1. Evaluasi Preoperatif.
Landasan suatu prosedur efektif dan prosedur evaluasi adalah riwayat medis dan pemeriksaan fisik yang mana kita
akan mengetahui riwayat pengobatan , riwayat alergi ,respon dan reaksi tbuh saat menerima pentalaksanaan anestesi
sebelumnya.Pemeriksaan lainnya meliputi tes diagnostic, pemeriksaan x-ray. evaluasi preopreatif akan memandu
rencana anestesi. Evaluasi preoperatif yang tidak optimal dan persiapan pasien yang tidak lengkap biasanya
menyebabkan keterlambatan penangaanan, komplikasi dan biaya yang berlebih yang tidak dapat dihindari.
evaluasi praoperatif memiliki banyak tujuan. Tujuan perama adalah untuk mengidentifikasi pasien ini memiliki hasil
yang cenderung membaik dengan menerapkan perawatan medis tertentu atau tidak. Yang kedua untuk melihat
mengidentifikasi pasien berdasarkan resiko anestesi dan menjelaskan resiko maupun keuntungan dan kerugian dari
penatalaksanaan anestesi. Yang harus d perhatikan juga adalah status fisik adapun klasifikasi yang lazim digunakan
untuk menilai kebugaran fisik seseorang berasal dari The American Society of Aenensthesiology ( ASA )
ASA 1 : pasien sehat organik, fisiologik , psikiatri dan biokimia
ASA 2 : Penyakit sistemik ringan
ASA 3 : Pasien dengn penyakit sistemik berat dan tidak dapat melakukan aktivitas rutin terganggu
ASA 4 : Paseien dengan penyakit sistemik berat dan tidak dapat melakukan aktivitas rutin dari
penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat.
ASA V : Pasien kritis yang diperkirakan dengan atau tanpa operasi hidupnya tidak bertahan lebih dari
24 jam
ASA VI : Kematian otak dan membutuhkan donor
E : Cito atau Emergensi
Premedikasi : digunakan untuk menenangkan pasien san menghilangkan nyeri pada pasien bisa
menggunakan oral atau intravena midazolam 2-5mg untuk nyeri dipertimbangkan untuk
pemberian opioid dosis rendah
Dokumentasi : diperlukan untuk acuan untuk tindakan anestesi pasien yang akan datang dan
diperlukan untuk claim asuransi pengobatan.
Chapter ini akan membahas dari anatomi saluran penapasan, alat-alat bantu nafas, tehnik
pemasangan dan komplikasi dari pemasangan laringoskop, intubasi dan ekstubasi.
a. Anatomi
Pernapasan atas meliputi hidung mulut faring laring trakea dan bronkus. Struktur
laring juga berperan untuk mencegah aspirasi ke trakea. Pada kasus cedera pada
laring unilateral menyebabkan deteriorasi kualitas vocal, jikan injuri pada laring
bilateral akan menyebabkan stridor dan distress pernapasan Karen otot krikotiroid
tidak berkontraksi
b. Manajemen rutin airway
- Assessment airway pre anestesi
- Persiapan peralatan
- Posisi pasien
- Pre oksigenasi
- Sungkup dan bag ventiasi
- Intubasi
- Konfirmasi tube yang proper
- Ekstubasi
c. Airway assessment
Bukaan mulut jarak insisor 3cm pada dewasa
Mallampati skor
Jarak thyromental
Jarak dagu ke thyroid notch atas
Lingkar leher : 17 inch
d. Peralatan
Sumber oksigen
Bag dan sungkup ventilasi
Laringoskop
ETT
suction
pulse oksimetri
stetoskop
plaster
ECG
akses intravena
1. Pasien yang gawat tidak boleh meninggalkan ruangan operasi sampai pasien bisa
bernafas sendiri, ventilasi yang kuat dan oksigenasi dan hemodinamiknya dipastikan
stabil setelah semua d pastikan aman pasien akan dibawa ke PACU ( Postanestesia care
unit)
2. Sebelum kepulihan pasien benar-benar pulih pasien biasanya masih disertai nyeri ,
agitasi
3. Mual muntah termasuk komplikasi dari anestesi umum, 30% pasien pasti akan
mengalaminya
B. Design
Ruang PACU harus berada dekat dengan ruangan operasi karena untuk memduahkan
mobilisasi ketika pasien butuh untuk di operasi kembali dan dalam keadaan gawat.
Oksigen dan suction juga harus berada didekat pasien.
C. Equipment
PACU harus mempunyai Pulse Okaimetri, Monitor NIBP,ECG, thermometer,
capnoghrapy, monitor tekanan intrakranal, heating lamp dan selimut. Tidak hanya itu
PACU juga memerlukan troli beserta obat-obatan, canul oksigen, cairan infus beserta
perlatan infus , Goedel, LMA, Nasal airways peralatan krikotirotomi CPAP dan
Ventilator yang mana harus berada dekat dengan ruang recovery/ pemulihan. Jika terdapa
kesulitan bronkoskop dan laringoskop video juga diperlukan peralatan defibrillator.
Manajemen komplikasi airway
1. Obstruksi jalan nafas
Pertama pastikan pasien mendapatkan suplay oksigen kemudian Kombinasikan head tilt
dan jaw thrust masukkan nasal airway atau oral airway
2. Hopventilasi
Diakibatkan sisa otot yang lemah akibat pemberian muscle relaxan maka kita berikan
naloxone 80 mcg IV
3. Hipoksemia
Pemberian terapi oksigen + LMA jika diperlukan. Pada pneumothorax lakukan hest tube,
jika overload cairan pertimbangkan pemberian loop dieuretik