Anda di halaman 1dari 13

Nama : Zakiyyah Ulfa Sari

Kelas : Gamma 2018


NIM : 04011181823069
LI :
Pemeriksaan Fisik Umum

Dalam pemeriksaan fisik keadaan umum, terdapat beberapa komponen yang


dapatdilakukan,yaitu:

1. Inspeksi Keadaan Umum Pasien

Inspeksi merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan melihat untuk memeriksa


general survey/penampilan umum dari pasien. Beberapa pemeriksaan general survey
dapat dilakukan bahkan sebelum anamnesis dilakukan, seperti mengamati cara
berjalan pasien, ekspresi wajah, tingkat kesadaran. Berikut beberapa penampilan
umum yang dapat diperiksa dengan inspeksi:

a. Kondisi kesehatan yang terlihat

Kita dapat membuat penilaian umum terhadap kondisi kesehatan pasien yang
terlihat dengan melakukan pengamatan sepanjang pertemuan. Penilaian ini sedikit
banyak bersifat subjektif. Deskripsi objektif untuk menarik kesimpulan kesan
kondisi kesehatan ini sulit diuraikan. Kondisi kesehatan dapat diinterpretasikan
menjadi tidak tampak sakit, tampak sakit ringan, tampak sakit sedang,dan tampak
sakit berat.

b. Tingkat kesadaran

Penilaian kesadaran dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Secara


kualitatif,penilaian kesadaran dapat dinyatakan sebagai berikut:

1. Compos mentis yaitu bila pasien sadar sepenuhnya dan memberi


responyangadekuatterhadapsemuastimulusyangdiberikan.

2. Apatis yaitu bila pasien dalambkeadaan sadar, tetapi acuh tak acuh terhadap
keadaan di sekitarnya. Pasien dapat memberi respon yang adekuat bila
diberikan stimulus.
3. Somnolen yaitu tingkat kesadaran yang lebih rendah daripada apatis. Pasien
tampak mengantuk, selalu ingin tidur, tidak responsif terhadap stimulus
ringan, tetapi masih memberikan respon terhadap stimulus yang agak keras
kemudian tertidurlagi.

4. Delirium yaitu keadaan kesadaran yang menurun serta kacau, biasanya


disertai dengan disorientasi, iritatif, dan salah persepsi terhadap rangsangan
sensorik hingga sering mengalami halusinasi.

5. Sopor yaitu bila pasien memberi sedikit respon terhadap stimulus yang kuat
dan refleks pupil terhadap cahaya masih positif.

6. Semi-coma, yaitu bila pasien cenderung tidak merespon, atau respon


terhadap rangsangan sangat sedikit, tetapi pupil dan kornea masih merespon.

7. Coma yaitu bila pasien tidak bereaksi terhadap stimulus apapun dan reflek
pupil terhadap cahaya tidak ada. Tingkat kesadaran ini adalah tingkat
kesadaran yang paling rendah.

Dalam praktiknya, kadang-kadang sulit menilai kesadaran menjadi salah satu dari
tingkat kesadaran tersebut di atas, sehingga tingkat kesadaran dinyatakan dalam
tingkat antara, misalnya apatis-somnolen, somnolen-sopor,atausopor-koma.

Sedangkan secara kuantitatif, kita dapat menentukan tingkat kesadaran pasien dengan
GCS (Glasgow Coma Scale). Penilaian ini lebih berguna untuk mendapatkan data
yang lebih akurat. GCS dapat dilakukan dengan memeriksa tiga hal,yaitu eye
opening,verbal response, dan motor response.

Berikut penilaian dari pemeriksaan GCS:


a. Membuka mata Nilai
Spontan 4
Terhadap bicara (suruh pasien membuka mata) 3
Dengan rangsang nyeri (tekan pada saraf supraorbita atau kuku 2
jari)
Tidak ada reaksi (dengan rangsang nyeri pasien tidak membuka 1
mata)
b. Respons verbal (bicara)
Baik dan tak ada disorientasi (dapat menjawab dengan kalimat 5
yang baik dan tahu dimana ia berada, tahu waktu, hari, bulan)
Kacau (“confused”) (dapat berbicara dalam kalimat, namun ada 4
disorientasi waktu dan tempat)
Tidak tepat (dapat mengucapkan kata-kata, namun tidak berupa 3
kalimat dan tidak tepat)
Mengerang (tidak mengucapkan kata, hanya suara mengerang) 2
Tidak ada jawaban 1
c. Respons motorik (gerakan)
Menurut perintah (misanya disuruh: “angkat tangan!”) 6
Mengetahui lokasi nyeri 5
Reaksi menghindar 4
Reaksi fleksi (dekortikasi) 3
Reaksi ekstensi (deserebrasi) 2
Tidak ada reaksi 1

Kemudian, hasil GCS diinterpretasikan dalam tingkat kesadaran tertentu,yaitu:


1. ComposMentis(GCS:15-14)

2. Apatis(GCS:13-12)

3. Somnolen(GCS:11-10)

4. Delirium(GCS:9-7)

5. Sopor(GCS:6-5)

6. Semi-coma(GCS:4)

7. Coma(GCS:3)

c. Ada tidaknya tanda distres

Kita harus mengamati ada tidaknya distres kardiorespirasi,rasa cemas, dan rasa nyeri
pada pasien. Kita dapat memeriksa ada tidaknya tanda distres kardiorespirasi dengan
melihat laju pernapasan (cepat/tidak), ada tidaknya bunyi mengi, atau ada tidaknya
batuk yang terus-menerus. Kita dapat memeriksa ada tidaknya tanda kecemasan
dengan melihat perilaku pasien, seperti mondar-mandir, ekspresi pasien, dan tangan
yang dingin dan berkeringat. Kita dapat memeriksa ada tidaknya tanda nyeri dengan
melihat wajah pasien (pucat/tidak, berkeringat/tidak) dan melihat pasien yang sering
memegang bagian tubuh yang sakit.

d. Warna kulit dan lesi yang nyata

Kita dapat memeriksa warna kulit, bekas, luka, plak, atau tahi lalat pada pasien.
Warna kulit yang pucat, sianosis, ikterus, ruam, atau memar dapat diidentifikasi untuk
mendiagnosis kemungkinan penyakit yang dialamipasien.

e. Busana,kerapian,dan higienitas pasien

Kita dapat menginspeksi busana, kerapian, dan higienitas pasien


untukmelihatkemungkinan adanya perbedaan padabusana, kerapian, dan higienitas
pasien yang disebabkan pernyakit yang dialami, seperti kuku yang digigit-gigit karena
stres dan penampilan yang berantakan akibat depresidandemensia.

f. Ekspresiwajah pasien
Kita dapat menginspeksi ekspresi wajah pasien untuk mendapatkan kemungkinan
diagnosis penyakit pasien, seperti wajah tanpa ekspresi pada parkinsonisme, wajah
datar atau sedih karena stres, pucat dan puffy-face pada pasien dengan hipotiroidisme,
dan eksopthalmus (ekspresi seperti startled) pada pasien dengan hipertiroidisme, juga
facies leonina pada pasien dengan lepra.

PEMERIKSAAN TANDA VITAL

Tanda-tanda vital memberikan informasi penting awal yang sering memengaruhi


arah evaluasi pemeriksa dan menunjukkan status kesehatan pasien. Vital sign berguna
untuk mengidentifikasi adanya masalah kesehatan yang akut. Pemeriksaan ini juga
digunakan untuk mengetahui secara cepat derajat kesakitan penderita. Semakin jelek
nilai vital sign maka semakin berat derajat kesakitan penderita dan begitu pula
sebaliknya.

Untuk melakukan pemeriksaan vital sign dibutuhkan ruangan yang terang nyaman
dan tenang. Beritahukan kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan.
Usahakan pasien dalam keadaan tenang dengan cara mempersilahkan
duduk/berbaringrileks kurang lebih 5 menit sebelum pengukuran. Keadaan pasien
yang tegang sangat mempengaruhi besarnya nilaivital sign.

Dalam pemeriksaan tanda-tanda vital, ada beberapa indikator yang dapat


diperiksa,yaitu:
a. Tekanandarah

Sebelum melakukan pemeriksaan tekanan darah, pemeriksa harus memilih


sphygmomanometer (tensimeter) yang tepat terlebih dahulu, karena dalam memeriksa
tekanan darah, diperlukan instrumen yang akurat. Terdapat beberapa jenis
sphygmomanometer yang umum digunakan pada saat ini, yaitu aneroid, raksa,
elektronik, dan hybrid (kolom air raksa diganti dengan suatu pengukur tekanan
elektronik; tekanan darah dapat diperlihatkan sebagai simulasi kolom air
raksa,pembacaan aneroid,atau pembacaan digital).

Jenis-jenis sphygmomanometer

Sphygmomanometer yang tepat adalah yang lebar kantong udaranya dapat


dikembangkan sekitar 40% dari lingkar lengan atas (sekitar 12-14 cm untuk orang
dewasa rerata), memiliki panjang kantong udara yang dapat dikembangkan hingga
80% dari lingkar lengan atas, dan berukuran sekitar 12x23 cm untuk lingkar lengan
hingga28cm.

Untuk memastikan keakuratan dalam pemeriksaan tekanan darah, dapat


dilakukan beberapa langkah berikut:

1. Pasien tidak merokok atau minum minuman berkafein sekurang-kurangnya 30


menit sebelum pengukuran tekanandarah.

2. Ruang periksa cukup hangat dan tenang.

3. Pasien duduk tenang selama 5 menit sebelum pengukuran tekanan darah dengan
kaki dilantai.

4. Lengan yang dipakai bebas pakaian, bebas jaringan parut, dan bebas tanda-tanda
limfedema.

5. Memastikan denyut teraba dengan palpasia. Brachialis.

Ada 2 hal yang dicatat pada saat melakukan pengukuran tekanan darah, yaitu
tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik. Biasanya pengukuran dilakukan di
lengan kanan atas kecuali bila ada cedera. Pengukuran tekanan darah bisa juga
dilakukan di ekstremitas bawah. Tekanan ini disebut tekanan darah segmental.
Tujuannya adalah untuk mengetahui adanya oklusi/sumbatan arteri pada ekstremitas
bawah (anklebrachial pressure index).

Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan dengan langkah-langkah:

1. Dengan lengan setinggi jantung, letakkan kantong udara diatas a. Brachialis,


dengan batas bawah sekitar 2,5 cm diatas fossa antekubiti. Pemasangan
sphygmomanometer harus pas karena kalau terlalu longgar dan menggembung diluar
manset akan menyebabkan pembacaan yang lebih tinggi daripada seharusnya.

2. Posisikan lengan pasien sedemikian rupa sehingga lengan sedikitfleksi di siku.

3. Untuk menentukan seberapa tinggi kita menaikkan tekanan manset, mula-mula


perkirakan tekanan sistolik a. Brachialis dengan palpasi. Sewaktu meraba a.
Brachialis, dengan jari salah satu tangan, kembungkan dengan cepat manset sampai
denyut nadi a. Brachialis hilang. Baca tekanan di manometer dan tambahkan 30
mmHg. Gunakan hasilnya sebagai sasaran untuk penggembungan manset selanjutnya
(langkah ini dilakukan untuk mencegah rasa tidak nyaman akibat tekanan yang terlalu
tinggi dan menghindari kesalahan akibat jeda auskultasi). Setelah palpasi a. Brachialis
selesai, kempiskan manset hingga tuntas dan tunggu15-30detik.

4. Letakkan bagian bel stetoskop secara lembut di atas a. Brachialis. Karena bunyi
yang akan didengar, bunyi Korotkoff , relatif bernada rendah, bunyi ini lebih jelas
didengardenganbel.

5. Kembungkan manset dengan cepat hingga mencapai hasil hitungan pada langkah 3,
lalu kempiskan secara perlahan (sekitar2-3mmHg/detik).

6. Perhatikan ketinggian tekanan manometer ketika terdengar bunyi pertama kali (2


denyut berurutan) atau fase Korotkoff 1. Tekanan manometer saat waktu tersebut
adalah tekanan sistolik.

7. Lanjutkan pengempisan manset. Perhatikan ketinggian tekanan manometer ketika


suara menjadi lenyap. Tekanan manometer saat menghilangnya suara adalah tekanan
diastolik.
8. Tunggu 2 menit atau lebih dan ulangi. Kemudian ambil rerata pengukuran, apabila
dua hasil pertama memiliki perbedaan lebih dari 5 mmHg, lakukan pengukuran
tambahan.

Berikut interpretasi dari hasil pengukuran tekanan darah, menurut JNCVII untuk
dewasa dan menurut WHO-ISH1999

Pada hipertensi sistolik terisolasi , tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg, dan tekanan
darah diastolik < 90 mmHg. Untuk tekanan darah yang relatif rendah sebaiknya selalu
diinterpretasikan berdasarkan pengukuran sebelumnya dan keadaan klinis pasien
sekarang.

b. Irama dan laju denyut jantung


Untuk memeriksa laju denyut jantung, biasanya digunakan denyut a. Radialis.
Dengan menggunakan bantalan jari telunjuk dan jari tengah, tekan a. Radialis sampai
terdeteksi denyut maksimal. Kemudian rasakan irama denyut nadi, reguler atau
ireguler. Irama jantung yang normal (teratur/reguler) dinamakan irama sinus normal.
Irama jantung yang bukan irama sinus normal/ireguler dinamakan aritmia. Pada
keadaan tertentu denyut jantung tidak sampai ke arteri, hal ini disebut defisit nadi
(pulsus deficit). Jika irama denyut nadi ireguler, maka periksa irama kembali dengan
stetoskop di apeks jantung.

Selain irama, juga hitung frekuensi nadi dalam waktu 60 detik. Frekuensi nadi
orang dewasa yang normal adalah 60-80 kali per menit. Apabila frekuensi nadi <60
kali, maka pasien mengalami bradikardi. Apabila frekuensi nadi >100 kali, maka
pasien mengalami takikardi.

Selain a. Radialis, denyut nadi juga dapat diraba pada arteri besar lainnya seperti
a. Brachialis, a.Femoralis, dan a. Carotis. Pada bayi baru lahir, denyut nadi normal
biasanya berkisar antara 130-150 kali per menit, pada balita 100-120 kali per menit,
anak-anak 90-110 kali permenit.
c. Pernapasan

Pernapasan dapat diperiksa dengan inspeksi. Amati irama, kedalaman, dan upaya
bernapas (juga pada posisi tertentu). Selain itu, jugaamati lajupernapasan dengan
menghitung frekuensinapas dalam waktu 1 menit. Frekuensi pernapasan yang normal
adalah 16-24 kali per menit, dengan pola yang teratur dan tenang. Apabila napasnya
cepat, berarti pasien tersebut mengalami takipnea. Apabila napasnya dalam,berarti
pasien tersebut mengalami hiperpnea.

d. Suhu tubuh

Untuk mengukur suhu tubuh pasien, dapat digunakan termometer (jenisnya


tergantung bagian tubuh yang diperiksa). Ada 4 suhu tubuh yang dapat diperiksa,
yaitu suhu rectal, oral, inti dan axilla.

Suhu oral/rerata biasanya 37 oC, dan pada pagi hari dapat turun hingga menjadi
35,8 oC, serta dapat meningkat hingga 37,3 oC pada sore hari dan malam hari.
Biasanya suhu rectal lebih tinggi 0,4 - 0,5 oC daripada suhu oral. Sedangkan suhu
axilla biasanya lebih rendah 1 oC daripada suhu oral.
Suhu inti (biasanya pada pemeriksaan suhu membran timpani) biasanya lebih
tinggi 0,8 oC dari pada suhu oral.

Untuk mengukur suhu oral, kocok termometer kaca hingga suhunya turun ke
bawah 35 oC atau lebih rendah. Kemudian, masukkan termometer di bawah lidah, lalu
minta pasien agar menutup bibir, dan tunggu 3-5 menit. Lalu baca termometer dan
ulangi prosedur (tunggu 1 menit saja).

Prosedur terus diulangi hingga suhu termometer tidak mengalami perubahan


lagi/stabil. Selain termometer kaca, juga dapat digunakan termometer elektronik. Jika
menggunakan termometer elektronik , letakkan dengan hati-hati dan masukkan
termometer di bawah lidah. Kedua bibir pasien menutup, dan kemudian perhatikan
bacaan digitalnya. Pencatatan suhu akurat biasanya memerlukan waktu hanya 10
detik.

Untuk mengukur suhu rektum, minta pasien untuk berbaring di satu sisi dengan
sendi panggul ditekuk. Lalu beri pelumas termometer rektum (yang ujungnya tumpul)
dan masukkan 3-4 cm ke dalam canalis analis dengan arah menunjuk umbilicus.
Tunggu hingga 3 menit, lalu keluarkan dan baca hasilnya. Selain itu, juga dapat
digunakan termometer elektronik yang ujungnya telah diberi pelumas. Ikuti langkah
yang sama, namun tunggu kurang lebih 10 detik hingga pembacaan suhu digital
muncul. Pengukuran suhu rectum merupakan gold standard dalam mengetahui nilai
suhu inti tubuh.

Pengukuran suhu membran timpani sering dilakukan karena sifatnya yang cepat,
aman, dan dapat diandalkan jika dilakukan dengan benar. Untuk mengukur suhu
membran timpani, pastikan kanalis auditori eksterna bebas dari serumen/kotoran
(karena dapat menurunkan pembacaan suhu). Kemudian, letakkan probe di kanalis
sehingga sinar inframerah mengarah ke membran timpani. Tunggu 2 sampai 3 detik
hingga suhu digital terbaca. Suhu yang terbaca lebih tinggi0,8°Cdari
suhuoral.Pengukuran pada timpani lebih bervariasi daripada pengukuran orala taur
ektum.

Bila terjadi peningkatan suhu diatas normal pada pasien, maka pasien sedang
mengalami hipertermi. Sebaliknya, jika suhu tubuh pasien berada di bawah normal,
maka pasien sedang mengalami hipotermi.
e. Nyeri

Nyeri sering disebut tanda-tanda vital yang ke-5, karena juga dapat merefleksikan
status fisiologis fungsi tubuh. Nyeri kronik mungkin merupakan suatu spektrum
penyakit yang berkaitan dengan kesehatan mental dan gangguan somatik. Untuk
memahami nyeri pasien, dapat dilakukan anamnesis untuk mengetahui lokasi,
keparahan, kaitan dengan letak cedera, gerakan, atau waktu dalam sehari, serta sifat
nyeri (panas, tajam atau tumpul, menyebar atau mengikutipolatertentu)

Menurut International Association for the Study of Pain, nyeri merupakan


pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan. Nyeri akut
merupakan sensasi nyeri jangka pendek agar kita menyadari adanya cidera.
Sedangkan nyeri kronik memiliki beberapadefinisiyaitusebagaiberikut.

1. Nyeri yang tidak berkaitan dengan kanker atau penyakit medis lainnya, menetap
lebih dari 3 bulan sampai 6 bulan.

2. Nyeri yang menetap lebih dari 1 bulan, melebihi perjalanan suatu penyakit atau
cedera akut.

3. Nyeri kambuh dalam interval bulan atau tahun.

Berikut indikator pemeriksaan nyeri.

a. Lokasi, dokter/pemeriksa meminta pasien untuk menunjukkan lokasi nyeri.

b. Keparahan, tingkat keparahan nyeri dapat diketahui dengan menggunakan 3


skala: Skala Analog Visual dan dua skala yang menggunakan peringkat dari 1
sampai 10—Skala Penilaian Numerik (Numeric Rating Scale ) dan Skala
Penilaian Nyeri WAJAH Wong-Baker (Wong-Baker FACES PainRatingScale).
Nyeri juga dapat diukur dengan alat bantu multidimensi Brief Pain Invento yang
dapat memperhitungkan efek nyeri pada tingkat aktivitas pasien, namun
membutuhkan waktu yang lama.

Anda mungkin juga menyukai