Kita dapat membuat penilaian umum terhadap kondisi kesehatan pasien yang
terlihat dengan melakukan pengamatan sepanjang pertemuan. Penilaian ini sedikit
banyak bersifat subjektif. Deskripsi objektif untuk menarik kesimpulan kesan
kondisi kesehatan ini sulit diuraikan. Kondisi kesehatan dapat diinterpretasikan
menjadi tidak tampak sakit, tampak sakit ringan, tampak sakit sedang,dan tampak
sakit berat.
b. Tingkat kesadaran
2. Apatis yaitu bila pasien dalambkeadaan sadar, tetapi acuh tak acuh terhadap
keadaan di sekitarnya. Pasien dapat memberi respon yang adekuat bila
diberikan stimulus.
3. Somnolen yaitu tingkat kesadaran yang lebih rendah daripada apatis. Pasien
tampak mengantuk, selalu ingin tidur, tidak responsif terhadap stimulus
ringan, tetapi masih memberikan respon terhadap stimulus yang agak keras
kemudian tertidurlagi.
5. Sopor yaitu bila pasien memberi sedikit respon terhadap stimulus yang kuat
dan refleks pupil terhadap cahaya masih positif.
7. Coma yaitu bila pasien tidak bereaksi terhadap stimulus apapun dan reflek
pupil terhadap cahaya tidak ada. Tingkat kesadaran ini adalah tingkat
kesadaran yang paling rendah.
Dalam praktiknya, kadang-kadang sulit menilai kesadaran menjadi salah satu dari
tingkat kesadaran tersebut di atas, sehingga tingkat kesadaran dinyatakan dalam
tingkat antara, misalnya apatis-somnolen, somnolen-sopor,atausopor-koma.
Sedangkan secara kuantitatif, kita dapat menentukan tingkat kesadaran pasien dengan
GCS (Glasgow Coma Scale). Penilaian ini lebih berguna untuk mendapatkan data
yang lebih akurat. GCS dapat dilakukan dengan memeriksa tiga hal,yaitu eye
opening,verbal response, dan motor response.
2. Apatis(GCS:13-12)
3. Somnolen(GCS:11-10)
4. Delirium(GCS:9-7)
5. Sopor(GCS:6-5)
6. Semi-coma(GCS:4)
7. Coma(GCS:3)
Kita harus mengamati ada tidaknya distres kardiorespirasi,rasa cemas, dan rasa nyeri
pada pasien. Kita dapat memeriksa ada tidaknya tanda distres kardiorespirasi dengan
melihat laju pernapasan (cepat/tidak), ada tidaknya bunyi mengi, atau ada tidaknya
batuk yang terus-menerus. Kita dapat memeriksa ada tidaknya tanda kecemasan
dengan melihat perilaku pasien, seperti mondar-mandir, ekspresi pasien, dan tangan
yang dingin dan berkeringat. Kita dapat memeriksa ada tidaknya tanda nyeri dengan
melihat wajah pasien (pucat/tidak, berkeringat/tidak) dan melihat pasien yang sering
memegang bagian tubuh yang sakit.
Kita dapat memeriksa warna kulit, bekas, luka, plak, atau tahi lalat pada pasien.
Warna kulit yang pucat, sianosis, ikterus, ruam, atau memar dapat diidentifikasi untuk
mendiagnosis kemungkinan penyakit yang dialamipasien.
f. Ekspresiwajah pasien
Kita dapat menginspeksi ekspresi wajah pasien untuk mendapatkan kemungkinan
diagnosis penyakit pasien, seperti wajah tanpa ekspresi pada parkinsonisme, wajah
datar atau sedih karena stres, pucat dan puffy-face pada pasien dengan hipotiroidisme,
dan eksopthalmus (ekspresi seperti startled) pada pasien dengan hipertiroidisme, juga
facies leonina pada pasien dengan lepra.
Untuk melakukan pemeriksaan vital sign dibutuhkan ruangan yang terang nyaman
dan tenang. Beritahukan kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan.
Usahakan pasien dalam keadaan tenang dengan cara mempersilahkan
duduk/berbaringrileks kurang lebih 5 menit sebelum pengukuran. Keadaan pasien
yang tegang sangat mempengaruhi besarnya nilaivital sign.
Jenis-jenis sphygmomanometer
3. Pasien duduk tenang selama 5 menit sebelum pengukuran tekanan darah dengan
kaki dilantai.
4. Lengan yang dipakai bebas pakaian, bebas jaringan parut, dan bebas tanda-tanda
limfedema.
Ada 2 hal yang dicatat pada saat melakukan pengukuran tekanan darah, yaitu
tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik. Biasanya pengukuran dilakukan di
lengan kanan atas kecuali bila ada cedera. Pengukuran tekanan darah bisa juga
dilakukan di ekstremitas bawah. Tekanan ini disebut tekanan darah segmental.
Tujuannya adalah untuk mengetahui adanya oklusi/sumbatan arteri pada ekstremitas
bawah (anklebrachial pressure index).
4. Letakkan bagian bel stetoskop secara lembut di atas a. Brachialis. Karena bunyi
yang akan didengar, bunyi Korotkoff , relatif bernada rendah, bunyi ini lebih jelas
didengardenganbel.
5. Kembungkan manset dengan cepat hingga mencapai hasil hitungan pada langkah 3,
lalu kempiskan secara perlahan (sekitar2-3mmHg/detik).
Berikut interpretasi dari hasil pengukuran tekanan darah, menurut JNCVII untuk
dewasa dan menurut WHO-ISH1999
Pada hipertensi sistolik terisolasi , tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg, dan tekanan
darah diastolik < 90 mmHg. Untuk tekanan darah yang relatif rendah sebaiknya selalu
diinterpretasikan berdasarkan pengukuran sebelumnya dan keadaan klinis pasien
sekarang.
Selain irama, juga hitung frekuensi nadi dalam waktu 60 detik. Frekuensi nadi
orang dewasa yang normal adalah 60-80 kali per menit. Apabila frekuensi nadi <60
kali, maka pasien mengalami bradikardi. Apabila frekuensi nadi >100 kali, maka
pasien mengalami takikardi.
Selain a. Radialis, denyut nadi juga dapat diraba pada arteri besar lainnya seperti
a. Brachialis, a.Femoralis, dan a. Carotis. Pada bayi baru lahir, denyut nadi normal
biasanya berkisar antara 130-150 kali per menit, pada balita 100-120 kali per menit,
anak-anak 90-110 kali permenit.
c. Pernapasan
Pernapasan dapat diperiksa dengan inspeksi. Amati irama, kedalaman, dan upaya
bernapas (juga pada posisi tertentu). Selain itu, jugaamati lajupernapasan dengan
menghitung frekuensinapas dalam waktu 1 menit. Frekuensi pernapasan yang normal
adalah 16-24 kali per menit, dengan pola yang teratur dan tenang. Apabila napasnya
cepat, berarti pasien tersebut mengalami takipnea. Apabila napasnya dalam,berarti
pasien tersebut mengalami hiperpnea.
d. Suhu tubuh
Suhu oral/rerata biasanya 37 oC, dan pada pagi hari dapat turun hingga menjadi
35,8 oC, serta dapat meningkat hingga 37,3 oC pada sore hari dan malam hari.
Biasanya suhu rectal lebih tinggi 0,4 - 0,5 oC daripada suhu oral. Sedangkan suhu
axilla biasanya lebih rendah 1 oC daripada suhu oral.
Suhu inti (biasanya pada pemeriksaan suhu membran timpani) biasanya lebih
tinggi 0,8 oC dari pada suhu oral.
Untuk mengukur suhu oral, kocok termometer kaca hingga suhunya turun ke
bawah 35 oC atau lebih rendah. Kemudian, masukkan termometer di bawah lidah, lalu
minta pasien agar menutup bibir, dan tunggu 3-5 menit. Lalu baca termometer dan
ulangi prosedur (tunggu 1 menit saja).
Untuk mengukur suhu rektum, minta pasien untuk berbaring di satu sisi dengan
sendi panggul ditekuk. Lalu beri pelumas termometer rektum (yang ujungnya tumpul)
dan masukkan 3-4 cm ke dalam canalis analis dengan arah menunjuk umbilicus.
Tunggu hingga 3 menit, lalu keluarkan dan baca hasilnya. Selain itu, juga dapat
digunakan termometer elektronik yang ujungnya telah diberi pelumas. Ikuti langkah
yang sama, namun tunggu kurang lebih 10 detik hingga pembacaan suhu digital
muncul. Pengukuran suhu rectum merupakan gold standard dalam mengetahui nilai
suhu inti tubuh.
Pengukuran suhu membran timpani sering dilakukan karena sifatnya yang cepat,
aman, dan dapat diandalkan jika dilakukan dengan benar. Untuk mengukur suhu
membran timpani, pastikan kanalis auditori eksterna bebas dari serumen/kotoran
(karena dapat menurunkan pembacaan suhu). Kemudian, letakkan probe di kanalis
sehingga sinar inframerah mengarah ke membran timpani. Tunggu 2 sampai 3 detik
hingga suhu digital terbaca. Suhu yang terbaca lebih tinggi0,8°Cdari
suhuoral.Pengukuran pada timpani lebih bervariasi daripada pengukuran orala taur
ektum.
Bila terjadi peningkatan suhu diatas normal pada pasien, maka pasien sedang
mengalami hipertermi. Sebaliknya, jika suhu tubuh pasien berada di bawah normal,
maka pasien sedang mengalami hipotermi.
e. Nyeri
Nyeri sering disebut tanda-tanda vital yang ke-5, karena juga dapat merefleksikan
status fisiologis fungsi tubuh. Nyeri kronik mungkin merupakan suatu spektrum
penyakit yang berkaitan dengan kesehatan mental dan gangguan somatik. Untuk
memahami nyeri pasien, dapat dilakukan anamnesis untuk mengetahui lokasi,
keparahan, kaitan dengan letak cedera, gerakan, atau waktu dalam sehari, serta sifat
nyeri (panas, tajam atau tumpul, menyebar atau mengikutipolatertentu)
1. Nyeri yang tidak berkaitan dengan kanker atau penyakit medis lainnya, menetap
lebih dari 3 bulan sampai 6 bulan.
2. Nyeri yang menetap lebih dari 1 bulan, melebihi perjalanan suatu penyakit atau
cedera akut.