Anda di halaman 1dari 3

A.

Keselamatan Migas Indonesia


Usaha pertambangan migas telah mengalami perombakan dari sistem
konsesi pada zaman penjajahan belanda menjadi sistem perjanjian karya setelah
diberlakukannya UU No 44 tahun 1960 dan kemudian menjadi sistem bagi hasil
atau Production Sharing Contract (PSC) yang beroperasi sejak dimulainya
kegiatan di lepas pantai Indonesia tahun 1966. Sejarah perkembangan usaha
pertambangan migas di Indonesia sejak awal menunjukkan bahwa hal-hal yang
menyangkut keselamatan dan kesehatan kerja serta lingkungan hidup, telah
menjadi masalah utama yang perlu diawasi oleh pemerintah secara ketat.
Pemerintah menyadari bahwa usaha pertambangan migas merupakan
kegiatan yang memiliki resiko yang cukup besar, sehingga masalah keselamatan
operasi perlu mendapat perhatian khusus. Oleh karena itu, untuk mendorong
motivasi peningkatan prestasi dalam bidang keselamatan operasi di sub sektor
migas, dikembangkan kebijakan pemberian tanda penghargaan keselamatan
migas, sertifikasi tenaga teknik khusus migas serta sertifikasi instalasi dan
peralatan.
Berdasarkan UU No 44 tahun 1960, telah diterbitkan seperangkat
perundang-undangan yang menjadi dasar hukum untuk mengatur, membina dan
mengawasi masalah keselamatan dan kesehatan kerja pada sektor migas, antara
lain PP no 17 tahun 1974 tentang Pengawasan Pelaksanaan Eksplorasi dan
Eksploitasi di Daerah Lepas Pantai dan PP No 11 tahun 1979 tentang
Keselamatan Kerja pada Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi.

Pada kegiatan usaha migas, kecelakaan kerja dibagi menjadi empat klasifikasi
yaitu:

1. Ringan, kecelakaan yang tidak menimbulkan kehilangan hari kerja


(pertolongan pertama/first aid).
2. Sedang, kecelakaan yang menimbulkan kehilangan hari kerja (tidak mampu
bekerja sementara) dan diduga tidak akan menimbulkan cacat jasmani dan
atau rohani yang akan mengganggu tugas pekerjaannya.
3. Berat, kecelakaan yang menimbulkan kehilangan hari kerja dan diduga akan
menimbulkan cacat jasmani atau rohani yang akan mengganggu tugas dan
pekerjaannya.
4. Meninggal/fatal, kecelakaan yang menimbulkan kematian segera atau
dalam jangka waktu 24 jam setelah terjadinya kecelakaan.

UU No 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi mengamanatkan


kepada badan usaha dan atau bentuk usaha tetap, wajib menjamin standar dan
mutu, menerapkan kaidah keteknikan yang baik, keselamatan dan kesehatan
kerja serta pengelolaan lingkungan hidup, mengutamakan pemanfaatan tenaga
kerja setempat dan produk dalam negeri.

Untuk mewujudkan amanat tersebut dan dalam rangka menyambut era


globalisasi, diperlukan suatu standar nasional dan kompetensi yang dapat
mengakomodir hal-hal tersebut, melindungi kepentingan negara serta
menunjang keselamatan migas.

Keselamatan migas adalah ketentuan tentang standardisasi peralatan,


sumber daya manusia, pedoman umum instalasi migas dan prosedur kerja agar
instalasi migas dapat beroperasi dengan andal, aman dan akrab lingkungan agar
dapat menciptakan kondisi aman dan sehat bagi pekerja (K3), aman bagi
masyarakat umum (KU), aman bagi lingkungan (KL) serta aman dan andal
bagi instalasi migas sendiri (KI). Keselamatan pekerja adalah suatu
perlindungan bagi keamanan dan kesehatan pekerja agar terhindar dari
kecelakaan kerja. Agar keselamatan pekerja dapat tercapai, persyaratan yang
harus dipenuhi, antara lain terdapatnya standardisasi kompetensi, tempat kerja
dan lingkungan kerja yang baik, prosedur kerja dan menggunakan alat
pelindung diri (APD) bagi yang bekerja di tempat berbahaya.

Keselamatan umum merupakan perlindungan bagi keamanan masyarakat


umum sehingga dapat terhindar dari kecelakaan yang disebabkan oleh kegiatan
usaha migas. Untuk mengantisipasi hal tersebut, dibutuhkan penyuluhan
terhadap bahaya migas, tanda peringatan atau larangan, sertifikat kelaikan
terhadap instalasi dan peralatan, tanda keselamatan produk dan sebagainya.
Keselamatan lingkungan berfungsi untuk melindungi lingkungan sekitar
terhadap pencemaran yang disebabkan dari proses pada industri migas. Untuk
mencegah hal tersebut, terdapat beberapa persyaratan bagi kegiatan usaha
migas, antara lain studi lingkungan, bahan-bahan kimia yang digunakan dalam
operasi telah memenuhi persyaratan, teknologi yang tepat, terdapat peralatan
pemantauan, pencegahan dan pencemaran lingkungan, mengacu pada baku
mutu lingkungan, terdapat SDM yang kompeten, sistem tanggap darurat dan
sistem manajemen lingkungan. Keselamatan instalasi/peralatan merupakan
suatu perlindungan bagi instalasi dan peralatan yang digunakan sehingga dapat
terhindar dari kerusakan yang dapat membahayakan bagi para pekerja,
lingkungan, masyarakat umum serta kerugian investasi. Untuk dapat
menghindari hal tersebut, terdapat beberapa peralatan, antara lain :

a. Prosedur operasi dan perawatan


b. Sertifikat kelaikan instalasi dan peralatan
c. Penggunaan standar/SNI
d. Tanda kesesuaian SNI
e. Sertifikat kompetensi bagi pekerja
f. Kesiapan alat pemadam
g. Prosedur dan latihan tanggap darurat dan tanda keselamatan produk
(TW, diambil dari Buku Keselamatan Instalasi Migas karya Suyartono,
mantan Direktur Teknik dan Lingkungan Migas).

Anda mungkin juga menyukai