Anda di halaman 1dari 22

PENGUJIAN BAHAN DAN PERLAKUAN PANAS

Laporan Praktik Pengujian Bahan dan Perlakuan Panas

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pengujian Bahan dan
Perlakuan Panas
Dengan dosen pengampu
Drs. Wardaya, M.Pd.

Disusun oleh:
Subhan (1705501)
Aryanto Slamet D.K (1705297)
M.Ashari Mahfudz (1705211)
Jihad Zhorif Pangestu (1705011)
Ihsan Muhammad F (1705303)

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur selalu terpanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat Dialah kami mempunyai kesempatan untuk menyusun Laporan Praktik
Pengujian Bahan dan Perlakuan Panas ini dengan tepat waktu. Shalawat dan
salam selalu tercurahkan kepada kekasih kita semua Nabi Muhammad SAW yang
telah membawa kehidupan dari zaman antah berantah ke zaman kerlap kerlip
lampu dan rumah mewah.
Laporan Praktikum ini kami susun untuk memenuhi salah satu tugas
matakuliah Pengujian Bahan dan Perlakuan Panas dengan dosen pengampu Drs.
Wardaya, M.Pd. Laporan ini disusun berdasarkan data-data yang kami kumpulkan
dengan berbagai metode untuk memastikan kevalidan informasi yang telah ada.
Kami haturkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang secara
langsung maupun tidak langsung terlibat dalam penyusunan Laporan Praktikum
ini.
Akhir kata, kami sadar betul bahwa penyusunan laporan ini masih jauh
dari kata baik, masih ada kekurangan di berbagai sisi sehingga kami sangat
mengaharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca guna perbaikan
diri di kesempatan berikutnya.
Demikian kami sampaikan, besar harapan kami laporan ini dapat
bermanfaat dan digunakan dengan sebaik-baiknya.

Bandung, 19 Juni 2019


Penyusun
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Suatu logam mempunyai sifat-sifat tertentu yang dibedakan atas
sifat fisik, mekanik, thermal, dan korosif. Salah satu yang penting dari
sifat tersebut adalah sifat mekanik. Sifat mekanik terdiri dari keuletan,
kekerasan, kekuatan, dan ketangguhan. Sifat mekanik merupakan salah
satu acuan untuk melakukan proses selanjutnya terhadap suatu material,
contohnya untuk dibentuk dan dilakukan proses permesinan. Untuk
mengetahui sifat mekanik pada suatu logam harus dilakukan pengujian
terhadap logam tersebut. Salah satu pengujian yang dilakukan adalah
pengujian tarik.

Dalam pembuatan suatu konstruksi diperlukan material dengan


spesifikasi dan sifat-sifat yang khusus pada setiap bagiannya. Sebagai
contoh dalam pembuatan konstruksi sebuah jembatan. Diperlukan material
yang kuat untuk menerima beban diatasnya. Material juga harus elastis
agar pada saat terjadi pembebanan standar atau berlebih tidak patah. Salah
satu contoh material yang sekarang banyak digunakan pada konstruksi
bangunan atau umum adalah logam.

Meskipun dalam proses pembuatannya telah diprediksikan sifat


mekanik dari logam tersebut, kita perlu benar-benar mengetahui nilai
mutlak dan akurat dari sifat mekanik logam tersebut. Oleh karena itu,
sekarang ini banyak dilakukan pengujian-pengujian terhadap sampel dari
material.

Pengujian ini dimaksudkan agar kita dapat mengetahui besar sifat


mekanik dari material, sehingga dapat dlihat kelebihan dan
kekurangannya. Material yang mempunyai sifat mekanik lebih baik dapat
memperbaiki sifat mekanik dari material dengan sifat yang kurang baik
dengan cara alloying. Hal ini dilakukan sesuai kebutuhan konstruksi dan
pesanan.
Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan
suatu bahan/material dengan cara memberikan beban gaya yang sesumbu.
Hasil yang didapatkan dari pengujian tarik sangat penting untuk rekayasa
teknik dan desain produk karena mengahsilkan data kekuatan material.
Pengujian uji tarik digunakan untuk mengukur ketahanan suatu material
terhadap gaya statis yang diberikan secara lambat.Salah satu cara untuk
mengetahui besaran sifat mekanik dari logam adalah dengan uji tarik. Sifat
mekanik yang dapat diketahui adalah kekuatan dan elastisitas dari logam
tersebut. Uji tarik banyak dilakukan untuk melengkapi informasi
rancangan dasar kekuatan suatu bahan dan sebagai data pendukung bagi
spesifikasi bahan. Nilai kekuatan dan elastisitas dari material uji dapat
dilihat dari kurva uji tarik.

Pengujian tarik ini dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat mekanis


suatu material, khususnya logam diantara sifat-sifat mekanis yang dapat
diketahui dari hasil pengujian tarik adalah sebagai berikut:

1. Kekuatan tarik
2. Kuat luluh dari material
3. Keuletan dari material
4. Modulus elastic dari material
5. Kelentingan dari suatu material
6. Ketangguhan.

Pengujian tarik banyak dilakukan untuk melengkapi informasi


rancangan dasar kekuatan suatu bahan dan sebagai data pendukung bagi
spesifikasi bahan. Karena dengan pengujian tarik dapat diukur ketahanan
suatu material terhadap gaya statis yang diberikan secara perlahan.
Pengujian tarik ini merupakan salah satu pengujian yang penting untuk
dilakukan, karena dengan pengujian ini dapat memberikan berbagai
informasi mengenai sifat-sifat logam.

Dalam bidang industri diperlukan pengujian tarik ini untuk


mempertimbangkan faktor metalurgi dan faktor mekanis yang tercakup
dalam proses perlakuan terhadap logam jadi, untuk memenuhi proses
selanjutnya.
B. Tujuan Praktikum
1. Mengetahui kekuatan tarik dari beberapa logam
2. Mengetahui kekerasan dari beberapa logam
3. Mengetahui nilai Impek dari beberapa logam

C. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam percobaan ini yaitu melakukan pengujian
pada sampel yang berbentuk silinder sampai sampel tersebut putus. Dari
hasil pengujian yang diperoleh, mencari berapa besar yield strength,
tensile strength dan persentase elongasinya.
BAB I

PENGUJIAN TARIK

A. Landasan Teori
Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji
kekuatan suatu bahan/material dengan cara memberikan beban gaya yang
sesumbu [Askeland, 1985]. Hasil yang didapatkan dari pengujian tarik
sangat penting untuk rekayasa teknik dan desain produk karena
mengahsilkan data kekuatan material. Pengujian uji tarik digunakan untuk
mengukur ketahanan suatu material terhadap gaya statis yang diberikan
secara lambat.

Gambar 1. Mesin uji tarik dilengkapi spesimen ukuran standar.

Seperti pada gambar 1 benda yang di uji tarik diberi pembebanan


pada kedua arah sumbunya. Pemberian beban pada kedua arah sumbunya
diberi beban yang sama besarnya.

Pengujian tarik adalah dasar dari pengujian mekanik yang


dipergunakan pada material. Dimana spesimen uji yang telah
distandarisasi, dilakukan pembebanan uniaxial sehingga spesimen uji
mengalami peregangan dan bertambah panjang hingga akhirnya patah.
Pengujian tarik relatif sederhana, murah dan sangat terstandarisasi
dibanding pengujian lain. Hal-hal yang perlu diperhatikan agar penguijian
menghasilkan nilai yang valid adalah; bentuk dan dimensi spesimen uji,
pemilihan grips dan lain-lain.

1. Bentuk dan Dimensi Spesimen uji

Spesimen uji harus memenuhi standar dan spesifikasi dari ASTM


E8 atau D638. Bentuk dari spesimen penting karena kita harus
menghindari terjadinya patah atau retak pada daerah grip atau yang
lainnya. Jadi standarisasi dari bentuk spesimen uji dimaksudkan agar retak
dan patahan terjadi di daerah gage length.

2. Grip and Face Selection

Face dan grip adalah faktor penting. Dengan


pemilihan setting yang tidak tepat, spesimen uji akan terjadi slip atau
bahkan pecah dalam daerah grip (jaw break). Ini akan menghasilkan hasil
yang tidak valid. Face harus selalu tertutupi di seluruh permukaan yang
kontak dengan grip. Agar spesimen uji tidak bergesekan langsung
dengan face.

Beban yang diberikan pada bahan yang di uji ditransmisikan pada


pegangan bahan yang di uji. Dimensi dan ukuran pada benda uji
disesuaikan dengan estándar baku pengujian.

B. Benda Uji

Gambar 2. Dimensi dan ukuran spesimen untuk uji tarik


C. Pelaksanaan
1. Alat – alat yang digunakan :
a. Masin uji tarik
b. Jangka sorong
c. Meteran
2. Bahan yang digunakan :
a. Silinder logam Baja
b. Silinder logam Kuningan
c. Silinder logam Aluminium
3. Prosedur Percobaan
1.) Mengukur benda uji dengan ukuran standar
2.) Mengkur panjang awal (Lo) atau gage length dan luas penampang
irisan benda uji.
3.) Mengukur benda uji pada pegangan (grip) atas dan pegangan
bawah pada mesin uji tarik.
4.) Nyalakan mesin uji tarik dan lakukan pembebanan tarik sampai
benda uji putus.
5.) Mencatat beban luluh dan beban putus yang terdapat pada skala.
6.) Melepaskan benda uji pada pegangan atas dan bawah, kemudian
satukan keduanya seperti semula.
7.) Mengukur panjang regangan yang terjadi.

D. Data Hasil Pengujian


Bahan Ø0 L0 A0 Øp Lp Ap Fy Fmax Fputus

Steel 10mm 51,1mm 80,12mm2 6,9mm 57,2 37,37 3,158 3,174 1,9
ton ton
Brass 10,2mm 52,2mm 81,67mm2 5,0mm 52,2 19,63 0,370 0,524 0,524
ton ton
2
Aluminium 10mm 54mm 78,54mm 7,4mm 64,5 42,987 1,723 1,791 1,3
ton ton
E. Analisis Data
- Steel
𝐹𝑚𝑎𝑥
 Τmax = kg/mm2
𝐴𝑜
3,174
= 80,12

= 39,6 kg/mm2
𝐹𝑦
 Τy = 𝐴𝑜 kg/mm2
3,158
= 80,12

= 39,4 kg/mm2
𝐹𝑝
 Τp = 𝐴𝑝 kg/mm2
1,9
= 37,37

= 50,8 kg/mm2
Ʃ (strain) : Regangan
𝐿𝑝−𝐿𝑜
 Ʃ= x 100%
𝐿𝑜
57,2 −51,1
= x 100%
51,1

= 11,9%

Ҩ Reduction of area deformation

𝐴𝑜−𝐴𝑝
 Ҩ= x 100%
𝐴𝑜
80,12 −37,37
= x 100%
80,12

= 53,3%

Elastisitas

𝚻𝑚𝑎𝑥
 E= kg/mm2
Ʃ
39,6 kg/mm2
= 0,119

= 332,8 kg/mm2
- Aluminium
𝐹𝑚𝑎𝑥
 Τmax = kg/mm2
𝐴𝑜
1,791
= 78,54

= 22,8 kg/mm2
𝐹𝑦
 Τy = 𝐴𝑜 kg/mm2
1,723
= 78,54

= 21,9 kg/mm2
𝐹𝑝
 Τp = 𝐴𝑝 kg/mm2
1,3
= 42,987

= 30,24 kg/mm2
Ʃ (strain) : Regangan
𝐿𝑝−𝐿𝑜
 Ʃ= x 100%
𝐿𝑜
64,5 −54
= x 100%
54

= 19,4%

Ҩ Reduction of area deformation

𝐴𝑜−𝐴𝑝
 Ҩ= x 100%
𝐴𝑜
78,54 −42,987
= x 100%
78,54

= 45,3%

Elastisitas

𝚻𝑚𝑎𝑥
 E= kg/mm2
Ʃ
22,8 kg/mm2
= 0,194

= 11,75 kg/mm2
- Brass
𝐹𝑚𝑎𝑥
 Τmax = kg/mm2
𝐴𝑜
0,524
= 81,67

= 0,0267 kg/mm2
𝐹𝑦
 Τy = 𝐴𝑜 kg/mm2
0,370
= 81,67

= 18,85 kg/mm2
𝐹𝑝
 Τp = 𝐴𝑝 kg/mm2
0,524
= 19,63

= 26,67 kg/mm2

Ʃ (strain) : Regangan
𝐿𝑝−𝐿𝑜
 Ʃ= x 100%
𝐿𝑜
52,2 −52,2
= x 100%
52,2

= 0%

Ҩ Reduction of area deformation

𝐴𝑜−𝐴𝑝
 Ҩ= x 100%
𝐴𝑜
81,67 −19,63
= x 100%
81,67

= 75,96%

Elastisitas

𝚻𝑚𝑎𝑥
 E= kg/mm2
Ʃ
0,0267 kg/mm2
= 0

= 0 kg/mm2
F. Kesimpulan

Dari hasil percobaan pengujian tarik yang telah dilakukan, maka


didapatkan beberapa kesimpulan, antara lain :

Dari ketiga benda yang telah diuji, benda yang termasuk getas
adalah Brass (kuningan). Kuningan dikatakan getas karena pada saat
pengujian tarik putusnya berhimpit dengan tegangan maksimum.
BAB II

UJI KEKERASAN (ROCKWELL)

A. Landasan Teori
Konsep umum tentang kekerasan sebagai penentu kualitas suatu
bahan mempunyai kaitan erat dengan kekakuan dan kekompakan
permukaan suatu meterial. Ada banyak metode yang dikembangkan
dalam menentukan harga kekerasan ini. Sehingga arti fisik dari
kekerasan tidak mudah dipahami bersama. Pengertian tentang
kekerasan ini bergantung pada pengalaman dan profesi setiap orang.
Metode umum pengujian kekerasan ada tiga jenis yaitu ; Scracht,
Indentor dan Dynamic.
Konsep yang dipakai pada pengujian ini adalah metode indenter, yaitu
pengujian kekerasan dengan menggunakan Indentor, pengujian pada
percoibaan ini dibagi tiga jenis; Brinell, Vicker dan Rockwell.

Brinell Hardness
Pengujian kekerasan Brinell menggunakan bola baja dengan
diameter 10 mm dan beban 3000 Kg. sesuai dengan ASTM E 10.
Beban diberikan kepada spesimen selama 30 detik kemudian diameter
jejak yang ditinggalkan diukur dan dihitung dengan persamaan BHN
(Brinell Hardness Number). Prinsip perhitungan adalah dengan
menghitung beban dibagi dengan luas daerah yang ditinggalkan.

Rockwell Hardness
Metode pengujian kekerasan yang palng banyak dipakai adalah
metode Rockwell. Terdapat dua macam pembebanan yaitu mayor dan
minor. Beban minor diberikan sebesar 10 Kg dan beban mayor
besarnya bervariasi antara 60, 100 dan 150 Kg. Beban Minor berfungsi
untuk meminimalisasi pengaruh bentuk permukaan dan sebagai setting
awal untuk posisi beban mayor. Indentor yang digunakan juga
bervariasi. Pengujian ini distandarkan pada ASTM E 18.

Vickers Hardness
Pengujian kekerasan ini menggunakan Indentor berupa Pyramid
Intan yang membentuk sudut 1360 (ASTM E 92). Masa indentor
bervariasi antara 1 – 120 Kg. uji keras Vicker diterima secara luas
untuk keperluan riset karena mempunyai rentang yang luas. Sehingga
dapat digunakan pada material yang keras dan lunak sekaligus.
Perhitungan menggunakan persamaan VHN dengan prinsip
pengukuran sama dengan Brinell hanya saja luas yang dihitung
berbeda persamaannya.

B. Benda Uji

Gambar 3. Dimensi dan ukuran spesimen untuk uji keras

C. Pelaksanaan
1. Alat – alat yang digunakan :
a. Masin uji keras
b. Jangka sorong
c. Meteran
2. Bahan yang digunakan :
a. Logam Baja
b. Logam Kuningan
c. Logam Aluminium
3. Prosedur Percobaan

Pada langkah 1 benda uji ditekan oleh indentor dengan beban


minor (Minor Load F0) setelah itu ditekan dengan beban mayor (major
Load F1) pada langkah 2, dan pada langkah 3 beban mayor diambil
sehingga yang tersisa adalah minor load dimana pada kondisi 3 ini
indentor ditahan seperti kondisi pada saat total load F

D. Data Hasil Pengujian


Bahan HRB HRC

Steel (130),(115),(113,8) = 119,6

Brass (57),(66,7),(65,6) = 63,1

Aluminium (64),(65,5),(66) = 65,2

HSS (64,5),(65,5),(66) = 65,33

E. Kesimpulan
Dari data yang didapat baja heat treatment memiliki kekerasan
yang paling tinggi diantara ketiga spesimen tersebut. Hal ini terjadi
karena baja heat treatment memiliki struktur BCT, dimana struktur ini
memiliki kekerasan yang paling tinggi material. Baja karbon sedang
memiliki struktur BCC, sedangkan aluminium memiliki struktur FCC
sehingga baja kerbon sedang memiliki kekerasan yang lebih tinggi dari
aluminium.

Harga kekerasan rockwell yang didapat tidak sesuai dengan urutan


kekerasan material yang diuji menurut Brinell dan Vickers. Sedangkan
setelah dikonversi harga kekerasan yang didapat sesuai dengan urutan
kekerasan ketiga material tersebut.
BAB III

UJI IMPACK (CHARPY)

A. Landasan Teori
Untuk menentukan sifat perpatahan suatu logam, keuletan maupun
kegetasannya, dapat dilakukan suatu pengujian yang dinamakan dengan
uji impak. Umumnya pengujian impak menggunakan batang bertakik.
Berbagai jenis pengujian impak batang bertakik telah digunakan untuk
menentukan kecenderungan benda untuk bersifat getas. Dengan jenis uji
ini dapat diketahui perbedaan sifat benda yang tidak teramati dalam uji
tarik. Hasil yang diperoleh dari uji batang bertakik tidak dengan sekaligus
memberikan besaran rancangan yang dibutuhkan, karena tidak mungkin
mengukur komponen tegangan tiga sumbu pada takik.

Gambar 4. Ilustrasi Skematis Pengujian Impak.

Para peneliti kepatahan getas logam telah menggunakan bebagai


bentuk benda uji untuk pengujian impak bertakik. Secara umum benda uji
dikelompokkan ke dalam dua golongan standar. Dikenal ada dua metoda
percobaan impak, yaitu;

1. Metoda Charpy
Batang impak biasa, banyak di gunakan di Amerika Serikat. Benda
uji Charpy mempunyai luas penampang lintang bujursangkar (10 x 10
mm) dan mengandung takik V-45o, dengan jari-jari dasar 0,25 mm dan
kedalaman 2 mm. Benda uji diletakan pada tumpuan dalam posisi
mendatar dan bagian yang tak bertakik diberi beban impak dengan ayunan
bandul (kecepatan impak sekitar 16 ft/detik). Benda uji akan melengkung
dan patah pada laju regangan yang tinggi, kia-kira 103 detik.

Gambar 5. Peletakan spesimen berdasarkan metode charpy.

2. Metoda Izod

Dengan batang impak kontiveler. Benda uji Izod lazim digunakan


di Inggris, namun saat ini jarang digunakan. Benda uji Izod mempunyai
penampang lintang bujursangkar atau lingkaran dan bertakik V di dekat
ujung yang dijepit.

Gambar 6. Peletakan spesimen berdasarkan metode izod.


B. Benda Uji

Gambar 7. Dimensi dan ukuran spesimen untuk uji impak

C. Pelaksanaan
1. Alat – alat yang digunakan :
a. Masin uji impak
b. Jangka sorong
c. Meteran
2. Bahan yang digunakan :
d. Silinder logam Baja
e. Silinder logam Kuningan
f. Silinder logam Aluminium
3. Prosedur Percobaan

1. Menyiapkan benda uji berupa BS 4306 A.

2. Mengukur luas penampang dan kedalaman takik.

3. Memasang benda uji pada tumpuan, perhatikan posisi takik.

4. Memasang bandul pada posisi 300 joule.

5. Melepaskan bandul dan catat energi yang diserap untuk


mematahkan benda uji.

6. Mengamati dan ukur bentuk perpatahan yang terjadi.


4. Data Hasil Pengujian
Bahan A (mm2) Et (joule) Is (J/mm2)

Steel 9,8 x 7,15 = 13,8 0,197


70,07
Brass 9,35 x 4,9 = 6,6 0,144
45,815
Aluminium 10,25 x 5,3 10,4 0,191
= 54,325

5. Kesimpulan

Dari percobaan yang telah dilakukan dapat dihasilkan kesimpulan


yaitu sebagai berikut:

1. Semakin tinggi temperatur yang diberikan pada benda uji, maka


energi yang diserap akan semakin besar.

2. Semakin tinggi temperatur yang diberikan, maka keuletan dan


persen perpatahan benda uji akan semakin meningkat.

3. Semakin rendah harga impak maka jenis perpatahan yang terjadi


akan semakin getas.
BAB IV

HEAT TREATMENT HARDENING

A. Landasan Teori
Hardening adalah perlakuan panas terhadap baja dengan sasaran
meningkatkan kekerasan alami baja. Perlakuan panas menuntut pemanasan
benda kerja menuju suhu pengerasan dan pendinginan secara cepat dengan
kecepatan pendinginan kritis.
B. Pelaksanaan
Benda awalnya memiliki kekerasan 56 HRC dan di hardening
dengan cara benda dimasukan ke dalam ruangan yang bersuhu 950o
dengan holding time 30 menit dan di quenching di dalam air bersuhu
ruangan.
Hasil dari hardening dari benda-benda tersebut adalah 63.5 HRC,
62.5 HRC, dan 62 HRC. Proses hardening ini dinyatakan berhasil karena
nilai kekerasan dari awal benda sebelum dan sesudah dipanaskan berbeda.
Benda yang telah melalui proses hardening meningkat bilai kekerasannya.
BAB V

HEAT TREATMENT ANNEALING

A. Landasan Teori
Annealing merupakan perlakuan panas yang biasanya dilakukan
pada logam hasil pengerjaan dingin atau cold working. Perlakuan panas ini
bertujuan untuk mendapatkan kembali atau merecoveri sifat-sifat fisik
yang berubah selama proses deformasi dingin dan mendapatkan sifat-sifat
mekanik yang lebih sesuai dengan aplikasinya.
Proses ini akan menurunkan sifat mekanik seperti kuat tarik dan
kekerasan, namun logam akan menjadi lunak dan ulet, sehingga dapat
diproses lebih lanjut.
B. Pelaksanaan
Benda awalnya memiliki kekerasan 56 HRC dan di annealing
dengan cara benda dimasukan ke dalam ruangan yang bersuhu 900o
dengan holding time 30 menit dan di quenching di dalam tungku.
Hasil dari proses annealing dari benda tersebut adalah 36 HRC.
Proses annealing ini dinyatakan berhasil karena nilai kekerasan dari awal
benda sebelum dan sesudah proses annealing berbeda. Benda yang telah
melalui proses annealing menurun nilai kekerasannya.
BAB VI

HEAT TREATMENT CARBURIZING

A. Landasan Teori
Proses carburizing pada dasarnya adalah proses pemasukan karbon
ke dalam permukaan baja. Tujuan dari proses ini adalah meningkatkan
kekerasan dari material, namun material tersebut masih memiliki
ketangguhan yang baik. Karena kekerasan yang didapat sangat tinggi di
permukaan namun berkurang di dalam.
Untuk memberikan nilai kekerasan dan kekuatan yang cukup tinggi
pada komponen agar komponen tersebut dapat mengurangi kerusakan
keausan akibat gesekan yang terjadi dengan komponen lainnya.
Keuntungan dari proses Carburizing adalah:
 Mudah mengontrol kedalaman (Depth Control) dengan mengatur
lamanya waktu tunggu/holding time.
 Baik untuk bentuk kompleks
 Struktur lebih tangguh daripada baja medium atau high carbon steel

B. Pelaksanaan
Pada proses carburizing benda ditimbun oleh karbon aktif.
Prinsipnya itu ditimbun arang. Setting mesin pada suhu 920o dengan
holding time 60 menit. Dan di quenching dalam minyak.
Berhasil atau tidaknya proses carburizing diperoleh dengan
menghitung kekerasan material dari permukaan hingga ke inti material.
Jika dilihat secara potongan melintang, akan terlihat perubahan warna
karena adanya lapisan karbon pada permukaan.

Anda mungkin juga menyukai