Anda di halaman 1dari 47

MATA KULIAH: KULINER DIET

Rany Adelina, S.Gz., MS.


 Penggunaan diet lambung
 Penyakit dengan diet lambung
 Pemilihan bahan makanan untuk pasien dengan diet lambung
 Prinsip, syarat, dan standar diet lambung
 Menyusun menu diet lambung
 Persiapan, pengolahan, dan penyajian menu diet lambung

Rany Adelina, S.Gz., MS. 2


 Memahami modifikasi diet berdasar jenis penyakit dan
menyusun menu untuk diet lambung

Rany Adelina, S.Gz., MS. (Almatsier, 2006) 3


 Diet lambung dapat juga diberikan kepada pasien dengan:
 Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)/ radang esofagus
 sindroma dispepsia (kumpulan gejala mual, muntah, nyeri epigastrum, kembung, nafsu
makan berkurang, rasa cepat kenyang),
 gangguan saluran cerna seperti radang lambung (gastritis akut dan kronis),
 Ulkus peptikum,
 thypus abdominalis, dan
 setelah operasi saluran cerna.

Rany Adelina, S.Gz., MS. (Almatsier, 2006) 4


 Gastroesophageal reflux (GER) dianggap fisiologis normal
 Proses yang terjadi beberapa kali sehari pada bayi yang sehat, anak-anak dan
orang dewasa. GER umumnya dikaitkan dengan transient relaksasi LES
independen menelan, yang memungkinkan isi lambung memasuki
kerongkongan.
 Fisiologi normal GER pada bayi, berupa regurgitasi dan muntah sebagai gejala
yang paling terlihat, dilaporkan terjadi setiap hari pada 50% dari semua bayi
(Lightdale et al, 2013).
 Gastroesophageal reflux disease (GERD) adalah kasus yang lebih serius, bentuk
GER kronis atau berlangsung lama dan didefinisikan sebagai gejala atau
komplikasi yang dihasilkan dari refluks isi lambung ke dalam kerongkongan atau
di luar, dan bahkan ke dalam rongga mulut (termasuk laring) atau paru-paru.

Rany Adelina, S.Gz., MS. (Mahan & Janice L Raymond, 2017) 5


Rany Adelina, S.Gz., MS. 6
 Beberapa pasien mengalami gejala GERD terutama di malam (GERD nokturnal),
memiliki dampak yang lebih besar pada kualitas hidup dibandingkan dengan
gejala siang hari.
 GERD nokturnal terkait secara signifikan dengan esophagitis (Radang
kerongkongan) parah dan metaplasia intestinal (Esophagus Barrett) sehingga
dapat menyebabkan gangguan tidur.
(Mahan & Janice L Raymond, 2017)

Rany Adelina, S.Gz., MS. 7


 tindakan medis berupa
memasukan tabung endotrakeal
melalui mulut atau hidung untuk
menghubungkan udara luar
dengan kedua paru.

Rany Adelina, S.Gz., MS. (Mahan & Janice L Raymond, 2017) 8


Rany Adelina, S.Gz., MS. (Mahan & Janice L Raymond, 2017) 9
Rany Adelina, S.Gz., MS. 10
 adalah istilah spesifik yang secara harfiah berarti radang lambung.
 Pada endoskopi mukosa lambung terlihat Perubahan histologis ditandai dengan
infiltrasi epitel dengan sel-sel inflamasi seperti sel polimorfonuklear (PMN).
 Gastritis akut mengacu pada serangan gejala dan peradangan yang cepat .
 Gastritis kronis dapat terjadi selama periode bulan untuk beberapa dekade,
dengan gejala terulang kembali.
 Gejala meliputi mual, muntah, malaise, anoreksia, perdarahan, dan rasa sakit
epigastrium. Gastritis Berkepanjangan dapat menyebabkan atrofi dan hilangnya
sel parietal, sehingga hilangnya sekresi HCL (achlorhydria) dan faktor intrinsik,
yang mengakibatkan anemia pernisiosa.

(Mahan & Janice L Raymond, 2017)


Rany Adelina, S.Gz., MS. 11
 Anemia pernisiosa Pada orang dengan Gastritis atrofi, harus
dievaluasi status vitamin B12 karena kekurangan akibat faktor
intrinsik dan asam lambung
 Hasil malabsorpsi vitamin ini dapat mempengaruhi penyerapan zat besi,
kalsium, dan lainnya karena asam lambung meningkatkan
bioavailabilitas.
 Dalam kasus anemia kekurangan zat besi, penyebab lain karena
kehadiran Helicobacter pylori dan Gastritis.
 Pemberantasan H. pylori menghasilkan peningkatan penyerapan zat besi
dan peningkatan feritin.

Rany Adelina, S.Gz., MS.


(Hershko dan Ronson, 2009) 12
 ulkus peptikum mengacu pada ulkus yang terjadi sebagai akibat dari kerusakan
dinding usus
 Normalnya, usus akan melakukan mekanisme pertahanan dan perbaikan.
 Biasanya lebih dari satu mekanisme yang tidak berfungsi
 biasanya menunjukkan bukti peradangan kronis dan erosi sekitar mukosa.
 Penyebab utama dari ulkus peptikum adalah infeksi H. pylori, Gastritis, stres,
penggunaan aspirin, NSAID lainnya dan kortikosteroid.

Rany Adelina, S.Gz., MS. 13


(Mahan & Janice L Raymond, 2017)
Rany Adelina, S.Gz., MS. 14
(Mahan & Janice L Raymond, 2017)
Rany Adelina, S.Gz., MS. (Mahan & Janice L Raymond, 2017) 15
Rany Adelina, S.Gz., MS. 16
(Mahan & Janice L Raymond, 2017)
 Gejala: perut tidak nyaman atau sakit (Nyeri epigastrium ).
 Kata ketidaknyamanan penting untuk ditekankan, karena banyak pasien tidak akan
mengeluh sakit, melainkan mengeluh terbakar, tekanan, atau kepenuhan di daerah
epigastrium, atau bahwa mereka tidak bisa menyelesaikan makan berukuran
normal (Cepat kenyang). Gejala lain termasuk mual postprandial, bersendawa, dan
perut kembung (Talley dan Ford, 2015).
 Terjadi sekitar 20% - 40% dari populasi dan secara signifikan mengurangi kualitas
hidup (Ford dan Moayyedi, 2013).
 Penyebab dispepsia termasuk: GERD, penyakit ulkus peptikum, Gastritis, penyakit
kandung empedu, atau kondisi patologis lain yang dapat diidentifikasi.

Rany Adelina, S.Gz., MS. 17


 Menurut penelitian di Jepang, Konsumsi tinggi sup miso dapat menurunkan
frekuensi GERD dan sindroma dispepsia.
(Mano et al, 2018)
 Sup miso terdiri dari kaldu Jepang dan pasta miso.
 Miso adalah bahan makanan asal Jepang yang dibuat dari fermentasi rebusan
kedelai, beras, atau campuran keduanya dengan garam. Kapang yang digunakan
untuk fermentasi adalah Aspergillus oryzae. Miso digunakan sebagai bumbu
masak untuk berbagai jenis makanan Jepang.

Rany Adelina, S.Gz., MS. 18


 Memberikan makanan dan cairan secukupnya, mencegah dan menetralkan
pembentukan asam lambung yang berlebihan.

(Almatsier, 2006)

Rany Adelina, S.Gz., MS. 19


 Energi dan protein cukup
 Rendah Lemak
 Rendah serat
 Cairan cukup

Rany Adelina, S.Gz., MS. (Almatsier, 2006) 20


 Energi dan protein cukup, sesuai kemampuan pasien
 Rendah Lemak , 10-15% dari energi total, ditingkatkan bertahap sesuai kebutuhan
 Utamakan asam lemak omega 3 dan 6

 Rendah serat, terutama serat tidak larut air yang ditingkatkan secara bertahap
 Cairan cukup,terutama bila ada muntah
 Laktosa rendah (bila ada gejala intoleransi laktosa, tidak dianjurkan minum susu)
 Makan secara perlahan di lingkungan yang tenang
 Mudah dicerna, porsi kecil tapi sering
 Hindari mengkonsumsi makanan yang merangsang lambung seperti asam, pedas,
terlalu panas/dingin
 Pada fase akut, diberikan makanan parenteral selama 24-48 jam untuk memberi
istirahat pada lambung

Rany Adelina, S.Gz., MS. (Almatsier, 2006) 21


Rany Adelina, S.Gz., MS. 22
, pir

Susu bebas laktosa, rendah


lemak

Rany Adelina, S.Gz., MS. 23


Rany Adelina, S.Gz., MS. 24
 Diet lambung I
 Diet lambung II
 Diet lambung III

Rany Adelina, S.Gz., MS. (Almatsier, 2006) 25


BAHAN MAKANAN PENUKAR DIET PENUKAR DIET
Lambung II Lambung III
KARBOHIDRAT 3 5½

HEWANI (protein lemak sedang= 5 g) 3 2


NILAI DL I I DL III
HEWANI ((protein lemak rendah= 2 g) 1 1
GIZI
Nabati 2 2½ ENERGI 1946 2096
(kkal)
Sayuran A sekehendak sekehendak
Protein (g) 66,5 65
Sayuran B 2½ 2½
Lemak (g) 70 55,5
Buah 3 3 Karbohidra 262 356
t (g)
Gula pasir 5 5

Susu RENDAH lemak 2 1


FKUI, 2015
Minyak 7 6
 Diberikan dalam bentuk saring
 Diberikan kepada pasien gastritis akut, ulkus peptikum, pasca pendarahan, tifus
abdominalis
 Perpindahan dari diet pasca hematemesis melena atau setelah fase akut teratasi
 Diberikan setiap 3 jam selama 1-2 hari
 Kurang energi, zat besi, vitamin C, dan tiamin

Rany Adelina, S.Gz., MS. (Almatsier, 2006) 27


 Perpindahan dari diet lambung I kepada pasien ulkus peptikum/gastritis kronis
dan tifus abdominalis ringan
 Bentuk lunak
 Porsi kecil
 Diberikan 3x makanan lengkap dan 2-3x makanan selingan
 Cukup energi, protein, vitamin C, tetapi kurang tiamin

Rany Adelina, S.Gz., MS. (Almatsier, 2006) 28


 Perpindahan dari diet lambung II kepada pasien ulkus peptikum/gastritis kronis
dan tifus abdominalis yang hampir sembuh
 Bentuk makanan lunak/biasa
 Cukup energi dan zat gizi

Rany Adelina, S.Gz., MS. (Almatsier, 2006) 29


Teh encer  Ruang kelas III

Rany Adelina, S.Gz., MS. 30


 Cara pengolahan makanan direbus, kukus, panggang dan tumis

Rany Adelina, S.Gz., MS. (Almatsier, 2006) 31


 Tergantung berat ringannya pembedahan
 Status gizi pasien pra-bedah
 kemampuan pasien untuk mencerna dan mengabsorbsi zat-zat gizi

Diet pra Diet pasca


bedah bedah
Rany Adelina, S.Gz., MS. 32
 Terjadi peningkatan ekskresi nitrogen dan natrium yang dapat berlangsung
selama 5 – 7 hari atau lebih, Faktor stres : moderate

Rany Adelina, S.Gz., MS. 33


 Pemberian tergantung pada:
 Keadaan umum: status gizi, gula darah, tekanan darah, ritme jantung, denyut nadi, fungsi
ginjal, dan suhu tubuh
 Macam pembedahan:
 Bedah minor: insisi, ekstirpasi, sirkumsisi
 Bedah mayor: pada saluran cerna dan di luar saluran cerna
 Sifat pembedahan:
 Segera dlm keadaan darurat (cito) -> tidak diberikan diet pra bedah
 Berencana/elektif -> diberikan diet pra bedah
 Macam pembedahan:
 Penyakit utama: saluran cerna, jantung, ginjal, saluran pernapasan, dan tulang
 Penyakit penyerta: DM

Rany Adelina, S.Gz., MS. 34


 UNTUK MENGUSAHAKAN AGAR STATUS GIZI PASIEN DALAM KEADAAN OPTIMAL
PADA SAAT PEMBEDAHAN, SEHINGGA TERSEDIA CADANGAN UNTUK
MENGATASI STRES DAN PENYEMBUHAN LUKA.

 Energi:
 SG Kurang : 40-45 kkal/kgBB
 SG Normal: sesuai kebutuhan + Faktor stres 15% Angka Metabolisme Basal (BMR)
 SG Lebih: 10 – 25% dibawah kebutuhan E normal

Rany Adelina, S.Gz., MS. 35


 Protein
 SG Kurang, anemia, albumin rendah : 1,5 – 2,0 g/kg BB
 SG Normal/Lebih : 0,8 -1 g/kg BB

 Lemak : 15 – 20%
 Karbohidrat cukup
 Vitamin cukup (vit. K, C, B)
 Mineral cukup
 Rendah sisa

Rany Adelina, S.Gz., MS. 36


 Berencana/elektif
 Prabedah minor/kecil elektif
 Puasa 4 – 5 jam pada kasus tonsilektomi
 Pemberian Diet rendah sisa 24 jam sebelumnya pada kasus: apendiktomi, herniatomi,
hemoroidektomi
 Prabedah mayor/besar elektif saluran serna
 Hari ke 4 sebelum pembedahan diberi makanan lunak
 Hari ke 3 sebelum pembedahan diberi makanan saring
 Hari ke 2 dan 1 hari sebelum pembedahan diberi formula enteral rendah sisa
 Prabedah mayor/besar elektif di luar saluran serna
 Formula enteral rendah sisa selama 2 – 3 hari, terakhir diberikan 12 – 18 jam sebelum dan
minuman terakhir 8 jam sebelumnya

Rany Adelina, S.Gz., MS. 37


 Sesuai bahan makanan pada
 Makanan lunak
 Makanan saring
 Makanan cair

Rany Adelina, S.Gz., MS. 38


 Tujuan: untuk mengupayakan agar status gizi pasien segera kembali normal untuk
mempercepat proses penyembuhan dan meningkatkan daya tahan tubuh pasien,
dengan cara sbb:
 Memberikan kebutuhan dasar (cairan, energi, protein)
 Mengganti kehilangan protein, glikogen, zat besi, dan zat gizi lain
 Memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan cairan

 Syarat: memberikan makanan bertahap mulai dari bentuk cair, saring, lunak, dan biasa
dengan pertimbangan:
 Pascabedah kecil
 Makanan diusahakan secepat mungkin kembali seperti biasa/normal
 Pascabedah besar
 Makanan diberikan secara berhati-hati disesuaikan dengan kemampuan pasien untuk menerimanya

 Cara memesan diet: DPB I – IV, DLPL, DPBPJ

Rany Adelina, S.Gz., MS. 39


 Diet Pasca-Bedah I (DPB I)
 Diet ini diberikan kepada semua pasien pascabedah :
 Pasca-bedah kecil : setelah sadar dan rasa mual hilang.
 Pasca-bedah besar : setelah sadar dan rasa mual hilang serta ada tanda-tanda usus mulai
bekerja.
 Cara Memberikan Makanan
 Selama 6 jam sesudah operasi, makanan yang diberikan berupa air putih, teh manis, atau cairan
lain seperti pada makanan cair jernih. Makanan ini diberikan dalam waktu sesingkat mungkin,
karena kurang dalam semua zat gizi. Selain itu diberikan makanan parenteral sesuai kebutuhan.
 Bahan Makanan Sehari dan Nilai Gizi
 Makanan yag diberikan yaitu Diet Makanan Cair Jernih yang diberikan secara bertahap sesuai
kemampuan dan kondisi pasien, mulai dari 30 ml/jam.

Rany Adelina, S.Gz., MS. 40


 diberikan kepada pasien pascabedah besar saluran cerna atau sebagai
perpindahan dari Diet Pasca Bedah I.
 Cara Memberikan Makanan
 Makanan diberikan dalam bentuk cair kental, berupa kaldu jernih, sirup, sari buah, sup,
susu, dan puding rata-rata 8-10 kali sehari selama pasien tidak tidur. Jumlah cairan yang
diberikan tergantung keadaan dan kondisi pasien. Selain itu dapat diberikan makanan
parenteral bila diperlukan. DPB II diberikan untuk waktu sesingkat mungkin karena zat
gizinya kurang. Makanan yang tidak boleh diberikan pada diet pasca-bedah II adalah air
jeruk dan minuman yang mengandung karbondioksida.
 Bahan Makanan Sehari dan Nilai Gizi
 Bahan makanan yang diberikan adalah Makanan Cair Kental dengan pemberian secara
berangsur dimulai 50 ml/jam.

Rany Adelina, S.Gz., MS. 41


 diberikan kepada pasien pascabedah besar saluran cerna atau sebagai perpindahan
dari DPB II.
 Cara Memberikan makanan
 Makanan yang diberikan berupa Makanan Saring ditambah susu dan biscuit. Cairan
hendaknya tidak melebihi 2000 ml sehari. Selain itu dapat pula diberikan makanan parenteral
bila diperlukan.
 Makanan yang Tidak Dianjurkan
 Makanan yang tidak dianjurkan untuk Diet Pasca-Bedah III adalah makanan dengan bumbu
tajam dan minuman yang mengandung karbondioksida.
 Bahan Makanan Sehari dan Nilai Gizi
 Makanan yang diberikan adalah Diet Makanan Saring dengan :
 Pukul 16.00 : Susu 1 gls Gula pasir 20 g
 Pukul 22.00 : Biscuit 30 g

Rany Adelina, S.Gz., MS. 42


 diberikan kepada :
 Pasien pascabedah kecil, setelah diet Pasca-Bedah I.
 Pasien pascabedah besar, setelah Diet Pasca-Bedah III.

 Cara memberikan makanan


 Makanan lunak : 3 MU +1 S
 Berupa nasi Tim dan lauk TETP.
 Apabila makanan pokok tidak habis, maka bisa ditambah 2S (16.00 dan 22.00) berupa 2 buah
biskuit atau 1 porsi puding dan 1 gelas susu
 Makanan yang dihindari :
 Berbumbu tajam dan minuman yang mengandung karbondioksida
 Disesuaikan dengan kondisi penyakit
 Misalnya :
 Penyakit jantung mengurangi konsumsi garam dan kolesterol.
 Penyakit DM mengurangi konsumsi gula.
 alergi terhadap makanan tertentu seperti telur, ikan asin, kacang harus dihindari.

Rany Adelina, S.Gz., MS. 43


 DIET PASCA BEDAH LEWAT PIPA LAMBUNG bagi pasien dalam keadaan khusus
seperti koma, luka bakar, gangguan psikis, dimana makanan harus diberikan lewat
pipa lambung / enteral / NGT (Naso Gastric Tube)
 Cara memberikan makanan
 Makanan Cair kental penuh 1 kkal/ml, sebanyak 250 ml tiap 3 jam bila tidak tidur
 Bahan makanan sesuai ketentuan makanan cair kental

 Cara memesan: DLPL / DNGT (Diet Naso Gastric Tube)

Rany Adelina, S.Gz., MS. 44


 DIET PASCA BEDAH LEWAT PIPA JEJUNUM bagi pasien yang tidak dapat
menerima makanan melalui oral atau pipa lambung diberikan langsung ke pipa
jejunum / JFF (Jejunum Feeding Fistula)
 Makanan cair diberikan tetes demi tetes secara perlahan, agar tidak terjadi diare
atau kejang.
 Diberikan dalam waktu singkat karena kurang energi, protein, vitamin, dan zat besi
 Bahan makanan sehari
 Susu bubuk 80 g
 Air kapur 420 ml
 Dekstrin maltosa 20 g
 Air 200 ml

 Cara memesan: DPBPJ / MCK (makanan cair khusus)

Rany Adelina, S.Gz., MS. 45


 Almatsier, S. (2006). Penuntun Diet.
 Ford AC, Moayyedi P: Dyspepsia, Curr Opin Gastroenterol 29:662, 2013.
 Hershko C, Ronson A: Iron deficiency, Helicobacter infection and gastritis, Acta
Haematol 122:97, 2009.
 Lightdale JR, Gremse DA, Section on Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition:
Gastroesophageal reflux: management guidance for the pediatrician, Pediatrics
131:e1684, 2013.
 Mahan, L. K., & Janice L Raymond. (2017). Krauses’s Food & The Nutrition Care
Process (14th ed.). Canada: Elsevier.
 Talley NJ, Ford AC: Functional dyspepsia, N Engl J Med 373:1853, 2015.

Rany Adelina, S.Gz., MS. 46


 Siapkan selembar kertas kosong
 Tulis NAMA+NIM

Rany Adelina, S.Gz., MS. 47

Anda mungkin juga menyukai