Anda di halaman 1dari 9

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1. Kurva Kalibrasi Parasetamol
Konsentrasi (ppm) Absorbansi
2 0,154
4 0,295
6 0,43
8 0,571
10 0,703

Kurva Kalibrasi
0.8
0.7 y = 0.0687x + 0.0184
0.6 R² = 0.9999
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 2 4 6 8 10 12

2. Konsentrasi Tiap Satuan Waktu


Dari persamaan kurva kalibrasi paracetamol dapat digunakan untuk menentukan
konsentrasi tiap satuan waktu, yaitu dengan mencari nilai X dengan mengganti Y
dengan masing-masing absorbansi.

y = 0.0687x + 0.0184

x = (y – 0.0184)/0.0687

Waktu Abs Pengenceran Perhitungan Faktor Koreksi


(menit)
x = (y – 0.0184)/0.0687 27704 𝜇𝑔
C= 500 𝑚𝑙
= (0.97 – 0.0184)/0.0687
0.97 = 55.408 ppm
5 4x = 13.852 μg/ml x 500 ml x 4 (FP)
= 27704μg
x = (y – 0.0184)/0.0687 FK = 13.852 ppm x 5 ml
= (0.754– 0.0184)/0.0687 = 69.26 μg
10 0.754 4x = 10.707μg/ml x 500 ml x 4 (FP) 21414 + 69.26
C= 500
= 21414μg
= 42.967 ppm
x = (y – 0.0184)/0.0687 FK = 10.707 ppm x 5 ml
= (0.751– 0.0184)/0.0687 = 53.535 μg
15 0.751 4x = 10.664μg/ml x 500 ml x 4 (FP) 21328 + 53.535
C= 500
= 21328μg
= 42.763 ppm

x = (y – 0.0184)/0.0687 FK = 10.664 ppm x 5 ml


= (0.098– 0.0184)/0.0687 = 53.32 μg
30 0.098 8x = 1.159μg/ml x 500 ml x 8 (FP) 4636 + 53.32
C= 500
=4636μg
= 9.379 ppm

x = (y – 0.0184)/0.0687 FK = 1.159 ppm x 5 ml


= (0.737– 0.0184)/0.0687 = 5.795 μg
45 0.737 4x = 10.46μg/ml x 500 ml x 4 (FP) 20920 + 5.795
C= 500
=20920μg
=41.85 ppm

x = (y – 0.0184)/0.0687 FK = 10.46 ppm x 5 ml


= (0.226– 0.0184)/0.0687 = 52.3 μg
60 0.226 8x = 3.022μg/ml x 500 ml x 8 (FP) 12088 + 52.3
C= 500
= 12088 μg
= 24.281 ppm

Kurva Laju Infus Parasetamol


60

50
Konsentrasi (ppm)

40

30

20

10

0
0 10 20 30 40 50 60 70
Waktu (menit)
3. Perhitungan Parameter Farmakokinetik

Parameter Praktikum Teoritis


Co 200 ppm Cp = -Kt + Co
Co = Cp + Kt
Co = 13.852 + (0,02 x 5)
Co = 13.852 + 0,1
= 1.3852 ppm
Kecepatan pemberian infus 5 mg/menit 5 mg/menit
(R)
Volume distribusi (Vd) 500 ml 500 ml
Clearens (Cl) 12 ml/menit Cl = K x Vd
= 0,02 x 500
= 10 ml/menit
Konstanta kecepatan K = 𝐶𝑙 K = 𝑉𝑑
𝐶𝑙
𝑉𝑑
eliminasi (K) 12 10
= 500 = 500

= 0,024 ml/menit = 0,02 ml/menit


Waktu paruh (t ½) 0,693 0,693
t½= t½=
𝐾 𝐾
0,693 0,693
= 0,024= 28,875 menit = = 34,65 menit
0,02

Konsentrasi obat pada steady Css = 𝑅 Css =𝐶𝑙


𝑅
𝐶𝑙
state (Css) 5 𝑚𝑔/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 5 𝑚𝑔/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
= 12 𝑚𝑙/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 = 10 𝑚𝑙/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡

= 0,417 mg/ml = 0,5 mg/ml


= 417 μg/ml = 500 μg/ml
= 417 ppm = 500 ppm
DL Dl = 100 mg Dl = Css x Vd
= 0,5 x 500
= 250 mg

4. Perbandingan Hasil Konsentrasi Teoritis dan Praktikum

Dl −𝑘𝑡 R
𝐶𝑝 = 𝑒 + (1 − 𝑒 −𝑘𝑡 )
𝑉𝑑 Vd × K
𝐶𝑝 = 0,2𝑒 −0,024𝑡 + 0,417 (1 − 𝑒 −0,024𝑡 )

Setelah infus dihentikan pada menit ke 45

𝑅
Cp = (1 − 𝑒 −𝑘𝑡 )𝑒 −𝑘(𝑡−𝑏)
Vd × k

Cp = 0,417(1 − 𝑒 −0,024𝑡 )𝑒 −0,024(𝑡−𝑏)

T (menit) Konsentrasi Teoritis (Cp, μg/ml) Konsentrasi Praktikum


(Cp, μg/ml)
5 𝐶𝑝 = 0,2𝑒 −0,024𝑡 + 0,417 (1 − 𝑒 −0,024𝑡 ) 55.048
= 0,2𝑒 −0,024(5) + 0,417 (1 − 𝑒 −0,024(5) )
= 0,177 mg/ml + 0,0472 mg/ml
= 0,2242 mg/ml = 224,2ug/mL
10 𝐶𝑝 = 0,2𝑒 −0,024𝑡 + 0,417 (1 − 𝑒 −0,024𝑡 ) 42.967
=0,2𝑒 −0,024(10) + 0,417 (1 − 𝑒 −0,024(10) )
= 0,157 mg/ml + 0,089 mg/ml
= 0,246 mg/ml = 246ug/mL
15 𝐶𝑝 = 0,2𝑒 −0,024𝑡 + 0,417 (1 − 𝑒 −0,024𝑡 ) 42.763
= 0,2𝑒 −0,024(15) + 0,417 (1 − 𝑒 −0,024(15) )
= 0,140 mg/ml + 0,126 mg/ml
= 0,266 mg/ml = 266ug/mL
30 𝐶𝑝 = 0,2𝑒 −0,024𝑡 + 0,417 (1 − 𝑒 −0,024𝑡 ) 9.379
= 0,2𝑒 −0,024(30) + 0,417 (1 − 𝑒 −0,024(30) )
= 0,097 mg/ml + 0,214 mg/ml
= 0,311 mg/ml = 311ug/mL
45 𝐶𝑝 = 0,2 𝑒 −0,024𝑡 + 0,417 (1 − 𝑒 −0,024𝑡 ) 41.85
= 0,2 𝑒 −0,024(45) + 0,417 (1 − 𝑒 −0,024(45) )
= 0,068 mg/ml + 0,275 mg/ml
= 0,343 mg/ml = 343ug/mL
60 Cp = 0,417(1 − 𝑒 −0,024𝑡 )𝑒 −0,024(𝑡−𝑏) 24.281
= 0,417(1 − 𝑒 −0,024(60) )𝑒 −0,024(15)
= 0,222 mg/ml = 222ug/mL
Kurva Kadar Plasma-Waktu Parasetamol (Teori)
400
350
Konsentrasi (µg/ml)

300
250
200
150
100
50
0
0 10 20 30 40 50 60 70
Waktu (menit)

B. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan simulasi model in vitro
farmakokinetik obat secara intravena. Percobaan ini bertujuan untuk dapat
menjelaskan proses farmakokinetik obat dalam tubuh setelah pemberian injeksi bolus
secara intravena dan mengetahui profil farmakokinetk obat. Percobaan ini
menggunakan model farmakokinetik secara in vitro yang digunakan untuk
menggambarkan dan menginterpretasikan sekumpulan data yang diperoleh dari
eksperimen. Dalam metode ini, suatu wadah digambarkan sebagai kompertemen
tubuh dimana obat mengalami profil farmakokinetik dari distribusinya hingga
eliminasi obat. Sampel untuk percobaan ini yaitu paracetamol yang akan di uji
aktifitas farmakokineriknya dengan menggunakan metode model in vitro.
Pemberian melalui infus diartikan sebagai pemberian obat secara perlahan-
lahan dalam jangka waktu lama, sehingga didapatkan keseimbangan antara kecepatan
masuknya obat ke sirkulasi sistemik dengan kecepatan eliminasi obat. Tujuan dari
pemberian obat melalui infus terutama adalah agar didapatkan kadar terapetik yang
terpelihara (konstan), yang memang diperlukan pada keadaan keadaan tertentu. Pada
saat akan dimulainya pemberian suatu obat secara infus, kadar obat dalam tubuh
adalah nol. Kemudian diberikan infus, maka kadar obat akan naik, setelah waktu
tertentu proses eliminasi akan seimbang dengan kecepatan masuknya obat, sehingga
didapatkan keadaan yang disebut “steady state” atau “plateau”. Steady state ini dapat
dipertahankan, apabila kecepatan infuse diatur sedemikian rupa sehingga seimbang
dengan kecepatan eliminasi.
Farmakokinetika obat merupakan proses yang dilakukan tubuh terhadap obat,
yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi. Farmakokinetika mempelajari
perubahan konsentrasi obat perwaktu. Pada pemberian obat secara intravena, di dalam
tubuh obat tidak akan melalui proses absorpsi melainkan langsung terdistribusi ke
jaringan dan termetabolisme kemudian diekskresikan. Injeksi intravena tidak
melewati proses absorpsi karena obat langsung masuk ke pembuluh darah dan akan
langsung didistribusi ke jaringan-jaringan. Parameter farmakokinetik yang diukur
yaitu waktu paruh (t ½), konsentrasi obat dalam darah pada waktu tertentu (Ct) dan
klirens (Cl), dan Volume distribusi(Vd). Waktu paruh dalam plasma adalah waktu
dimana konsentrasi obat dalam plasma menurun separuhnya dari nilai seharusnya.
Klirens suatu obat adalah factor yang memprediksi laju eliminasi yang berhubungan
dengan konsentrasi suatu obat tanpa mempermasalahkan mekanisme prosesnya.
Volume distribusi adalah volume yang didapatkan pada saat obat didistribusikan.
Secara prosedural hal pertama yang dilakukan adalah pembuatan larutan induk
yaitu menimbang paracetamol dengan kadar 200 ppm yaitu dengan melarutkan 100
mg paracetamol kedalam 500 ml aquades sebelum simulasi in vitro dilakukan terlebih
dahulu dilakukan optimasi alat untuk menentukan clearance, setelah optimasi
dilakukan diperoleh clearance 12 ml / menit tidak lupa disiapkan larutan pengganti
dari clearance dengan tujuan agar volume distribusi dapat konstan, dan juga di atur
banyaknya tetesan infus diperoleh yaitu 20 tetes/menit. Setelah alat selesai di
optimasi barulah dimulai uji in vitro yang dimulai dengan mengisi bejana alat dengan
500 ml air yang di gunakan sebagai volume distribusi. Lalu disiapkan larutan
parasetamol 200 ppm sebanyak volume botol infus dan dimasukkan ke dalam wadah
infus dan dibiarkan mengalir ke gelas beaker yang sudah diisikan larutan aquades hal
ini mensimulasikan bagaimana cairan infus masuk ke dalam volume distribusi yaitu
cairan tubuh di dalam alat.
Setelah paracetamol terlarut dalam larutan, dilakukan pengadukan secara terus
menerus yang menggambarkan seperti aliran darah yang mengalir dalam tubuh
dengan kecepatan konstan. Cairan dalam wadah kemudian dikeluarkan kira-kira (yang
dianggap sebagai proses ekskresi renal). Proses ini disimulasikan sebagai klirens (Cl).
Klirens suatu obat adalah suatu ukuran eliminasi obat dari tubuh tanpa
mempermasalahkan mekanisme prosesnya. Umumnya jaringan tubuh atau organ
dianggap sebagai suatu kompartemen cairan dengan volume terbatas (volume
distribusi) dimana obat terlarut didalamnya (Mutschler, 1999). Klirens parasetamol
adalah 250 ml/menit sampai 450 ml/menit. Klirens parasetamol akan turun apabila
terjadi disfungsi hati. Klirens akan meningkat bila terjadi hipertiroidisme (Melmon
and Morelli, 1992).
Menurut Melmon dan Morelli (2000), volume distribusi dari parasetamol
adalah 0,94 L/kg atau pada manusia 70 kg, volume distribusinya sekitar 67 ± 8 L
(Benet, 1992). Parasetamol memiliki t½ sebesar 1 sampai 4 jam (Anonim, 2005 c).
Dalam urin, terdapat 90 – 100% metabolit tidak aktif, namun kadang ditemukan 3%
parasetamol dalam bentuk utuh (Anonim, 2004 a ; Mutschler et al., 1995).

Kemudian di ambil sebanyak 10 ml cairan pada menit ke 5, 10, 15, 30, 45, dan
60, setelah pengambilan tiap satuan waktu tersebut dimasukkan sebanyak 10 ml
larutan aquades sebagai simulasi bahwa manusia meminum air untuk mengganti
cairan yang keluar. Kemudian cairan ditampung dalam tabung reaksi untuk di uji
spektroforometri absorpsinya dan dapat dibuat kurva persamaan garis linear untuk
mengetahui kadarnya dan juga dilakukan perhitungan parameter-parameter
farmakokinetik. Pada kelompok kami di gunakan Loading dose sebesar 100 ppm
dengan tujuan untuk menaikan secara cepat konsentrasi plasma sampai kadar
terapeutik, dengan dosis dari loading dose yang lebih besar di bandingkan pemberian
obat dosis berulang, dan pada saat praktikum dilakukan perhitungan loading dose
agara dapat menghasilkan konsentrasi plasma yang diinginkan.
Tahap selanjutnya yaitu pengukuran konsentrasi setiap cuplikan dengan
menggunakan spektrofotometer UV-Vis untuk menentukan kadar paracetamol yang
diekskresikan per satuan waktu. Data konsentrasi yang didapatkan dari percobaan
menggunakan loading dose pada menit ke 5, 10, 15, 30, 45, dan 60 berturut turut
adalah 55,408; 42,967; 42,763; 9,379; 41,85; 24,281;. Dari hasil tersebut dibuat kurva
dengan memplotkan waktu sebagai X dan konsentrasi sebagai Y.
Kurva yang didapat menunjukan penurunan dari waktu ke waktu dan tidak
sesuai dengan literatur. Karena konsenterasi pada kurva kelompok kami naik turun
dari waktu ke waktu sehingga tidak diperoleh Css. Tidak tercapainya Css ddalam
praktikum kali ini mungkin disebabkan karena adanya human error atau kesalahan
praktikan. CSS atau kondisi tunak adalah suatu keadaan yang mana tidak terjadi
perubahan jumlah atau konsentrasi obat di dalam tubuh dengan bertambahnya waktu.
Sehingga dapat dikatakan bahwa pada CSS laju masukan obat (laju infusi) = laju
keluaran obat (laju eliminai). (Shargel, 2012)
Kurva pemberian infus dengan pemberian loading dose seharusnya ditunjukan
pada gambar dibawah ini :

Parameter pertama yang dicari adalah Co atau konsenterasi awal cuplikan obat
yakni 200 ppm berbeda pada teori yakni 1,3852 ppm. Selanjutnya parameter kedua
yakni kecepatan pemberian infus yakni 5 mg/menit. Parameter ketiga yaitu Cl atau
klirens yang berarti volume darah yang dibersihkan dari kandungan obat persatuan
waktu (Neal, 2006). Berdasarkan perhitungan praktikum didapat, hal ini terjadi karena
sebagian besar obat terikat oleh komponen jaringan atau cairan ekstavaskular.
Berdasarkan praktikum nilai Vd sebesar 500 ml.
Parameter keempat yaitu waktu paruh eliminasi (t1/2). Waktu paruh ialah
waktu yang dibutuhkan untuk mengubah jumlah obat di dalam tubuh menjadi
seperdua selama eliminasi (atau selama infus yang konstan) (Katzung, 2001).
Berdasarkan perhitungan praktikum didapatkan hasil sebesar 28,875 ml/menit.
Sedangkan hasil teoritis yaitu sebesar 34,65 menit.
Parameter kelima yakni Css. Pada hasil praktikum nilai Css adalah 417 ppm
hasil ini tidak sesuai dengan nilai secara teoritis yakni 500 ppm. Sedangkan pada nilai
Cp terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai teoritis yang di peroleh dengan
perhitungan kurva kalibrasi dengan hasil yang di peroleh dari praktikum yang dimana
diperoleh dari perhitungan manual berdasarkan hasil-hasil yang di peroleh dari
praktikum, hal ini dapat di karenakan kurangnya ketelitian dari praktikan.
Daftar Pustaka
Mutschler, E., 1986, Dinamika Obat : Buku Ajar Farmakologi dan
Toksikologi, diterjemahkan oleh Widianto, M.B., dan Ranti, A.S., Edisi Kelima, 157-
158, Penerbit ITB, Bandung
Melmon dan Morelli. 2000. Clinical Pharmacology Basic Principles In
Therapeutics, Fourth Edition. Editor: Carruthers, S.G., Hoffman, B.B., Melmon, K.L.,
dan Nierenberg, D.W. McGraw-Hill Companies, New York.
Katzung, B.G. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik: Reseptor- reseptor Obat
dan Farmakodinamik.Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp. 23-4
Neal, M.J. 2006. At a Glance Farmakologi Medis Edisi Kelima. Jakarta :
Penerbit Erlangga.
Shargel, L. Wu-Pong, S. dan Yu, A. B. C. 2012. Biofarmasetika dan
FarmakokinetikaTerapan. Edisi Kelima. Penerjemah: Fasich dan Suprapti, B. Judul
buku asli:Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics. Pusat Penerbitan
danPercetakan Universitas Airlangga. Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai