Anda di halaman 1dari 2

KASUS 1

Penulis menceritakan pengalamannya tentang hubungan antara profesi dokter dengan


apoteker pada saat bekerja di apotek UGD sebuah rumah sakit provinsi.

﹡ Sebagai pihak yang salah

Pada resep (dari poli jiwa) tercantum dua obat yaitu HLP dan THF. Apoteker ini
merasa bahwa dosis yang diberikan berada dibawah dosis yang lazim digunakan.
Kemudian ia langsung mengkonfirmasikan kepada dokter mengenai hal tersebut, tapi
sang dokter merasa terganggu lalu mengatakan bahwa pasien tersebut adalah pasien
lama dan sudah sering mendapatkan dosis seperti itu.

Jadi disini sang Apoteker lupa menanyakan kepada pasien apakah dia pasien lama atau pasien
baru yang berkalian dengan Permenkes No. 72 Tahun 2016 Pasal 3 Ayat 3 tentang Pelayanan
Farmasi Klinik point Penelusuran riwayat penggunaan obat. Ia juga terlalu bersemangat
melakukan crosscheck mengenai resep tanpa terlebih dahulu melihat medical record dari si
pasien dan tidak berkomunikasi terlebih dahulu mengenai kondisinya.

Hal ini juga termasuk pelanggaran etika karena berkaitan dengan Permenkes No.72 Tahun
2016 Pasal 3 ayat 3 tentang pelayanan farmasi klinik bagian Rekonsiliasi Obat. Apoteker
seharusnya melihat terlebih dahulu medical record dari pasien jika merasa ada kesalahan
dalam resep yang diberikan dokter. Jika sudah dipastikan dengan data yang ada dan juga
sudah berkomunikasi langsung dengan pasien namun masih juga merasa ada kesalahan,
barulah dikonfirmasi ke dokter yang bersangkutan. Jadi seorang Apoteker tidak boleh
tergesa-gesa dalam memberikan vonis ‘tidak rasional’ tanpa bukti yang ilmiah.

﹡ Sebagai pihak yang benar

Dalam resep (dari bangsal anak) tercantum puyer Diazepam dengan dosis pemberian 25
mg 4 kali sehari. Sang apoteker merasa ada kejanggalan karena dosis yang terlalu besar.
Setelah bertanya kepada orang tua pasien ternyata anaknya berumur 6 tahun dengan berat
sekitar 20 kg mengalami kejang. Setelah sang apoteker menghitung ulang dosis, ternyata
dosisnya 10 kali lebih besar dari normalnya. Kemudian ia langsung mengkonfirmasikan
kepada dokter pemberi resep, setelah dihitung ulang oleh sang dokter, ternyata terdapat
kesalahan perhitungan yang seharusnya adalah 2,5 mg.

Disini hal yang dilakukan oleh Apoteker sudah sangat tepat, ia bertanggungjawab dalam
menjamin keamanan pengobatan pasien. Hal ini juga sesuai dengan Permenkes No.72
Tahun 2016 Pasal 3 Ayat 3 tentang pelayanan farmasi klinik bagian rekonsiliasi obat
yaitu “Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan ketidaksesuaian
dokumentasi. Bila ada ketidak sesuaian, maka dokter harus dihubungi kurang dari 24
jam”.

Anda mungkin juga menyukai