Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kurikulum merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan dan

menumbuh kembangkan seluruh aspek pribadi dalam mempersiapkan suatu

kehidupan yang berhasil disuatu masyarakat, pendidikan merupakan salah satu

bidang yang sangat diprioritaskan dalam pembangunan nasional karena dapat

mewujudkan cita-cita untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Berbagai usaha

telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan seperti perbaikan dan

peningkatan sarana dan prasarana, perbaikan dan peningkatan kualitas pendidikan,

penataran guru-guru, dan perbaikan metode pengajaran. Dalam pengertian yang

sederhana dan umum makna pendidikan sebagai usaha manusia untuk

menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani

maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma tersebut serta

mewariskannya kepada generasi berikutnya untuk dikembangkan dalam hidup dan

kehidupan yang terjadi dalam suatu proses pendidikan

Mata pelajaran matematika diberikan kepada semua peserta didik pada

setiap jenjang dengan tujuan untuk menumbuhkembangkan kemampuan berpikir

logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerja sama.

Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan

memperoleh, mengolah, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada

keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetetif pada masa sekarang ini.

Upaya untuk meningkatkan potensi peserta didik salah satunya melalui

pembelajaran matematika. Matematika penting sebagai pembentuk suatu sikap,

oleh sebab itu salah satu tugas guru yaitu mendorong siswa agar dapat belajar

1
2

matematika dengan baik. Matematika merupakan bidang studi yang dipelajari

oleh semua siswa dari SD hingga SLTA dan bahkan juga di perguruan tinggi. Ada

banyak alasan tentang perlunya siswa belajar matematika. Lima alasan perlunya

belajar matemtika karena matematika merupakan (1) sarana berpikir yang jelas

dan logis, (2) sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, (3)

sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, (4) sarana

untuk mengembangkan kreativitas, dan (5) sarana untuk meningkatkan kesadaran

terhadap perkembangan budaya (Mulyono, 2012:204 ). Matematika berguna

dalam kehidupan sehari-hari, sains, perdagangan dan industri. Oleh karena itu

mata pelajaran matematika secara formal telah diperkenankan kepada siswa sejak

tingkat dasar sampai ke jenjang yang lebih tinggi.

Pelajaran matematika bukan hanya memberikan kemampuan dalam

perhitungan-perhitungan kuantitatif, tetapi juga dalam penataan cara berpikir,

terutama dalam pembentukan kemampuan menganalisis, membuat sintesis,

melakukan evaluasi hingga mampu memecahkan masalah. Kline(Mulyono,

2012:172) mengemukakan bahwa matematika merupakan bahasa simbolis dan ciri

utamanya adalah penggunaan cara bernalar deduktif, tetapi juga tidak melupakan

cara bernalar induktif. Oleh karena itu kemampuan dalam memahami konsep

sangatlah penting.

Banyak siswa yang menghabiskan waktunya untuk menghafal pelajaran

tanpa mengerti maksudnya. Namun, dalam menyelesaikan soal-soal, para siswa

banyak melakukan kesalahan. Belajar matematika bukan dimulai dari

menghafalkan rumus-rumus yang jumlahnya tak terhitungkan, karena inti dari


3

pelajaran matematika adalah pemahaman. Lebih baik paham konsep dari pada

hafal rumus tetapi tidak biasa menerapkannya dalam soal.

Pemecahan masalah merupakan proses menerapkan pengetahuan yang

telah diperoleh siswa sebelumnya kedalam situasi baru. Pemecahanmasalah

merupakan aktivitas yang sangat penting dalam pembelajaran matematika, karena

tujuan belajar yang ingin dicapai dalam pemecahan masalah berkaitan dengan

kehidupan sehari-hari. Menurut Runtukahu (2014: 191) pemecahan masalah

merupakan pendekatan pembelajaran untuk memecahkan berbagai masalah

matematika dan dapat dibedakan dengan masalah rutin dan masalah non rutin.

Dalam pemecahan masalah biasanya melibatkan beberapa kombinasi konsep dan

keterampilan dalam situasi berbeda.Dengan demikian Kemampuan pemecahan

masalah matematis merupakan prasyarat bagi manusia untuk melangsungkan

kehidupannya sehari-hari dalam situasi memecahkan masalah.

Berdasarkan hasil observasi awal pada kelas VII di SMP Negeri 15 Kota

Jambi, fakta yang dapat diberikan sehubungan dengan masih rendahnya

kemampuan pemecahan masalah matematis terlihat dari jawaban siswa pada soal

matematika berikut :

Diketahui persegi panjang ABCD, dengan lebar kurang 2 cm dari panjangnya.

Jika kelilingnya 36 cm, tentukanlah panjang dan luas persegi panjang ABCD ?

Dari 107 siswa ternyata ada 30 siswa yang menjawab benar, 38 siswa yang

menjawab kurang tepat dan 39 siswa tidak menjawab. Berikut ini adalah

gambaran dari jawaban siswa A terhadap soal matematika tersebut.


4

Gambar 1. Jawaban Siswa A Terhadap Soal Matematika

Fakta lain menunjukkan bahwa ketika proses pembelajaran matematika di

kelas guru lebih suka menggunakan pembelajaran langsung. Pada pembelajaran

langsung guru masih cenderung menggunakan pembelajaran langsung didalam

menyampaikan materi pelajaran. Siswa lebih banyak belajar secara individual

dengan menerima, mencatat, dan menghapal materi pelajaran. Disini peran dari

guru memang sangat penting sebagai penyampai informasi, guru lebih dapat

mengendalikan isi materi dan urutan informasi yang diterima oleh siswa. Guru

menjelaskan materi dari awal sampai akhir pelajaran dan disertai dengan contoh

soal, kemudian siswa diberikan beberapa soal untuk latihan. Peran siswa sangat

kurang dalam proses pembelajaran, karena pembelajaran yang berlangsung lebih

berpusat pada guru dan komunikasi satu arah sehingga membuat siswa merasa

kurang termotivasi karena kurangnya keaktifan mereka dikelas. Siswa lebih

banyak mendengarkan dan mencatat apa yang disampaikan oleh guru bahkan

siswa yang bertanya mengenai pelajaran tersebut hanya dilakukan oleh siswa yang

sama.

Kurangnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di SMP

Negeri 15 Kota jambi dalam belajar matematika tidak bisa dibiarkan begitu saja,
5

karena dapat berpengaruh buruk terhadap siswa itu sendiri. Untuk menyelesaikan

masalah tersebut, maka diperlukan suatu upaya untuk membuat suasana

pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan, dengan cara siswa diberi

kesempatan untuk mengembangkan kemampuannya dalam kegiatan belajar.

Untuk menyelesaikan masalah tersebut salah satu upaya yang dapat

dilakukan yaitu dengan cara menerapkan model pembelajaran Acclereted

Learning . model Acclereted adalah

Dengan melihat latar belakang masalah, maka penulis merasa tertarik untuk

mencoba menggunakan perbandingan antara model accleretd Learning dan

pembelajaran langsung ini digunakan dikelas VII pada materi bilangan bulat. Oleh

sebab itu penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “

Perbandingan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Melalui

Model Pembelajaran Acclereted Learning dengan Model Pembelajaran

Langsung Kelas VII SMP N 15 Kota Jambi”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka identifikasi masalah adalah:

1. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

2. Guru masih menggunakan pembelajaran biasa sehingga siswa masih terpaku

sama apa yang diberikan oleh guru.

1.3 Batasan Masalah

Agar penelitian ini dapat lebih terarah, maka penulis perlu dilakukan

pembatasan masalah yang difokuskan pada pengaruh Model Acclereted Learning

terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, pada pokok bahasan


6

Bilangan Bulat SMP Negeri 15 Kota Jambi pada semester ganjil tahun ajaran

2016-2017.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas

dalam penelitian ini adalah apakah kemampuan pemecahan masalah matematis

menggunakan model pembelajaran Acclereted Learning lebih baik dibandingkan

dengan model pembelajaran langsung ?

1.5 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematis

menggunakan model pembelajaran Accelereted Learning dengan model

pembelajaran langsung pada pokok pembahasan bilangan bulat kelas VII SMP

Negeri 15 Kota Jambi.

1.6 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan yang dikemukakan di atas, maka manfaat dari

penelitian ini adalah:

1. Manfaat Praktis

a. Bagi Siswa

Dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa

melalui model pembelajaran Acclereted Learning.

b. Bagi Guru

Sebagai bahan pertimbangan bagi guru agar dapat diterapkan untuk

meningkatkan keaktifan dan meningkatkan kemampuan pemecahan

masalah matematis siswa.


7

c. Bagi penulis

Untuk dapat memberikan sumbangan yang baik bagi sekolah, sehingga

dapat meningkatkan kualitas pendidik.

1.7 Definisi Operasional

Untuk memberikan pemahaman yang benar akan skripsi ini maka

diberikan penegasan istilah yang berkaitan dengan judul skripsi, sebagai berikut:

1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Pemecahan masalah (Problem Solving) merupakan komponen yang sangat

penting dalam matematika. Secara umum, dapat dijelaskan bahwa pemecahan

masalah merupakan proses menerapkan yang telah diperoleh siswa sebelumnya

kedalam situasi yang baru. Pemecahan masalah juga merupakan aktivitas yang

sangat penting dalam pembelajaran matematika, karena tujuan belajar yang

dicapai dalam pemecahan masalah berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

Dengan demikian kemampuan pemecahan masalah matematis merupakan

kemampuan berpikir dan keterampilan yang telah dimiliki siswa untuk digunakan

dalam proses pemecahan masalah matematis. Adapun indikator pemecahan

masalah matematis menurut Fauzan (2011), sebagai berikut: (1) Mengidentifikasi

unsur-unsur yang diketahui, yang ditanyakan dan kecukupan unsur yang

diperlukan, (2) Merumuskan masalah matematika atau menyusun model

matematika, (3) Menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah

dalam atau luar matematika, (4) Menjelaskan atau menginterprestasikan hasil

permasalahan menggunakan matematika secara bermakna.


8

2. Model Acclereted Learning

Model pembelajaran Acclereted Learning adalah Accelereted Learning

merupakan suatu cara yang digunakan untuk meningkatkan belajar siswa sehingga

bisa belajar memahami materi lebih cepat dan menyenangkan sehingga siswa

dapat berperan secara aktif dalam mengembangkan kemampuan matematisnya.

Adapun langkah-langkah Accelereted Learning sebagai berikut

3. Model Pembelajaran Langsung

Model pembelajaran langsung adalah salah satu pendekatan mengajar yang

dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan

pengetahuan deklaratif dan pengetahuan procedural yang terstruktur dengan baik

yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi

selangkah
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Belajar dan Pembelajaran Matematika

2.1.1 Belajar

Belajar adalah usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu

perubahanpada dirinya yang diperoleh dari hasil pengalamannya sendiri dalam

interaksi dengan lingkungannya.

Menurut Skinner (Sagala, 2013:14) menjelaskan belajar adalah suatu

proses adaptasi atau peyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif.

Belajar juga dipahami sebagai suatu perilaku, pada saat orang belajar, maka

responsya menjadi lebih baik. Sebaliknya bila ia tidak belajar, maka responsya

menurun. Jadi, belajar ialah suatu perubahan dalam kemungkinan atau peluang

terjadinya respons.Menurut Daryanto (2010:2) Pengertian belajar dapat

didefinisikan sebagai berikut : “belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan

seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya”.

Menurut Slameto (2013:2) Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan

seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya. Gagne (Saefuddin,2014:8)mengemukakan bahwa, “Learning is

change in human disposition or capacity, which persist over a eriod time, and

which is not simply ascribable to process a growth.” Artinya belajar adalah

perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia setelah belajar secara terus-

menerus, bukan hanya disebabkan proses pertumbuhan saja. Gagne

9
10

mengemukakan bahwa belajar dipengaruhi oleh faktor dari luar diri dan faktor

dalam diri dan keduanya saling berinteraksi.

2.1.2 Pembelajaran

Menurut Dimyati dalam Susanto (2013:186) pembelajaran adalah kegiatan

guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar

secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Pembelajaran

berarti aktivitas guru dalam merancang bahan pengajaran agar proses

pembelajaran dapat berlangsung secara efektif, yakni siswa dapat belajar secara

aktif dan bermakna.

Menurut Corey dalam Sagala (2013:61) pembelajaran adalah suatu proses

dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia

turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam konsisi-kondisi khusus atau

menghasilkan respons terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset

khusus dari pendidikan.

Menurut Winkel dalam Saefuddin dkk (2014:9) pembelajaran merupakan

seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar peserta

didik, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian eksternal yang berperan

terhadap rangkaian kejadian-kejadian internal yang berlangsung di dalam peserta

didik. Depdiknas menjelaskan bahwa pembelajaran dibangun oleh manusia sedikit

demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan

tidak sekonyong-konyong.Pembelajaran bukanlah seperangkat fakta, konsep atau

kaidah yang siap untuk diambil dan diingat.Manusia harus mengonstruksi

pembelajaran itu dan membentuk makna melalui pengalaman nyata.


11

Jadi dari menurut beberapa para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk mengubah

tingkah laku dari interaksi pengalamannya terhadap situasi tertentu.

2.1.3 Pembelajaran Matematika

Pembelajaran adalah Proses penambahan pengetahuan dan wawasan

melalui rangkaian aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan

mengakibatkan perubahan dalam dirinya, sehingga terjadi perubahan yang

sifatnya positif. Menurut Oemar Hamalik (R. Putra, 2013:17) pembelajaran ialah

suatu kombinasi yang tersusun dari unsur manusiawi, material, fasilitas,

perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan

pembelajaran. Menurut Dimyati (Susanto, 2013:186) pembelajaran adalah

kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa

belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Salah

satunya pembelajaran matematika.

Menurut Susanto (2013:186) Matematika merupakan salah satu bidang

studi yang ada pada semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat sekolah dasar

hingga perguruan tinggi. Bahkan matematika diajarkan di taman kanak-kanak

secara informal. Bidang studi matematika merupakan salah satu komponen

pendidikan dasar dalam bidang-bidang pegajaran. Bidang studi matematika ini

diperlukan untuk proses perhitungan dan proses berpikir yang sangat dibutuhkan

orang dalam menyelesaikan berbagai masalah. Menurut kline (Abdurrahman,

2012:203) mengemukakan bahwa matematika merupakan bahasa simbolis dan ciri


12

utamanya adalah penggunaan cara bernalar deduktif, tetapi juga tidak melupakan

cara bernalar induktif.

Dengan demikian, pembelajaran matematika suatu proses belajar mengajar

yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berfikir siswa yang

dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa, serta dapat meningkatkan

kemampuan mengkontruksi pengetahuan baru dan dapat meningkatkan kreativitas

dalam memecahkan masalah terhadap materi matematika.

2.2 Model Pembelajaran Acclereted Learning

Model pembelajaran Accelereted Learning adalah cara efektif yang

digunakan untuk meningkatkan kemampuan belajar siswa sehingga siswa bisa

belajar dan memahami materi lebih cepat serta mengingat lebih lama. Hal ini

sesuai dikatakan oleh simaremare (2009:2)” bahwa model Accelereted Learning

adalah sebuah upaya meningkatkan belajar siswa sehingga siswa bisa belajar dan

memahami materi lebih cepat serta mengingat lebih lama”. Dengan menerapkan

model tersebut selama proses belajar berlangsung, akan memberi penekanan

kondisi belajar dengan suasana aman dan nyaman sehingga terjadi interaksi antar

siswa dan guru yang aktif sehingga pembelajaran berjalan efektif dan optimal.

Dengan kondisi ini diharapkan akan mendorong siswa akan lebih baik.

Accelerated pada dasarnya berarti semakin bertambah cepat. Learning

didefinisikan sebagai sebuah proses perubahan kebiasaan yang disebabkan oleh

penambahan keterampilan, pengetahuan, atau sikap baru. Jika digabungkan,

pembelajaran cepat berarti” mengubah kebiasaan dengan meningkatkan kecepatan

“ (lou Russel 2011:5).


13

Percepatan pembelajaran adalah upaya untuk mengoptimalkan internal

dalam diri peserta didik ketika belajar, sehingga terjadi perolehan,

pengorganisasian dan pengungkapan pengetahuan baru. Acclerated learning

bukan suatu instan.belajar itu adalah proses. Hanya saja, proses belajar yang baik

yang dilaksanakan secara efektif dan efisien tentu akan membuat proses

penangkapan informasi pembelajaran semakin cepat. Salah satu tujuan dari model

Acclerated Learning adalah memaksimalkan proses belajar dengan cara

menghargai kebutuhan dari beragam individu yang berbeda.

a. Prinsip Accelereted Learning

Menurut Colin Rose dan Malcom J.Nichol (2015:203) Accelerated

learning adalah suatu model pembelajaran yang kompleks. Banyak hal yang perlu

diperhatikan ketika seorang gutu benar-benar hendak menerapkan model

pembelajaran Accelerated Learning. Dalam Accelerated learning, belajar tidak

ada batas kepada peserta didik saja, Para fasilitator (guru) juga harus belajar.

Jika guru hanya memberikan ceramah, peserta didik bukan malah

terbantu, akan tetapi justu siswa terbebani oleh rasa bosan. Sehingga ketika guru

keluar dari kelas, maka siswa akan melupakan semua yang disampaikan oleh guru

secepat mungkin.

Faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran adalah ketika siswa

mengetahui apa yang mereka pelajari memiliki sesuatuyang ingin ia pelajari

ketika ia belajar dan mengapa harus dipelajari.

Belajar harus menyenangkan dan membangun rasa percaya diri.

Menjadikan belajar sebagai sesuatu yang menyenangkan adalah sangat penting.

Karena belajar yang menyenangkan merupakan kunci utama bagi individual untuk
14

memaksimalkan hasil yang akan diperoleh dalam proses belajar. Apabila proses

belajar menggembirakan, maka motivasi belajar siswa akan tinggi.

Ada beberapa hal mendasar dalam pembelajaran yang sedikit terabaikan,

padahal sangat besar pengaruhnya bagi siswa. Antaranya yaitu:

1. Pengaruh Visual.

Pada banyak pembelajaran, kurangnya stimulus menyebabkan timbulnya

kejenuhan dan kegelisahan. Otak lebih menyukai masukan yang beragam dan

menarik.

2. Kudapan

Ada sebuah fakta bahwa menjamu pelajaran dengan makanan dan minuman

didalam kelas memberikan kenyaman dan menciptakan kondisi antisipasi,

relaksasi dan kenikmatan yang dapat membuka pemikiran baru. Karena, rasa haus

dan lapar tentu akan sangat mengganggu perhatian saat belajar.

3. Ritme Pembelajaran

a. Orang perlu tidur untuk belajar dengan baik. Jangan menambah tingkat

aktifitas siswa yang tengah sibuk dengan memberinya banyak perkerjaan

rumah. Pekerjaan rumah penting. akan tetapi jangan sampai membebani.

b. Tertawa terbukti meningkat aktifitas sel darah putih, yang berguna untuk

meningkatkan ketajaman perhatian dan ingatan.

c. Stress menghalang belajar. Terkadang pelajar dating kesekolah dengan penuh

beban masalah dikepala. Pertimbangkan suatu peregangan yang pelan, humor,

permainan sebagai cara untuk menengkan dan membuat pelajaran lebih santai.
15

2.2.1 Tujuan Pembelajaran Acclereted Learning

Menurut Rose dan Nicholl (2015:102),Adapun tujuan dari Model

Acclerated learning antara lain:

a. Melibatkan secara aktif otak emosional yang berarti membuat segala sesuatu

lebih mudah diingat

b. Mensinkronkan aktivitas otak kiri dan otak kanan

c. Menggerakkan kedelapan kecerdasan sedemikian hingga pembelajaran dapat

diakseskan oleh tiap orang dan sumber daya segenap kemampuan otak

digunakan

d. Memperkenalkan saat-saat relaksasi untuk memungkinkan konsolidasi seluruh

potensi otak berlangsung.

2.2.2 Sintak Model Pembelajaran Accelereted Learning

Konsep belajar Acclerated memiliki salah satu ciri belajar “gembira dan

menyenangkan“. Ketika kita senang dan menikmati belajar, kita akan lebih baik.

Model belajar Accelerated Learning mengakui bahwa masing-masing individu

memiliki cara belajar pribadiyang sesuai dengan karakter dirinya. Oleh karena itu

ketika seseorang belajar menggunakan teknik yang sesuai dengan gaya belajar

pribadinya, maka ia telah belajar dengan cara yazng paling alamiah bagi dirinya

sendiri. Sebab, yang dialami menjadi lebih mudah dan lebih mudah akan lebih

cepat.

Rose dan Nicholl, (2015:91) mengumukakan langkah-langkah model

Accelerated Learning yang dikenal dengan istilah Master, yaitu:


16

1. Motivating Your Mind ( Memotivasi Pikiran )

Langkah ini bertujuan untuk memotivasi pikiran siswa untuk siap belajar.

Menjelaskan bahwa setiap siswa dapat belajar hanya saja siswa memerlukan

waktu yang berbeda-beda untuk memenuhi materi yang diberika.

Memberitahukan kepada siswa manfaat bagi siswa mempelajari materi

matematika yang akan dipelajari.

2. Acquiri the Information (Perolehan Informasi)

Informasi yang diberikan oleh guru hendaknya dibatasi pada informasi yang

benar-benar mendasar. Guru menjelaskan materi secara garis besar atau gagasa

inti dari materi yang diajarkan. Hal ini dilakukan untuk memancing siswa dan

menggali sendiri informasi-informasi selanjutnya.

3. Searching Out the Meaning ( Menyelidiki Makna )

Siswa diberikan pertanyaan sehingga siswa akan termotivasi untuk menganalisis,

mengevaluasi, dan memecahkan masalah dengan mencari solusi yang tepat dari

pertanyaan tersebut.

4. Trigerng The Memory ( Memicu Memori )

Adapun beberapa strategi yang dapat dipakai sangat efektif menurut para ahli

memori, antara lain : Pemakaian media, kategorisasi, mendongeng,kartu

pengingat, peta konsep, dan musik. Menggunakan musik untuk menenangkan para

pelajar sebenarnya mempercepat produktivitas (Lou Russel, 2012 )

Siklus memori sangat penting dalam pembelajaran. Ada beberapa cara

yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya ingat siswa antara lain:

a. Guru mengajak siswa mengulang butiran-butiran materi utam pada akhir

pelarajaran.
17

b. Guru mengajak siswa mengingat kembali butiran-butira materi dengan

cepat pada awal sesi pelajaran selanjutnya.

c. Mengalokasikan waktu setiap bulan, untuk mengulang bahan pelajaran

selama satu bulan yang lalu.

5. Exhibiting What you know(Memamerkan Apa Yang Diketahui)

Untuk mengetahui bahwa seseorang telah paham mengenal apa yang ia pelajari

bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Menguji diri sendiri

Berikan siswa soal-soal test mengenai bahan pelajaran yang telah dipelajari

untuk menguji sejauh mana kemampuan mereka.

b. Mempraktikkan kepada orang lain

Berikan kesempatan mereka untuk mempresentasikan apa yang telah mereka

ketahu dan peroleh, sedangkan yang lain diberkan kesempatan untuk betanya

atau mengungkapkan gagasan ataupun ide-idenya.

Berikan kesempatan mereka untuk mempresentasikan apa yang telah

mereka ketahu dan peroleh, sedangkan yang lain diberkan kesempatan untuk

bertanya atau mengungkapkan gagasan ataupun ide-idenya.

Dengan demikian siswa untuk mengembangkan kemampuan berfikir akan

terbuka lebar dengan adanya keterlibatan siswa secara langsung dalam

pembelajaran.

6. Reflecting how You’ve Learned (Merefleksikan)

Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berfikir

kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Refleksi merupakan

respon terhadap kejadian, aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima


18

Dari sintak diatas, dapat dibuat tahap-tahap pengguaan model

pembelajaran Accelerated learning sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

a. Guru menyapai tujuan dan manfaat dari mater yang akan dipelajari (Mind)

b. Guru memotivasi siswa untuk belajar (Mind)

c. Guru melakukan Tanya jawab dengan siswa sebagai upaya apersepsi

(Trigger)

2. Tahap Penyampaian

a. Guru menyajikan materi, dapat dilakukan dengan menggunakan media

pembelajaran.

b. Guru menjelaskan secara garis besar dari materi yang diajarkan

3. Tahap Pelatihan

a. Guru memberikan suatu permasalah untuk diselesaikan siswa.

b. Guru memberikan soal latihan untuk lebih memahami materi

pembelajaran.

c. Guru menuntun siswa untuk memulai kegiatan presentasi didepan kelas

4. Tahap Penampilan Hasil

a. Guru memberikan evaluasi kepada siswa.

b. Guru bersama siswa membuat rangkuman.

c. Guru merefleksi setiap akhir pembelajaran

2.2.3 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Acclereted Learning

Adapun kelebihan model pembelajaran Accelerated Learning menurut

Menurut Colin Rose dan Malcom (2015:250 sebagai berikut:

a. Menghebat waktu dalam pembelajaran,


19

b. Meningkatkan Pembelajaran,

c. Dapat mempercepat Proses Pembelajaran,

d. Dapat menjadikan belajar menjadi efektif,

e. Dapat menumbuhkan rasa sosialisasi yang tinggi antara Siswa,

f. Siswa menjadi lebih aktif.

Sedangkan kekurang model Accelerated Learning sebagai berikut :

a. Kebebasan yang diberikan kepada siswa dalam belajar tidak menjamin bahwa

siswa belajar dengan baik dalam arti mengerjakan tugas dengan serius, tekun,

penuh aktivitas dan terarah.

Model pembelajara Accelereted Learning sangat erat kaitannya dengan

teori belajar konstruktivistik. Menurut pandangan konstruktivistik, belajar

merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan .pembentukan ini harus

dilakukan olehh si belajar. Iaharus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir,

menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang ia pelajari

(Budiningsih (2005:58). Paradigma konstruktivistik memandang siswa sebagai

pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu.

Kemampuan awal tersebut akan menjadi dasar dalam mengkonstruksi

pengetahuan yang baru. Oleh sebab itu meskipun kemampuan awal tersebut masih

sangat sederhana atau tidak sesuai dengan pendapat guru, sebaiknya diterima dan

dijadikan dasar pembelajaran dan bimbingan.

Dalam belajar konstruktivistik guru atau pendidik berperan membantu

agar proses pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan dengan lancar.

Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan

membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Guru dituntut untuk


20

lebih memahami jalan pikiran siswa dalam belajar. Guru tidak dapat mengklaim

bahwa satu-satunya cara yang tepat adalah sama dan sesuai dengan kemauannya.

Pendekatan konstrutivistik menekankan bahwa peranan utama adalah

kegiatan belajar adalah aktivitas siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya

sendiri.Siswa diberikan kebebasan untuk mengungkapkan pendapat dan

pikirannya tentang sesuatu yang dihadapinya. Dengan cara demikian, siswa akan

terbiasa dan terlatih untuk berfikir sendiri, memecahkan masalah yang

dihadapinnya, mandiri,kritis, kreatif, dan mampu mempertanggung jawabkan

pemikirannya secara rasional.

2.3 Model Pembelajaran Langsung

Menurut Arends dalam Trianto (2013:41) model pembelajaran langsung

adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang

proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan dekraltif dan

pengetahuan prosedural yang tersusun dengan baik yang dapat diajarkan dengan

pola kegiatan bertahap selangkah demi selangkah.

2.3.1 Sintak Model Pembelajaran Langsung

Adapun sintak model pembelajaran langsung, sebagai berikut:

Table 2.2 Sintak pembelajaran langsung

FASE PERILAKU GURU


Fase 1 Guru menjelasakn TPK, informasi
latar belakang pelajaran, pentingnya
Menyampaikan kompetensi dan tujuan pelajaran,mempersiapkan siswa untuk
pembelajaran serta mempersiapkan belajar.
siswa
Fase 2 Guru mendemonstrasikan
keterampilan dengan benar, atau
Mendemonstrasikan pengetahuan atau menyajikan informasi tahap demi
keterampilan tahap.
21

Fase 3 Guru merencanakan dan memberi


bimbingan pelatihan awal.
Membimbing pelatihan
Fase 4 Mengecek apakah siswa telah berhasil
melakukan tugas dengan baik,
Mengecek pemahaman dan memberi memberi umpan balik .
umpan balik
Fase 5 Guru mempersiapkan kesempatan
melakukan pelatihan lanjutan,dengan
Memberikan kesempatan untuk perhatian khusus pada penerapan
pelatihan lanjut dan penerapan kepada situasi lebih kompleks dan
kehidupan sehari-hari.

2.3.2 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Langsung

1. Kelebihan Model Pembelajaran Langsung

Adapun kelebihan model pembelajaran langsung menurut Shoimin

(2014:66) sebagai berikut :

1. Guru lebih dapat mengendalikan isi materi dan urutan informasi yang

diterima oleh siswa sehungga dapat mempertahankan fukos mengenai apa

yang harus dicapai oleh siswa.

2. Merupakan cara yang paling efektif untuk mengajarkan konsep dan

keterampilan-keterampilan yang eksplisit kepada siswa yang berprestasi

rendah sekalipun.

3. Dapat digunakan untuk membangun model pembelajaran dalam bidang

studi tertentu. Guru dapat menunjukan bagaimana suatu permasalahan dapat

didekati, bagaimana informasi di analisis, dan bagaimana suatu pengetahuan

dihasilkan.

4. Menekankan kegiatan mendengarkan (melalui ceramah) dan kegiatan

mengamati (melalui demonstrasi) sehingga membantu siswa yang cocok

belajar dengan cara-cara ini.


22

5. Memberikan tantangan untuk mempertimbangkan kesenjangan antara teori

(hal yang seharusnya) dan observasi (kenyataan yang terjadi).

6. Dapat diterapkan secara efektif dalam kelas besar maupun kelas yang kecil.

7. Siswa dapat mengetahui tujuan-tujuan pembelajaran dengan jelas.

8. Waktu untuk berbagi kegiatan pembelajaran dapat dikontrol dengan ketat.

9. Dalam model ini terdapat penekanan pada pencapaian akademik.

10. Kinerja siswa dapat dipantau secara cermat.

11. Umpan balik bagi siswa berorientasi akademik.

12. Dapat digunakan untuk menekankan poin-poin penting atau kesulita-

kesulitan yang mungkin dihadapi siswa.

13. Dapat menjadi cara yang efektif untuk mengerjakan informasi dan

pengetahuan factual dan terstruktur.

2. Kekurangan Model Pembelajaran Langsung

Adapun kekurangan model pembelajaran langsung menurut Shoimin

(2014:67)sebagai berikut :

1. Karena guru memainkan peranan pusat dalam model ini, kesuksesan

pembelajaran ini bergantung pada image guru. Jika guru tidak tampak siap,

berpengetahuan, percaya diri, antusias dan terstruktur, siswa dapat menjadi

bosan, teralihkan perhatiannya sehingga pembelajaran akan terhambat.

2. Sangat bergantung pada gaya komunikasi guru. Komunikator yang kurang

baik cendrung mendajikan pembelajaran yang kurang baik pula.

3. Jika materi yang disampaikan bersifat kompleks, rinci atau abstrak, model

pembelajaran direct instruction mungkin tidak dapat memberikan siswa


23

kesempatan yang cukup untuk memproses dan memahami informasi yang

disampaikan.

4. Jika terlalu sering digunakan, model pembelajaran direct instructionakan

membuat siswa percaya bahwa guru akan memberitahu siswa semua yang

perlu diketahui. Hal ini akan menghilangkan rasa tanggung jawab mengenai

pembelajaran siswa itu sendiri.

2.4 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Masalah dalam matematika adalah suatu pernyataan matematika yang

jawabannya tidak dapat langsung diketahui dan membutuhkan tahapan dalam

menyelesaikannya. Menurut Lencher (Hartono, 2014:2) mendefinisikan masalah

matematika sebagai soal matematika yang strategi penyelesaiannya tidak langsung

terlihat, sehingga dalam penyelesaiannya memerlukan pengetahuan, keterampilan

dan pemahaman yang telah dipelajari sebelumnya. Menurut Winarni (2015: 116)

masalah matematika adalah adanya penyelesaian yang diperoleh tidak dapat hanya

dikerjakan dengan prosedur rutin, tetapi perlu penalaran yang lebih luas dan rumit.

Pemecahan masalah merupakan suatu keterampilandan kemampuan yang

dimiliki untuk menyelesaikan suatu masalah. Pemecahan masalah merupakan

komponen yang sangat penting dalam matematika. Menurut Winarni (2015: 116)

pemecahan masalah merupakan suatu proses penerimaan tantangan dan kerja

keras untuk menyelesaikan masalah tersebut. Menurut Runtukahu (2014:191)

pemecahan masalah merupakan pendekatan pembelajaran untuk memecahkan

berbagai masalah matematika dan dapat dibedakan dengan masalah rutin dan

masalah non – rutin.


24

Menurut NCTM (Taufik, 2014) menjelaskan bahwa pemecahan masalah

meliputi kepercayaan diri dan kesediaan untuk menyelesaikan masalah baru atau

masalah yang sulit.Dalam pemecahan masalah diperlukan kemampuan untuk

melihat setiap informasi yang dapat digunakan dan menggunakan pengetahuan

yang dimiliki dengan sebaik-baiknya. Pengetahuannya tentang strategi pemecahan

masalah memberikan banyak pilihan dalam menentukan langkah-langkah yang

akan digunakan untuk memecahkan masalah. Pemecahan masalah merupakan

bagian yang tak terpisahkan dari semua proses belajar matematika. Pemecahan

masalah berawal dari ketika siswa dihadapkan pada suatu situasi yang

menunjukkan adanya kesukaran untuk mencapai suatu tujuan yang telah

ditetapkan.Menurut George Polya (Hartono, 2014:3) terdapat empat tahapan

penting yang harus ditempuh siswa dalam memecahkan masalah, yakni

memahami masalah, menyusun rencana penyelesaian, melaksanakan rencana

penyelsaian dan memeriksa kembali. Melalui tahapan yang terorganisir tersebut,

siswa akan memperoleh hasil dan manfaat yang optimal dari pemecahan masalah.

Dalam pembelajaran pemecahan masalah, guru harus dapat

membangkitkan minart siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang

diajukan. Guru membimbing siswa secara bertahap agar siswa dapat menemukan

solusi masalah yang diajukan. Dalam pelaksanaan pembelajaran pemecahan

masalah siswa yang diharapkan dapat memahami proses dan prosedurnya,

sehingga siswa terampil menentukan dan mengindentifikasikan kondisi dan data

yang relevan, generalisasi, merumuskan, dan mengorganisasikan keterampilan

yang dimiliki. Akhirnya, siswa dapat belajar secara mandiri mengenai pemecahan

masalah. didalam pembelajaran pemecahan masalah dibutuhkan suatu teknik-


25

teknik, prosedur, dan langkah-langkah tertentu, sehingga siswa dapat

memecahkan masalah dalam tingkat kesulitan yang bervariasi.

Dengan memperhatikan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa

kemampuan pemecahan masalah matematis ialah siswa mampu memahami

prosedurnya, sehingga siswa terampil menentukan dan mengidentifikasi kondisi

dan data yang relevan. Dengan adanya kemampuan siswa dalam memahami

proses ini juga siswa mampu menggeneralisasikan masalah, merumuskan, dan

menghasilkan keterampilan yang telah dimiliki. Akhirnya, siswa akan dapat

belajar secara mandiri mengenai pemecahan masalah.

2.4.1 Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah

Adapun indikator pemecahan masalah matematis menurut Fauzan (2011),

sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, yang ditanyakan dan

kecukupan unsur yang diperlukan.

2. Merumuskan masalah matematika atau menyusun model matematika

3. Menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam atau luar

matematika

4. Menjelaskan atau menginterprestasikan hasil permasalahan menggunakan

matematika secara bermakna.

2.4.2 Rubrik Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Tabel 1 Rubrik Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah


Skala
Indikator
0 1 2 3 4
Mengidentifika Tidak ada Memperlihat Memperlihat Memperlihat Memperliha
si unsur-unsur jawaban kan sedikit kan sedikit kan beberapa tkan
identifikasi identifikasi identifikasi identifikasi
unsur-unsur unsur-unsur unsur-unsur unsur-unsur
26

yang yang yang yang


diketahui, diketahui, diketahui, diketahui,
ditanya serta yang ditanya yang ditanya yang
kecakupan serta serta ditanya
unsur yang kecakupan kecakupan serta
diperlukan. unsur yang unsur yang kecakupan
Tidak ada diperlukan. diperlukan. unsur yang
penyelesaian Adanya Hanya diperlukan
soal. Jawaban sedikit beberapa secara
dinyatakan penyelesaian penyelesaian menyeluruh
salah. soal. Jawaban soal. Jawaban . Semua
sebagian sebagian penyelesaia
dinyatakan dinyatakan n soal
benar. benar. lengkap
jawaban
dinyatakan
benar
Merumuskan Tidak ada Penjelasan Penjelasan Penjelasan Penjelasan
masalah jawaban tertulisnya tertulisnya tertulisnya tertulisnya
matematika tidak jelas, cukup jelas, jelas, sangat tepat,
sedikit cukup memahami merumuska
memahami memahami masalah, n masalah
masalah/ada masalah/ada perumusan dengan
sedikit jawaban masalah tepat dan
jawaban dan namun masih benar, ada jawaban
belum bisa salah sedikit benar,
merumuskan merumuskan jawaban jawaban
masalah, masalah, dan salah, dan benar,secara
serta jawaban sebagian sebagian keseluruhan
salah jawaban jawaban benar
dinyatakan dinyatakan
benar benar
Menjelaskan Tidak ada Penjelasan Penjelasan Penjelasan Penjelasan
hasil jawaban tertulisnya tertulisnya tertulisnya tertulisnya
permasalahan tidak jelas, cukup jelas, jelas, dan jelas, dan
dengan jawaban dan jawaban dan jawaban jawaban
menggunakan perhitungan perhitungan sebagian benar, serta
matematikasec salah, Serta cukup jelas, benar, serta dapat
ara bermakna tidak dapat Serta cukup dapat menjelaskan
menjelaskan jelas menjelaskan hasil
hasil menjelaskanha hasil yang keseluruhan
yangdisimpulk sil yang disimpulkan. yang
an disimpulkan disimpulkan
Sumber: diadaptasi dari Fauzan (2011)
27

𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
Nilai (dalam rentang 0 – 100) = 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 ×𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑜𝑎𝑙 × 100%

Keterangan :

Skor total : hasil dari penjumlahan dari skor – jumlah seluruh skor yang

diperoleh dari tiap nomor soal.

Skor penilaian : skor masing-masing yang seharusnya diperoleh masing-

masing skor adalah 4 + 4 + 4 = 12.

2.5 Penelitian yang Relevan

Berdasarkan penelitian sebelumnya, ada penelitian yang relevan dengan

penelitian ini, antara lain:

Penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian penulis adalah yang

dilakukan oleh Dewi Yahyawati 2013 dengan judul “Penerapan Model

Pembelajaran Acclereted Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa

Dalam Pemecahan Masalah Matematis”

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan

kemampuan siswa dalam pemecahan masalah dilihat dari indikator yaitu: (1)

kemampuan memahami masalah sebelum tindakan ada 15 siswa (43,38 %) setelah

tindakan 30 siswa (99,19%), (2) kemampuan merencanakan pemecahan masalah

ada 13 siswa ( 41,93 % ) setelah tindakan 29 siswa (91,12%), (3) kemampuan

melaksanakan pemecahan masalah sebelum tindakan 9 siswa ( 29,03 % ) setelah

tindakan 21 siswa (65,32 % ). Berdasarkan uraian yang telah dikemukan di atas

dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran means ends analysis

dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematika.

Penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian penulis adalah yang

dilakukan oleh Rini septiani 2010 dengan judul “ Penerapan Model


28

pembelajaran Accelerated Learnng untuk meningkatkan kemampuan pemecahan

masalah dan efektivitas belajar matematika pada siswa kelas VII Di MTSN

Yogyakarta II “

Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) Mengetahui apakah proses

pembelajaran accelerated Learing meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

siswa (2) Mengetahui apakah model pembelajaran Accelereted Learning dapat

meningkatkan efektivitas pembelajaran di kelas VII E MTSN Yogyakarta II.

Desain penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan di MTSN

Yogyakarta II. Subjek penelitian ini addalah siswa kelas VII E Semester satu

tahun ajaran 2008/2009 dengan jumlah siswa 38 orang.penelitian ini terdiri dari 3

siklus. Data prensentasi (kognitif) siswa diperoleh dari hasil soal pretest dan

posttest.Data pemecahan masalah dan efektivitas pembelajaran diperoleh melalui

observasi pada saat pembelajaran sedang berlangsung.Data pemecahan masalah

dan efektifitas pembelajaran dianalisis secara deskripsi dengan teknik

persentase.Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) terjadi peningkatan pemecahan

masalah siswa setelah dilakukan tindakan kelas. Pada sirkus I sebesar 50,00%,

pada siklus II sebesar sebesar 61,11% dan pada siklus III sebesar 72,22%. (2)

Terjadi peningkatan peningkatan efektivitas pembelajaran setelah dilakukan

tindakan. Pada siklus I sebesar 36,11% pada siklus II sebesar 58,33% dan siklus

III sebesar 75,00%. (3) terjadi peningkatan prestasi belajar siswa (aspek kognitif)

setelah tindakan dilakukan. Pada siklus 1 yang diperoleh sebesar 1,3 meningkat

menjadi 1,6 pada siklus II dan meningkat menjadi 2,0 pada siklus III.

Dari 2 penelitian terdahulu dapat kita ketahui persamaan dan perbedaan

dengan penelitian ini. Persamaannya adalah sama – sama menggunakan model


29

pembelajaran Acceleted Learning, sedangkan perbedaannya adalah, 2 peneliti

terdahulu mencari tahu Penerapan Model Pembelajaran Accelereted Learning,

Perbandingan Peningkatan Kemampuan Pemecahan masalah dan Efektivitas hasil

belajar Siswa SMP Antara Yang Memperoleh Pembelajaran Accelereted

Learning, sedangkan peneliti ini ingin mencari tahu apakah ada perbandingan

kemampuan pemecahan masalah matematis menggunakan model pembelajaran

Accelereted Learning sangat efektif digunakan dalam proses belajar mengajar dan

diharapkan bisa sejalan dengan penelitian yang peneliti lakukan.


30

2.6 Kerangka Konseptual


Berdasarkan permasalahan yang diteliti dan tujuan yang dikemukakan

sebelumnya, maka dapat disusun kerangka konseptual sebagai berikut:

Populasi

Nilai Semester Genap

Sampel

Pretest

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Diterapkan Model Diterapkan


Accelereted Learning
Pembelajaran
(Kelas Eksperimen) Langsung
(Kelas Kontrol)

Post-Test

Uji Statistik

Kesimpulan

Gambar 2 Kerangka Konseptual


31

2.7 Hipotesis

Menurut Sugiyono (2015:96) hipotesis merupakan jawaban sementara

terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah peneliti telah

dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Hipotesis dalam penelitian ini

adalah:

H0 : Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa antara yang diajar

menggunakan Model Pembelajaran Acceleretd Learning sama dengan

rata-rata kemampuan pemecahan masalah dalam model pembelajaran

langsung

H1 : Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa antara yang diajar

menggunakan model pembelajaran Accelereted Learning lebih baik dari

rata-rata kemampuan pemecahan masalahdalam pembelajaran langsung.

Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :

H0 : µ1 = µ2

H1 :µ1> µ2

Dimana :

µ1 : Rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan

menggunakan model pembelajaran Accelereted Learning.

µ2 : rata-rata nilai kemampuan pemecahan masalah siswa yang menggunakan

pembelajaran langsung.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah Quasi Experimetalyang merupakan

pengembangan dari metode True Experimental. Yang dimaksud penelitian

eksperimental yaitu penelitian yang dilakukan dengan perlakuan (treatment)

tertentu pada subjek peneliti yang bersangkutan.

Penelitian ini dilakukan pada dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas

kontrol. Kelas eksperimen merupakan kelas yang diajarkan menggunakan model

Accelereted Learning sedangkan kelas kontrol merupakan kelas yang diajarkan

menggunakan pembelajaran langsung.

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek dan subyek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2015:117).

Dalam penelitian ini yang akan dijadikan populasi adalah seluruh siswa

kelas VII SMP Negeri 15 Kota Jambi tahun ajaran 2017/2018 yang terdiri dari

.untuk lebih jelasnya populasi penelitian ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini,

sebagai berikut:

32
33

Tabel 3Data Jumlah Siswa Kelas VII SMP Negeri 15 Kota Jambi

No Kelas Jumlah
1 VIII A 26
2 VIII B 26
3 VIII C 27
4 VIII D 26
5 VIII E 26
6 VIII F 27
7 VIII G 26
8 VIII H 27
Jumlah 237
Sumber: Tata Usaha SMP Negeri 15 Kota Jambi Tahun Ajaran 2016/2016

3.2.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut (Sugiyono 2015: 118). Teknik pengambilan sampel dilakukan

secara simple random atau acak. Dikatakan simple (sederhana) karena

pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa

memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Cara demikian dilakukan bila

anggota populasi dianggap homogen (Sugiyono 2015:120).

Sampel penelitian diperoleh untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas

kontrol. Agar mendapat sampel yang representatif yaitu sampel yang dapat

mewakili populasi yang dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Mengambil nilai ujian semester genap matematika siswa kelas 6 SD Negeri

Kota Jambi Tahun ajaran 2016/2017.

2. Menghitung rata-rata dan simpangan baku nilai ujian matematika semester II,

masing-masing perhitungan nilai ujian semester genap tiap kelas dapat dilihat

dalam lampiran
34

̅) Dan Simpangan Baku (S) Nilai Soal UN


Tabel 4 Rata-rata (𝒙

Kelas Rata-rata Simpangan Baku


VIII A 67,44 6,08
VIII B 68,04 5,01
VIII C 68,00 5,19
VIII D 68,04 5,01
VIII E 67,29 6,85
VIII F 68,48 7,69
VIII G 67,05 7,08
VIII H 66,44 8,28

3. Melakukan uji normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah populasi berdistribusi normal

atau tidak. Untuk menguji normalitas data digunakan uji Chi-

Kuadrat(Arikunto, 2010:333).

Tabel 5𝒙𝟐𝒉𝒊𝒕𝒖𝒏𝒈 𝐃𝐚𝐧𝒙𝟐𝒕𝒂𝒃𝒆𝒍 Nilai Semester Genap

Kelas 𝒙𝟐𝒉𝒊𝒕𝒖𝒏𝒈 𝒙𝟐𝒕𝒂𝒃𝒆𝒍 Keterangan

VIII A 1,98 7,81 Normal

VIII B 4,35 7,81 Normal

VIII C 6,73 7,81 Normal

VIII D 4,35 7,81 Normal

VIII E 3,90 7,81 Normal

VIII F 13,44 7,81 Tidak Normal

VIII G 5,85 7,81 Normal

VIII H 10,21 7,81 Tidak Normal

4. Setelah melakukan uji normalitas dan semua data yang berdistribusi normal

akan dilanjutkan uji homogenitas variansi dengan menggunakan uji bartlett

(Sudjana, 2009:261). Dari hasil analisis data didapat 𝒙𝟐𝒉𝒊𝒕𝒖𝒏𝒈 = 9,25dan


35

𝒙𝟐𝒕𝒂𝒃𝒆𝒍 = 12,60 pada taraf nyata 0,05. Jika kriteria uji adalah 𝒙𝟐𝒉𝒊𝒕𝒖𝒏𝒈 <

𝒙𝟐𝒕𝒂𝒃𝒆𝒍 maka dapat dinyatakan bahwa populasi tersebut bervarians homogen.

Dan berlaku sebaliknya jika 𝒙𝟐𝒉𝒊𝒕𝒖𝒏𝒈 > 𝒙𝟐𝒕𝒂𝒃𝒆𝒍 maka populasi tersebut tidak

memiliki varians yang homogen dan hasil dari analisis yang terdapat dalam

lampiran maka dapat disimpukan bahwa ketujuh kelas populasi varians

bersifat homogen.

5. Setelah dinyatakan populasi varians bersifat homogen, langkah selanjutnya

adalah uji kesamaan rata-rata. Untuk melihat apakah kelas sampel dalam

populasi mempunyai rata-rata yang sama. Untuk menguji kesamaan rata-rata

ini digunakan analisis variansi (dapat dilihat pada lampiran…..). dari hasil

analisis didapat bahwa tidak terdapat perbedaan-perbedaan yang signifikan

antara populasi varians.

6. Karena populasi memiliki varians yang homogen serta tidak mempunyai

perbedaan yang signifikan dalam rata-rata nilai matematika, maka penulis

mengambil dua kelas sebagai sampel dan diambil secara undian atau secara

acak. Dan yang terambil adalah kelas VIII E dan VIII H. kelas VIII E sebagai

kelas eksperimen dan VIII H sebagai kelas kontrol.

3.3 Variabel Penelitian dan Data

3.3.1 Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono (2015: 60) variabel penelitian adalah suatu atribut atau

sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya. Adapun variabel penelitian ini adalah sebagai berikut:


36

1. Variabel bebas (X) adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi

sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel

bebas dalam penelitian ini adalah perlakuan yang menggunakan model

Accelereted Learning dan pembelajaran Langsung.

2. Variabel terikat (Y) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi

akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini

adalah kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika

pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

3. Variabel kontrol adalah variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan

sehingga hubungan variabel independen terhadap dependen tidak dipengaruhi

oleh faktor luar yang tidak diteliti. Variabel kontrol dalam penelitian ini

adalah materi pembelajaran, guru, waktu, sarana dan prasarana, dan suasana

kelas.

3.3.2 Data

Menurut Arikunto (2010:161), data adalah hasil pencatatan peneliti, baik

yang berupa fakta ataupun angka. Data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah:

1. Data Primer adalah data yang diperoleh dari hasil tes kemampuan pemecahan

masalah matematis siswa dari kedua kelas sampel penelitian berupa nilai tes

kemampuan awal dan nilai posttest (nilai akhir). Data ini digunakan untuk

menguji hipotesis.

2. Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak sekolah mengenai

jumlah siswa kelas VII dan nilai akhir semester genap kelas VII SMP Negeri

15 Kota Jambi yang diambil sebagai populasi dan sampel penelitian.


37

3.4 Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada dua kelas dengan satu kelas sebagai kelas

eksperimen sedangkan kelas lainnya sebagai kelas kontrol. Siswa kelas

eksperimen diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran Accelereted

Learning sementara siswa kelas kontrol menggunakan pembelajaran Langsung.

Rancangan dalam penelitian ini adalah Quasi Experimental Design dengan

menggunakanrancangan Pretest-Posttest only control design. Dalam design ini

terdapat dua kelompok yang dipilih secara random, kemudian diberi pretest untuk

mengetahui keadaan awal sebelum dilakukan perlakuan (treatment) dan diberi

posttest untuk mengetahui keadaan akhir setelah diberi perlakuan (treatment).

Secara rinci rancangan Pretest-Posttest only control design dapat dilihat pada

tabeldibawah ini (Sugiyono, 2013: 112):

Tabel 6 Rancangan Penelitian

Kelompok Pretest Treatment Posttest

(R) → E O1 X O3

(R) → K O2 _ O4

Keterangan:

R = Pemilihan sampel secara acak

E = Kelas Eksperimen

K = Kelas Kontrol

X =Perlakuan dengan menggunakan teknik pembelajaranProbing

Prompting

O1 : O2 =Nilai pretestkemampuan pemecahan masalah pada kelas eksperimen

O3 : O4 =Nilai posttest kemampuan pemecahan masalah pada kelas eksperimen


38

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Untuk mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan, maka teknik

pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan tes sebelum

diberikan perlakuan (pretest) dan setelah diberikan perlakuan (posttest), secara

umum cara pengumpulan data dapat dibagi menjadi beberapa tahap sebagai

berikut:

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini penulis mempersiapkan semua yang berhubungan dengan

pelaksanaan penelitian antara lain :

a. Mengambil nilai ujian matematika semester II kelas VII

b. Menghitung uji normalitas, uji homogenitas variansi (uji barlet), dan

menghitung uji kesamaan rata-rata.

c. Menentukan dua kelas sebagaisampel untuk menetapkan sebagai kelas

eksperimen dan kelas kontrol.

d. Mempersiapkan soal-soal pretest dan posttest

e. Melakukan validasi kepada satu dosen FKIP Matematika dan dua guru SMP

Negeri Matematika

f. Melakukan uji coba pretest pada kelas IXsebelumdiberikan kepada kelas

eksperimen dan kelas kontrol.

g. Melaksanakan pretest pada kelas VIII sebelum dilakukan perlakuan terhadap

kelas eksperimen dan kelas kontrol.

h. Menghitung Normalitas, Homogenitas dan kesamaan dua rata-rata soal pretest.

i. Menyusun jadwal penelitian setelah penulis mendapatkan informasi tentang

alokasi waktu pengajaran.


39

j. Menyusun rencana pembelajaran yang disusun dengan berpedoman pada

kurikulum mata pelajaran matematika SMP yang dipakai.

k. Mempersiapkan pembelajaran dengan teknik probing promptingpada kelas

eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.

2. Tahap Pelaksanaan

Dalam pelaksanaan proses pengajaran ini adalah peneliti mengajar di kelas

eksperimen dan kelas kontrol. Dalam melaksanakan proses pengajaran

eksperimen peneliti mengajarkan siswa dengan menggunakan pembelajaran

teknik Probing Promptingsedangkan untuk kelas kontrol peneliti mengajarkan

siswa menggunakan pembelajaran konvensional.

3. Tahap Akhir

Pada tahap ini penulis mempersiapkan semua yang berhubungan dengan

tahap akhir penelitian antara lain :

a. Mempersiapkan soal-soal

b. Melakukan uji coba pretest pada kelas IX sebelum diberikan kepada kelas

eksperimen dan kelas kontrol.

c. Melaksanakan pretest pada kelas VIII sebelum dilakukan perlakuan terhadap

kelas eksperimen dan kelas kontrol.

d. Menghitung Normalitas, Homogenitas dan kesamaan dua rata-rata soal

pretest.

e. Menentukan selisih nilai pretest dan posttest dan menghitung hipoesis.

f. Menarik kesimpulan.
40

3.6 Instrumen Penelitian

Menurut Sugiyono (2015:148) instrumen penelitian adalah suatu alat yang

digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati.Instrumen yang

digunakan untuk memperoleh tentang hasil tes kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa, instrumen dalam penelitian ini adalah berbentuk tes essay atau

uraian yang diberikan sebelum perlakuan (pretest) dan sesudah perlakuan

(posttest) terhadap kelas eksperimen dan kelas kontrol Agar tes yang digunakan

berkualitas, maka soal tes diuji coba terlebih dahulu, kemudian dilakukan analisis

item untuk mengetahui validitas, tingkat kesukaran, daya pembeda, dan

reliabilitas.

Langkah-langkah yang peneliti lakukan sebelum pelaksanaan tes dimulai

adalah sebagai berikut:

1. Menyusun Tes Soal

Dalam menyusun tes soal tersebut penulis melakukan langkah-langkah

sebagai berikut:

a. Membuat kisi-kisi soal yang mencakup sub pokok bahasan; kemampuan yang

diukur.

b. Menyusun butir-butir soal pretest dan posttest yang akan diujikan.

c. Aturan pemberian skor untuk masing-masing butir soal.

d. Melakukan validasi soal

Tes yang telah penulis susun diberikan kepada ahli sebanyak 3 orang untuk

dinilai validitas isinya, yaitu satu dosen FKIP Matematika dan dua guru

Matematika SMP Negeri 4 Kota Jambi.


41

e. Uji coba instrument

Soal tes tersebut dahulu diuji cobakan pada kelas lain yaitu kelas IX Iyang

telah mempelajarinya.

2. Analisis Item Soal

Setelah uji coba dilakukan, dilanjutkan dengan analisa item untuk melihat

baik tidaknya tes. Dengan analisis soal dapat diperoleh infomasi tentang kejelekan

soal dan petunjuk untuk mengadakan perbaikan. Adapun hal-hal yang akan

dianalisa adalah:

a. Validitas Soal

Validitas adalah keadaaan yang menggambarkan tingkat instrumen yang

bersangkutan mampu mengukur apa yang akan diukur (Arikunto, 2009: 167).

Validitas adalah suatu instrumen yang valid mempunyai validitas yang tinggi.

Sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah

(Arikunto, 2010:211). Untuk menguji validitas item soal digunakan rumus

korelasi product momentyang dikemukakan oleh Pearson (Arikunto, 2010:213),

yaitu:

𝑁 ∑ 𝑋𝑌 − (∑ 𝑋)(∑ 𝑌)
𝑟𝑋𝑌 =
√{𝑁 ∑ 𝑋 2 − (∑ 𝑋)2 }{𝑁 ∑ 𝑌 2 − (∑ 𝑌)2 }

Keterangan:

𝑟𝑋𝑌 = Koefisien Korelasi antara variabel X dan Y

X = Skor butir soal

Y = Skor total butir soal

N = Jumlah Sampel (banyaknya item soal)


42

Setelah didapat 𝑟𝑋𝑌 , Selanjutnya perlu dihitung koefisien korelasi

berdasarkan distribusi kurva normal dengan menggunakan uji–t dengan rumus

(Sudjana, 2009:380):

𝑟√𝑛 − 2
𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =
√1 − 𝑟 2

Keterangan:

t = nilai thitung

r = koefisien korelasi thitung

n = jumlah siswa uji coba

Kemudian hasil tersebut dibandingkan dengan nilai t dari tabel dengan

kriteria pengujiannya adalah jika thitung > ttabel berarti valid, sebaliknya thitung <

ttabel berarti tidak valid. Dimana distribusi t yang digunakan mempunyai taraf

nyata α = 0,05 dan dk = (n– 2).Setelah peneliti melakukan uji coba pretest dan

posttest, maka diperoleh6 soal uji coba pretest dan posttest valid semua. Dapat

dilihat pada lampiran . Validitas soal uji coba pretest dan posttest dapat dilihat

pada tabeldi bawah ini

Tabel Validitas Uji Coba Soal Postest

Soal 1 2 3 4 5 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙
𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 2,32 5,85 4,00 4,44 4,68
1,697
Ket valid Valid Valid Valid Valid

b. Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran adalah peluang untuk menjawab benar susatu soal pada

tingkat kemampuan tertentu yang biasa dinyatakan dengan indeks. Indeks ini
43

biasa dinyatakan dengan proporsi yang besarnya 0,00 sampai dengan 1,00.

Semakin besar indeks tingkat kesukaran berarti soal semakin mudah (Arifin,

2013:134).Untuk mengetahui berapa besar tingkat kesukaran soal dapat dihitung

dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑠𝑡𝑒𝑒 𝑔𝑎𝑔𝑎𝑙


𝑇𝐾 = × 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑠𝑒𝑟𝑡𝑎 𝑡𝑒𝑠

Dalam hal ini, testee dikatakan gagal apabila tingkat kesukarannya dalam

menjawab kurang dari 60% atau dengan ketentuan lain sesuai dengan tingkat

kesukaran materi yang sedang dipelajari.Untuk menafsirkan tingkat kesukaran

dapat digunakan kriteria sebagai berikut:

1. Jika jumlah peserta didik yang gagal mencapai 27%, soal termasuk mudah.

2. Jika jumlah peserta didik yang gagal antara 28% sampai dengan 72%, soal

termasuk sedang.

3. Jika jumlah peserta didik yang gagal 72% ke atas, soal termasuk sukar.

Setelah dilakukan perhitungan tingkat kesukaran soal uji coba pretest dan

postest maka diperoleh hasil pada lampiran . Tingkat kesukaran soal uji coba

pretest dan postest dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 10 Taraf Kesukaran Soal Uji Coba Postest

Indek kesukaran (P) Kriteria Nomor soal


28% ≤ P ≥ 72% Sedang 2 dan 4
P ≤ 27% Mudah 1,3, dan 5

c. Daya Pembeda Soal


44

Daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara

peserta didik yang pandai dengan peserta didik yang kurang pandai (Arifin,

2013:133). Untuk menguji daya pembeda soal menggunakan rumus:

̅̅̅1 − 𝑋
(𝑋 ̅̅̅2 )
𝑡=
∑ 𝑋12 + ∑ 𝑋22
√( )
𝑛(𝑛 − 1)

Keteraangan:

𝑋1 = rata – rata dari kelompok atas

𝑋2 = rata – rata dari kelompok bawah

∑ 𝑋12 = jumlah kuadrat deviasi individual dari kelompok atas

∑ 𝑋22 = jumlah kuadrat deviasi individual dari kelompok bawah

n = 27 % × N (baik kelompok atas maupun kelompok bawah

Dengan kriteria nilai DP adalah:

Jika thitung>ttabel, maka soal mempunyai t yang signifikan

Jika thitung< ttabel, maka soal mempunyai t yang tidak signifikan.

Daya beda soal uji coba pretest dan postest, dapat dilihat pada lampiran .

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh bahwa dari 6 soal yang diujikan, ternyata

semua soal dinyatakan signifikandapat dilihat ada tabel dibawah ini :

Tabel 12 Daya Beda Soal Uji Coba Postest

Daya Beda Kriteria Nomor Soal


𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 Signifikan 1,2,3,4, dan 5

𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 Tidak Signifikan -


45

d. Reliabilitas

Reliabilitas ialah menunjuk pada suatu pengertian bahwa sesuatu

instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data

karena instrumen tersebut sudah baik (Arikunto, 2010:221) . untuk soal bentuk

uraian digunakan rumus Alpha (Arikunto, 2010: 239):

𝑘 ∑ 𝜎𝑏2
𝑟11 = ( ) (1 − 2 )
(𝑘 − 1) 𝜎𝑡

Keterangan:

𝑟11 = reliabilitas instrumen

k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

∑ 𝜎𝑏2 = jumlah varians butir

𝜎𝑡2 = varians total

Untuk menghitung varians total, dengan rumus:

(∑𝑚
𝑖=1 𝑥𝑖 )
2
∑𝑚 2
𝑖=1 𝑥𝑖 −
𝑆2 = 𝑁
𝑁

Keterangan:

S2 = varians total

x2i = kuadrat skor total

xi = skor total

N = jumlah siswa

Dengan koefisien alfa rtabel = 0,5 dengan dk = n – 2. Jika r11 > rtabel berarti

reliabel dan sebaliknya Jika r11 <rtabel berarti tidak reliabel.Berdasarkan

perhitungan reliabilitas untuk soal uji coba pretest dapat dilihat pada lampiran .

diperoleh 𝑟11 = 0,92 hal ini menunjukkan bahwa reliabilitas soal uji coba pretes
46

tinggi. Dan reliabilitas untuk soal uji coba postest dapat dilihat pada lampiran .

diperoleh 𝑟11 = 0,85 hal ini menunjukkan bahwa reliabilitas soal uji coba postes

tinggi

3.7 Teknik Analisis Data

Analisis terhadap data penelitian dilakukan bertujuan untuk menguji

kebenaran hipotesis yang diajukan dalam penelitian. Teknik analisis data

digunakan untuk mengetahui pengaruh teknikProbing Prompting terhadap

kemampuan pemecahan masalah siswa. Adapun langkah-langkah yang dilakukan

dalam perhitungan tes akhir adalah sebagai berikut :

3.7.1 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah kedua sampel berasal dari

data yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan adalah

Chi-kuadrat hitung ( X2 hitung ), dengan rumus :

𝑘
𝑓𝑜 − 𝑓𝑒
𝑋2 = ∑
𝑓𝑒
𝑖=1

Keterangan :

= Nilai chi-kuadrat

fo = Frekuensi yang diobservasi

fe = Frekuensi yang diharapkan

Membandingkan nilai Chi-kuadrat dengan tabel Chi-kuadrat dengan taraf

signifikan 5 %. Dalam menarik kesimpulan jika X 2 hitung ≤ 𝑋 2 tabel , maka data

berdistribusi normal dan jika X 2 hitung ≥ 𝑋 2 tabel , maka data tidak berdistribusi

normal.
47

3.7.2 Uji Homogenitas

Uji homogenitas bertujuan untuk melihat apakah kelompok sampel

mempunyai variansi yang homogen atau tidak. Untuk menguji homogenitas

dilakukan dengan uji F dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) mencari

masing-masing variansi dari kelompok data kemudian dihitung harga F dengan

𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟
rumus F = 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙 (Sugiyono, 2015: 276), (2) jika telah didapat harga F,

kemudian dibandingkan dengan harga Ftabel berdistribusi normal, derajat

kebebasan pembilang n – 1, kriteria pengujian adalah jika Fhitung<Ftabel berarti

kedua kelompok mempunyai variansi yang homogen.

3.7.3 Uji Hipotesis

Untuk mengukur pengaruh secara signifikan beda mean (selisih dari dua

rata-rata masing-masing kelas sampel). Salah satu cara untuk menguji beda antara

dua mean tersebut adalah dengan menggunakan uji-t, sebagai berikut:

1. Hipotesis

H0 : 𝜇1 = 𝜇2

H1 : 𝜇1 ≠ 𝜇2

2. Rumus Hipotesis

̅̅̅̅
𝑋1 −𝑋̅2 (𝑛1 −1)𝑠12 +(𝑛1 −1)𝑠12
𝑡= , dengan𝑠 2 =
𝑠√
1
+
1 𝑛1 +𝑛2 −2
𝑛1 𝑛2

Keterangan:

t : Uji Hipotesis

𝑋̅1 : Rata – rata sampel ke – 1

𝑋̅2 : Rata – rata sampel ke – 2


48

𝑠: Simpangan baku

n : Jumlah sampel

3. menentukan kaidah pengujian

a. Taraf Signifikan (𝛼 = 0,05)

b. dk = (𝑛1 + 𝑛2 − 2)

4. Kriteria Pengujian

Jika: −𝑡1−𝛼 < 𝑡 < 𝑡1−𝛼 , dimana H0 diterima dan H1ditolak.


49

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil – Hasil Penelitian

Hasil - hasil penelitian yang disajikan dalam penelitian ini ada dua bagian,

yaitu hasil penelitian yang diperoleh melalui analisis statistik deskriptif dan

analisis statistik inferensial. Analisis statistik deskriptif yang disajikan meliputi

ukuran sampel, nilai rata-rata, nilai tertinggi, nilai terendah, simpangan baku, dan

varians. Sedangkan analisis inferensial meliputi hasil uji-t.

Adapun jumlah siswa pada kelas kontrol adalah sebanyak 26 orang dan

kelas eksperimen 26 orang. Nilai yang diperoleh pun berdasarkan jumlah pengikut

tes pada saat penelitian berlangsung.

4.1.1 Hasil – Hasil Analisis Deskriptif

Pada bagian ini dikemukakan karakteristik nilai dari masing-masing

variabel penelitan. Adapun pengolahan datanya dilakukan secara manual dengan

bantuan kalkulator, dapat dilihat dari lampiran.

Tabel 4.3 Karakteristik nilai hasil tes kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa

Kelas Eksperimen Kelas control


Statistika
Posttest Posttest
Ukuran Sampel 37 37
Rata-rata 76,81 70,56
Nilai Tertinggi 100 100
Nilai Terendah 47 33
Simpangan Baku 12,57 13,84
Varians 158,108 191,678
50

4.2.1 Hasil – Hasil Analisis Inferensial

Analisis ini bertujan untuk melihat nilai matematika siswa antara yang

diajarkan dengan menggunakan model Acclereted Learning dengan nilai

matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran Langsung. Pengujian

hipotesisnya dilakukan dengan menggunakan uji-t. sebelum uji-t dilakukan,

terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas untuk masing-

masing kelas sampel.

a. Menguji normalitas data hasil posttest kemampuan pemecahan masalah siswa

kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat di lihat pada tabel di bawah ini :

X2tab
Kelas Sampel N X2hit Hasil Uji Ket
A = 5%
Normal
Ekspemen 26 2,78 7,81 X2hit < X2tab
Normal
Kontrol 26 2,96 7,81 X2hit <X2tab

b. Menguji homogenitas data asli posttest kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada tabel

dibawah ini :

Varians
α Fhit Ftab Ket
Eksperimen Kontrol
Homogen
144,48 102,62 5% 1,41 1,96

c. Pengujian Hipotensis

Teknik statistik yang digunakan untuk menguji hipotensis adalah teknik t-test

untuk dua sampel related. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh thit = 2,21

dengan a = 5% dan dk = 50, dari daftar distribusi t didapat ttab = 1,68. Karena

thitung>ttabel maka H1 diterima.


51

4.2 Pembahasan

Berdasarkan analisa data yang dilakukan, diperoleh nilai thit = 2.21> ttab =

1,68, hal ini berarti terdapat perbandingan kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa.

Berdasarkan analisa data test akhir kemampuan masalah matematis siswa,

terlihat bahwa pencapaian indikator komunikasi matematis siswa di kelas

eksperimen lebih tinggi di bandingkan kelas kontrol. Adapun titik kelemahan

siswa terletak pada penguasaan konsep awal, karena siswa kurang mampu

mengajukan dugaan-dugaan untuk menuntut model apa yang cocok untuk

menyelesaikan masalah. Adapun hal-hal yang menyebabkan pelaksanaaan

penerapan Model Accelereted Learning dalam proses pembelajaran menjadi

kurang maksimal adalah sebagai berikut :

1. Adanya perubahan paradigma bagi guru dan siswa. Dimana bagi siswa

kesadaran untuk belajar secara mandiri masih sangat rendah, sedangkan bagi

guru belum mengetahui fungsinya sebagai fasilitator dan monivator.

2. Tidak mudah membawa untuk di atur dan sistematis

3. Dalam diskusi kelompok besar, ada sebagaian anak yang tidak aktif ambil

bagian sehinga diskusi merupakan kesempatan lepas tanggan tanggung

jawab.
52

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulakan bahwa :

1. rata-rata hasil Pemecahan matematis siswa pada kelas eksperimen yang di ajar dengan

mengunakan model Accelereted Learning memperoleh nilai rata-rata 75,81 dengan

simpangan baku 12,02.

2. rata-rata hasil kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada kelas kontrol yang

diajarkan dengan model pembelajaran langsung memperoleh nilai rata-rata 69,00 dengan

simpangan baku 10,13

3. Hipotensisnya adalah kriteria pengujian dari uji statistik dengan mengunakan uji-t,

dimana diperoleh thitung = 2,21 dan ttabel = 1,67. Sesuai dengan kriterian pengujian, jika

thitung > ttabel maka H1 diterima, terdapat perbandingan kemampuan pemecahan masalah

matematis melalui model Accelereted Learning dengan model pembelajaran Langsung.

Ini berarti kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diajar dengan

mengunakan model Accelereted Learning lebih baik di banding dengan mengunakan

model Langsung pada siswa kelas VII SMP Negeri 5 Kota Jambi.

5.2 Saran

1. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa disekolah, sebabnya menggunakan model

Pembelajaran Accelereted Learning dalam proses pembelajaran khususnya pelajaran

matematika.

2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut sebagai pengembangan dari penelitian ini, terutama

tentang hasil belajar matematika siswa pada pembelajaran.


53

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono. 2012. Anak Berkesulitan Belajar Teori, Diagnosis, dan Remediasinya.
Jakarta: Rineka Cipta.

Arifin, Zainal. Evaluasi Pembelajaran Prinsip Teknik Prosedur. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Arikunto, Suharsimi. 2009. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

________________. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi 2010).
Jakarta: Rineka Cipta.

Daryanto. 2010. Belajar dan Mengajar. Bandung: Yrama Widya.

Huda, Miftahul. 2014. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran Isu-isu Metodis dan
Paradigmatis. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Ngalimun. 2016. Strategi dan Model Pembelajaran Edisi Revisi. Yogyakarta: Aswaja Presindo.

Putra, Rizema. 2013. Desain Belajar Mengajar Kreatif Berbasis Sains. Yogyakarta: DIVA Press.

Runtukahu, Tombokan dan Kandaou. 2014. Pembelajaran Matematika Dasar Bagi Anak
berkesulitan belajar. Yogyakarta: AR-Ruzz Media

Saefuddin, Asis. 2014. Pembelajaran Efektif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sagala, Syaiful. 2013. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: ALFABETA.

Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran INOVATIF dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta:
AR-RUZZ MEDIA.

Sudjana. 2009. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito


54

Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: ALFABETA.

Susanto, Ahmad. 2013. Teori dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana

Taufik, Muhammad. 2014. Pengaruh Pendekatan Open-Ended Terhadap Motivasi Belajar dan
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMAN 5 Mataram. Jurnal AgriSains.
No. 1: Vol.5.

Trianto. 2013. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana.

Winarni, Endang Setyo dan Harmini. 2015. Matematika Untuk PGSD. Bandung: Remaja
Rosdakarya

Yamin, Martinis. 2013. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Referensi

Anda mungkin juga menyukai