di beragam
populasi sejak tahun 2006-2016. Hal ini bertujuan untuk memberikan pembaruan informasi
mengenai pigmentasi oral pada pasien HIV/AIDS yang terjadi selama sepuluh tahun terakhir
meliputi penyebab, gejala, dan penanganannya.

METODE PENELITIAN
Kata kunci hiv, oral, dan pigmentation digunakan dalam 4 pusat data jurnal elektronik
yaitu Ebscohost (search.ebscohost.com), NCBI (www.ncbi.nlm.nih.gov), Sciencedirect
(www.sciencedirect.com), dan Google Scholar (www.scholar.google.com). Dari pencarian awal
didapat 762 penelitian yang tersedia dalam bentuk artikel lengkap maupun abstrak saja. Kriteria
inklusi yang digunakan adalah penelitian dilakukan dalam waktu 10 tahun terakhir (2006-2016)
dan subjek penelitian adalah orang dewasa berusia diatas 17 tahun. Kriteria eksklusi yang
digunakan adalah penelitian cohort atau case control yang dapat mempengaruhi hasil penelitian.
Dengan menggunakan kriteria di atas, didapat 15 penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi. Analisis dilakukan dengan metode meta-analisis dengan cara membandingkan hasil
penelitian.
HASIL
Sebagian besar penelitian mengenai pigmentasi oral pada pasien HIV/AIDS merupakan
penelitian potong lintang (cross-sectional) yang meliputi pemeriksaan intra-oral non-invasif.
Penelitian yang memberikan nilai positif (ditemukan pigmentasi oral pada subjek penelitian)
lebih banyak ditemukan pada penelitian yang dilakukan pada kelompok kulit berwarna.
Kebanyakan penelitian yang dilaporkan dilakukan di India dan Afrika.

Umadevi et al. (2007) melakukan penelitian pada 100 orang sampel yang mengkonsumsi
dan tidak mengkonsumsi HAART. Hasil penelitian menunjukkan dua lesi utama yang terdapat
pada rongga mulut subjek, yaitu kandidiasis dan pigmentasi oral. Peneliti juga membedakan
subjek penelitian berdasarkan jumlah CD4 yang kurang atau lebih dari 200. Terdapat perbedaan
dalam terjadinya pigmentasi oral antara subjek HAART dan non HAART (8%, 24%; P < 0.05).
Pada subjek dengan jumlah CD4 lebih dari 200, terdapat pigmentasi 43.8% pada kelompok
HAART dan 14.8% pada kelompok non HAART. Dapat disimpulkan bahwa konsumsi HAART
meningkatkan persentase terjadinya pigmentasi oral pada subjek8.
Sud et al. (2009) meneliti 150 subjek dengan HIV-seropositif untuk mengetahui lesi
mukokutan yang diderita. Hasil penelitian menunjukkan manifestasi mukokutan terlihat pada
96% dengan angka rata-rata 2.9 dari dermatosis dan rata-rata jumlah CD4 sebesar 196.33
sel/mm3. Angka rata-rata tertinggi dari dermatosis 3.29, terlihat pada individu dengan
imunosupresi yang parah. Semakin rendah CD4 maka semakin banyak manifestasi oral yang
terlihat. Pigmentasi oral ditemukan pada 29.33% subjek. Stratifikasi subjek didasarkan pada
WHO immunological staging, yang berdasarkan jumlah CD4, menunjukan hubungan signifikan
secara statistik untuk pigmentasi oral dengan jumlah CD4. Nilai yang didapat pada penelitian ini
lebih tinggi dibandingkan tinjauan pustaka yang dilaporkan dalam jurnal yang sama9.

Manne et al. (2010) melaporkan hasil penelitian pada 200 subjek HIV-seropositif yang
mendapat terapi ART. Subjek berusia 30-39 tahun. Nilai CD4 tidak diperhitungkan tetapi hasil
penelitian ditujukan untuk mengetahui manifestasi oral berdasarkan jenis kelamin. Lesi oral
terlihat pada 66% dari jumlah subjek. Dari jumlah tersebut, pigmentasi ditemukan pada 36,7%
laki-laki dan 33,9 % perempuan. Jenis lesi oral yang berhubungan dengan infeksi HIV tidak
terlalu berbeda dengan literatur yang dilaporkan meskipun prevalensi yang didapat sedikit
berbeda5.

Patil et al. (2015) melakukan studi pada 100 subjek HIV-seropositive. Pada 100 subjek
HIV seropositive, kelompok 1 (yang mengkonsumsi ART) terdiri dari 32 laki-laki (64%) dan 18
wanita (36%), sedagkan kelompok 2 (yang tidak mengkonsumsi ART) terdiri dari 24 laki-laki
(48%) dan 26 wanita (52%). Rata-rata umur subjek pada kelompok 1 adalah 35.16 dibandingkan
dengan kelompok 2 29.72 tahun. Prevalensi manifestasi oral 32% pada kelompok pertama dan
pada kelompok kedua adalah 56%. Rata-rata jumlah CD4 pada kelompok 1 adalah 303.68, dan
kelompok 2 adalah 258,82. Salah satu temuan oral yang paling umum pada penelitian ini adalah
peningkatan hiperpigmetasi oral (14%) pada subjek dengan ART dibandingkan dengan subjek
non-ART (10%)10.
Hegde et al. (2012) meneliti 125 subjek dengan perbandingan laki-laki dan perempuan
65:60. Seluruh subjek telah diperiksa positif HIV dan berusia 20-40 tahun. Hasil pemeriksaan
menunjukkan adanya lesi oral pada 71% subjek. Hiperpigmentasi oral ditemukan pada 41 orang
(32.8%). Berdasarkan nilai CD4, hasilnya sebagai berikut: >500sel/mm3 4 orang, 351-
500sel/mm3
8 orang, 200-349sel/mm3 11 orang, <200sel/mm3 18 orang. P value pada penelitian ini adalah
0,001. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar jenis kelamin3.

Bodhadhe et al. (2011) melakukan penelitian pada 399 subjek dengan HIV-seropositif.
Lesi oral ditemukan pada 306 subjek dengan 78 diantaranya menderita hiperpigmentasi melanin
(19,5%). Rata-rata jumlah CD4 pada subjek sekitar 226sel/mm3 dengan kisaran 3-2038sel/mm3
(SD 224 sel/mm3). Lesi oral ditemukan pada subjek dengan jumlah CD4 yang rendah (<200
sel/mm3) dan perbedaan ini diakui signifikan secara statistik (P<0,002). Dapat dikatakan bahwa
timbulnya lesi oral pada subjek dalam penelitian ini berhubungan dengan jumlah CD4 dan
perkembangan infeksi HIV/AIDS4.
Gaurav et al. (2011) meneliti 103 subjek yang sebelumnya telah didiagnosis dengan HIV-
seropositif menemukan 80.6% diantaranya memiliki lesi oral yang berkaitan dengan HIV/AIDS.
Hiperpigmentasi melanin ditemukan pada 35.9% subjek. Meskipun peneliti memisahkan
pemeriksaan berdasarkan jenis kelamin, tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik bagi
kedua kelompok ini. Subjek juga diperiksa terkait HAART yang diterima. Data yang ditunjukkan
berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Pada penelitian ini subjek yang tidak
menerima HAART memiliki lesi pigmentasi yang lebih banyak dibandingkan subjek yang
menerima HAART11.
Salah satu penelitian yang dilakukan di Afrika dilaporkan oleh Monsel et al. pada tahun
2008. Pada penelitian ini, semua subjek yang terinfeksi HIV pada tiga pusat kesehatan kulit di
Senegal dari 1 januari 2004 hingga 1 januari 2006 di evaluasi secara retrospektif sehubungan
dengan temuan dermatologis, nilai CD4 dan stadium HIV. Pada penelitian ini peneliti
menemukan fitur spesifik pada kulit hitam: melanonychia dan pigmentasi biru keunguan yang
berpotensi memiliki hubungan dengan imunosupresi akibat AIDS12.

Okoh et al. (2013) melakukan penelitian pada 107 orang subjek dengan status HIV positif
yang datang ke klinik HIV/AIDS (PEPFAR) dari University of Benin Teaching Hospital, Kota
Benin, Nigeria. Subjek diteliti untuk keberadaan lesi oral diantara periode waktu Januari dan
Maret
2011. Penentuan mengenai lesi oral yang berkaitan dengan HIV dilakukan secara klinis dengan
kriteria dari ECC/WHO, 1993. P values 0.05 dianggap signifikan. Rentang umur subjek 18
hingga
50 tahun dengan rata-rata 36 ± 9.2 tahun. Kelompok umur 21 hingga 30 adalah yang paling
banyak terpengaruhi (n = 36, 33.6%). 61 subjek (57.0%) memperlihatkan lesi oral. Pigmentasi
melanotik (n = 11, 11.2%) adalah lesi oral yang ditemukan terbanyak kedua pada subjek13.
Chandran et al. (2016) meneliti 200 subjek dengan HIV-seropositif pusat pelayanan
medis di Afrika Selatan. Data yang dikumpulkan termasuk diantaranya umur, jenis kelamin,
CD4+ T cell count, adanya riwayat peyakit sistemik, pengobatan, adanya pigmentasi oral
akibat HIV dan
peyebarannya (lokalisasi atau generalisasi), dan intensitasnya (gelap atau terang). Kebiasaan
merokok atau penggunaan snuff juga di catat. 134 (67%) pria dan wanita 66 (33%) (F:M= 2.03).
Rata-rata umur adalah 41,6 tahun. Secara keseluruhan median CD4+ T-cell count adalah 159
sel/mm3 (jarak interkuartil 57 hingga 304). 37 (18,5%) melaporkan adanya perkembangan
hiperpigmentasi oral setelah di diagnosis HIV. Rata-rata umur dari kelompok yang menderita
pigmentasi oral setelah didiagnosis HIV adalah 42,5 tahun, terdiri dari 56,7% wanita (F:M =
1.31:1). Hasil penelitian menunjukkan jumlah yang signifikan berdasarkan jenis kelamin tetapi
tidak berdasarkan umur14.

Agwu et al. (2008) melaporkan penelitian yang dilakukan pada 605 subjek dengan
HIV/AIDS. 17% subjek memiliki pigmentasi intra oral. Seluruh subjek yang ditemukan memiliki
pigmentasi intra oral telah mendapat HAART, karena peneliti mengeksklusi pigmentasi yang
didapat dari lahir (fisiologis) dan telah ditemukan sebelum didiagnosis HIV/AIDS. Peneliti tidak
membedakan hasil yang ditemukan pada subjek berdasarkan jenis kelamin maupun jumlah
CD415.

PEMBAHASAN
Pasien HIV / AIDS memiliki riwayat yang progresif pada hiperpigmentasi dari kulit,
kuku, dan mukosamembran. Pigmentasinya sebagian besar berbentuk melanosis difus. Mukosa
bukal adalah lokasi yang paling sering terkena, tetapi gingiva, palatum, dan lidah kemungkinan
juga terlibat. Seperti semua melanosis difus, HIV yang berhubungan dengan pigmentasi secara
mikroskopis ditandai oleh pigmen melanin basilar, dengan inkontinensia ke dasar submukosa14.

Pigmentasi mukokutan difus atau multifokal telah sering dijelaskan dalam pasien HIV-
seropositif. Pigmentasi ini mungkin terkait dengan asupan berbagai obat, termasuk obat
antijamur dan antiretroviral atau sebagai akibat dari perusakan adrenocortical oleh infeksi
organisme yang virulen. Namun, melanosis juga telah diidentifikasi pada beberapa pasien,
termasuk pasien yang baru didiagnosis, yang tidak memiliki riwayat penyakit adrenocortical atau
asupan obat 16.

Warna mukosa oral dapat ditentukan oleh jumlah dan jenis melanin yang diproduksi,
ukuran dan jumlah melanosom, jarak arborisasi dari prosesus melanositik dendritik, dan
kemajuan transfer melanosom dari prosesus melanositik dendritik ke keratinosit di sekitarnya di
dalam unit keratinosit-melanosit. Hal ini membuat proses timbulnya pigmentasi oral menjadi
kompleks dan mekanisme spesifik yang menjalankannya pada infeksi HIV menjadi tidak
diketahui. Tampaknya pigmentasi oral terkait HIV merupakan akibat dari peningkatan
melanogenesis oleh melanosit pada lapisan sel basal di epitel tanpa peningkatan jumlah
melanosit. Namun, peningkatan jumlah melanin dapat diamati di epitel, lamina propria, atau
keduannya14,16.

Pada subjek dengan HIV-seropositif pigmentasi oral dapat juga diinduksi oleh
penggunaan obat-obatan yang digunakan untuk perawatan infeksi HIV dan kondisi sistemik
yang berkaitan dengan HIV. Faktanya, beberapa bukti menunjukkan bahwa prevalensi
pigmentasi oral lebih tinggi
pada subjek dengan HIV-seropositif yang mengkonsumsi HAART dibandingkan dengan subjek
dengan HIV-seropositif yang tidak mengkonsumsi HAART8,10,14.

Meskipun pada pigmentasi oral akibat HIV yang idiopatik pigmentasi disebabkan oleh
peningkatan produksi melanin tanpa disertai peningkatan jumlah melanosit, tampaknya
pigmentasi mukokutan yang diasosiasikan dengan ARV seperti zidovudine dapat disebabkan
baik oleh peningkatan melanogenesis di lamina basalis dan suprabasalis maupun dari
peningkatan melanogenesis dari jumlah melanosit yang normal. Secara umum, luas dan
intensitas dari pigmentasi mukokutan yang diinduksi zidovudine lebih besar pada pasien kulit
gelap. Telah dilaporkan bahwa jika terjadi, OMP yang diinduksi zidovudine muncul sekitar satu
bulan setelah medikasi dimulai. Ketika pemakaian zidovudine dihentikan, biasanya terjadi
pengurangan hiperpigmentasi secara bertahap14.

Jumlah CD4 merupakan salah satu marker yang banyak diamati dalam berbagai
penelitian yang telah disebutkan. Pembagian imunosupresi berdasarkan jumlah CD4 adalah
sebagai berikut:
>500sel/mm3, 351-500sel/mm3, 200-349sel/mm3, dan <200sel/mm3. Lesi pigmentasi oral paling
banyak ditemukan pada kelompok dengan jumlah CD4 <200sel/mm3. Hal ini diduga berkaitan
dengan imunosupresi yang memudahkan terjadinya inflamasi. Inflamasi mukosa yang telah
dijelaskan sebelumnya dapat meningkatkan pigmentasi melanin. Ada kemungkinan bahwa
upregulation
keratinosit dan dari IL-1, untuk
melanosit IL-6, dan TNF- 𝛼 yang
memproduksi berhubungan
hormon dengan stimulating
alpha melanocyte infeksi HIV(𝛼MSH)
memicu
yang memiliki kapasitas untuk menstimulasi melanogenesis, sehingga meningkatkan produksi
melanin, dan secara klinis bermanifestasi menjadi pigmentasi oral akibat HIV14.

Tidak ada perbedaan yang signifikan yang dilaporkan mengenai timbulnya lesi oral
berdasarkan jenis kelamin, begitupun dengan kelompok usia. Lesi oral ditemukan pada jumlah
yang hampir sama baik pada pria maupun wanita dan beragam kelompok umur. Sebagian besar
penelitian yang dilakukan tidak dengan spesifik meneliti masing-masing kelompok. Penelitian
yang mencermati hal ini melaporkan hasil yang tidak signifikan secara statistik (P>0.005).
Pigmentasi oral yang dilaporkan pada pasien usia lanjut lebih disebabkan karena lamanya
diagnosis HIV/AIDS sehingga nilai CD4 lebih rendah dan lamanya subjek mendapat HAART.
Dapat dikatakan bahwa kemunculan pigmentasi oral pada subjek penelitian tidak dipengaruhi
oleh jenis kelamin maupun usia subjek3,5,10,13.

KESIMPULAN
Pada subjek dengan HIV-seropositif pembeda antara kondisi fisiologis dan pigmentasi
oral akibat HIV bergantung pada riwayat yang dilaporkan sendiri yang tidak selalu dapat
dipercaya. Selain itu, karena OMH sering asimtomatik dan lokasi di rongga mulut yang terkena
tidak selalu dapat terlihat oleh subjek, sebagian besar subjek bahkan tidak dapat menyatakan
dengan yakin
apakah mereka memiliki OMH atau tidak, apalagi untuk menyebutkan apakah OMH tersebut
terjadi sebelum atau sesudah didiagnosis dengan HIV.
Tidak jarang infeksi HIV didiagnosis dan dimulai perawatannya pada fase akhir dari
penyakit tersebut. Sebagai konsekuensinya, banyak subjek yang melaporkan dengan yakin
bahwa OMH yang mereka miliki sudah ada sebelum mereka didiagnosis dengan HIV, padahal
faktanya mereka mungkin telah menjadi HIV-seropositif ketika mereka pertama kali
menyadari adanya
OMH.
Meskipun hal yang paling baik adalah untuk mulai memberikan HAART segera setelah
diagnosis infeksi HIV, bisa dikatakan sulit untuk membedakan pigmentasi oral akibat HIV yang
diinduksi oleh HAART dan pigmentasi oral akibat HIV yang idiopatik. Apakah hiperpigmentasi
melanin oral memiliki tanda klinis dan patologis yang signifikan pada subjek HIV-seropositive
masih belum diketahui. Perlu penelitian lebih lanjut untuk menjelaskan hal ini, juga untuk
mengetahui apakah pigmentasi oral akibat HIV merupakan efek samping dari inflamasi terhadap
patogen oral.

DAFTAR PUSTAKA
1. Prabhu RV, Prabhu V, Chatra L, Shenai P. Oral Manifestations of HIV. Journal of Tropical
Diseases. 2013;01(03).
2. Lyons AB, Warren MP, Ferguson C, Katdare M, Harvey VM. Oral melanoma in a gravid,
HIV-positive woman. JAAD Case Reports. 2015;1(3):120–2.
3. Hegde M, Hegde N, Malhotra A. Prevalence of oral lesions in HIV infected adult population
of Mangalore, Karnataka, India. BioDiscovery. 2012;3(4):1-5.
4. Bodhade AS, Ganvir SM, Hazarey VK. Oral manifestations of HIV infection and their
correlation with CD4 count. Journal of Oral Science. 2011;53(2):203–11.
5. Manne R, Amirisetty R, Tippireddy S, Yadav S, Nayak P, Nayak S. Oral manifestations
associated with human immunodeficiency virus infection in 200 Indian patients. Bangladesh
Journal of Medical Science. 2010;9(3):150-3.
6. Johnson N. The mouth in HIV/AIDS: markers of disease status and management challenges
for the dental profession. Australian Dental Journal. 2010;55:85–102.
7. Gondak R, Silva-Jorge RD, Jorge J, Lopes M, Vargas P. Oral pigmented lesions:
Clinicopathologic features and review of the literature. Medicina Oral Patología Oral y
Cirugia Bucal. 2012;1(17):919-24.
8. Umadevi KMR, Ranganathan K, Pavithra S, Hemalatha R, Saraswathi TR, Kumarasamy N, et
al. Oral lesions among persons with HIV disease with and without highly active antiretroviral
therapy in southern India. Journal of Oral Pathology & Medicine. 2007;36(3):136–41.
9. Sud N, Shanker V, Sharma A, Sharma NL, Gupta M. Mucocutaneous manifestations in 150
HIV-infected Indian patients and their relationship with CD4 lymphocyte counts. International
Journal of STD & AIDS. 2009;20(11):771–4.
10. Patil N, Ramesh D, Jhamb K, Sharma A, Chaurasia V, Babaji P. The effect of highly active
antiretroviral therapy on the prevalence of oral manifestation in human immunodeficiency
virus-infected patients in Karnataka, India. European Journal of Dentistry. 2015;9(1):47-52.
11. Gaurav S, Keerthilatha PM, Archna N. Prevalence of Oral Manifestations and Their
Association with CD4/CD8 Ratio and HIV Viral Load in South India. International Journal of
Dentistry. 2011;2011:1–8.
12. Monsel G, Ly F, Canestri A, Diousse P, Ndiayye B, Caumes E. Prevalence of skin disorders
in HIV patients in Senegal and relationship to degree of immunosuppression. Ann Dermatol
Venereol. 2008Mar7;135(3):187–93.
13. Okoh M, Saheeb BD, Agbelusi GA, Omoregie OF. Prevalence of Oro-Facial Lesions in
Human Immunodeficiency Virus Infected Women in a Nigerian Teaching Hospital. Nig Q J
Hosp Med. 2013;23(4):251–6.
14. Chandran R, Feller L, Lemmer J, Khammissa RAG. HIV-Associated Oral Mucosal Melanin
Hyperpigmentation: A Clinical Study in a South African Population Sample. AIDS Research
and Treatment. 2016;2016:1–5.
15. Agwu E, Ihongbe JC, Tirwomwe JF, Pazos V, Tirwomwe M, Casadesus L. Appraisal of oral
lesions status of HIV/AIDS patients in South Western Uganda. Brazilian Journal of Oral
Sciences. 2008;7(26):1591–5.
16. Feller L, Chandran R, Kramer B, Khammissa RA, Altini M, Lemmer J. Melanocyte Biology
and Function with Reference to Oral Melanin Hyperpigmentation in HIV-Seropositive
Subjects. AIDS Research and Human Retroviruses. 2014;30(9):837–43.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai